Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

 
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas dari organisasi KPS UNPAM, mengenai Konektivitas dan Penggabungan
tindak pidana diindonesia

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, Kami mengharapkan kritik
serta saran dari Kalian untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini Kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

 
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................................i
Daftar isi ...........................................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN
1.1........................................................................................................................ Latar
Belakang ..............................................................................................2
1.2........................................................................................................................
Rumusan masalah ..........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Apa yang dimaksud dengan konektivitas dan penggabungan tindak pidana................................ 3
2.2. Apa regulasi hukum yang berkaitan dengan konektivitas dan penggabungan tindak pidana...... 3
2.3. Apa syarat syarat penggabungan tindak pidana ........................................................................ 4
2.4. Apa saja bentuk bentuk penggabungan tindak pidana .............................................................. 5
2.5. Bagaimana contoh kasusnya ..................................................................................................... 7

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan ............................................................................................9
3.2. Daftar pustaka ......................................................................................10
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang konektivitasa dan penggabungan pidana diindonesia

Ketika seseorang melakukan perbuatan sekaligus sehingga menimbulkan masalah dalam


penerapanya,kejadian tersebut sering disebut dengan  samenloop yang dalam bahasa Belanda
juga disebut samenloop van strafbaar feit atau concursus. Perbarengan merupakan
terjemahan dari samenloop atau concursus. Ada juga yang menerjemahkannya dengan
gabungan. 

Dalam pembahasan kali ini yaitu perbarengan dua atau lebih tindak pidana yang
dipertanggungjawabkan kepada satu orang atau beberapa orang dalam rangka penyertaan,
Dalam hal dua/lebih tindakan tersebut masing-masing merupakan delik tersendiri,
dipersyaratkan bahwa salah satu di antaranya belum pernah diadili.
perlu diketahui bahwa orang hanya dapat berbicara mengenai adanya suatu samenloop van
strafbare feiten, apabila di dalam suatu jangka waktu yang tertentu, seseorang telah
melakukan lebih daripada satu tindak pidana dan di dalam jangka waktu tersebut orang yang
bersangkutan belum pernah dijatuhi hukuman oleh pengadilan, karena salah satu dari
tindakan-tindakan yang telah ia lakukan.
 samenloop van strafbare feiten atau gabungan tindak-tindak pidana diatur dalam Bab ke-VI
dari Buku ke-1 KUHP atau tegasnya di dalam pasal 63 sampai dengan pasal 71 KUHP,
dimana mengatur dalam hal berat ringanya suatu hukuman yang diberikan terhadap dua atau
lebih tindak pidana, disisni hakim berperan dalam hal mengenai apakah tertuduh itu hanya
melakukan satu tindak pidana, atau ia telah melakukan lebih daripada satu tindak pidana.
Prof. Simons berpendapat, bahwa apabila tertuduh itu hanya melakukan satu tindak pidana
dan dengan melakukan tindakan tersebut, tindakannya itu ternyata telah memenuhi rumusan-
rumusan dari beberapa ketentuan pidana, atau dengan perkataan lain apabila dengan
melakukan satu tindak pidana itu, tertuduh ternyata telah melakukan beberapa tindak pidana
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa perlunya studi kasus berupa suatu
gabungan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang secara sadar maupun tidak sadar
serta pembedaan yang sangat mendasar untuk mengetahui sebatas mana gabungan tindak
pidana dapat ditafsirkan menjadi sebuah eendaadse samenloop ataukah meerdaadse
samenloop.

1.2. Rumusan masalah


Dari pembahasan singkat diatas maka timbul pertanyaan dan pokok permasalahan dari
pennggabunhgan suatu tindak pidana, yang diantaranya yaitu ;

1. Apa yang dimaksud dengan konektivitas dan penggabungan tindak pidana ?


2. Apa regulasi hukum yang berkaitan dengan konektivitas dan penggabungan tindak pidana?
3. Apa syarat syarat penggabungan tindak pidana ?
4. Apa saja bentuk bentuk penggabungan tindak pidana ?
5. Bagaimana contoh kasusnya

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Apa yang dimaksud dengan konektivitas dan penggabungan tindak pidana

