Anda di halaman 1dari 3

Nama : Elanda

NIM : 031079695
Mata Kuliah :
Semester :6
Pokja : Curup
Tugas : Tugas hukum pidana ekonomi

1. Berdasarkan uraian berita diatas, Apakah kejahatan yang diungkap merupakan


Kejahatan Transnasional? Jelaskan kategori suatu kejahatan dapat dikatakan sebagai
suatu kejahatan transnasional! Serta Sebutkan minimal 5 jenis-jenis Tindak Pidana
yang termasuk Kejahatan Transnasional!
Jawaban:
Berdasarkan kasus diatas maka menurut penulis hal tersebut termasuk dalam
Kejahatan Transnasional yang mana berdasarkan Peraturan Perundang-
Undangan Istilah ‘transnasional’ digunakan dalam United Nations Convention
Against Transnational Organized Crime (“UNCATOC”), yang dalam bahasa
indonesia terdapat dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009
tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized
Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana
Transnasional yang Terorganisasi).
Berasarkan Pasal 3 ayat (2) UNCATOC menerangkan bahwa:
Untuk tujuan ayat 1 dari Pasal ini, tindak pidana adalah bersifat transnasional jika:

a. dilakukan di lebih dari satu Negara;

b. dilakukan di satu Negara namun bagian penting dari kegiatan persiapan,


perencanaan, pengarahan atau kontrol terjadi di Negara lain;

c. dilakukan di satu Negara tetapi melibatkan suatu kelompok penjahat


terorganisasi yang terlibat dalam kegiatan kriminal di lebih dari satu negara;
atau

d. dilakukan di satu Negara namun memiliki akibat utama di Negara lain.

Sehingga berdasarkan pasal diatas, kasus tersebut mencerminkan point b yaitu


“dilakukan di satu Negara namun bagian penting dari kegiatan persiapan,
perencanaan, pengarahan atau kontrol terjadi di Negara lain”, karena para pelaku
berasal dari Negara lain atau WNA

Bentuk-Bentuk Kejahatan Transnasional di antaranya 

1. perdagangan narkotika,
2. pembajakan kapal,
3. perbudakan,
4. terorisme,
5. penyiksaan,
6. perdagangan senjata ilegal, dan
7. perdagangan manusia

2. Berdasarkan kasus yang  terjadi diatas, para tersangka akan dijerat dengan Pasal 3, 4,
dan 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Tersangka merupakan Warga
Negara Asing. Jelaskan apakah tersangka dapat diproses menurut Hukum Indonesia!

Jawaban:
Ya, tersangka dapat diproses menurut hukum Indonesia yaitu dijerat dengan Pasal 3,
4, dan 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang karena UUD ini
terkait dengan UU RI NO 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED
NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME
(KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK
PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI)

3. Sebagaimana uraian kasus diatas, dalam Tindak Pidana Pencucian Uang dikenal
Istilah Pembuktian Terbalik. Jelaskan apa yang dimaksud Pembuktian Terbalik
beserta dasar Hukumnya!

Jawaban:
Istilah yang benar bukanlah “pembuktian terbalik namun Pembalikan beban
pembuktian yang artinya adalah peletakan beban pembuktian yang tidak lagi pada diri
Penuntut Umum, tetapi kepada terdakwa.
 
Di Indonesia, sistem pembalikan beban pembuktian dapat dilihat antara lain
dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah oleh Undang-
Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (“”UU Tipikor”), tetapi yang diterapkan dalam UU Tipikor adalah sistem
pembalikan beban pembuktian yang bersifat terbatas atau berimbang. Sistem
pembalikan beban pembuktian yang bersifat terbatas atau berimbang ini dijelaskan
dalam penjelasan UU Tipikor tersebut, yaitu terdakwa mempunyai hak untuk
membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan
keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan
harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan
perkara yang bersangkutan, dan penuntut umum tetap berkewajiban membuktikan
dakwaannya.
 
Mengenai sistem pembalikan beban pembuktian yang bersifat terbatas atau berimbang
ini dapat kita lihat dalam Pasal 37 ayat (1) UU Tipikor dan Pasal 37A ayat (3) UU
Tipikor:
 
Pasal 37 ayat (1) UU Tipikor:
“Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak
pidana korupsi.”
 
Pasal 37A ayat (3) UU Tipikor:
“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) merupakan tindak
pidana atau perkara pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4,
Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5 sampai dengan Pasal 12
Undang-undang ini, sehingga penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan
dakwaannya.”
 
Selain di dalam UU Tipikor, sistem pembalikan beban pembuktian juga diatur
dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang.
 

Anda mungkin juga menyukai