Anda di halaman 1dari 8

Lex Et Societatis Vol. VII/No.

6/Jun/2019

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP untuk meringankan pidana dari pelaku yang


TANGGUNGJAWAB PIDANA PERBARENGAN melakukan beberapa tindak pidana.
MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA1 Kata kunci: Tinjauan Yuridis, Tanggungjawab
Oleh : Haris A. P. Balanda2 Pidana, Perbarengan.

ABSTRAK PENDAHULUAN
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk A. Latar Belakang
mengetahui bagaimana pengaturan macam- Perbarengan tindak pidana, atau ada juga
macam perbarengan (samenloop, concursus) yang menyebutnya sebagai “gabungan
tindak pidana dalam KUHP dan bagaimana perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum”,3
sistem tanggung jawab pidana dalam adalah “terjadinya dua atau lebih tindak pidana
perbarengan tindak pidana menurut KUHP. oleh satu orang di mana tindak pidana yang
Dengan menggunakan metode penelitian yuridis dilakukan pertama kali belum dijatuhi pidana,
normative, disimpulkan: 1. Pengaturan macam- atau antara tindak pidana yang pertama dengan
macam perbarengan (samenloop, concursus) tindak pidana berikutnya belum dibatasi oleh
tindak pidana dalam KUHP, yaitu mencakup: a. suatu putusan hakim”.4 Jadi, dalam
perbarengan peraturan, b. perbuatan berlanjut, perbarengan tindak pidana merupakan
dan c. perbarengan perbuatan; di mana peristiwa di mana satu orang melakukan lebih
perbarengan perbuatan ini dapat lebih dirinci dari satu tindak pidana, dengan syarat bahwa
lagi atas: 1) perbarengan perbuatan yang dari beberapa tindak pidana yang bersangkutan
semuanya merupakan kejahatan yang diancam belum ada yang dijatuhi putusan
dengan pidana pokok yang sejenis (Pasal 65); 2) hakim/pengadilan. Hal ini karena jika terhadap
perbarengan perbuatan yang semuanya suatu tindak pidana telah dijatuhkan putusan
merupakan kejahatan yang diancam dengan hakim maka tindak pidana berikutnya bukan lagi
pidana pokok yang tidak sejenis (Pasal 66 merupakan perbarengan, melainkan
KUHP); 3) perbarengan perbuatan yang kemungkinan besar merupakan pengulangan
merupakan perbarengan pelanggaran dengan pengulangan (recidive). Di lain pihak,
kejahatan (Pasal 70 ayat (1) KUHP); 4) perbarengan tindak pidana ini berbeda dengan
perbarengan perbuatan yang merupakan penyertaan (deelneming) dalam tindak pidana,
perbarengan pelanggaran dengan pelanggaran yang diatur dalam Buku Kesatu (Aturan Umum)
(Pasal 70 ayat (1) KUHP). 2. Sistem tanggung Bab V, karena jika dalam perbarengan tindak
jawab pidana dalam perbarengan tindak pidana pidana ada satu orang yang melakukan
menurut KUHP, mencakup 4 (empat macam) beberapa tindak pidana maka dalam penyertaan
sistem, yaitu: a. sistem absorpsi murni untuk ada beberapa orang yang melakukan satu tindak
perbarengan perbuatan dan perbuatan pidana.
berlanjut; b. sistem absorpsi yang dipertajam Adanya ketentuan-ketentuan mengenai
untuk perbarengan perbuatan atas kejahatan- perbarengan tindak pidana dalam KUHP
kejahatan yang diancam dengan pidana pokok menunjukkan pembentuk undang-undang
yang sejenis; c. sistem kumulasi terbatas untuk memperhatikan tentang adanya orang yang
perbarengan perbuatan atas kejahatan- melakukan beberapa tindak pidana. Adanya
kejahatan yang diancam dengan pidana pokok perhatian dan pengaturan mengenai
yang tidak sejenis; d. sistem kumulasi murni perbarengan tindak pidana sewajarnya jika
untuk perbarengan pelanggaran dengan membuat orang-orang akan berpandangan
pelanggaran. Tetapi, keberadaan ketentuan- bahwa tentunya si pelaku beberapa tindak
ketentuan tentang perbarengan tindak pidana pidana itu akan dihukum secara lebih berat dari
dalam KUHP, bukannya memberatkan pidana, pada pelaku yang hanya melakukan satu tindak
melainkan cenderung lebih merupakan dasar pidana saja. Sebagai contoh, jika seorang
penjahat telah melakukan beberapa kali

1 Artikel Skripsi.
Dosen Pembimbing: Toar N. Palilingan, SH., 3 P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, Hukum Pidana
MH; Roy R. Lembong, SH., MH Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1983, hlm. 47.
2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 4 Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana, cet.2, Sinar

14071101117 Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 134.