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata penggabungan adalah proses,


cara, perbuatan menggabungkan. Contoh: penggabungan partai-partai politik itu berjalan
lancar. Penggabungan berasal dari kata dasar gabung.
Penggabungan/pembarengan sering disebut juaga dengan istilah Samenloop (Belanda)
atau disebut juga dengan Concursus, secara harfiah penggabungan/perbarengan adalah
dua atau lebih tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang dan diantara tindak pidana
awal ataupun akhir belum dadili/diberikan keputusn hakim dalam persidangan.
Didalam KUHP diatur dalam pasal 63 s/d 71 yang terdiri dari :
-Perbarengan peraturan (concursus Idealis) pasal 63.
-Perbuatan berlanjut (Delictum Continuatum /Voortgezettehandeling) pasal 64.
-Perbarengan perbuatan (Concursus Realis) pasal 65 s/d 71.
tindak pidana (concursus) diatur dalam KUHP kitab undang- undang pidana,
diatur dalam pasal 65 kuhp

Pasal 65 KUHP berbunyi sebagai berikut:


(1)  Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai
perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam
dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.

(2)  Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam
terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat
ditambah sepertiga.

Dalam pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa mengenai gabungan beberapa


tindak pidana didalam beberapa perbuatan pidana yang berdiri sendiri, pasal tersebut
tidak menjelaskan jenis perbuatan yang sama hanya menjelaskan perbuatan yang telah
dilakukan hanya diancam pidana pokok ynag sejenis. Maka dalam penerapanya jika
seseorang melakukan beberapa tindak pidana yang berbeda pada waktu yang berbeda
maka perbuatanya ditndak tersendiri dan dipandang sebagai tindak pidana yang berdiri
sendiri kemudian dalam hukumanya terhadap orang yang melakukan tindak-tindak
pidana tersebut kemudian dikumulasikan atau digabung namun jumlah maksimal
hukumannya tidak boleh melebihi ancaman maksimum pidana terberat ditambah
sepertiga.

Sehubungan dengan lebih dari satu delik yang dilakukan oleh satu orang, maka ada 3
kemungkinan yang terjadi yaitu ;

1. dilakukannya dua delik tidaklah telah ditetapkan satu pidana karena


delik yang paling awal di antara kedua delik itu. Dalam hal ini, dua
atau lebih delik itu akan diberkas dan diperiksa dalam satu perkara dan
kepada si pembuat akan dijatuhkan satu pidana
Misalnya dua kali pembunuhan (Pasal 338) tidaklah dipidana dengan
dua kali yang masing-masing dengan pidana penjara maksimum 15
tahun, tetapi cukup dengan satu pidana penjara dengan maksimum 20
tahun (15 tahun ditambah sepertiga, Pasal 56).
2. Apabiala delik awal sudah ditetapkan dipidana kemudian terjadi
pengulangan dengan tambahan hukum sepertinga dari hukuman yang
telah ditetapakan hakim
3. Dalam hal delik yang dilakukan pertama kali telah dijatuhkan pidana si
pembuatnya, namun putusan itu belum mempunyai kekuatan hokum
pasti, maka disini tidak terjadi perbarengan maupun pengulangan,
melainkan tiap delik itu dijatuhkan tersendiri sesuai dengan pidana
maksimum yang diancamkan pada beberapa delik tersebut.

Konkretnya ketentuan mengenai perbarengan mengatur dan menentukan


mengenai cara menyidangkan atau memeriksa perkara dan cara atau system penjatuhan
pidananya terhadap satu orang orang pembuat yang telah melakukan delik lebih dari satu
yang semuanya belum diperiksa dan diputus oleh pengadilan.

2.2. Apa regulasi hukum yang berkaitan dengan konektivitas dan penggabungan tindak
pidana?

Hukuman kumulatif adalah hukuman yang sanksi hukumannya hukuman berganda,


hukuman penjara kurungan dan pidana denda. Hukuman kumulatif adalah jika satu orang
melakukan beberapa tindak pidana pada waktu yang bersamaan.
Concursus merupakan istilah dalam ilmu hukum pidana yakni gabungan tindak pidana dalam
waktu tertentu seseorang telah melakukan beberapa tindak pidana dimana tindak tersebut
belum ada putusannya dan didakwakan sekaligus. Concursus digunakan kepada seseorang
yang melakukan beberapa peristiwa tindak pidana.

