Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KELOMPOK KEJAHATAN TRANSNASIONAL

PROTOCOL PALERMO CONVENTION

KELOMPOK 3:
Jocelyn Zefanya / 120121021
Meidiana Puspitasari Dewi / 120121045
Marbelia Rachel / 120121086
Charta Diza Faradiba / 120121120
Albert Christian Meliangan / 120121252

Kelas Paralel : A

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
FEBRUARI 2024
1. Protokol melawan penyelundupan migrant melalui laut, darat dan udara (Smuggling of
migrant by land,sea and air)

Penyelundupan migran merupakan tindak kejahatan dimana menyelundupkan


atau memasukkan orang lain yang bukan warga negara dari negara yang bersangkutan
melalui perbatasan suatu negara secara ilegal/melawan hukum sehingga dapat
menimbulkan dampak buruk di berbagai sektor seperti ekonomi maupun sosial dan
budaya, dengan adanya tindakan penyelundupan secara ilegal itu juga akan memberikan
keuntungan dari sisi materiil bagi pelaku, tetapi di sisi lain memberikan dampak negatif
dan kerugian bagi negara tuan rumah. Oleh karena hal tersebut maka pada Konvensi PBB
Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi pada tahun 2000 di
Palermo, Italia substansinya memuat 3 protokol yang mana salah satu protokolnya adalah
mengenai masalah penyelundupan migran melalui laut, darat, dan udara.
Protokol melawan penyelundupan migran melalui laut, darat, dan udara
merupakan protokol yang bertujuan untuk mengatasi penyelundupan migran dan
memajukan kerjasama di antara negara-negara pihak untuk mencapai tujuan yaitu
melindungi hak-hak migran yang diselundupkan sebagaimana ditegaskan pada Pasal 2
melalui pendekatan internasional yang komprehensif, seperti kerja sama, pertukaran
informasi dan tindakan-tindakan yang tepat di tingkat nasional, regional dan
internasional. Yang menjadi sasaran dari Protokol Pemberantasan Penyelundupan adalah
pelaku kejahatan transnasional terorganisasi yang menyelundupkan migran untuk
mendapatkan keuntungan, baik secara material maupun finansial.
Protokol Pemberantasan Penyelundupan hanya berlaku jika tindak kejahatan
mengandung unsur lintas negara dan keterlibatan kelompok kejahatan terorganisasi
sebagaimana ditentukan pada Pasal 4 Protokol Pemberantasan Penyelundupan. Selain itu,
tindak kejahatan penyelundupan migran dianggap terjadi jika mengandung beberapa
unsur yaitu antara lain dilakukan dengan niat, baik niat untuk membuat orang lain masuk
secara tidak sah, serta niat untuk memperoleh keuntungan finansial maupun material
lainnya dari usahanya tersebut. Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
tindakan kejahatan berupa penyelundupan ini dapat dianggap sebagai delik pidana atau
tindakan kriminal apabila dengan tindakannya itu memberikan keuntungan finansial atau
material bagi pelaku pelanggaran. Selain melakukan penyelundupan ilegal yang
memberikan keuntungan secara material dan finansial sebagaimana ditentukan pada Pasal
3, ada beberapa tindakan juga yang termasuk perbuatan pidana penyelundupan migran
yaitu seperti pembuatan, pengadaan, penyediaan atau kepemilikan dari dokumen
perjalanan atau identitas palsu untuk tujuan penyelundupan migran (Pasal 6 ayat 1 huruf
b), membantu individu yang tidak berhak untuk tinggal secara ilegal di dalam wilayah
suatu negara dan hal tersebut dilakukan secara sengaja demi memperoleh keuntungan
(Pasal 6 ayat 1 huruf c) dan mengorganisasi, mengarahkan serta terlibat sebagai kaki
tangan ataupun terlibat untuk mencoba salah satunya (Pasal 6 ayat 2). Guna memberantas
hal-hal demikian maka ada instrumen-instrumen atau persyaratan hukum yang menjadi
penunjang bagi suatu negara pihak untuk dapat melakukan penindakan secara pidana
terhadap masalah penyelundupan migran tersebut yaitu dengan berpedoman pada
Protokol Pemberantasan Penyelundupan ini, salah satunya dapat dilihat melalui Pasal 6
ayat (3) yang mewajibkan Negara Pihak untuk mengadopsi undang-undang maupun
tindakan-tindakan hukum lain berdasarkan sistem hukum Negara Pihak agar dapat
memberatkan tindakan pelaku karena mengingat bahwa tindakan penyelundupan migran
ini dapat membahayakan keselamatan dan nyawa migran, seperti eksploitasi.
Untuk dapat menjadi bagian dari protokol ini maka diperlukan keikutsertaan atau
partisipasi suatu negara dalam UNTOC (United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime) yaitu dengan meratifikasinya, hal tersebut bertujuan agar
terdapat kepastian terkait dengan komitmen untuk ikut serta mencegah dan memberantas
tindakan penyelundupan migran dan untuk dapat menjalin kerjasama internasional
sebagaimana yang dicita-citakan dalam tujuan protokol ini. Indonesia sendiri sudah
menjadi bagian dari UNTOC dimana Indonesia turut meratifikasi UNTOC sehingga
Indonesia turut berperan penting dalam rangka pencegahan dan pemberantasan masalah-
masalah penyelundupan migran di laut, darat maupun udara.

