TUGAS 3
NIM : 044839859
UNIVERSITAS TERBUKA
TUGAS. 3
HUKUM PIDANA
Jawaban :
No. 1 :
Perbarengan tindak pidana atau biasa disebut dengan istilah concursus merupakan salah
satu cabang yang sangat penting dari ilmu pengetahuan hukum pidana. Pada dasarnya
yang dimaksud dengan perbarengan ialah terjadinya dua atau lebih tindak pidana oleh
satu orang atau beberapa orang dimana tindak pidana yang dilakukan pertama kali
belum dijatuhi pidana, atau antara tindak pidana yang awal dengan tindak pidana
berikutya belum dibatasi oleh suatu putusan. Concursus memiliki 3 bentuk yakni
perbarengan peraturan (concursus idealis), perbarengan perbuatan (concursus realis)
dan perbarengan perbuatan berlanjut.
Dengan demikian maka syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menyatakan
adanya perbarengan adalah :
Sehubungan dengan lebih dari satu tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang atau
lebih, maka ada 3 kemungkinan yang terjadi yaitu:
Di dalam KUHP diatur dalam Pasal 63 sampai dengan 71 yang terdiri dari:
Concursus idealis apabila suatu perbuatan yang masuk lebih dari satu aturan pidana.
Maksud dari terdapat “hubungan di antara satu perbuatan dengan perbuatan lainnya,
sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut”, MvT memberikan 3
kriteria:
Sumber :
- BMP : HKUM4203
- https://heylawedu.id/blog/perbarengan-tindak-pidana
- https://eprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-
50181-3-babii.pdf
No. 2 :
Keberadaan uang palsu merupakan suatu hal yang sulit untuk dihindari karena uang
memiliki fungsi yang strategis di dalam kelangsungan suatu pemerintahan atau negara.
Sifat strategis tersebut disebabkan karena uang dapat menjadikan sebagai alat transaksi
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat dan juga dijadikan sebagai alat politik
untuk menjatuhkan perekonomian suatu negara. Agar keberadaan uang di suatu negara
tetap selalu dalam fungsinya sesuai dengan tujuannya, maka pencegahan uang palsu
perlu diupayakan baik secara preventif maupun represif. Pemalsuan uang
dilatarbelakangi oleh situasi perekonomian yang terpuruk, menyebabkan banyak
masyarakat yang ingin mendapatkan uang banyak untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan cara yang mudah. Salah satu motivasi yang kuat bagi para pemalsu
dalam melakukan perbuatannya, di samping motivasi lainnya seperti motivasi politis
untuk mengacaukan perekonomian negara.
Pengertian uang palsu dalam kitab Undang-Undang hukum Pidana (KUHP) tidak diatur
secara tegas, tapi berdasarkan penjelasan dari pasalpasal yang ada dalam KUHP, bahwa
hal-hal yang berkaitan dengan uang palsu adalah:
Hal-hal diatas harus dikaitkan dengan niat atau maksud si pembuat atau pemalsu yaitu
sengaja untuk memalsu dan mengedarkan atau menyuruh orang lain mengedarkan
serupa uang asli atau tidak dipalsukan.Bank Indonesia mendefinisikan uang palsu
adalah “hasil dari perbuatan tindak pidana melawan hukum berupa meniru dan atau
memalsukan uang yang dikeluarkan sebagai satuan mata uang yang sah.30 Dalam
rumusan pasal 20 Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
dijelaskan bahwa : ‘‘Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang
untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan
memusnahkan uang yang dimaksud dari peredaran”. Berdasarkan bunyi pasal tersebut
berarti siapapun selain Bank Indonesia tidak berhak untuk mengeluarkan,
mengedarkan,mencabut , menarik dan memusnahkan uang rupiah, Karenanya, apabila
ada pihak yang memalsu atau meniru dan mengedarkan uang yang tidak diakui oleh
pemerintah sebagai alat pembayaran yang sah, seolah-olah uang itu adalah sebagai alat
pembayaran yang sah, maka pihak tersebut diperlakukan sama sebagai pembuat atau
pemalsu dan pengedar uang palsu.