164
Lex Et Societatis Vol. VII/No. 6/Jun/2019

pencurian, penganiayaan berat mengakibatkan PEMBAHASAN


kematian, dan perusakan sejumlah besar A. Pengaturan Macam-macam Perbarengan
barang-barang, mungkin saja penjahat yang Tindak Pidana Dalam KUHP
bersangkutan karena penjumlahan dari masing- Buku Kesatu (Aturan Umum) Bab VI KUHP
masing ancaman pidana dalam tiap-tiap tindak yang berkepala “Samenloop van strafbare
pidana itu dapat dikenakan hukuman (pidana) feiten” diterjemahkan oleh Tim Penerjemah
penjara yang amat lama sampai melewati 100 BPHN sebagai “perbarengan tindak pidana”;7
(seratus) tahun misalnya. oleh P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir
Apa yang dikemukakan sebelumnya diterjemahkan sebagai “Gabungan perbuatan-
menunjukkan adanya urgensi untuk perbuatan yang dapat dihukum”;8 dan oleh
dilakukannya pembahasan terhadap ketentuan- P.A.F. Lamintang dan F.T. Lamintang disebut
ketentuan mengenai perbarengan tindak pidana sebagai “gabungan tindak pidana”.9 Pengaturan
dalam KUHP, sehingga dalam memenuhi perbarengan tindak pidana atau gabungan
kewajiban untuk menulis skripsi, maka pokok ini perbuatan yang dapat dihukum/tindak pidana
telah dipilih untuk dibahas di bawah judul mencakup Pasal 63 sampai dengan Pasal 71
“Tinjauan Yuridis Terhadap Tanggungjawab KUHP.
Pidana Perbarengan Menurut Hukum Positif Berdasarkan rumusan Pasal 63 sampai
Indonesia”. dengan Pasal 71 KUHP diatur mengenai 3 (tiga)
macam bentuk perbarengan/gabungan tindak
B. Rumusan Masalah pidana,yaitu: perbarengan peraturan,
1. Bagaimana pengaturan macam-macam perbuatan berlanjut, dan perbarengan
perbarengan (samenloop, concursus) perbuatan. Masing-masing bentuk perbarengan
tindak pidana dalam KUHP? tindak pidana dapat dijelaskan sebagai berikut.
2. Bagaimana sistem tanggung jawab pidana 1. Perbarengan peraturan.
dalam perbarengan tindak pidana menurut Pasal 63 ayat (1) KUHP menentukan bahwa,
KUHP? jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari
satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya
C. Metode Penelitian salah satu di antara aturan-aturan itu; jika
Penelitian yang dilakukan untuk penulisan berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat
skripsi ini yaitu dengan menggunakan metode ancaman pidana pokok yang paling berat.
penelitian hukum normatif. Pengertian metode Bagian kalimat (frasa) yang mengatakan “suatu
penelitian hukum normatif, sebagaimana perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan
dikatakan oleh Soerjono Soekanto dan Sri pidana”, menunjuk pada bentuk perbarengan
Mamudji, yaitu “penelitian hukum yang yang dalam bahasa Belanda disebut eendaadse
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka samenloop atau dalam bahasa Latin concursus
atau data sekunder belaka, dapat dinamakan idealis,10 di mana penamaan Latin concursus
penelitian hukum normatif atau penelitian idealis ini karena secara fisik yang kelihatan
hukum kepustakaan”.5 Jadi, apa yang dinamakan hanya satu perbuatan saja, sehingga
penelitian hukum normatif merupakan perbarengan tindak pidana itu hanya dalam
penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti pikiran (idealis) saja. Eendaadse
bahan-bahan pustaka; sehingga disebut juga samenloop/concursus idealis ini sering
sebagai penelitian hukum kepustakaan. diterjemahkan ke bahasa Indonesia sebagai
Penelitian hukum normatif ini oleh penulis lain perbarengan peraturan.11
dikenal pula dengan istilah yang oleh Suteki dan Perbarengan ini dinamakan perbarengan
Galang Taufani disebut sebagai “penelitian peraturan sebab secara fisik yang dilakukan
hukum doktrinal”.6 hanya 1 (satu) perbuatan saja tetapi 1 (satu)

5 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum 8 P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, Op.cit., hlm. 47.
Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cet.16, Rajawali Pers, 9 P.A.F. Lamintang dan F.T. Lamintang, Op.cit., hlm. 686.
Jakarta, 2014, hlm. 13-14. 10 P.A.F. Lamintang dan F.T. Lamintang, Op.cit., hlm. 688.
6 Suteki dan Galang Taufani, Metodologi Penelitian Hukum 11 I Made Widnyana, Asas-asas Hukum Pidana. Buku

(Filsafat, Teori dan Praktik), Rajawali Pers, Depok, 2018, Panduan Mahasiswa, Fikahati Aneska, Jakarta, 2010, hlm.
hlm. 255. 273.
7 Tim Penerjemah BPHN, Op.cit., hlm. 36.