2. Protokol untuk mencegah, memberantas dan memidana perdagangan orang khususnya


wanita dan anak (Protocol to prevent, suppress, and punish trafficking in person,
especially women and childern)
Pada protokol ini menyatakan bahwa tindakan efektif untuk mencegah dan
memberantas perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak-anak, memerlukan
pendekatan internasional yang komprehensif di negara asal, transit dan tujuan yang
mencakup langkah-langkah untuk mencegah perdagangan tersebut dan guna menghukum
para pelaku perdagangan manusia. Perdagangan manusia, termasuk dengan melindungi
hak asasi manusia yang diakui secara internasional. Tujuan dari protokol ini adalah untuk
mencegah dan memberantas perdagangan manusia, yang mana diwujudnyatakan dengan
memberikan perhatian khusus pada perempuan dan anak-anak. Selain itu, protokol ini
bertujuan untuk melindungi dan membantu para korban perdagangan manusia,
menghormati hak asasi manusia para korban, serta bertujuan untuk meningkatkan kerja
sama di antara Negara-negara Pihak untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Perdagangan manusia/orang pada protokol ini berarti perekrutan, pengangkutan,
pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, dengan cara ancaman atau
penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya seperti penculikan,
penipuan dan penganiayaan. Berdasarkan protokol ini, “anak-anak” yang disebut berarti
setiap orang yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun. Berdasarkan Pasal 5
Protokol ini, dikatakan bahwa setiap Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah
legislatif dan langkah-langkah lain yang mungkin diperlukan untuk menetapkan tindakan
yang tercantum dalam Pasal 3 Protokol ini yaitu “Perdagangan orang/manusia” yang
dimaksud sebagai pelanggaran pidana apabila dilakukan dengan sengaja.

Berdasarkan Pasal 6 Protokol ini menetapkan mengenai Bantuan dan


Perlindungan terhadap korban perdagangan orang. Setiap negara pihak harus melindungi
privasi dan identitas korban perdagangan orang termasuk, antara lain, dengan melakukan
proses hukum yang berkaitan dengan perdagangan orang tersebut secara rahasia. Selain
itu, setiap negara wajib memberikan kepastian kepada korban perdagangan orang
mengenai sistem hukum atau administratif dalam negeri berisikan langkah-langkah
kepada korban perdagangan orang.
3. Protokol untuk melawan pembuatan dan perdagangan gelap senjata api, bagian-
bagiannya, dan komponennya serta amunisi (Protocol against the illicit manufacturing of
and trafficking in firearms, their parts and components and ammunitions)
Latar belakang terbentuknya protokol ini dikarenakan adanya hak
mempertahankan diri atau self defence bagi setiap individu atau kelompok. Hal ini
dicantumkan pada UN Charter Article 51. Ketentuan tersebut secara tidak langsung
memberikan hak kepada suatu negara untuk memperoleh persenjataan dalam rangka
mempertahankan dirinya, seperti halnya hak untuk self determination atau hak untuk
menentukan nasib sendiri bagi penduduk yang hidup di bawah kolonial atau penguasaan
asing. Hak yang sifatnya inherent ini perlu direalisasikan secara efektif. Namun
demikian, pelaksanaannya tidak boleh membahayakan kesejahteraan manusia,
perkembangan sosial dan ekonomi, dan hak mereka untuk hidup dalam damai. Maka dari
itu, dibentuklah protokol tersebut.
Terkait dengan protokol ke-3 ini dibentuk berdasarkan kesadaran masyarakat
internasional bahwa kejahatan transnasional ini bisa terjadi atas suatu kegiatan yang
terstruktur dan terorganisir. Protokol ini dibentuk sebagai mana mengingat bahwa
perdagangan gelap yang terjadi khususnya pada bagian senjata api termasuk bagian dan
komponennya dalam rangka memproduksi senjata api ini berbahaya jika digunakan atau
dimiliki oleh suatu oknum khusus yang tidak bertanggung jawab diluar kebutuhan negara
sehingga peruntukannya hanya sebatas keperluan pribadi yang mampu mengancam
kesejahteraan rakyat sekitar disuatu negara tersebut. Produksi illegal (illicit
manufacturing) dari senjata tersebut diartikan sebagai proses produksi atau perakitan
senjata, bagian dan komponennya atau amunisi yang diatur didalam pasal 3d konvensi
UN Firearms Protocol yaitu yang
1. Berasal dari bagian dan komponen yang diperdagangkan secara ilegal
2. Keberadaan dari kegiatan produksi dan perakitan yang tidak mempunyai lisensi
atau kewenangan yang diberikan otoritas negara peserta
3. Tanpa marking senjata pada saat senjata diproduksi
Perdagangan senjata gelap atau penyelundupan senjata adalah kegiatan yang
dilakukan dengan melewati wilayah teritorial atau negara peserta ke wilayah negara
peserta lain melalui impor, ekspor, penerimaan, penjualan, pengiriman, pemindahan atau
transfer senjata. Namun berdasarkan pasal 8 protokol dalam hal ini salah satu negara
tidak memberikan kuasa atau jika senjata tersebut tidak diberi marking.
Protokol ini hanya digunakan untuk mengatur kegiatan penyelundupan senjata
lintas negara yang dalam kegiatan tersebut terdapat keterlibatan kelompok kejahatan
terorganisir karena protokol digunakan sebagai upaya pencegahan untuk penyelidikan
dan penuntutan terhadap tindak pidana produksi serta perdagangan senjata secara ilegal
yang bersifat transnasional dan melibatkan suatu kelompok terorganisir.

Anda mungkin juga menyukai