Uang merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari denyut kehidupan ekonomi
masyarakat. Stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi suatu negara ditentukan
oleh sejauh mana peranan uang dalam perekonomian oleh masyarakat dan otoritas
moneter. Definisi uang bisa dibagi dalam dua pengertian, yaitu definisi uang menurut
hukum (law) dan definisi uang menurut fungsi. Yuliadi mengemukakan definisi uang
menurut hukum yaitu:
“Sesuatu yang ditetapkan oleh undang-undang sebagai uang dan sah untuk alat
transaksi perdagangan. Sedangkan definisi uang menurut fungsi, yaitu sesuatu yang
secara umum dapat diterima dalam transaksi perdagangan serta untuk pembayaran
hutang-piutang.”
Unsur kesengajaan kini berarti bahwa pelaku mengerti bahwa barangbarang tersebut
adalah palsu, pelaku juga tidak perlu mengetahui bahwa berhubungan dengan barang-
barang itu, telah dilakukan tindak pidana pembuat uang palsu atau memalsukan uang
asli. Secara khusus tidak perlu diketahui bahwa yang membuat atau memalsukan uang
itu memiliki tujuan untuk mengedarkan barang-barang itu sebagai uang asli. Meniru
atau memalsukan mata uang atau mata uang kertas terdapat pasal 244 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana yang berbunyi: ‘‘Barang siapa meniru atau memalsukan mata
uang atau uang kertas Negara atau bank dengan maksud untuk mengedarkan atau
menyuruh mengedarkan mata uang atau mata uang kertas tersebut seolah- olah asli dan
tidak dipaslu, diancam pidana penjara maksimum lima belas tahun”. Maksud pelaku
dalam pasal 244 Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah siapa saja. Kesengajaan
tersirat pada perbuatan meniru atau memalsukan.Artinya, ada kehendak dari pelaku
untuk meniru, yaitu membuat sesuatu yang menyerupai uang yang berlaku, atau ada
kehendak pelaku untuk memalsukan uang yang sudah ada. Kesengajaan ini harus
terkait dengan maksud si pelaku, yaitu untuk mengedarkan atau menyuruh
mengedarkannya seolah-olah asli dan tidak dipalsukan.‘‘Dengan maksud untuk
mengedarkannya, berarti masih dalam pikiran (in mind) dari pelaku, belum berarti
sudah beredar”. Dengan demikian pengertian dengan maksud disini selain memperkuat
kesengajaannya untuk meniru atau memalsu adalah juga tujuannya yang terdekat.
Konsep penegakan hukum aktual (actual enforcement concept) yang muncul setelah
diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena keterbatasan-keterbatasan,
baik yang berkaitan dengan saranaprasarana, kualitas sumber daya manusianya,
kualitas perundang-undangannya dan kurangnya partisipasi masyarakat. Pasal 244
Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan tegas melarang seseorang untuk meniru
atau memalsukan uang, yang dengan demikian tidak hak bagi seseorang itu, namun
bukan hal yang mustahil apabila ada seseorang yang karena kemahirannya mampu
untuk meniru atau memalsu uang, asal saja tidak dimaksudkan untuk diedarkan sebagai
yang asli misal saja untuk dipertontonkan kepada umum bentuk-bentuk uang yang
dipalsukan atau dalam rangka pendidikan.Hal ini perlu diperhatikan karena kita
menganut hukum yang material.38 Uang yang di maksud dalam pasal 244 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana adalah alat pembayaran yang sah pada saat
pengedarannya, ada uang yang dibuat dari logam (emas, perak, suasa, nikel, tembaga,
alumunium dan sebagainya), ada pula yang dibuat dari kertas khususnya. Uang ini
dibuat oleh pemerintah atau dipercayakan kepada suatu bank. Di Indonesia pembuatan
uang di percayakan kepada Bank pemerintahan, yaitu Bank Indonesia. Perbuatan
melapisi uang logam dengan cat atau uang logam lainnya, misalnya uang perak dengan
uang emas, atau uang logam dengan uang perak/emas tidak dicakup oleh pasal 244
Kitab Undang-undang Hukum Pidana.39 Selain KUHP pengaturan pemalsuan dan
pengedaran uang palsu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang
mata uang, yang berbunyi setiap orang yang memalsu Rupiah sebagaimana dimaksut
dalam pasal 26 atar (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana
denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) Berdasarkan
pendapat tersebut, diketahui bahwa uang adalah satu alat sah secara undang-undang
dapat diterima dalam transaksi perdagangan serta untuk pembayaran hutang-piutang.
