Anda di halaman 1dari 8

Lex et Societatis, Vol. III/No.

3/Apr/2015

EKSISTENSI PIDANA DENDA DALAM undang Hukum Pidana Baru, dalam hal tindak
PEMIDANAAN DI INDONESIA1 pidana yang tidak diancam dengan minimum
Oleh : Jerry R. Tamboto2 khusus maka Hakim masih memiliki kebebasan
untuk menjatuhkan pidana penjara atau pidana
ABSTRAK kurungan jangka pendek. Demikian juga untuk
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk denda yang tidak dibayar, harus diganti dengan
mengetahui bagaimana politik hukum pidana pidana penjara.
tentang denda di Indonesia dan bagaimana Dengan melihat Konsep Rancangan Kitab
eksistensi pidana denda dalam sistem Undang-undang Hukum Pidana, baik tentang
pemidanaan di Indonesia. Dengan tujuan serta jenis jenis pidana, dapat
menggunakan metode penelitian yuridis disimpulkan bahwa pemidanaan mempunyai
normatif, maka dapat diambil kesimpulan pengertian bukan saja melakukan pembinaan
sebagai berikut: 1. Tidak dapat dipungkiri juga terhadap narapidana, akan tetapi lebih dari itu
dalam politik hukum pidana dalam undang- adalah untuk ikut mencegah serta
undang, legislator masih menjadikan pidana memberantas kejahatan yang terjadi di dalam
penjara sebagai primadona. Hukum pidana masyarakat. Pidana denda yang apabila
nasional itu lebih bersifat formal dan belum dihubungkan dengan tujuan pemidanaan, lebih
mempunyai arti hukum pidana nasional yang diutamakan dalam delik-delik terhadap harta
bersifat materiil, karena dasar pikirannya adalah benda. Sehingga harus dicari keserasian antara
asas-asas hukum pidana berdasarkan pada ilmu kerugian yang ditimbulkan oleh suatu tindak
hukum pidana dan praktik pada jaman kolonial. pidana dengan besarnya pidana denda yang
Perkembangan lain tentang penggunaan pidana harus dibayar oleh terpidana. Oleh karena itu
denda, dalam politik hukum dan politik hukum harus dipertimbangkan dengan seksama,
pidana, merupakan suatu fenomena tersendiri. minimum maupun maksimum pidana denda
Hal ini dikarenakan terjadinya perkembangan yang diancamkan terhadap suatu tindak pidana.
peraturan perundang-undangan yang sangat Permasalahan yang juga harus dipertimbangkan
jauh di luar KUHP dan undang-undang dengan baik adalah faktor yang berhubungan
administrasi yang memuat ketentuan pidana. 2. dengan nilai mata uang. Besarnya pidana denda
Di dalam Rancangan KUHP telah dilakukan hampir di semua aturan pidana selalu
peningkatan kredibilitas pidana denda yang diutarakan dengan sejumlah uang. Dengan
dilakukan baik terhadap berat ringannya demikian kelanggengannya pun akan
maupun cara pelaksanaannya. Mengenai berhubungan erat dengan nilai mata uang yang
jumlahnya akan digunakan sistem kategori, berlaku di negara yang bersangkutan tersebut.
sedangkan mengenai cara pelaksanaannya Menurunnya nilai mata uang menyebabkan
dapat diangsur dalam waktu yang ditetapkan jumlah denda yang diancamkan akan menjadi
oleh Hakim. tidak sesuai lagi, sehingga dapat dibayangkan
Kata kunci: Eksistensi, pidana, denda. besarnya jumlah ancaman pidana denda
apabila terjadi penurunan nilai mata uang.
PENDAHULUAN Meskipun telah diberikan patokan ancaman
A. LATAR BELAKANG minimum maupun maksimum pidana denda,
Suatu tindak pidana hanya akan diancamkan namun masih diperlukan pembahasan tentang
dengan pidana denda apabila dinilai tidak perlu penerapan pidana denda tersebut. Sebab akan
diancam dengan pidana penjara, atau bobotnya sangat berpengaruh besarnya perbedaan antara
dinilai kurang dari satu tahun. Akan tetapi ancaman sanksi pidana yang telah ditentukan
bukan berarti bahwa pidana penjara atau dengan besarnya sanksi yang dijatuhkan oleh
pidana kurungan di bawah satu tahun tidak Pengadilan. Dalam hal yang demikian bukanlah
dapat dijatuhkan sama sekali. Karena menurut berarti bahwa pidana berat akan menjamin
ketentuan dalam Rancangan Kitab Undang- efektivitas pidana, akan tetapi diharapkan
penjatuhan pidana juga mempertimbangkan
1
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Tonny Rompis, SH, pokok-pokok pikiran yang melatarbelakangi
MH; Eske N. Worang, SH, MH
2 ancaman pidana yang telah ditentukan.
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Universitas Sam
Ratulangi. NIM. 070711249