165
Lex Et Societatis Vol. VII/No. 6/Jun/2019

perbuatan itu telah melanggar 2 (dua) atau lebih Kriteria untuk dapat dikatakan beberapa
aturan pidana. P.A.F. Lamintang dan F.T. perbuatan (perilaku) itu secara bersama-sama
Lamintang memberikan contoh perbarengan merupakan suatu perbuatan berlanjut, yaitu:
peraturan, yaitu seseorang yang di depan umum a. apabila perbuatan-perbuatan seorang itu
melakukan perbuatan melanggar kesusilaan merupakan pelaksanaan satu keputusan
dengan perempuan yang diketahuinya belum 15 yang terlarang;
tahun. Dalam hal ini perilakunya hanya di depan b. apabila perbuatan-perbuatan seorang itu
umum melanggar kesusilaan dengan telah menyebabkan terjadinya beberapa
perempuan belum 15 tahun; tetapi perilakunya tindakan yang sejenis;
memenuuhi rumusan dua ketentuan pidana, c. apabila pelaksanaan tindak pidana yang
yaitu Pasal 281 KUHP tentang pelanggaran satu dengan yang lain itu tidak dipisahkan
kesusilaan di depan umum dan Pasal 290 ke-2 oleh suatu jangka waktu yang relatif
KUHP tentang melanggar kesusilaan dengan cukup lama.17
seorang yang belum mencapai 15 tahun.12 Contoh lainnya mengenai perbuatan
berlanjut yaitu seorang pembantu yang melihat
2. Perbuatan berlanjut. sejumlah uang di laci lemari majikannya dan
Menurut Pasal 64 ayat (1) KUHP, jika antara mengambil putusan untuk mencuri uang
beberapa perbuatan, meskipun masing-masing tersebut tetapi agar tidak kentara maka
merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada pembantu mengambilnya sedikit-sedikit dengan
hubungannya sedemikian rupa sehingga harus jarak waktu antara sstu pengambilan dengan
dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut pengambilan lainnya berselang dua atau tiga
(een voortgezette handeling), maka hanya hari. Perbuatan ini merupakan perbuatan
diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda- berlanjut karena: 1) timbul dari satu keputusan
beda, yang diterapkan yang memuat ancaman dari si pembantu untuk melakukan pencurian
pidana pokok yang paling berat. Pasal 64 ayat atas segepok uang tertentu; 2) perbuatan-
(1) KUHP ini mengatur apa yang oleh rumusan perbuatan itu sejenis (semaam), yaitu semuanya
pasal itu sendiri dinamakan voortgezette pencurian; dan 3) waktu antarperbuatan relatif
handeling, yang diterjemahkan sebagai tidak lama, yaitu hanya dua atau tiga hari.
perbuatan berlanjut,13 tindakan yang
berlanjut, atau perbuatan yang diteruskan.15
14
3. Perbarengan perbuatan.
Perbuatan berlanjut adalah adanya beberapa Perbarengan perbuatan (meerdaadse
perbuatan tetapi antara perbuatan-perbuatan samanloop, concursus realis) diatur dalam Pasal
itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga 65 sampai Pasal 71 KUHP. Perbarengan
harus dipandang sebagai satu perbuatan. Oleh perbuatan Pengertian perbarengan perbuatan
P.A.F. Lamintang dan F.T. Lamintang dikatakan terlihat dari frasa (bagian kalimat) yang
bahwa tindakan yang berlanjut (perbuatan menyatakan “perbarengan beberapa perbuatan
berlanjut) adalah mengenai beberapa perilaku yang harus dipandang sebagai perbuatan yang
yang seolah-oleh berdiri sendiri-sendiri, akan berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa
tetapi yang karena terdapat suatu hubungan kejahatan” (Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 65 ayat
yang demikian rupa, maka perilaku-perilaku (1) KUHP) atau “perbarengan pelanggaran
tersebut harus dianggap sebagai satu tindakan dengan kejahatan, maupun pelanggaran dengan
yang berlanjut. Ini berarti bahwa tia-tiap planggaran” (Pasal 70 ayat (1) KUHP).
perilaku itu harus dituduhkan secara sendiri- Jadi, perbarengan perbuatan merupakan
sendiri dan harus dibuktikan pula secara sendiri- perbarengan beberapa perbuatan yang harus
sendiri. Tiap perilaku itu dapat mempunyai locus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri
delicti-nya sendiri, tempus delicti-nya sendiri dan sendiri sehingga merupakan beberapa
dapat mempunyai verjaringstermijn-nya kejahatan, atau beberapa pelanggaran, ataupun
sendiri.16 perbarengan kejahatan dan pelanggaran.