Namun demikian, pada awalnya fungsi uang hanyalah sebagai alat guna memperlancar
penukaran. namun seiring dengan perkembangan zaman fungsi uangpun sudah beralih
dari alat tukar ke fungsi yang lebih luas.
Uang sekarang ini telah memiliki berbagai fungsi, sehingga benar-benar dapat
memberikan banyak manfaat bagi penggunanya. Boediono mengemukakan bahwa
fungsi dasar dari uang diantaranya:
“Uang Rupiah Tiruan adalah suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar, dan/atau
desainnya menyerupai Uang Rupiah yang dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan, atau
diedarkan, tidak digunakan sebagai alat pembayaran dengan merendahkan kehormatan
Uang Rupiah sebagai simbol Negara”.
“Uang Rupiah Palsu adalah suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar, dan/atau
desainnya menyerupai Uang Rupiah yang dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan,
diedarkan, atau digunakan sebagai alat pembayaran secara melawan hukum”.
Pengertian mata uang palsu itu sendiri adalah mata uang yang di cetak atau di buat oleh
perseorangan maupun perkumpulan/sindikat tertentu dengan tujuan Mata uang palsu
hasil cetakannya dapat berlaku sesuai nilainya dengan sebagaimana mestinya, Eddi
Wibowo lebih jauh menjelaskan:
a. Lukisan Tangan Peniru dilakukan dengan cara melukis dengan bahan antara
lain cat air,hasil lukisan tampak buruk, tidak sempurna, tidak rapi dan
mudah terdeteksi;
b. Fotokopi hitam putih Pemalsuan dengan alat fotolopi hitam putih
memberikan penampakan pada hasil cetakan antara lain garis-garis relief
dan garis halus terputus-putus atau tidak jelas. Penyempurnaan warna
gambar dilakukan dengan menggunakan cat air;
c. Cetakan kasa/sablon Proses ini memerlukan alat fotografi untuk
memisahkan warnawarna yang ada pada gambar aslinya.
Sebagai acuan cetak digunakan kasa(screen) misal nilon, sebanyak jumlah warna yang
diperlukan; b. Jenis berbahaya, yaitu jenis pemalsuan dengan kualitas baik, mendeteksi
sempurna dan sulit dibedakan dengan yang asli jika dideteksi tanpa menggunakan alat
deteksi serta kuantitas produksinya tinggi.
Berdasarkan Pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa setiap pemalsuan uang tidak
selalu identik dengan uang palsu, dimana dibuat dengan menggunakan peralatan yang
sederhana sehingga masyarakat mudah untuk mengenalinya. Sedangkan untuk
pemalsuan uang yang berbahaya dimana pemalsuan dilakukan dengan peralatan yang
modern sehingga masyarakat akan sulit mengenalinya. Pada umumnya, cara
pendeteksian uang kertas yang dilakukan pada saat ini adalah menggunakan sinar
ultraviolet secara manual. Alat tersebut cukup baik dan mudah untuk mendeteksi uang
palsu namun faktor “human error” seringkali terjadi serta penggunaannya terbatas
hanya untuk jumlah yang sedikit, selain itu dalam jumlah banyak akan membutuhkan
waktu yang relatif lama. Pendeteksian dengan cara ini relatif subjektif, dan dinilai
lambat, karena uang harus diperiksa satu persatu di bawah paparan sinar ultraviolet.
