Anda di halaman 1dari 9

Lex Crimen Vol. X/No.

5/Apr/EK 2/2021

KONSEP PERBARENGAN TINDAK PIDANA semakin kompleks. Salah satu kompleksitas


(CONCURCUS) MENURUT KITAB UNDANG- tindak pidana di masa sekarang adalah
UNDANG HUKUM PIDANA1 seorang terdakwa yang melakukan dua atau
Oleh: Fioren Alesandro Keintjem2 lebih delik baik secara bersamaan maupun
Rodrigo F. Elias3 secara terpisah- pisah. Kasus delik yang
Nurhikmah Nachrawy4 dilakukan lebih dari satu oleh seorang
terdakwa dan masing-masing belum ada
ABSTRAK putusan hakim diantara delik-delik itu disebut
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk sebagai perbarengan (concursus).
mengetahui bagaimanakah Klasifikasi Perbarengan (concursus) yang dimaksud di
Perbarengan Tindak Pidana Menurut KUHP dan atas terbagi menjadi tiga macam
bagaimanakah Sistem Pemidanaan Dalam yaitu6Concursus idealis (Perbarengan
Perbarengan Tindak Pidana Menurut KUHP Peraturan), Perbuatan berlanjut (Voortgezette
yang dengan metode penelitian hukum Handeling) dan Concursus realis (Perbarengan
normatif disimpulkan: 1. Klasifikasi Perbuatan).
perbarengan tindak pidana (concursus) dalam
Kitab Undang- Undang Hukum Pidana itu B. Perumusan Masalah
dikenal dalam 3 (tiga) bentuk sebagaimana yakni 1. Bagaimanakah Klasifikasi Perbarengan
Concursus idialis (Pasal 63 KUHP) atau suatu Tindak Pidana Menurut KUHP?
perbuatan yang masuk ke dalam lebih dari satu 2. Bagaimanakah Sistem Pemidanaan
aturan pidana , Perbuatan berlanjut (Pasal 64 Dalam Perbarengan Tindak Pidana
KUHP) atau tindakan yang masing-masing Menurut KUHP ?
merupakan kejahatan atau pelanggaran, akan
tetapi ada hubungan sedemikian rupa, sehingga C. Metode Penelitian
harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, Metode penelitian yang digunakan dalam
dan Concursus realis (Pasal 65 KUHP) atau penulisan skripsi ini adalah metode
beberapa perbuatan yang mana masing-masing pendekatan yuridis normatif.
perbuatan itu berdiri sendiri sebagai tindak
pidana (tidak perlu sejenis dan tidak perlu PEMBAHASAN
berhubungan). 2. Sistem pemidanaan dalam A. Klasifikasi Perbarengan Tindak Pidana
perbarengan tindak pidana (concursus) dalam Menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dikenal 2 Pidana.
(dua) stelsel yakni Pertama, stelsel absorpsi Untuk memberikan gambaran yang lebih
atau ketentuan yang paling berat saja yang jelas mengenai pengertian gabungan
diterapkan sedangkan ketentuan-ketentuan melakukan tindak pidana maka perlu diketahui
yang lain tidak diperhatikan. Kedua, Stelsel bagaimana pendapat para sarjana hukum
kumulasi atau perbuatan pidana dapat dalam memberikan definisi mengenai
dijatuhkan pidana secara tersendiri. Namun, gabungan melakukan tindak pidana ini.
semua pidana itu dijumlah dan diolah menjadi Gabungan melakukan tindak pidana sering
satu pidana. diistilahkan dengan concursus atau
Kata kunci: perbarengan; concursus; samenloop 70
yang berarti perbarengan
melakukan tindak pidana yang dilakukan oleh
PENDAHULUAN satu orang.71
A. Latar Belakang Dari pengertian di atas, terdapat tiga hal
Melihat perkembangan masyarakat yang yang perlu diperhatikan, yaitu tentang
semakin maju, tindak pidana yang ditimbulkan pengertian gabungan melakukan tindak
juga kecenderungan semakin meningkat dan pidana itu sendiri dan mengenai penyertaan
dan juga mengenai tindak pidana berulang.
1
Pada delik penyertaan (delneming) terlibat
Artikel Skripsi
2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM.
beberapa orang dalam satu perbuatan yang
17071101361 dapat dihukum, sedangkan pada gabungan
3 Fakultas Hukum Unsrat, Doktor Ilmu Hukum beberapa perbuatan atau concursus terdapat
4 Fakultas Hukum Unsrat, Doktor Ilmu Hukum