12 P.A.F. Lamintang dan F.T. Lamintang, Op.cit., hlm. 688, 15 R. Soesilo, Op.cit., hlm. 81.
689. 16 P.A.F. Lamintang dan F.T. Lamintang, Op.cit., hlm. 723,
13 Tin Penerjemah BPHN, Op.cit., hlm. 37. 724.
14 P.A.F. Lamintang dan F.T. Lamintang, Op.cit., hlm. 723. 17 Ibid., hlm. 726.

166
Lex Et Societatis Vol. VII/No. 6/Jun/2019

Jenis perbarengan ini dinamakan B. Sistem Tanggung Jawab Pidana Dalam


perbarengan perbuatan. Dalam bahasa Belanda Perbarengan Tindak Pidana Menurut KUHP
ini dinamakan meerdaadse samenloop, yaitu Sistem tanggung jawab pidana dalam
perbarengan beberapa perbuatan, karena ada perbarengan tindak pidana mencakup 4 (empat)
beberapa perbuatan yang dilakukan. Dalam macam sistem menghitung pidana. Empat
bahasa Latin dinamakan concursus realis, karena macam sistem menghitung pidana tersebut,
perbarengan itu merupakan kenyataan (realis) yaitu:
bukan sekedar ada dalam pikiran (idealis) saja. 1. Sistem absorpsi (absorptie stelsel);
Berdasarkan rumusan Pasal 65 dan 2. Sistem absorpsi yang dipertajam
seterusnya KUHP, maka ada beberapa macam (verscherpte absorptie stelsel);20
perbarengan perbuatan ini, yaitu: 3. Sistem kumulasi terbatas (gematigde
a. perbarengan perbuatan yang semuanya cumulatie stelsel);21
merupakan kejahatan yang diancam dengan 4. Sistem kumulasi (cumulatie stelsel).22
pidana pokok yang sejenis, sebagaimana Masing-masing sistem menghitung pidana
yang diatur dalam Pasal 65 ayat (1) KUHP; tersebut terkait dengan bentuk perbarengan
Pidana pokok yang ditentukan dalam Pasal tindak pidana yang tertentu. Empat sistem
10 huruf a KUHP, yaitu: menghitung pidana dan bentuk perbarengan
1. pidana mati; terkait dapat dijelaskan sebagai berikut ini.
2. pidana penjara; 1. Sistem absorpsi untuk perbarengan
3. pidana kurungan; peraturan dan perbuatan berlanjut.
4. pidana denda; Menurut Pasal 63 ayat (1) KUHP, jika suatu
5. pidana tutupan.18 perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan
Pidana pokok yang sejenis berarti semua pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu
kejahatan itu diancam dengan pidana mati, di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda,
atau semuanya diancam dengan pidana yang dikenakan yang memuat ancaman pidana
penjara, atau semua diancam dengan pidana pokok yang paling berat. Pasal 63 ayat (1) ini
kurungan, atau semuanya diancam dengan mengatur mengenai bentuk perbarengan tindak
pidana denda, atau semuanya diancam pidana yang disebut perbarengan peraturan.
dengan pidana tutupan. Pasal 63 ayat (1) menentukan bahwa yang
b. perbarengan perbuatan yang semuanya dikenakan pada terdakwa hanya salah satu saja
merupakan kejahatan yang diancam dengan di antara beberapa aturan pidana tersebut. Jadi,
pidana pokok yang tidak sejenis, salah satu pasal yang dikenakan pada terdakwa
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 66 menyerap (mengabsorpsi) aturan-aturan pidana
ayat (1) KUHP; yang lain. Tidak ada pemberatan pidana lainnya
Pidana pokok yang tidak sejenis ini “misalnya selain dari apa yang sudah ditentukan dalam
bagi kejahatan yang satu hukuman penjara, aturan pidana yang dikenakan pada terdakwa,
yang lain hukuman kurungan dan yang lain jadi merupakan sistem absorpsi murni.
lagi hukuman denda”.19 Menurut Pasal 63 ayat (1), orang melakukan
c. perbarengan perbuatan yang nerupakan satu perbuatan yang melanggar beberapa
perbarengan pelanggaran dengan kejahatan, ketentuan pidana, maka terhadapnya hanya
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 70 ayat dikenakan salah satu saja dari ketentuan-
(1) KUHP; ketentuan tersebut, tetapi jika di antara
d. perbarengan perbuatan yang merupakan ketentuan-ketentuan tersebut ada perbedaan
perbarengan pelanggaran dengan mengenai jenis pidana pokok (Pasal 10 huruf a
pelanggaran, sebagaimana yang diatur dalam KUHP) maka yang dikenakan yaitu ketentuan
Pasal 70 ayat (1) KUHP. yang memiliki ancaman pidana pokok yang
paling berat.
R. Soesilo memberi contoh perbarengan
peraturan yaitu orang membunuh dengan