189
Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

Berdasarkan pengamatan penulis, dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum


Pengadilan jarang menjatuhkan pidana denda pidana. Kedua, dalam arti lebih luas,
terhadap suatu perkara kejahatan. Hal mana merupakan keseluruhan fungsi dari aparatur
disebabkan oleh karena ancaman pidana denda penegak hukum termasuk didalamnya cara
tidak akan menjadi selaras lagi dengan nilai kerja pengadilan dan polisi. Ketiga, dalam arti
mata uang yang berlaku. Ancaman maksimum yang paling luas, merupakan keseluruhan
pidana denda adalah berkisar antara Rp. 900,- kebijakan, yang dilakukan melalui peraturan
sampai dengan Rp. 150.000,-, kecuali ancaman perundang-undangan dan badan-badan resmi,
pidana denda yang diatur dalam Undang- yang bertujuan untuk menegakkan norma-
undang Hukum Pidana Khusus. norma sentral dari masyarakat.3 Pada tahap
Di samping itu sikap Hakim terhadap pembuatan peraturan perundang-undangan,
penilaian pada ancaman pidana denda proses pembuatan undang-undang, dituntut
cenderung digunakan hanya untuk tindak pula untuk semakin baik yang antara lain
pidana yang ringan-ringan saja, sehingga pidana diharapkan untuk memenuhi pelbagai
penjara tetap merupakan yang utama. persyaratan antara lain; (1) dapat menyerap
Keseluruhan masalah di atas adalah mengenai aspirasi suprastruktural, (2) dapat
pemidanaan, khususnya mengenai jenis pidana mengartikulasikan aspirasi infrastruktural, (3)
denda yang dihubungkan dengan ketentuan mengikutsertakan pandangan-pandangan
umum yang terdapat dalam KUHP. Pidana kepakaran, (4) memperhatikan kecenderungan
denda lebih terlihat di dalam Peraturan- internasional yang diakui masyarakat beradab,
peraturan Daerah. Karena memang sifat dari (5) menjaga sinkronisasi baik vertikal maupun
Peraturan Daerah untuk memberikan horizontal, (6) dapat menjaga keselarasan,
perlindungan terhadap terjadinya pelanggaran keserasian dan keseimbangan antara pemikiran
yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana ketertiban (ardeningsdenhen) dan pemikiran
yang ringan sifatnya. Namun demikian pengaturan (regelingsdenhen). Politik hukum
efektivitasnya pun masih tetap diragukan, pidana pada intinya bagaimana hukum pidana
sehingga diperlukan suatu pengkajian terhadap dapat dirumuskan dengan baik dan
penerapan pidana denda. memberikan pedoman kepada pembuat
undang-undang, kebijakan aplikasi dan
B. PERUMUSAN MASALAH pelaksanaan hukum pidana, kebijakan legislatif
1. Bagaimanakah politik hukum pidana sangat menentukan bagi tahap-tahap
tentang denda di Indonesia ? berikutnya, karena pada saat perundang-
2. Bagaimanakah eksistensi pidana denda undangan pidana dibuat maka sudah
dalam sistem pemidanaan di Indonesia? ditentukan arah yang hendak dituju dengan
dibuatnya undang-undang tersebut atau
C. METODE PENELITIAN dengan kata lain adalah proses kriminalisasi.4
Penelitian ini merupakan penelitian hukum Dengan demikian jika politik kriminal
normatif yang merupakan salah satu jenis dengan menggunakan politik hukum pidana
penelitian yang dikenal umum dalam kajian maka harus merupakan langkah-langkah yang
ilmu hukum. Pendekatan hukum normatif dibuat dengan sengaja dan sadar. Memilih dan
dipergunakan dalam usaha menganalisis bahan menetapkan iukum pidana sebagai sarana
hukum dengan mengacu kepada norma-norma untuk menanggulangi kejahatan iarus benar-
hukum yang dituangkan dalam peraturan benar memperhitungkan semua faktor yang
perundang-undangan dan putusan pengadilan. dapat mendukung berfungsinya atau
bekerjanya hukum pidana dalam tenyataannya,
PEMBAHASAN serta diperlukan wawasan tentang peranan
A. POLITIK HUKUM PIDANA TENTANG DENDA kaidah-kaidah hukum di dalam masyarakat
Politik hukum pidana dapat dipahami sebagai titik tolak.5 Adapun nasalah
sebagai bagian dari politik kriminal, sedangkan
politik kriminal tersebut diartikan, pertama, 3
Ibid, hlm 113-114.
dalam pengertian sempit digambarkan sebagai 4
M. Arief Amrullah,.Op cit, hlm 21.
keseluruhan asas dan metode yang menjadi 5
Ibid, hlm 22.