190
Lex Crimen Vol. X/No. 5/Apr/EK 2/2021

beberapa perbuatan yang dapat dihukum yang hanyalah satu saja dari
dilakukan oleh satu orang, sebagaimana dalam ketentuanketentuan itu yang dipakai; jika
recidive. Akan tetapi dalam recividive, pidana berlain, maka yang dipakai ialah
beberapa perbuatan pidana yang telah ketentuan yang terberat pidana pokoknya,
dilakukan diselingi oleh suatu putusan kalau bagi sesuatu perbuatan yang dapat
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan dipidana karena ketentuan pidana umum,
tetap, sehingga karenanya terhukum ada ketentuan pidana istimewa, maka
dinyatakan telah mengulang kembali ketentuan pidana istimewa itu sajalah yang
melakukan kejahatan. digunakan.
Sementara itu dalam gabungan melakukan Penjelasan dari KUHP pasal ini masuk
tindak pidana, pelaku telah berturut-turut dalam gabungan (samenloop) perbuatan
melakukan beberapa perbuatan pidana tanpa yang boleh dihukum atau pristiwa pidana.
memberi kesempatan pada pengadilan untuk Jika “turut melakukan” (delneming)
mengadili dan menjatuhkan hukuman atas menggambarkan banyak orang
salah satu perbuatan tersebut.72 melakukansatu pristiwa pidana maka
Gabungan melakukan tindak pidana juga gabungan (samenloop) pristiwa pidana
sering dipersamakan dengan perbarengan melukiskan satu orang melakukan
melakukan tindak pidana yaitu seseorang yang beberapa pristiwa pidana. Kita kenal pula
melakukan satu perbuatan yang melanggar mengulangi (recidive) pristiwa pidanayang
beberapa ketentuan hukum atau melakukan menggambarkan seseorang melakukan
beberapa perbuatan pidana yang masing- beberapa pristiwa pidana akan tetapi
masing Perbarengan melakukan tindak pidana bedanya “samenloop” dengan “recidive”
juga sering dipersamakan dengan perbarengan ialah, bahwa pada “samenloop” antara
melakukan tindak pidana yaitu seseorang yang melakukan pristiwa pidana yang satu
melakukan satu perbuatan yang melanggar dengan yang lain belum pernah ada
beberapa ketentuan hukum atau melakukan putusan hakim (ponis), sedang pada
beberapa perbuatan pidana yang masing- “recidive” antara melakukan pristiwa pida
masing perbuatan itu berdiri sendiri yang akan yang satu dengan lain sudah ada putusan
diadili sekaligus, dimana salah satu dari hakim (ponis). Gabungan (samenloop)
perbuatan itu belum mendapatkan keputusan pristiwa pidana itu dibedakan atas tiga
tetap.73 macam:
Perbarengan melakukan tindak pidana 1) Gabungan satu perbuatan (andadse
(concursus) diatur dalam KUHP mulai pasal 63 samenlop = concursus idealis) pasal 63.
sampai 71 buku I Bab VI, konsep perbarengan 2) Perbuatan yang diteruskan (foortgezette
melakukan tindak pidana dalam KUHP handeling) pasal 64, dan
terdapat tiga jenis, yakni, perbarengan 3) Gabungan bebrapa perbuatan
peraturan (concurcus idealis), perbuatan (meerdaadscehe samenloop =
berlanjut dan perbarengan perbuatan concursus reasil) pasal 65.
(concurcus realis). Dari pasal-pasal tersebut Pasal 63 ini menyebutkan gabungan satu
nantinya dapat menghapus kesan yang selama perbuatan (andadse samenlop = concursus
ini ada dalam masyarakat bahwa seseorang idealis) yaitu melakukan sesuatu perbuatan
yang melakukan gabungan beberapa termasuk beberapa ketentuan pidana yang
perbuatan pidana, ia akan mendapatkan tidak dapat dipisah-pisahkan yang satu tanpa
hukuman yang berlipat ganda sesuai dengan melenyapkan yang lain (conditiosine qua non),
perbuatan yang dilakukannya. misalnya:
Adapun bunyi pasal-pasal yang menjadi a) Orang membunuh dengan temabakan
dasar hukum dari gabungan melakukan tindak pada orang lain di belakang kaca sehingga
pidana ini, adalah: kaca pecah masuk ketentuan pidana
1. Pasal 63 tentang Concursus Idealis pembunuhan (pasal 339) dan merusak
(perbarengan peraturan) barang (pasal 406) yang dikenakan hanya
Kalau sesuatu perbuatan termasuk dalam satu pasal yang terberat ialah pasal 339.
lebih dari satu ketentuan pidana, maka b) Orang memperkosa bersetubuh