18 Tim Penerjemah BPHN, Op.cit., hlm. 15. 21 Ibid., hlm. 285.


19 R. Soesilo, Op.cit., hlm. 83. 22 Ibid., hlm. 271.
20 I Made Widnyana, Op.cit., hlm. 282.

167
Lex Et Societatis Vol. VII/No. 6/Jun/2019

tembakan terhadap seorang yang ada di diancam terhadap perbuatan itu, tetapi tidak
belakang kaca sehingga kaca pecah, di mana boleh lebih daripada maksimum pidana yang
yang dilanggar adalah Pasal 339 KUHP terberat ditambah sepertiga.
(pembunuhan yang diikuti, disertai, atau Sebagai contohnya, terdakwa melakukan
didahului suatu perbuatan pidana) dan Pasal 406 pencurian barang milik A yang dapat dikenakan
KUHP (perusakan barang).23 Dalam hal ini Pasal 362 tentang pencurian yang diancam
terhadap terdakwa hanya dapat dikenakan Pasal dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau
339 KUHP karena memiliki ancaman pidana denda paling banyak Rp900,00, dan melakukan
pokok yang lebih berat, yaitu penjara seumur penggelapan barang milik B yang dapat
hidup atau penjara sementara paling lama 20 dikenakan Pasal 372 tentang penggelapan yang
tahun, sedangkan Pasal 406 KUHP hanya diancam dengan pidana penjara paling lama 4
diancam dengan penjara paling lama 2 tahun 8 tahun atau denda paling banyak Rp900,00. Ini
bulan. Jadi aturan pidana Pasal 406 KUHP merupakan perbarengan perbuatan yang
diserap (diabsorpsi) oleh aturan pidana Pasal diancam dengan pidana pokok yang sejenis, di
339 KUHP. mana beratnya pidana yang dapat dikenakan
Sistem absorpsi murni ini selain diterapkan pada terdakwa yaitu maksimum pidana yang
untuk perbarengan peraturan juga diterapkan terberat, yaitu penjara 5 tahun sebagaimana
untuk perbuatan berlajut. Menurut Pasal 64 ayat ditentukan untuk pencurian dalam Pasal 362
(1) jika di antara perbuatan, meskipun masing- KUHP, ditambah 1/3 (sepertiga), yaitu 1/3 dari 5
masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, tahun (60 bulan) = 20 bulan atau 1 tahun 8
ada hubungannya sedemikian rupa sehingga bulan. Ini berarti maksimum pidana yang dapat
harus dipandang sebagai satu perbuatan dikenakan pada terdakwa itu yaitu pidana
berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan penjara 6 tahun 8 bulan.
pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang 2. Sistem kumulasi terbatas untuk
memuat ancaman pidana pokok yang paling perbarengan perbuatan atas kejahatan-
berat. kejahatan yang diancam dengan pidana
Jadi, juga dalam perbuatan berlanjut, pokok yang tidak sejenis.
sebagaimana dalam perbarengan peraturan, Menurut Pasal 66 ayat (1) KUHP, dalam hal
hanya dikenakan satu aturan pidana saja. Jika perbarengan beberapa perbuatan yang masing-
ada perbedaan mengenai ancaman pidana masing harus dipandang sebagai perbuatan
pokok (Pasal 10 huruf a KUHP) maka yang yang berdiri sendiri sehingga merupakan
dikenakan yaitu ketentuan yang memiliki beberapa kejahatan, yang diancam dengan
ancaman pidana pokok yang paling berat. pidana pokok (Pasal 10 huruf a KUHP) yang tidak
Sistem absorpsi yang dipertajam untuk sejenis, maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap
perbarengan perbuatan atas kejahatan- kejahatan, tetapi jumlah tidak boleh melebihi
kejahatan yang diancam dengan pidana pokok maksimum pidana yang terberat ditambah
yang sejenis. sepertiga.
Menurut Pasal 65 ayat (1) KUHP, dalam hal Jika ada perbarengan beberapa kejahatan,
perbarengan beberapa perbuatan yang harus yaitu semuanya merupakan kejahatan
dipandang sebagai perbuatan yang berdiri (misdrijven), yang diancam dengan pidana
sendiri sehingga merupakan beberapa pokok yang tidak sejenis maka dijatuhkan pidana
kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok atas tiap kejahatan (kumulasi) tetapi jumlah
yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu maksimumnya tidak boleh lebih dari maksimum
pidana. Pasal 64 ayat (1) KUHP menyatakan pidana yang terberat ditambah sepertiganya. Ini
“dijatuhkan hanya satu pidana”, yang berarti ini berarti ada kumulasi atau penjumlahan dari
merupakan bagian dari sistem absorpsi. pidana tetapi terbatas, yaitu yang diperlunak
Tetapi, sekalipun merupakan bagian dari atau diperingan.
sistem absorpsi, terhadap penajaman atau Contohnya seseorang pada suatu hari
pemberatan tertentu yang diatur dalam Pasal 65 merusak sehingga tidak dapat dipakai suatu
ayat (2) KUHP, maksimum pidana yang barang, misalnya pompa air tetangga, dan
dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang kemudian besoknya secara tidak sengaja