Pasal 65 KUHP berbunyi sebagai berikut:


(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang
berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok
yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.

(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam
terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah
sepertiga.
Pasal 63 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tentang Gabungan Dalam
Suatu Perbuatan (Concursus Idealis), Pasal 64 KUHP tentang Perbuatan Berlanjut
(Voortgezette Handeling) dan Pasal 65 s.d. Pasal 69 KUHP tentang Gabungan Dalam
Beberapa Perbuatan (Concursus Realis)

Gabungan melakukan tindak pidana (concursus) diatur dalam KUHP mulai pasal 63
sampai 71 buku I Bab VI. Dari pasal-pasal tersebut nantinya dapat menghapus kesan yang
selama ini ada dalam masyarakat bahwa seseorang yang melakukan gabungan beberapa
perbuatan pidana, ia akan mendapatkan hukuman yang berlipat ganda sesuai dengan perbuatan
yang dilakukannya.

Adapun bunyi pasal-pasal yang menjadi dasar hukum dari


gabungan melakukan tindak pidana ini, adalah

a). Pasal 63 tentang Concursus Idealis55

(1) Kalau sesuatu perbuatan termasuk dalam lebih dari satu


ketentuan pidana, maka hanyalah satu saja dari ketentuan-ketentuan itu yang dipakai; jika pidana
berlain, maka yang dipakai ialah ketentuan yang terberat pidana pokoknya;
(2) Kalau bagi sesuatu perbuatan yang dapat dipidana karena
ketentuan pidana umum, ada ketentuan pidana istimewa, maka ketentuan pidana istimewa itu
sajalah yang digunakan.
Penjelasan dari KUHP: pasal ini masuk dalam gabungan (samenloop) perbuatan yang
boleh dihukum atau pristiwa pidana. Jika “turut melakukan”(delneming) menggambarkan
banyak orang melakukansatu pristiwa pidana maka gabungan (samenloop) pristiwa pidana
melukiskan satu orang melakukan beberapa pristiwa pidana. Kita kenal pula mengulangi
(recidive) pristiwa pidanayang menggambarkan seseorang melakukan beberapa pristiwa pidana
akan tetapi bedanya “samenloop” dengan “recidive” ialah, bahwa pada “samenloop” antara
melakukan pristiwa pidana yang satu dengan yang lain belum pernah ada putusan hakim (ponis),
sedang pada “recidive” antara melakukan pristiwa pida yang satu dengan lain sudah ada putusan
hakim (ponis).
Gabungan (samenloop) pristiwa pidana itu dibedakan atas tiga macam:
1. Gabungan satu perbuatan (andadse samenlop = concursus idealis) pasal 63,
1. Perbuatan yang diteruskan(foortgezette handeling) pasal 64, dan
2. Gabungan bebrapa perbuatan (meerdaadscehe samenloop = concursus reasil) pasal
65.

b). Pasal 64 tentang Vorgezette Handeling56

(1) Kalau antara beberapa perbuatan ada perhubungannya, meskipun perbuatan itu masing-
masing telah merupakan kejahatan atau pelanggaran, sehingga harus dipandang sebagai satu
perbuatan yang berturut-turut, maka hanyalah satu ketentuan pidana saja yang digunakan ialah
ketentuan yang terberat pidana pokoknya;
(2) Begitu juga hanyalah satu ketentuan pidana yang dijalankan, apabila orang disalahkan
memalsukan atau merusak uang dan memakai benda, yang terhadapnya dilakukan perbuatan
memalsukan atau merusak uang itu;
(3) Akan tetapi jikalau kejahatan yang diterangkan dalam pasal 364, 373, 379 dan pasal 407 ayat
pertama dilakukan dengan berturut-turut, serta jumlah kerugian atas kepunyaan orang karena
perbuatan itu lebih dari Rp. 25,- maka dijalankan ketentuan pidana pasal 362, 372, 378, atau
406.Pasal 64 ini menjadi dasar hukum bagi perbuatan yang berkelanjutan yaitu antara perbuatan
yang satu dengan yang lainnya ada kaitannya. Tindak pidana yang dikategorikan sebagai
perbuatan pidana yang berkelanjutan seperti pencurian ringan (pasal 364), penggelapan ringan
(pasal 373), penggelapan biasa (pasal 372) selanjutnya beberapa penipuan ringan (pasal 379),
penipuan biasa (pasal 378), perusakan barang (pasal 407 ayat 1) dan juga perusakan barang biasa
(pasal 406) Pasal