191
Lex Crimen Vol. X/No. 5/Apr/EK 2/2021

perempuan ditempat umum, masuk salah satunya. Jadi dalam pristiwa tersebut
ketentuan pidan perkosa perempuan diatas orang itu harus dikenakan semua pasal,
(pasal 285) dan merusak kesopanan ialah karena salahnya menyebabkan luka
umum (pasal 281) hanya dikenakan satu berat pasal 360 KUHP mengendaraai
pasal yang terberat ialah 285. kendaraan bermotor pada waktu malam tidak
c) Bapak bersetubuh dengan anaknya yang memapakai penerangan melanggar pasal 4
berumur kurang dari lima belas tahun, sub b jo pasal 48 UULL.
masuk ketentuan pidana bersetubuh Dari pasal di atas maka orang yang
dengan perempuan yang bukan istrinya melakukan tindak pidana sekaligus dapat
yang umurnya kurang dari limabelas tahun dikatakan melakukan peristiwa pidana
(pasal 285) dan melakukan perbuatan gabungan sebagaimana dimaksud oleh pasal
cabul dengan anaknya (pasal 294). ini. Sedangkan ayat 2 menjelaskan apabila ada
d) Orang yang dewasa yang melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dipidana
perbuatan cabul dengan orang yang menurut ketentuan pidana yang khusus di
belum dewasa sesame kelamin di tempat samping pidana yang umum, maka ketentuan
umum, sebenarnya melanggar pasal 292 pidana yang khusus itulah yang dipakai. Ini
dan 281, tetapi hanya dikenakan pasal adalah penjelmaan slogan kuno yang berbunyi
yang terberat, ialah 292. lex specialis derogat lex generalis.
e) Orang yang bersetubuh dengan Yang menjadi pokok persoalan dalam
perempuan bukan istrinya yang berumur concursus idealis ini adalah mengenai
empat belas tahun atas suatu oengaduan, pengertian suatu perbuatan (feit). Pertanyaan
sebenarnya diancam dengan hukuman apakah suatu perbuatan itu dapat dikatakan
oleh pasal 287 dan 290 tetapi hanya sebagai gabungan perbuatan bersamaan,
dikenakan satu pasal saja yang terberat ternyata sulit untuk menjawabnya. Ilmu
ialah dalam pasal 28. pengetahuan dan pengalaman masih selalu
f) Pemerintah kota praja telah mencari batas yang dapat dipakai untuk
mengeluarkan merk plombir untuk pajak semuanya, meskipun dari beberapa putusan
sepeda, merek mana sesuai dengan hakim sudah dapat dilihat adanya beberapa
yang dimaksud dalam pasal 256 KUHP petunjuk, putusan masih juga sedikit banyak
dibubuhi pula tulisan sesuai dengan yang berdasarkan pertimbangan kasuistis. Dalam
dimaksudkan dalam pasal 265 KUHP. perkembangannya pengertian mengenai feit
Mengubah warna merk itu dan ini bermacam-macam. Pendapat lama
mengganti tahunnya menimbulkan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
pemalsuan sebagaimana tertulis dalam feit adalah perbuatan material.75
pasal-pasal 256 dan 263 tersebut di atas. Jonkers berpendapat sebagaimana dikutip
Pasal 263 tidak merupakan ketentuan oleh E. Utrecht dalam bukunya Hukum Pidana
umum dari apa yang tersebut dalam pasal mendefinisikan satu perbuatan itu merupakan
265, sehingga pristiwa itu merupakan perbuatan yang dapat dihukum apabila suatu
gabungan satu perbuatan dan harus perbuatan yang dapat dihukum tidak dapat
digunakan peraturan dalam ayat 1 dari masuk dalam beberapa peraturan hukuman,
pasal 63. karena setiap perbuatan yang dapat dihukum
Akan tetapi orang yang mengendarai sudah memiliki peraturan hukum sendiri-
kendaraan bermotor di jalan umum pada sendiri. Hal ini berarti perbuatan mempunyai
waktu malam tidak memakai penerangan, arti materiil artinya bahwa suatu perbuatan
tidak membawa ritzbewits dan menabrak pidana itu harusnya benar-benar terjadi.
orang sehingga luka berat, meskipun ia hanya Sementara itu pengarang-pengarang klasik
melakukan satu perbuatan ialah mengendarai seperti Van Hamel, Simons dan Zevenbergen
kendaraan tersebut, tidak dianggap sebagai menafsirkan feit sebagai satu perbuatan fisik
(andadse samenlop (Lichamelijke Handeling). Vos membuat pula
(concursus idealis), karena pristiwa- satu perumusan jelas tentang feit sebagai satu
pristiwa pidana itu dapat dipisah-pisahkan perbuatan fisik, yaitu perbuatan materiil atau
satu dengan yang lain tanpa melenyapkan perbuatan fisik, adalah perbuatan yang dilihat