23 R. Soesilo, Op.cit., hlm. 80.

168
Lex Et Societatis Vol. VII/No. 6/Jun/2019

(kealpaan) telah menghancurkan suatu pelanggaran, maka untuk tiap-tiap pelanggaran


bangunan listrik. Untuk perbuatan pertama, ia dijatuhkan pidana sendiri-sendiri tanpa
didakwa Pasal 406 ayat (1) KUHP tentang dikurangi. Jadi, khusus untuk delik pelanggaran
perusakan barang yang menentukan bahwa (overtreding) dijatuhkan pidana sendiri-sendiri
barang siapa dengan sengaja dan melawan tanpa dikurangi. Ini disebut sistem kumulasi.
hukum menghancurkan, merusakkan, membikin Menurut P.A.F. Lamintang dan F.T. Lamintang ini
tak dapat dipakai atau menghilangkan barang disebut sistem penumpukan hukuman-
sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik hukuman yang bersifat murni (zuivere
orang lain, diancam dengan pidana penjara cummulatiestelsel).24
paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda Tetapi, menurut R. Soesilo ada pembatasan
paling banyak Rp4.500,-. Untuk perbuatan tertentu berkenaan dengan pidana kurungan
kedua ia didakwa Pasal 409 KUHP yang dalam tindak-tindak pidana pelanggaran. Pasal
menentukan barang siapa karena kealpaan 70 KUHP ini memberi ketentuan tentang
menyebabkan bangunan-bangunan kereta api gabungan kejahatan dengan pelanggaran atau
trem, telegram, telepon atau listrik, atau pelanggaran dengan pelanggaran. Dalam hal ini
bangunan untuk membendung, membagi atau bagi kejahatannya dijatuhkan hukuman sendiri-
menyalurkan air, saluran gas, air atau saluran sendiri, dengan pengertian bahwa jumlah
yang digunakan untuk keperluan, dihancurkan, semuanya dari hukuman-hukuman kurungan
dirusakkan, atau dibikin tak dapat dipakai, yang dijatuhkan bagi pelanggaran-pelanggaran
diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 itu tidak boleh lebih dari 1 tahun 4 bulan dan
tahun atau pidana denda paling banyak mengenai hukuman kurungan pengganti denda
Rp1.500,- (seribu lima ratus rupiah). tidak lebih dari 8 bulan.25
Dua tindak pidana tersebut mempunyai Jadi, menurut R. Soesilo, ada pembatasan
ancaman pidana pokok yang tidak sejenis, yaitu terhadap kumulasi untuk pelanggaran.
Pasal 406 mengancamkan pidana penjara atau Pendapat R. Soesilo ini didasarkan pada Pasal 18
denda sedangkan Pasal 409 KUHP ayat (1) yang menentukan bahwa jika ada
mengancamkan pidana kurungan atau denda. pemberatan pidana yang disebabkan karena
Menurut Pasal 66 ayat (1) KUHP, dijatuhkan perbarengan atau pengulangan atau karena
pidana atas tiap-tiap kejahatan, jadi dijatuhkan ketentuan Pasal 52, pidana kurungan dapat
pidana penjara untuk terbuktinya tindak pidana ditambah menjadi 1 (satu) tahun 4 (empat)
Pasal 406 KUHP dan dijatuhkan pidana kurungan bulan. Selanjutnya menurut Pasal 18 ayat (3)
untuk terbuktinya tindak pidana Pasal 409 KUHP, pidana kurungan sekali-kali tidak boleh
KUHP. lebih dari 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan. Jadi,
Maksimum pidana yang dijatuhkan adalah pendapat yang dikemukakan oleh R. Soesilo ini
dengan memperhatikan ancaman pidana dalam didasarkan pada ketentuan dari KUHP sendiri
Pasal 406 KUHP yang lebih berat darim pada dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3) yang
ancaman pidana Pasal 409 KUHP, yaitu 2 tahun menegaskan bahwa pidana kurungan sekali-kali
8 bulan, ditambah sepertiga. Jadi, hukuman tidak boleh lebih dari 1 (satu) tahun 4 (empat)
perampasan kemerdekaan yang dapat bulan.
dijatuhkan, yaitu 2 tahun 8 bulan (= 32 bulan) + Pasal terakhir dari Buku Kesatu (Aturan
(1/3 x 32 bulan = 10 bulan), paling lama 42 bulan Umum) Bab VI (Perbarengan Tindak Pidana)
atau 3 tahun 6 bulan. Lama perampasan KUHP yaitu Pasal 71 yang menentukan bahwa
kemerdekaan selama paling lama 3 tahun 6 jika seseorang telah dijatuhi pidana, kemudian
bulan ini sudah mencakup pidana penjara dan dinyatakan bersalah lagi karena melakukan
pidana kurungan. kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada
3. Sistem kumulasi untuk pelanggaran putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu
(overtredingen). diperhitungkan pada pidana yang akan
Menurut Pasal 70 ayat (1) KUHP, jika ada dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan
perbarengan seperti yang dimaksud dalam Pasal dalam bab ini mengenai hal perkara-perkara
65 dan 66, baik perbarengan pelanggaran diadili pada saat yang sama.
dengan kejahatan, maupun pelanggaran dengan