190
Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

kriminalisasi dan dekriminalisasi atas suatu sebagai alat pencegah yang ekonomis, yakni: (1)
perbuatan haruslah sesuai dengan politik pidana itu sungguh-sungguh mencegah; (2)
kriminal yang dianut oleh bangsa ndonesia, pidana itu tidak menyebabkan timbulnya
yaitu sejauh mana perbuatan tersebut keadaan yang lebih berbahaya atau merugikan
bertentangan lengan nilai-nilai fundamental daripada yang akan terjadi apabila pidana itu
yang berlaku dalam masyarakat Ian dianggap tidak dikenakan; (3) tidak ada pidana lain yang
oleh masyarakat patut atau tidak patut dapat mencegah secara efektif dengan bahaya
dihukum lalam rangka menyelenggarakan atau kerugian yang lebih kecil. Selanjutnya
kesejahteraan masyarakat. Dalam hubungannya dengan mengutip Bassiouni, tentang tujuan
dengan pembaharuan hukum pidana Indonesia, yang ingin dicapai oleh pidana, umumnya
setidaknya ada 3 (tiga) alasan penting dalam terwujud dalam kebijakan yang berkaitan
rangka penyusunan lukum nasional. Pertama, dengan nilai yang akan dicapai melalui
alasan politis adalah wajar bahwa indonesia kepentingan sosial yang mengandung nilai-nilai,
sebagai negara merdeka mempunyai hukum yakni, Pertama, pemeliharaan tertib
pidana yang bersifat nasional yang didasarkan masyarakat. Kedua, perlindungan warga
pada pancasila sebagai sumber dari segala masyarakat dari kejahatan kerugian atau
sumber hukum di Indonesia. Kedua, alasan bahaya-bahaya yang tidak dapat dibenarkan,
sosiologis urgensi pembentukan hukum yang dilakukan orang lain. Ketiga,
nasional didasarkan pada keharusan, bahwa memasyarakatkan kembali para pelanggar
hukum nasional itu harus didasarkan pada nilai- hukum; keempat, memelihara atau
nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia mempertahankan integritas pandangan dasar
harus mencerminkan keadilan masyarakat tertentu mengenai keadilan sosial, martabat
Indonesia. Ketiga, alasan praktis bahwa hukum kemanusiaan dan keadilan individu.
nasional itu harus dapat dipahami oleh Adapun tujuan hukum pidana dalam politik
masyarakatnya sendiri.6 kriminal dapat diikuti, Pertama, tujuan dari
Penggunaan pidana denda dalam ketentuan perundang-undangan pidana adalah
pidana dalam perundang-undangan pencegahan bukan pembalasan. Kedua,
administrasi, yang ditentukan oleh lembaga undang-undang pidana seharusnya dibuat
legislatif adalah tepat, baik dalam rumusan dengan memperhatikan tujuannya dan hanya
tunggal terutama dikenakan pada korporasi dibuat untuk itu. Ketiga, sistem hukum pidana
maupun alternatif dari pidana kebebasan seharusnya dibuat danberfungsi, hanya dengan
kemerdekaan dan bahkan sanksi denda tunggal maksuduntukmelakukan pencegahan, bukan
pada konsep KUHP, maupun akumulasi sebagai perwujudan dari pencelaan moral.
pemidanaan dalam tindak pidana korupsi. Tidak Keempat, syarat pertanggungjawaban mental
dapat dipungkiri juga dalam politik hukum hanya merupakan syarat untuk adanya
pidana dalam undang-undang, legislator masih pencelaan moral. Kelima, syarat
menjadikan pidana penjara sebagai primadona. pertanggungjawaban mental harus dinyatakan
Bambang Poernomo mengemukakan bahwa sebagai tidak beralasan.7 Tahap-tahap kebijakan
hukum pidana nasional itu lebih bersifat formal penal untuk menegakkan atau
dan belum mempunyai arti hukum pidana mengoperasionalkan hukum pidana terdiri atas
nasional yang bersifat materiil, karena dasar tiga tahap. Tahap pertama yaitu tahap formulasi
pikirannya adalah asas-asas hukum pidana atau pembuatan undang-undang (kebijakan
berdasarkan pada ilmu hukum pidana dan legislatif). Tahap kedua, tahap aplikasi atau
praktik pada jaman kolonial. Kemudian juga penerapan (kebijakan yudikatif), dan ketiga,
dilandasi oleh pengaruh aliran klasik dan aliran tahap eksekusi atau pelaksanaan (kebijakan
modern, yang menitikberatkan pada manusia eksekutif atau administratif).8
yang melakukan perbuatan pidana.
Hukum pidana dapat juga disebut sebagai 7
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Mengenai
alat pencegah yang ekonomis, dengan Penetapan Pidana Penjara dalam Rangka Usaha
menentukan syarat-syarat hukum pidana Penanggulangan Kejahatan.Op cit, hlm. 41.
8
Barda Nawawi Arief, Masalah Pencgahan Hukum dan
Kebijahan Penanggulangan Kejahatan (Bandung: PT. Citra
6
Ibid, hlm 62. Aditya Bakti, 2001), hlm. 74.