192
Lex Crimen Vol. X/No. 5/Apr/EK 2/2021

terlepas dari akibat yang ditentukan oleh tersebut kemudian disusul oleh arrest- arrest
perbuatan itu, terlepas dari unsur- unsur yang lain; pada tanggal 1 Mei 1934 muncul
subyektif (kesalahan) dan terlepas pula dari kembali Arrest Hoge Road yang ini diharapkan
semua unsur-unsur yang menyertai.76 dapat memberikan solusi dari makna satu
Ada beberapa pendapat dari pakar hukum perbuatan ini yang menjelaskan bahwa yang
pidana tentang gabungan melakukan tindak dimaksud dengan satu perbuatan dalam pasal
pidana, adapun menurut Van Hattum 63 ialah sebagai sebutan untuk segala tindakan
sebagaimana yang ditulis oleh: yang dapat dihimpun di dalam satu ketentuan
Wirdjono Prodjodikoro dalam bukunya pidana.
memberikan alasan dari perubahan a) POMPE: Hukum tidak mengenal gerakan
Yurisprudensi Hoge Road 30 Mei 1930 dengan otot atau gerakangerakan badan tetapi
Hoge Road tanggal 15 Pebruari 1932, adalah:77 berbagai tujuan atau satu tujuan yang
a) Bahwa pada pactum perbuatan seorang harus dicapai oleh sesuatu tindakan,
mabuk, hal yang menentukan ada tujuan yang khas dari tindakan itu adalah
dalam keadaan si pelaku, sedangkan menentukan jawaban atas pertanyaan:
pada pactum mengendarai mobil tanpa “Apakah terdapat gabungan satu
2 lampu, hal yang menentukan ialah perbuatan atau gabungan dari beberapa
keadaan mobilnya, maka ini dianggap perbuatan?” Satu perbuatan yang
ada 2 perbuatan. dimaksud dalam pasal 63 harus dipandang
b) Bahwa kedua perbuatan ini dalam dari sudut hukum pidana.
gagasan seseorang dapat dipandang b) VOS: Hanya terdapat gabungan satu
lepas satu dari yang lain. perbuatan, apabila hanya terjadi satu
c) Bahwa tiap-tiap perbuatan ini masing- peristiwa yang nyata dan tegas atau
masing merupakan suatu tindak pidana apabila terdapat beberapa akibat yang
yang berdiri sendiri dan yang bersifat nyata atau perbuatan yang satu
berlainan satu dari yang lain. merupakan conditio sine quanon dari
d) Bahwa tiap-tiap perbuatan itu yang satu perbuatan lain.
tidak diliputi oleh yang lain. c) Taverne: gabungan beberapa perbuatan
e) Bahwa dari kedua perbuatan itu yang terjadi apabila tindakan yang berbeda
satu tidak diliputi oleh yang lain. dari sudut hukum pidana inconcreto
f) Bahwa satu dari kedua perbuatan itu dapat dianggap satu sama lain terlepas.
tidak dapat dianggap suatu keadaan d) V. Bemmelen: Gabungan satu perbuatan
yang di dalamnya perbuatan yang lain atas beberapa perbuatan pidana adalah
dilakukan. tergantung pada terlanggarnya satu atau
g) Bahwa kedua perbuatan itu dapat beberapa kepentingan hukum atau
nampak dan dikonstatir terlepas satu apakah terdakwa dengan melakukan
dari yang lain dan mungkin pada waktu- perbuatan yang satu dengan sendirinya
waktu yang berlainan. melakukan perbuatan yang lain.79
Pada tanggal 6 Juni 1932 muncul lagi Dari berbagai pendapat serta arrest-arrest
keputusan Hoge Road dalam kasus yang Hoge Road tersebut di atas ternyata belum
berbeda yaitu menangkap ikan dengan alat memberikan dasar yang tegas, namun
penangkap ikan yang dilarang, kecuali dengan demikian adanya pemaknaan satu perbuatan
surat ijin, dan dilakukan di perairan. Dengan ke dalam pengertian materiil yaitu gerakan
tidak ada ijin dari yang punya, biarpun badan sebenarnya sudah dapat dijadikan
merupakan suatu perbuatan adalah dua sebagai dasar bagi gabungan pidana ini.
perbuatan yang sifatnya berlainan yang Pasal 63 KUHP yang merupakan dasar dari
senyatanya terpisah satu sama lain. concursus idealis dapat diketahui bahwa
Keputusan inipun ternyata belum juga dapat dalam concursus idealis ini menganut sistem
memenuhi rasa keadilan dari perasaan hukum pemidanaan absorbsi atau penyerapan. Dalam
sehingga muncul Arrest Hoge Road yang lain absorbsi ini pidana yang dijatuhkan bagi
seperti pada tanggal 24 Oktober 1932.78 seseorang yang telah melakukan gabungan
Yurisprudensi Hoge Road tahun 1932 tindak pidana yaitu hanyalah satu jenis