- BMP : HKUM4203
- http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/17064/6.%20
BAB%20II.pdf?sequence=6&isAllowed=y
- https://www.bi.go.id/id/publikasi/peraturan/Pages/PBI_211019.aspx
- https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/article/viewFile/4220
9/37364
No. 3 :
Residivis atau recidive merupakan istilah dalam hukum pidana. Istilah ini dipakai
terhadap jenis kejahatan yang tidak dapat dihentikan namun hanya dapat
dicegah. Pengertian residivis merujuk kepada kambuhnya perilaku kriminal seseorang.
Artinya, perilaku kriminal itu diulang untuk kedua kalinya, atau bahkan dilakukan
secara berulang. Hal itu meliputi berbagai akibat, seperti penghukuman kembali,
penangkapan kembali, pemenjaraan kembali, dan lainnya.
Adapun orang yang melakukan kriminal secara berulang itu juga disebut dengan kata
yang sama, yaitu residivis (contoh: residivis kasus pencurian, yang berarti ia telah
melakukan pencurian secara berulang). Sebelum disebut sebagai residivis, ia terlebih
dahulu telah dinyatakan sebagai narapidana atau telah selesai menjalani hukuman yang
telah dijatuhkan kepadanya. Sementara perbuatannya itu disebut residivisme
Residivis ini dijumpai karena seseorang tak pernah jera dengan hukuman yang
diberikan kepadanya terhadap perbuatan (kejahatan) yang telah diperbuatnya. Bagi ia
yang melakukan perbuatan pidana lagi setelah menjalani hukuman pidana, makan
hukuman selanjutnya yang ia jalani terhadap perbuatan tersebut akan lebih berat.
Di dalam KUHP, diartur dalam Pasal 486 sampai dengan Pasal 488 KUHP.
Sementaram, residivis khusus merupakan perbuatan pidana sama yang dilakukan
dengan perbuatan pidana yang sebelumnya ia lakukan. Di dalam KUHP seperti yang
diatur dalam Pasal 489 Ayat (2), 495 Ayat (2), 512 Ayat (3) dan seterusnya.
Berdasarkan cangkupannya, residivis dapat diartikan secara sempit dan luar. Dalam
artian sempit, residivis dilekatkan bagi narapidana yang melakukan perbuatan pidana
yang sama dan telah menjalani hukuman tertentu dan mengulangi perbuatan yang sama
dalam rentang waktu tertentu. Dalam artian luas. residivis diartikan bahwa seseorang
melakukan perbuatan pidana tanpa disertai dengan penjatuhan hukum yang inkrah.
Kata residivis beradal dari bahasa Prancis, yaitu recidive. Kata itu diadopsi dari dua
kata latin, yaitu re yang berarti lagi dan co atau cado yang berarti jatuh. Sehingga
dalam penyerapannya, residivis berarti berulang (kejahatan atau yang dilakukan secara
berulang). Residivis adalah tindakan seseorang mengulangi perilaku yang tidak
diinginkan setelah mereka mengalami konsekuensi negatif (hukuman) dari perilakunya
tersebut. Residivis juga merujuk kepada presentase seorang mantan narapidana yang
ditangkap kembali karena pelanggaran serupa yang dilakukannya lagi.
Aruan Sakidjo dan Bambang Poernomo memberikan pengertian bahwa residivis adalah
tindakan seorang narapidan yang kembali melakukan perbuatan pidana setelah ia
dijatuhi hukuman pidana oleh hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap atau
inkrah akibat dari perbuatan pidana yang dilakukan sebelumnya. Ia yang acap kali
mengulangi perbuatan pidana dan sebelumnya telah dijatuhi hukuman maka disebut
sebagai residivis. Jika tindakannya menunjukkan kelakuan mengulangi perbuatan
pidana, maka residivis menunjuk kepada orang yang mengulangi perbuatan pidana.