24 P.A.F. Lamintang dan F.T. Lamintang, Op.cit., hlm. 723. 25 R. Soesilo, Op.cit., hlm. 85.

169
Lex Et Societatis Vol. VII/No. 6/Jun/2019

Berdasarkan ketentuan Pasal 71 KUHP, jika di mana perbarengan perbuatan ini dapat
seseorang telah dijatuhi pidana dan baru lebih dirinci lagi atas: 1) perbarengan
kemudian diadili lagi atas perbuatan yang perbuatan yang semuanya merupakan
dilakukan sebelum dijatuhkannya putusan kejahatan yang diancam dengan pidana
tersebut, maka perkara yang baru diadili ini pokok yang sejenis (Pasal 65); 2)
tunduk pada ketentuan-ketentuan tentang perbarengan perbuatan yang semuanya
perbarengan. Dalam hal ini tidak dapat merupakan kejahatan yang diancam
digunakan ketentuan mengenai pengulangan dengan pidana pokok yang tidak sejenis
(recidive) karena pengulangan hanya terjadi (Pasal 66 KUHP); 3) perbarengan
dalam hal seseorang telah dijatuhi pidana oleh perbuatan yang nerupakan perbarengan
pengadilan kemudian yang bersangkutan pelanggaran dengan kejahatan (Pasal 70
melakukan lagi kejahatan yang baru. ayat (1) KUHP); 4) perbarengan perbuatan
Bahasan sebelumnya menunjukkan bahwa yang merupakan perbarengan
keberadaan ketentuan-ketentuan tentang pelanggaran dengan pelanggaran (Pasal
perbarengan tindak pidana dalam KUHP, 70 ayat (1) KUHP).
bukannya memberatkan pidana, melainkan 2. Sistem tanggung jawab pidana dalam
cenderung lebih merupakan dasar untuk perbarengan tindak pidana menurut
meringankan pidana dari pelaku yang KUHP, mencakup 4 (empat macam)
melakukan beberapa tindak pidana. Hal ini sistem, yaitu: a. sistem absorpsi murni
sebenarnya tidak sesuai dengan pandangan untuk perbarengan perbuatan dan
umum dalam masyarakat bahwa hukuman perbuatan berlanjut; b. sistem absorpsi
seharusnya sesuai atau setimpal dengan yang dipertajam untuk perbarengan
beratnya kejahatan. perbuatan atas kejahatan-kejahatan yang
Mahkamah Agung dalam Surat Edaran diancam dengan pidana pokok yang
Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pemidanaan Agar sejenis; c. sistem kumulasi terbatas untuk
Setimpal Dengan Berat dan Sifat Kejahatannya, perbarengan perbuatan atas kejahatan-
di mana dikemukakan antara lain bahwa kejahatan yang diancam dengan pidana
“Mahkamah Agung mengharapkan supaya pokok yang tidak sejenis; d. sistem
Pengadilan menjatuhkan pidana yang sungguh- kumulasi murni untuk perbarengan
sungguh setimpal dengan beratnya dan sifatnya pelanggaran dengan pelanggaran. Tetapi,
tindak pidana tersebut dan jangan sampai keberadaan ketentuan-ketentuan
menjatuhkan pidana yang menyinggung rasa tentang perbarengan tindak pidana dalam
keadilan di dalam masyarakat”.26 Karenanya, KUHP, bukannya memberatkan pidana,
lebih tepat jika terhadap ketentuan tentang melainkan cenderung lebih merupakan
perbarengan dilakukan perubahan, khususnya dasar untuk meringankan pidana dari
mengenai perbarengan perbuatan, sehingga pelaku yang melakukan beberapa tindak
hukuman maksimum yang dapat dijatuhkan pidana.
dapat diperberat, setidak-tidaknya
maksimumnya yaitu maksimum pidana yang B. Saran
terberat ditambah separuhnya; bukan hanya 1. Bentuk-bentuk perbarengan ini masih
ditambah sepertiga saja. tetap perlu dipertahankan dalam
pembaharuan KUHP Indonesia.
PENUTUP 2. Agar lebih sesuai dengan perasaan
A. Kesimpulan keadilan dalam masyarakat, sebaiknya
1. Pengaturan macam-macam perbarengan jika terhadap ketentuan tentang
(samenloop, concursus) tindak pidana perbarengan dilakukan perubahan,
dalam KUHP, yaitu mencakup: a. khususnya mengenai perbarengan
perbarengan peraturan, b. perbuatan perbuatan, sehingga hukuman maksimum
berlanjut, dan c. perbarengan perbuatan; yang dapat dijatuhkan dapat diperberat,