c). 65 tentang Concursus Realis

(1) Jika ada gabungan beberapa perbuatan, yang masing-masingnya harus dipandang sebagai
satu perbuatan bulat dan yang masing-masingnya merupakan kejahatan yang terancam dengan
pidana pokoknya yang sama, maka satu pidana saja yang dijatuhkan;
(2) Maksimum pidana itu ialah jumlah maksimum yang diancamkan atas tiap-tiap perbuatan itu,
tetapi tidak boleh lebih dari yang terberat ditambah sepertiganya.Apa yang tersirat dalam pasal
65 ini adalah bentuk gabungan beberapa kejahatan (concursus realis).
Apabila terdapat seseorang yang melakukan beberapa kejahatan, akan dijatuhi satu hukuman saja
apabila hukuman yang diancamkan adalah sejenis hukuman mana tidak boleh lebih dari
maksimum bagi kejahatan yang terberat ditambah dengan sepertiganya. Pasal 65 ini membahas
tentang gabungan kejahatan yang hukumannya sejenis

d). Pasal 66 KUHP58


(1) Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan bulat (yang
berdiri sendiri), dan merupakan beberapa kejahatan, yang atasnya ditentukan pidana pokok yang
tidak semacam, maka setiap pidana itu dijatuhkan,tetapi jumlah lamanya tidak boleh melebihi
pidana yang tertinggi ditambah sepertiganya;
(2) Dalam hal itu pidana denda dihitung menurut lamanya
maksimum pidana kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu.
a) Pasal 66 ini juga menjadi dasar hukum bagi gabungan beberapa perbuatan
(concursus realis) hanya bedanya hukuman yang diancamkan bagi kejahatan-
kejahatan itu tidak sejenis. Maka dari itu hukuman yang dijatuhkan tidak hanya satu
melainkan tiap-tiap perbuatan itu dikenakan hukuman, namun jumlah semuanya
tidak boleh lebih dari hukuman yang terberat ditambah dengan sepertiganya bagi
hukuman denda diperhitungkan hukuman kurangan penggantinya
.
e). Pasal 67 KUHP

Pada pemidanaan dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, tidak dapat dijatuhkan
di sampingnya pidana lain daripada pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang yang telah
disita, dan pengumuman keputusan hakim.Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa hukuman
kurungan dan hukuman denda tidak dapat dijatuhkan berdampingan dengan hukuman mati atau
hukuman seumur hidup yang dikenakan.

f). Pasal 68 KUHP

(1) Dalam hal ihwal yang tersebut dalam pasal 65 dan 66 maka tentang pidana tambahan berlaku
ketentuan yang berikut di bawah ini:
Ke-1: Pidana mencabut hak yang sama dijadikan satu pidana, lamanya, sekurang-kurangnya dua
tahun, selama-lamanya lima tahun lebih dari pidana pokok atau pidana pokok yang dijatuhkan
lain dari denda, dijadikan satu pidana sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima
tahun; (KUHP pasl 38)
Ke-2: Pidana mencabut hak yang berlain-lainan, dijatuhkan masing-masing bagi tiap-tiap
kejahatan dengan tidak dikurangi;
Ke-3 : Pidana merampas barang, begitu juga pidana kurungan pengganti jika barang itu tidak
diserahkan, dijatuhkan masing-masing bagi tiap-tiap kejahatan yang tidak dikurangi.