Di Indonesia, istilah lainnya bagi orang yang melakukan tindak pidana secara berulang
itu disebut sebagai penjahat kambuhan. Istilah lainnya lagi untuk pelaku residivis ini
adalah bromocorah. Dikenalkan oleh Andi Hamzah dalam bukunya "Terminologi
Hukum Pidana" yang memeberikan memberi makna bromocorah sebagai orang yang
mengulangi delik dalam jangka waktu yang ditentukan undang-undang. Misalnya,
perbuatan melakukan delik lagi dalam jangka waktu 12 tahun sejak putusan hakim yang
berkekuatan hukum yang tetap atau sejak pidana dijalani seluruhnya, atau sebagainya.
Istilah ini pun diviralkan oleh Iwan Fals lewat lagu-lagunya.
Pengertian residivis di Indonesia sendiri diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP). Namun, KUHP tidak mengatur secara khusus terkait pengulangan
tindak pidana, KUHP hanya mengatur secara terbatas. aturan terkait pengulangan
tindak pidana ini di dalam KUHP tepatnya diatur pada Buku Kedua tentang Kejahatan,
BAB XXXI yang memuat tentang Pengulangan Kejahatan yang Bersangkutan, Pasal
486 hingga Pasal 488. Dalam KUHP tersebut, terdapat sejumlah kejahatan yang dapat
dikategorikan sebagai residivis jika dilakukan secara berulang.
Residivis adalah pengulangan dari suatu tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku yang
sama dari tindak pidana sebelumnya ataupun tindak pidana lainnya yang telah dijatuhi
hukuman dan inkrah atau memiliki kekuatan hukum tetap, serta pengulangan yang
terjadi dalam jangka waktu tertentu, dan memenuhu syarat tertentu yang telah
ditetapkan.
Di dalam KUHP, seseorang dapat dikatakan residivis jika melanggar Pasal 127, 204
Ayat (1), 244 sampai 248, 253 sampai 260 bis, 263, 264, 266 sampai 268, 274, 362,
363, 365 Ayat (1), (2) dan (3), 368 Ayat (1) dan (2) sepanjang pasal itu tidak ditunjuk
kepada Ayat (1) dan (2) Pasal 365, Pasal 369, 372, 375, 378, 380, 381 sampai 383, 385
sampai 388, 397, 399, 400, 402, 415, 417, 425, 432 ayat penghabisan, 452, 466, 480,
dan 481.
Selain itu, juga dengan pidana penjara rentang waktu tertentu yang diancam menurut
Pasal 204 Ayat (2), 365 Ayat (4) dan 368 Ayat (2), selama pasal itu ditunjuk kepada
ayat keempat Pasal 365, dapat ditambah dengan sepertiga, jika yang dihukum kerena
perbuatannya melanggar hukum atau melakukan tindak pidana belum lewat masa
hukuman lima tahun sejak menjalani hukuman tersebut, baik karena salah satu
kejahatan yang diatur dalam pasal tersebut maupun karena salah satu kejahatan
sebagaimana yang dimaksud dalam salah satu dari Pasal 140 sampai 143, 145 sampai
149, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Tentara, atau sejak pidana tersebut
terhadapnya sama sekali telah dihapuskan atau saat narapidana tersebut melakukan
kejahatan hukumannya belum daluarsa.
Pembagian residivis
Secara umum residivis dibagi menjadi dua kategori, yaitu residivis umum (Algemeene
recidive) dan residivis khusus(Speciale Recidive). Residivis umum merupakan
perbuatan pidana yang dilakukan secara berulang namun kejahatan yang dilakukannya
tidak sama. Di dalam KUHP, diartur dalam Pasal 486 sampai dengan Pasal 488 KUHP.
Sementaram, residivis khusus merupakan perbuatan pidana sama yang dilakukan
dengan perbuatan pidana yang sebelumnya ia lakukan. Di dalam KUHP seperti yang
diatur dalam Pasal 489 Ayat (2), 495 Ayat (2), 512 Ayat (3) dan seterusnya.
Berdasarkan cangkupannya, residivis dapat diartikan secara sempit dan luar. Dalam
artian sempit, residivis dilekatkan bagi narapidana yang melakukan perbuatan pidana
yang sama dan telah menjalani hukuman tertentu dan mengulangi perbuatan yang sama
dalam rentang waktu tertentu. Dalam artian luas. residivis diartikan bahwa seseorang
melakukan perbuatan pidana tanpa disertai dengan penjatuhan hukum yang inkrah.