26Surat Edaran Mahakamah Agung Nomor 1 Tahun 2000


tentang Pemidanaan Agar Setimpal dengan Berat dan Sifat
Kejahatannya.

170
Lex Et Societatis Vol. VII/No. 6/Jun/2019

setidak-tidaknya maksimumnya yaitu https://www.liputan6.com/citizen6/read


maksimum pidana yang terberat /3492664/5-orang-ini-dihukum-penjara-
ditambah separuhnya; bukan hanya lebih-dari-ratusan-tahun-siapa-saja,
ditambah sepertiga saja. diakses 17/05/2019

Peraturan Perundang-undangan:
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Andi Zainal, Asas-asas Hukum Pidana. Tim Penerjemah BPHN, Kitab Undang-Undang
Bagian Pertama, Alumni, Bandung, 1987. Hukum Pidana, Sinar Harapan, Jakarta,
Ali, Mahrus, Dasar-dasar Hukum Pidana, cet.2, 1983.
Sinar Grafika, Jakarta, 2012. Undang-Undang Darurat Republik Indonesia
Hamzah, Andi, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Nomor 1 Tahun 1951 Tentang Tindakan -
Cipta, Jakarta, 2010, Tindakan Sementara Untuk
Lamintang, P.A.F. dan C.D. Samosir, Hukum Menyelenggarakan Kesatuan Susunan
Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, Kekuasaan Dan Acara Pengadilan-
1983. Pengadilan Sipil (Lembaran Negara
Lamintang, P.A.F. dan F.T. Lamintang, Dasar- Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 9,
dasar Hukum Pidana di Indonesia, Sinar Tambahan Lembarabn Negara Republik
Grafika, Jakarta, 2014. Indonesia Nomor 81).
Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, cet.2, Bina Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1945
Aksara, Jakarta, 1984. tentang Badan Negara dan Peraturan
Poernomo, Bambang, Asas-asas Hukum Pidana, Yang Ada Sebelum Berdirinya Negara RI.
Ghalia Indonesia, Jakarta-Surabaya- Surat Edaran Mahakamah Agung Nomor 1
Semarang-Yogya-Bandung, 1978. Tahun 2000 tentang Pemidanaan Agar
Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana, cet.4, Rajawali Setimpal dengan Berat dan Sifat
Pers, 2013 Kejahatannya.
Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum Pidana
di Indonesia, cet.3, PT Eresco, Jakarta-
Bandung, 1981
_____, Tindak-tindak Pidana Tertentu di
Indonesia, ed.3 cet.4, Refika Aditama,
Bandung, 2012.
Sianturi, S.R., Tindak Pidana di KUHP Berikut
Uraiannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta,
1983
Soekanto, S. dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum
Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cet.16,
Rajawali Pers, Jakarta, 2014.
Soesilo, R., Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) Serta Komentar-
komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
Politeia, Bogor, 1991.
Suteki dan Galang Taufani, Metodologi
Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan
Praktik), Rajawali Pers, Depok, 2018.
Widnyana, I Made, Asas-asas Hukum Pidana.
Buku Panduan Mahasiswa, Fikahati
Aneska, Jakarta, 2010.

Sumber Internet:
Liputan6, “5 Orang Ini Dihukum Penjara Lebih
Dari Ratusan Tahun”,

171

Anda mungkin juga menyukai