(2) Jumlah pidana kurungan pengganti itu lamanya tidak lebih lama dari delapan bulan.Pasal di
atas berbicara mengenai apabila seorang hakim akan menjatuhkan hukuman tambahan berupa
pencabutan hak-hak tertentu yang sama jenisnya. Lamanya pencabutan harus sama dengan
lamanya hukuman penjara atau hukuman kurungan yang dijatuhkan, ditambah
dengan sedikit-dikitnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun.
g). Pasal 69 KUHP

(1) Perbandingan berat pidana pokok yang tidak semacam, ditentukan menurut urutan pada
pasal10;
(2) Dalam hal hakim dapat memilih antara beberapa macam pidana pokok, maka untuk
perbandingan hanya pidana yang terberat saja yang dapat dipilihnya;
(3) Perbandingan beratnya pidana pokok yang semacam, ditentukan oleh maksimumnya;
(4) Perbandingan lamanya pidana pokok yang tidak semacam, maupun pidana pokok yang
semacam ditentukan pula oleh maksimumnya.
Sebagaimana diketahui bahwa hukuman terdiri dari dua macam yaitu hukuman pokok
dan hukuman tambahan yang ketentuannya terdapat dalam pasal 10, apabila terdapat dua
hukuman yang berbeda maka diharapkan dipilih hukuman yang terberat, perbandingan lamanya
hukuman yang tidak sejenis ditentukan oleh maksimumnya.

h). Pasal 70 KUHP

(1) Jika ada gabungan secara yang termaktub dalam pasal 65 dan 66 antara pelanggaran dengan
kejahatan atua antara pelanggaran dengan pelanggaran, maka dijatuhkan pidana bagi tiap
pelanggaran itu dengan tidak dikurangi.
(2) Untuk pelanggaran jumlah pidana kurungan dan pidana kurungan pengganti, tidak boleh
lebih dari satu tahun empat bulan dan jumlah pidana kurungan pengganti tidak boleh melebihi
delapan bulan.
Pasal 70 ini memuat tentang gabungan kejahatan dengan pelanggaran atau pelanggaran
dengan pelanggaran. Maka dalam hal ini setiap kejahatan harus dijatuhi hukuman tersendiri
begitu juga dengan pelanggaran harus dijatuhkan hukuman sendiri-sendiri. Apabila terdapat
hukuman kurungan maka hal ini tidak lebih dari satu tahun empat bulan sedang apabila
mengenai hukuman kurungan pengganti denda tidak boleh lebih dari delapan bulan.

i). Pasal 70 bis

Dalam melakukan pasal 65, 66 dan 70 maka kejahatan yang diterangkan dalam pasal 302,
ayat (1), 352, 364, 373, 379, dan 482 dianggap sebagai pelanggaran,63 tetapi jika dijatuhkan
pidana penjara jumlah pidana ini bagi kejahatan-kejahatan tersebut tidak boleh melebihi delapan
bulan.Untuk menjalankan peraturan dalam pasal 65, 66, dan 70 maka untuk kejahatan ringan
harus dijatuhi hukuman sendiri-sendiri, dengan ketentuan apabila dijatuhi hukuman penjara
maka tidak boleh lebih dari delapan bulan.

j). Pasal 71 KUHP

a. Kalau seseorang, sesudah dipidana disalahkan pula berbuat kejahatan atau pelanggaran yang
dilakukan sebelum ia dipidana itu, maka pidana yang dahulu itu turut dihitung, dengan
menggunakan ketentuan dalam bab ini dalam hal perkara-perkara itu, kecuali yang ditentukan
dalam ayat berikut.
b. Kalau seseorang, sesudah dipidana penjara seumur hidup, disalahkan pula berbuat kejahatan
yang dilakukan sebelum ia dipidana, dan yang diancam dengan pidana mati, maka dapat
dijatuhkan pidana mati.
Perbuatan yang dilakukan dalam bentuk gabungan tidak senantiasa dapat diadili sekaligus
dalam waktu yang sama. Dari pasal-pasal di atas maka dapatlah diketahui bagaimana sistem
pemberian hukuman bagi pelaku tindak pidana gabungan.