193
Lex Crimen Vol. X/No. 5/Apr/EK 2/2021

hukuman. Dimana hukuman tersebut berturut-turut, serta jumlah kerugian atas


seakanakan menyerap semua hukuman- kepunyaan orang karena perbuatan itu lebih
hukuman yang lain yang diancamkan kepada dari Rp. 25,- maka dijalankan ketentuan
orang tersebut. Pada umumnya hukuman pidana pasal 362, 372, 378, atau 406.
yang dimaksud adalah hukuman yang terberat Pasal 64 ini menjadi dasar hukum bagi
di antara hukuman-hukuman lain yang perbuatan yang berkelanjutan yaitu antara
diancamkan. perbuatan yang satu dengan yang lainnya ada
Adanya kesan selama ini bahwa adanya kaitannya. Tindak pidana yang dikategorikan
gabungan dalam pidana merupakan ketentuan sebagai perbuatan pidana yang berkelanjutan
mengenai ukuran dalam menentukan pidana seperti pencurian ringan (pasal 364),
yang mempunyai kecenderungan dalam penggelapan ringan (pasal 373), penggelapan
pemberatan pidana, namun dalam biasa (pasal 372) selanjutnya beberapa
kenyataannya adanya gabungan ini justru penipuan ringan (pasal 379), penipuan biasa
hukumannya lebih ringan, walaupun pada (pasal 378), perusakan barang (pasal 407 ayat
awalnya ketentuan pemberatan itu sudah 1) dan juga perusakan barang biasa (pasal
tercantum dalam pasal 18 ayat 2 KUHP, yang 406).
berbunyi: Pidana itu boleh dijatuhkan Banyak ahli hukum kita menterjemahkan
selamalamanya satu tahun empat bulan voorgezette handeling itu dengan perbuatan
dalam hal hukuman melebihi satu tahun, berlanjut. Untrecht menyebutnya dengan
sebab ditambahi karena ada gabungan “pebuatan terus menerus” Schravendijk-sama
kejahatan, karena berulang melakukan juga dengan Wirjono Prodjidikoro
kejahatan atau karena ketentuan pasal 52. menyebutnya dengan “perbuatan yang
Keadilan yang diharapkan masyarakat dilanjutkan” dan Soesilo menyebutnya dengan
seakan pudar secara pelan-pelan dengan “perbuatan yang diteruskan”.81
adanya undang-undang yang menyatakan Apapun istilah yang digunakan, mengenai
bahwa seseorang yang melakukan gabungan apa yang dimaksud denan perbuatan yang
pidana hanya akan mendapatkan satu jenis berlanjut pada rumusan ayat pertama, pada
hukuman yakni hukuman yang terberat saja dasarnya adalah “beberapa perbuatan baik
yang diharapkan hukuman yang terberat perupa pelanggaran maupun pelanggaran,
tersebut sudah menghisap perbuatan yang yang satu dengan lain terdapat hubungan
ringan. Alasan yang menjadi dasar aturan ini sedemikian rupa sehingga harus dipandang
adalah bahwa setiap satu perbuatan hanya sebagai”. Berdasarkan rumusan ayat (1) tadi,
boleh dijatuhi satu hukuman. dapat ditarik unsur-unsur dari perbuatan
berlanjut ialah :
2. Pasal 64 tentang Vorgezette Handeling a) Adanya perbuatan, meskipun berupa
(Perbuatan Berlanjut) 80 Pelanggaran atau Kejahatan.
Kalau antara beberapa perbuatan ada b) Antara perbuatan yang satu dengan
perhubungannya, meskipun perbuatan itu yang lain terdapat hubungan yang
masing-masing telah merupakan kejahatan seedemikian rupa sehingga harus
atau pelanggaran, sehingga harus dipandang dipandenga sebagai perbuatan yang
sebagai satu perbuatan yang berturut-turut, berlanjut
maka hanyalah satu ketentuan pidana saja
yang digunakan ialah ketentuan yang terberat 3. Pasal 65 tentang Concursus Realis
pidana pokoknya, Begitu juga hanyalah satu (Perbarengan Perbuatan)
ketentuan pidana yang dijalankan, apabila Jika ada gabungan beberapa perbuatan,
orang disalahkan memalsukan atau merusak yang masingmasingnya harus dipandang
uang dan memakai benda, yang terhadapnya sebagai satu perbuatan bulat dan yang
dilakukan perbuatan memalsukan atau masing-masingnya merupakan kejahatan yang
merusak uang itu; terancam dengan pidana pokoknya yang
Akan tetapi jikalau kejahatan yang sama, maka satu pidana saja yang dijatuhkan,
diterangkan dalam pasal 364, 373, 379 dan maksimum pidana itu ialah jumlah maksimum
pasal 407 ayat pertama dilakukan dengan yang diancamkan atas tiap-tiap perbuatan itu,