Syarat residivis
Seorang narapidana yang melakukan perbuatan pidana untuk kedua kalinya tak semata-
mata disebut sebagai residivis. Terdapat sejumlah syarat jika narapidana tersebut
dikataka sebagai residivis:
Pengulangan perbuatan pidana oleh seseorang yang telah menjalani hukuman pidana
yang inkrah akibat perbuatannya akan berakibat kepada pemberatan hukuman
terhadapnya. Beberapa pemberatanya sebagaimana yang diatu dalam hukum positif di
Indonesia adalah:
Tujuan dari pemberatan ini adalah agar ia yang melakukan perbuatan pidana tersebut
dapat jera. Sehingga, semakin seriang ia melakukan perbuatan pidana, hukumannya
semakin diperberat.
Dalam Pasal 486, 487, dan 488 (KUHP), ada beberapa syarat yang dapat
disimpulkan untuk menentukan apakah perbuatan seseorang termasuk ke
dalam pengulangan tindak pidana ( redcidive) atau bukan, di antaranya
yaitu:
a. Pelaku tindak pidana tersebut harus telah menjalani sel uruh atau
sebagian pidana yang telah dijatuhkan. Dalam hal ini artinya
antara tindak pidana yang dilakukan pertama dan yang kedua
harus telah ada putusan yang tetap. Karena jika tidak ada putusan
yang tetap di antaranya, perbuatannya termasuk ke dalam
perbarengan pidana (samenloop) bukan pengulangan pidana
(recidive).
b. Pada saat pelaku melakukan tindak pidana unutk kedua kalinya,
hak negara untuk menjatuhkan pidananya belum kedaluwarsa.
c. Tindak pidana yang dilakukan untuk kedua kalinya tersebut
dilakukan dalam jangka waktu belum lewat dari 5 (lima) tahun
setelah terpidana menjalani sebagian atau seluruh pidana yang
dijatuhkan.
Recidive ini artinya seorang residivis yang melakukan tindak pidana yang
tidak sejenis pada tindak pidana pertama yang ia telah lakukan yang telah
selesai masa hukuman pidananya. Contohnnya apabila seseorang melakukan
tindak pidana pencurian yang kemudian orang tersebut dijatuhi hukuman
pidana oleh hakim, dan menjalani masa pidananya di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas). Setelah masa pidananya selesai dan orang tersebut
bebas, belum sampai lima tahun ia melakukan tindak pidana lain yakni
penganiayaan.
Recidive ini artinya seorang residivis yang melakukan tindak pidana yang
sejenis pada tindak pidana pertama yang ia telah lakukan yang telah selesai
masa hukuman pidananya. Contohnnya apabila seseorang melakukan tindak
pidana perampokan yang kemudian orang tersebut dijatuhi hukuman pidana
oleh hakim, dan menjalani masa pidananya di Lembaga Pemasyarakatan
(Lapas). Setelah masa pidananya selesai dan orang tersebut bebas, belum
sampai lima tahun ia melakukan tindak pidana perampokan lagi.
Tussen Stelsel
Recidive ini artinya seorang residivis yang melakukan tindak pidana yang
masih satu golongan delik dengan tindak pidana yang pernah ia lakukan
yang masa hukuman pidananya telah ia jalani. Contohnnya apabila
seseorang melakukan tindak pidana pembunuhan yang kemudian orang
tersebut dijatuhi hukuman pidana oleh hakim, dan menjalani masa
pidananya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Setelah masa pidananya
selesai dan orang tersebut bebas, belum sampai lim a tahun ia melakukan
tindak pidana yakni pembunuhan berencana.
Sumber :
- BMP : HKUM4203
- https://id.wikipedia.org/wiki/Residivis#:~:text=Secara%20umum%20residivis
%20dibagi%20menjadi,kejahatan%20yang%20dilakukannya%20tidak%20sa
ma
- https://www.hukumonline.com/klinik/a/seluk-beluk-residivis-lt5291e21f1ae59