191
Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

Tahap formulasi yaitu tahap penegakan pidana termasuk penggunaan sanksi penjara,
hukum in abstracto oleh badan pembuat denda sekaligus ganti kerugian. Dengan
undang-undang. Tahap ini disebut pula sebagai kualifikasi yuridis kejahatan dan pelanggaran di
tahap kebijakan legislatif. Kebijakan legislatif berbagai perundang-undangan.10 Banyaknya
adalah suatu perencanaan atau program dari perundangundangan pidana yang memuat jenis
pembuat undang-undang mengenai apa yang sanksi pidana sebagai sanksi utamanya,
akan dilakukan dalam menghadapi persoalan mengindikasikan bagaimana tingkat
tertentu dan cara bagaimana melakukan atau pemahaman legislator terhadap masalah-
melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan masalah pidana dan pemidanaan. Paling tidak,
atau diprogramkan. Tahap aplikasi yaitu tahap keterbatasan pemahaman mereka terhadap
penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat masalah-masalah sanksi dalam hukum pidana
penegak hukum mulai dari kepolisian sampai turut mempengaruhi proses penetapan sanksi
pengadilan. Tahap kedua ini dapat pula disebut ketika membahas suatu perundang-undangan.
tahap kebijakan yudikatif. Tahap eksekusi yaitu Hal ini dapat menimbulkan inkonsistensi 'dalam
tahap pelaksanaan hukum pidana secara penetapan jenis maupun bentuk-bentuk
konkrit oleh aparat-aparat pelaksana pidana.- sanksinya antara perundang-undangan yang
Tahap ini dapat disebut sebagai tahap kebijakan satu dengan perundang-undangan yang lain.11
eksekutif atau administratif. Suatu parameter bagi penetapan sanksi
Perwujudan suatu sanksi pidana dapat pidana baru dapat diciptakan apabila telah
dilihat sebagai suatu proses perwujudan disepakati sebelumnya apa yang hendak
kebijakan melalui tiga tahap. Pertama, tahap dijadikan landasan berpikir untuk pemidanaan.
penetapan pidana oleh pembuat undang- Tim perumus RUU KUHP menentukan peringkat
undang. Kedua, tahap pemberian atau berdasarkan keseriusan (gravity) tindak pidana
penjatuhan pidana oleh pengadilan. Ketiga, dalam lima tingkatan menggunakan skala
tahap pelaksanaan pidana oleh aparat eksekusi semantik dari sangat ringan sampai dengan
pidana. Dilihat sebagai satu kesatuan proses, sangat serius. Tindak pidana sangat ringan tidak
tahap kebijakan pertama ini termasuk ke dalam diperkenankan perampasan kemerdekaan,
tahap kebijakan legislative. Dari tahap kebijakan sedangkan tindak pidana yang sangat serius
legislatif inilah diharapkan adanya suatu garis adalah tindak pidana yang dikenai sanksi pidana
pedoman untuk tahap-tahap selanjutnya.9 penjara lebih dari tujuh tahun. Upaya
Kebijakan legislatif merupakan tahap paling menentukan proporsi ini tidak mudah, tetapi
menentukan bagi tahap-tahap selanjutnya penting untuk konsistensi, bukan hanya tahap
karena pada saat perundang-undangan pidana legislasi, tetapi pada tahap implementasi.
hendak dibuat, maka sudah ditentukan arah Ketiadaan parameter ini bukan hanya masalah
yang hendak dituju dengan dibuatnya undang- teknis, tetapi juga masalah filosofis sehubungan
undang tersebut. Dengan kata lain, perbuatan- tidak adanya falsafah pemidanaan. Terbatasnya
perbuatan yang dipandang perlu untuk pemahaman para legislator tentang hakikat dan
dijadikan sebagai suatu perbuatan yang tujuan jenis sanksi pidana berakibat pula pada
dilarang oleh hukurn pidana. Selain itu, terputusnya jalinan proses kriminalisasi dan
kesalahan atau kelemahan kebijakan legislatif penalisasi. Ketika legislator akan menetapkan
merupakan kelemahan strategis yang dapat suatu dalam perundang-undangan pidana,
menghambat upaya penegakan hukum pidana. maka kepentingan hukum apa yang akan
Beberapa catatan mengungkapkan tentang dilindungi memjadi sangat penting untuk
fenomena legislatif yang mengandung beberapa diperhatikan, karena jenis sanksi yang akan
masalah. Masalah ini merupakan bagian dari ditetapkan seharusnya sesuai dengan hakekat
fungsi legislatif untuk membuat undang- permasalahan dari delik yang dilarang.
undang, baik sebagai undang-undang dalam
hukum pidana maupun undangundang
10
administratif, yang menggunakan ketentuan Ibid, hlm 82.
11
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana,
Ide Dasar double Track Sistem dan
9
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Implementasinya.(Jakarta. Raja Grafindo Persada), 2003,
Pidana.....op.cit, hlm. 173. hlm 47.