194
Lex Crimen Vol. X/No. 5/Apr/EK 2/2021

tetapi tidak boleh lebih dari yang terberat tentang perbarengan perbuatan pidana
ditambah sepertiganya merupakan ketentuan mengenai ukuran
dalam menentukan pidana
B. Sistem Pemidanaan Dalam Perbarengan (straftoemeting) yang mempunyai
Tindak Pidana Menurut KUHP
kecenderungan pada pemberatan pidana.
Kejahatan yang terjadi di dalam
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 63
masyarakat bisa terjadi dimana satu orang
ayat (1) KUHP, yaitu: kalau sesuatu
melakukan satu kejahatan tapi tidak
perbuatan termasuk dalam lebih dari satu
jarang terjadi satu orang melakukan
ketentuan pidana, maka hanyalah satu
beberapa kejahatan baik dalam waktu
saja dari ketentuan–ketentuan itu yang
yang sama di tempat yang sama tetapi ada
dipakai, jika pidana berlainan, maka yang
juga satu orang yang melakukan beberapa
dipakai ialah ketentuan yang terberat
kejahatan pada waktu yang berbeda di
pidana pokoknya.87
tempat yang berbeda pula yang dalam
Ada tiga stelsel pemidanaan yang
hukum pidana dikenal dengan istilah
berkaitan dengan perbarengan perbuatan
perbarengan perbuatan pidana atau
pidana (concursus) seperti yang disebut
perbarengan tindak pidana (samenloop)
oleh D. Schaffmeister yaitu:
yang dalam bahasa belanda ialah a. Stelsel absorpsi Ada beberapa
sameloop van strafbare feiten.86 ketentuan pidana yang harus
Perbarengan melakukan tindak pidana diterapkan. dalam hal ini, yang paling
juga sering dipersamakan dengan berat saja yang diterapkan, sedangkan
gabungan melakukan tindak pidana yaitu ketentuan-ketentuan yang lain tidak
seseorang yang melakukan satu perbuatan diperhatikan.
yang melanggar beberapa ketentuan b. Stelsel kumulasi Untuk setiap perbuatan
hukum atau melakukan beberapa pidana dapat dijatuhkan pidana secara
perbuatan pidana yang masing-masing tersendiri. Namun, semua pidana itu
perbuatan itu berdiri sendiri yang akan dijumlah dan diolah menjadi satu
pidana.
diadili sekaligus, dimana salah satu dari
perbuatan itu belum mendapatkan
a) Stelsel kumulasi terbatas
keputusan tetap.
Dalam hal ini, dipakai stelsel kumulasi
Perbarengan melakukan tindak pidana dengan pembatasan, yaitu semua
(concursus) diatur dalam KUHP mulai pidana yang dijumlahkan tidak boleh
Pasal 63 sampai dengan Pasal 71 Buku I mencapai batas maksimum ancaman
Bab VI. Dari Pasal – Pasal tersebut pidana yang paling berat dengan suatu
nantinya dapat menghapus kesan yang persentase tertentu.88 Menurut Erdianto
selama ini ada dalam masyarakat bahwa Effendi, ada dua stelsel pokok
seseorang yang melakukan gabungan pemidanaan untuk perbarengan, yaitu
beberapa perbuatan pidana, ia akan stelsel komulasi dan stelsel absorsi
mendapatkan hukuman yang berlipat murni, sedangkan stelsel antara adalah
stelsel komulasi terbatas dan stelsel
ganda sesuai dengan perbuatan yang
absorsi dipertajam.
dilakukannya.
b) Stelsel komulasi murni atau stelsel
Adanya perbarengan tindak pidana ini, penjumlahan murni.
menimbulkan adanya gabungan Menurut stelsel ini, untuk setiap tindak
pemidanaan. Jadi gabungan pemidanaan pidana diancamkan/dikenakan sanksi
ada karena adanya perbarengan masing-masing tanpa pengurangan. Jadi
melakukan tindak pidana di mana masing- apabila seseorang melakukan 3 tindak
masing belum mendapatkan putusan pidana yang masing-masing ancaman
akhir. Dalam sistematika KUHP peraturan pidananya maksimum 5 bulan, 4 bulan
dan 3 bulan, maka jumlah komulasi

195
Lex Crimen Vol. X/No. 5/Apr/EK 2/2021

maksimum ancaman adalah 12 bulan. b. Perbuatan berlanjut (Pasal 64 KUHP),


c) Stelsel absorsi murni atau stelsel c. Concursus realis (Pasal 65 KUHP).
penyerapan murni Concursus Idealis, Penjatuhan pidana pada
Menurut stelsel ini, hanya maksimum bentuk perbarengan peraturan dengan
ancaman pidana yang terberat yang menggunakan sistem hisapan (absorbsi
dikenakan dengan pengertian bahwa stelsel), artinya hanya dipidana terhadap salah
maksimum pidana lainnya (sejenis atau satu dari aturan pidana itu, dan jika di antara
tidak sejenis) diserap oleh yang lebih aturan – aturan pidana itu berbeda– beda
tinggi. Penggunaan stelsel ini sudah ancaman pidananya, maka yang dikenakan
dielakkan apabila salah satu tindak adalah terhadap aturan pidana yang terberat
pidana di antaranya diancam dengan ancaman pidana pokoknya, dan apabila satu
pidana yang tertinggi misalnya pidana perbuatan itu masuk dalam aturan pidana
mati, pidana penjara seumur hidup atau umum yang sekaligus masuk dalam aturan
pidana penjara sementara maksimum pidana khusus, maka yang dikenakan adalah
20 tahun. terhadap aturan pidana khusus itu saja.
d) Stelsel komulasi terbatas Jika berdasarkan ketentuan Pasal 63
Stelsel ini dapat dikatakan sebagai mengenai sisitem hisapan pada perbarengan
bentuk antara atau bentuk tengah dari peraturan ini, dapat dikenakan pada 3 (tiga)
stelsel komulsi murni atau stelsel kemungkinan, ialah:
penjumlahan murni dan stelsel absorsi 1) Pada perbarengan peraturan dari
murni atau stelsel penyerapan murni. beberapa tindak pidana dengan ancaman
Artinya untuk setiap tindak pidana pidana pokok yang sama berat;
dikenakan masing-masing ancaman 2) Pada perbarengan peraturan dari
yang ditentukan pidananya akan tetapi beberapa tindak pidana dengan ancaman
dibatasi dengan suatu penambahan pidana pokoknya tidak sama berat;
lamanya/jumlahnya yang ditentukan 3) Pada perbarengan peraturan dimana satu
berbilang pecahan dari yang tertinggi. perbuatan itu masuk atau diatur dalam
Misalnya 2 tindak pidana yang masing- suatu aturan pidana umum yang sekaligus
masing diancam dengan maksimum 6 masuk dalam aturan pidana yang khusus.
dan 4 tahun. Pabila ditentukn Perbuatan berlanjut, Sistem penjatuhan
maksimum penambahan sepertiga dari pidana pada perbuatan berlanjut sama
yang tertinggi, maka maksimum dengan perbarengan peraturan yakni sistem
ancaman pidana untuk kedua tindak hisapan. Jika sistem hisapan dalam
pidana tersebut adalah 6 tahun + perbarengan peraturan dapat diterapkan pada
sepertiga x 6 tahun=8 tahun. 3 (tiga) kemungkinan atau tiga macam, tetapi
e) Stelsel penyerapan dipertajam sistem hisapan pada perbuatan berlanjut
Stelsel ini merupakan variant dari stelsel dibedakan antara sistem hisapan yang umum,
komulasi terbatas. Menurut stelsel ini, dan sistem hisapan yang khusus.
tindak pidana yang lebih ringan Sistem hisapan yang berlaku umum,
ancaman pidananya tidak dipidana, berlaku dalam 2 kemungkinan (dua macam),
akan tetapi dipandang sebagai keadaan yaitu:
yang memberatkan bagi tindak pidana 1) Dalam hal perbuatan berlanjut yang
yang lebih berat ancaman pidananya. terdiri dari beberapa tindak pidana
Penentuan maksimum pidana menurut (sejenis) yang diancam dengan pidana
stelsel ini hampir sama dengan stelsel pokok yang sama, maka yang diterapkan
komulasi terbatas, yaitu pidana yang ialah satu aturan pidana saja (tanpa ada
diancamkan terberat ditambah pemberatan).
89
sepertiganya. 2) Dalam hal perbuatan berlanjut yang
Secara teoritis concursus itu dikenal dalam terdiri dari beberapa tindak pidana
3 (tiga) bentuk sebagaimana dikemukakan (sejenis) yang diancam dengan pidana
oleh Teguh Prasetyo yaitu: pokok yang tidak sama beratnya, maka
a. Concursus idialis (Pasal 63 KUHP), yang diterapkan adalah aturan pidana