2.3. Apa syarat syarat penggabungan tindak pidana ?

syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menyatakan adanya perbarengan:

a. Ada dua/ lebih tindak pidana dilakukan


b. Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut dilakukan oleh satu orang (ataudua orang dalam
hal penyertaan)
c. Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut belum ada yang diadili
d. Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut akan diadili sekaligus.
Sehubungan dengan lebih dari satu tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang atau
lebih maka ada 3 kemungkinan yang terjadi yaitu:

a) Terjadi perbarengan, apabila dalam waktu antara dilakukannya dua tindak pidana
tidaklah ditetapkan satu pidana karena tindak pidana yang paling awal di antara kedua tindak
pidana itu. Dalam hal ini, dua atau lebih tindak pidana itu akan diberkas dan diperiksa dalam
satu perkara dan kepada si pembuat akan dijatuhkan satu pidana, dan oleh karenanya praktis
di sini tidak ada pemberatan pidana, yang terjadi justru peringanan pidana, karena dari
beberapa delik itu tidak dipidana sendiri-sendiri dan menjadi suatu total yang besar, tetapi
cukup dengan satu pidana saja tanpa memperhitungkan pidana sepenuhnya sesuai dengan
yang diancamkan pada masing-masing tindak pidana.
Misalnya dua kali pembunuhan (Pasal 338 KUHP) tidaklah dipidana dengan dua kali yang
masing-masing dengan pidana penjara maksimum 15 tahun, tetapi cukup dengan satu pidana
penjara dengan maksimum 20 tahun (15 tahun ditambah sepertiga, Pasal 56 KUHP).
b) Apabila tindak pidana yang lebih awal telah diputus dengan mempidana pada si pembuat
oleh hakim dengan putusan yang telah menjadi tetap , maka disini terdapat pengulangan.
Pada pemidanaan si pembuat karena delik yang kedua ini terjadi pengulangan, dan disini
terdapat pemberian pidana dengan sepertiganya.
Perbuatan berlanjut, Perbuatan berlanjut terjadi apabila seseorang melakukan
beberapa perbuatan (kejahatan atau pelanggaran), dan perbuatan- perbuatan itu ada
hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang
sebagai satu perbuatan berlanjut. Dalam MvT (Memorie van Toelichting), kriteria
“perbuatan-perbuatan itu ada hubungan
sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut” adalah :
a) Harus ada satu niat, kehendak atau keputusan.
b) Perbuatan-perbuatannya harus sama atau sama macamnya.
c) Tenggang waktu di antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama. Batas tenggang
waktu dalam perbuatan berlanjut tidak di atur secara jelas dalam undang-undang.
Meskipun demikian jarak antara
perbutan yang satu dengan yang berikutnya dalam batas wajar yang masih menggabarkan
bahwa pelaksanaan tindak pidana oleh si pembuat tersebut ada hubungan baik dengan
tindak pidana (sama) yang di perbuat sebelumnya maupun dengan keputusan kehendak
dasar semula
Dalam hal tindak pidana yang dilakukan pertama kali telah dijatuhkan pidana si
pembuatnya, namun putusan itu belum mempunyai kekuatan hukum pasti, maka
disini tidak terjadi perbarengan maupun pengulangan, melainkan tiap-tiap tindak
pidana itu dijatuhkan tersendiri sesuai dengan pidana maksimum yang diancamkan
pada beberapa tindak pidana tersebut

.
2.4. Apa saja bentuk penggabungan tindak pidana ?

1. Concursus Idealis

Concursus idealis yaitu suatu perbuatan yang masuk ke dalam lebih dari satu aturan pidana.
Disebut juga sebagai gabungan berupa satuperbuatan (eendaadsche samenloop),
suatu perbuatan meliputi lebih dari satu pasal ketentuan hukum pidana. Sistem pemberian
pidana yang dipakai dalam concursus idealis adalah sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan
pidana pokok yang terberat. Dalam KUHP bab II Pasal 63 tentang perbarengan peraturan
disebutkan :
a) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan
hanya salah satu di antara aturan-aturan itu, jika berbeda-beda yang dikenakan yang
memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.

b) Jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula
dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan.

2. Concursus realis

Concursus realis atau gabungan beberapa perbuatan terjadi apabila seseorang melakukan
beberapa perbuatan, dan masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak
pidana.Bisa dikatakan Concursus realis terjadi apabila seseorang sekaligus merealisasikan
beberapa perbuatan. Hal ini diatur dalam Pasal 65 sampai 71 KUHP. Pasal 65 KUHP
berbunyi sebagai berikut :

a) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan
yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan yang diancam dengan
pidana pokok yang sejenis maka dijatuhkan hanya satu pidana.

b) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam
terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat
ditambah sepertiga.