196
Lex Crimen Vol. X/No. 5/Apr/EK 2/2021

yang memuat ancaman pidana pokok yang diancamkan. Namun jumlah semua
yang paling berat (tanpa pemberatan). pidana dibatasi sampai maksimum 1
Sedangkan yang dimaksud dengan sistem tahun 4 bulan kurungan.
hisapan khusus pada perbuatan berlanjut, 4) Apabila concursus realis berupa
ialah yang hanya berlaku khusus dalam tindak kejahatan-kejahatan ringan yaitu Pasal
pidana yang disebutkan secara khusus oleh 302 ayat (1) (penganiayaan ringan
undang-undang, dan ini dapat dianggap terhadap hewan), Pasal 352
sebagai perkecualian dari sistem hisapan (penganiayaan ringan), Pasal 364
umum yang diterangkan di atas. (pencurian ringan), Pasal 373
Sistem hisapan yang khusus ini berlaku (penggelapan ringan), Pasal 379
dalam dua hal, yaitu: (penipuan ringan), dan Pasal 482
1) Dalam hal si pembuat dipersalahkan (penadahan ringan), maka berlaku sistem
karena melakukan tindak pidana kumulasi dengan pembatasan maksimum
pemalsuan uang yang sekaligus dia pidana penjara 8 bulan.
menggunakan uang palsu, atau si 5) Untuk concursus realis, baik kejahatan
pembuat dipersalahkan melakukan maupun pelanggaran, yang diadili pada
tindak pidana perusakan mata uang yang saat yang berlainan, berlaku Pasal 71
sekaligus dia menggunakan uang rusak yang berbunyi: “jika seseorang setelah
yang dihasilkan oleh perbuatannya itu. dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan
2) Dalam hal si pembuat melakukan bersalah lagi, karena melakukan
kejahatan-kejahatan yang dirumuskan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum
dalam Pasal-Pasal 364, 373, 379, dan 407 ada putusan pidana itu, maka pidana
Ayat 1, sebagai perbuatan berlanjut dan yang dahulu diperhitungkan pada pidana
jumlah niali kerugian yang yang akan dijatuhkan dengan
ditimbulkannya melebihi dari 250; maka menggunakan aturan-aturan dalam bab
hanya dijatuhkan satu pidana saja. ini mengenai perkaraperkara diadili pada
Concursus realis terjadi apabila seseorang saat yang sama.
melakukan beberapa perbuatan, dan masing-
masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai PENUTUP
suatu tindak pidana (tidak perlu sejenis dan A. Kesimpulan
tidak perlu berhubungan). 1. Klasifikasi perbarengan tindak pidana
1) Sistem pemberian pidana bagi concursus (concursus) dalam Kitab Undang-
realis ada beberapa macam, yaitu: Undang Hukum Pidana itu dikenal dalam
Apabila berupa kejahatan yang diancam 3 (tiga) bentuk sebagaimana yakni
dengan pidana pokok sejenis, maka Concursus idialis (Pasal 63 KUHP) atau
hanya dikenakan satu pidana dengan suatu perbuatan yang masuk ke dalam
ketentuan bahwa jumlah maksimum lebih dari satu aturan pidana ,
pidana tidak boleh melebihi dari Perbuatan berlanjut (Pasal 64 KUHP)
maksimum terberat ditambah sepertiga. atau tindakan yang masing-masing
Sistem ini dinamakan sistem absorbsi merupakan kejahatan atau
yang dipertajam. pelanggaran, akan tetapi ada hubungan
2) Apabila berupa kejahatan yang diancam sedemikian rupa, sehingga harus
dengan pidana pokok yang tidak sejenis, dipandang sebagai perbuatan berlanjut,
maka semua jenis ancaman pidana untuk dan Concursus realis (Pasal 65 KUHP)
tiap-tiap kejahatan dijatuhkan, tetapi atau beberapa perbuatan yang mana
jumlahnya tidak boleh melebihi masing-masing perbuatan itu berdiri
maksimum pidana terberat ditambah sendiri sebagai tindak pidana (tidak
sepertiga. Sistem ini dinamakan sistem perlu sejenis dan tidak perlu
kumulasi diperlunak. berhubungan).
3) Apabila concursus realis berupa 2. Sistem pemidanaan dalam perbarengan
pelanggaran, maka menggunakan sistem tindak pidana (concursus) dalam Kitab
kumulasi, yaitu jumlah semua pidana Undang-Undang Hukum Pidana dikenal