Pasal 66
(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang masing-masing harus dipandang sebagai
perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam
dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan,
tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.
(2) Pidana denda adalah hal itu dihitung menurut lamanya maksimum pidana kurungan
pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu.
Pasal 67 Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di samping itu
tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, dan
pengumuman putusan hakim.

Pasal 68
(1) Berdasarkan hal-hal dalam pasal 65 dan 66, tentang pidana tambahan berlaku aturan
sebagai berikut:
Pidana-pidana pencabutan hak yang sama dijadikan satu, yang lamanya paling sedikit dua
tahun dan paling banyak lima tahun melebihi pidana pokok atau pidana-pidana pokok yang
dijatuhkan. Jika pidana pokok hanya pidana denda saja, maka lamanya pencabutan hak
paling sedikit dua tahun dan paling lama lima tahun pidana-pidana pencabutan hak yang
berlainan dijatuhkan sendiri-sendiri tanpa dikurangi pidana-pidana perampasan barang-
barang tertentu, begitu pula halnya dengan pidana kurungan pengganti karena barang-barang
tidak diserahkan, dijatuhkan sendiri-sendiri tanpa dikurangi.
(2) Pidana kurungan-kurungan pengganti jumlahnya tidak boleh melebihi delapan bulan.

Pasal 69
(1) Perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urut-urutan
dalam
pasal 10
(2) Jika hakim memilih antara beberapa pidana pokok, maka dalam perbandingan hanya
terberatlah yang dipakai.
(3) Perbandingan beratnya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan menurut
maksimumnya masing-masing
(4) Perbandingan lamanya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan menurut
maksimumnya masing-masing.

Pasal 70
(1) Jika ada perbarengan seperti yang dimaksudkan dalam pasal 65 dan 66, baik perbarengan
pelanggaran dengan kejahatan, maupun pelanggaran dengan pelanggaran, maka untuk tiap-
tiap pelanggaran dijatuhkan pidana sendiri-sendiri tanpa dikurangi.
Mengenai pelanggaran, jumlah lamanya pidana kurungan dan pidana kurungan pengganti
paling banyak satu tahun empat bulan, sedangkan jumlah lamanya pidana kurungan
pengganti, paling banyak delapan bulan.

Pasal 70 bis
Ketika menerapkan pasal-pasal 65, 66, dan 70, kejahatan-kejahatan berdasarkan pasal-pasal
302 ayat 1, 352, 364, 373,379, dan 482 dianggap sebagai pelanggaran, dengan pengertian
jika dijatuhkan pidana-pidana penjara atas kejahatan-kejahatan itu, jumlah paling banyak
delapan bulan.
Pasal 71 Jika seseorang telah dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan bersalah lagi karena
melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan pidana itu, maka pidana
yang dahulu diperhitungkan pada pidana yang akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan-
aturan dalam bab ini mengenai hal perkara-perkara diadili pada saat yang sama.
Kesimpulan

Penggabungan/pembarengan sering disebut juaga dengan istilah Samenloop (Belanda) atau


disebut juga dengan Concursus, secara harfiah penggabungan/perbarengan adalah dua atau
lebih tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang dan diantara tindak pidana awal ataupun
akhir belum dadili/diberikan keputusn hakim dalam persidangan.
Didalam KUHP diatur dalam pasal 63 s/d 71 yang terdiri dari :
-Perbarengan peraturan (concursus Idealis) pasal 63.
-Perbuatan berlanjut (Delictum Continuatum /Voortgezettehandeling) pasal 64.
-Perbarengan perbuatan (Concursus Realis) pasal 65 s/d 71.
tindak pidana (concursus) diatur dalam KUHP kitab undang- undang pidana, diatur
dalam pasal 65 kuhp
Nama anggota
-Ahmad Sayuti
- Gilang Bagus
- Etrin
- Natasha Putri

Anda mungkin juga menyukai