197
Lex Crimen Vol. X/No. 5/Apr/EK 2/2021

2 (dua) stelsel yakni Pertama, stelsel Pidana,Jakarta: Sinar Grafika.


absorpsi atau ketentuan yang paling Moeljatno,2008, asas-asas hukum pidana,
berat saja yang diterapkan sedangkan Jakarta: Rineka Cipta.
ketentuan-ketentuan yang lain tidak Muladi,dan Arief Nawawi Barda, 2010, Teori-
diperhatikan. Kedua, Stelsel kumulasi Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung:
atau perbuatan pidana dapat dijatuhkan Alumni.
pidana secara tersendiri. Namun, semua Moch. Anwar, 1986, Beberapa Ketentuan
pidana itu dijumlah dan diolah menjadi Umum dalam Buku Pertama KUHP,
satu pidana. Bandung: Alumni.
Hamzah Andi dan S.Rahayu, 1983, Suatu
B. Saran Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan di
1. Dalam pembaharuan hukum pidana di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo
Indoonesia kedepan konsep Kencana.
perbarengan tindak pidana yang diatur Poernomo Bambang, 1993, Asas-asas Hukum
dalam kitab undang-undang hukum Pidana, Yogyakarta: Ghalia Indonesia.
pidana saat ini harus tetap Prakoso Djoko,2015 , Surat Dakwaan,
dipertahankan sebagai hukum positif. Tuntutan Pidana dan Eksaminasi Perkara
2. Sistem pemidanaan dalam perbarengan di Dalam Proses Pidana, Yogyakarta:
tindak pidana yang diatur dalam KUHP Liberty.
saat ini sudah memberikan rasa R. Sugandhi, 1980, Kitab Undang – Undang
keadilan kepada masyarakat oleh Hukum Pidana dan Penjelasannya,
karena itu kedepan pemberlakuannya Surabaya: Usaha Nasional.
harus objektif atau sesuai teori dan SR. Sianturi,1982 ,Asas-asas Hukum Pidana di
ketentuan peraturan perundang- Indonesia dan Penerapannya, Jakarta:
undangan yang berlaku. Alumni AHM-PTHM, Hl.
Sudarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidan,
DAFTAR PUSTAKA Bandung: Alumni.
Arief Nawawi Barda, 2003, Kapita Selekta Suratman dan H.Philips Dillah, Metode
Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Penelitian Hukum, Bandung:Alfabeta.
Bakti. Soekanto Soerjono Dan Mamudji Sri,
Arief Nawawi Barda, 2005, Bunga Rampai Penelitian Hukum Normatif Suatu
Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Citra Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo
Aadtya Bakti. Persada.
Bemmelen Van,1984, Hukum Pidana 1 Hukum Saleh Roeslan, 1987,Stelsel Pidana Indonesia ,
Pidana Material Bagian Umum”,Bandung: Jakarta: Bina Aksara.
Bina Cipta. Teguh Prasetyo, 2012, Hukum Pidana, Jakarta:
Chazawi Adami,2002, Pelajaran Hukum Pidana PT Raja Grafindo Persada.
2, Jakarta: Rajawali Pers. Wijayanto dan Zachrie Ridwan, 2009,Korupsi
E.Y Kanter & S.R Sianturi, 2002, Asas-Asas Mengorupsi Indonesia, Jakarta: PT
hukum Pidana Di Indonesia dan Gramedia Pustaka Utama.
Penerapannya, Jakarta: Storia Grafika. Wirdjono Prodjodikoro, 1989, Asas-asas
Lamintang P.A.F, 1984, Hukum Penitensier Hukum Pidana di Indonesia,Bandung: PT.
Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. Eresco.
Lamintang P.A.F, 1997, Dasar-Dasar Hukum
Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Maramis Frans. 2013, Hukum Pidana Umum
dan Tertulis di Indonesia, Jakarta : Rajawali
Pers.
Marpaung Leden, 2005, Asas-Teori-Praktik
Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika,
Mahrus Ali,2011,Dasar-Dasar Hukum

198

Anda mungkin juga menyukai