192
Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

Proses legislasi sebagai suatu proses politik berkisar antara Rp. 900, sampai dengan Rp.
yang menghasilkan hukum yang berlaku untuk 150.000,-. Maksimum ancaman pidana denda
seluruh rakyat Indonesia, sampai sekarang sebesar Rp. 150.000,- untuk kejahatan itu pun
belum memuaskan. Hal ini disebabkan karena hanya terdapat dalam dua pasal saja, yaitu
logrolling atau vote trading mekanisme dalam Pasal 251 KUHP dan Pasal 403 KUHP.
penggodokan yang hingga kini masih Untuk pelanggaran, denda maksimum berkisar
diperdebatkan, rendahnya partisipasi publik, antara Rp. 225,- sampai dengan Rp. 75.000,-.
dan kemampuan para legislator, merupakan Namun yang terbanyak hanya terdapat untuk
faktor yang signifikan. Hal ini terasa ketika dua jenis pelanggaran saja yaitu yang terdapat
melihat produk hukum pidana, karena dalam Pasal 568 dan Pasal 569 KUHP.
merupakan proses praktik dengan argumen Sementara itu dalam perkembangan di luar
politik, menentukan perilaku yang dipandang KUHP, terdapat kecenderungan untuk
layak diancam dengan sanksi pidana, kemudian meningkatkan jumlah ancaman pidana denda.
jenis dan besaran pidana yang layak Hal ini misalnya terlihat dalam Undang-undang
diancamkan pada perilaku tersebut. Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok
Hal ini dapat dimengerti karena Pengelolaan Lingkungan Hidup yang ancaman
beragamnya tingkat pendidikan, keahlian, pidana dendanya mencapai maksimum Rp. 100
bahkan kegemarannya sekaligus dalam juta,- (Barangsiapa dengan sengaja melakukan
menggunakan sistem sanksi dan urnumnya perbuatan yang menyebabkan rusaknya
memperlakukan prinsip menghukum dan lingkungan hidup atau tercemarnya lingkungan
sekaligus membina. Kurangnya pengetahuan hidup); Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976
yang mendalam tentang disiplin hukum pidana, tentang Narkotika yang pidana dendanya
seyogyanya para legislator mendapatkan mencapai maksimum Rp. 100 juta,- dalam hal
pemahaman dari para ahli hukum pidana yang terjadi pengulangan (residivis); dan lain sebagai-
terkemuka, tetapi kerap kali pemahaman yang nya. Namun demikian di sisi lainnya kebijakan-
terbatas tentang hal itu menjadikan pandangan kebijakan meningkatkan jumlah pidana denda
ahli hukum pidana, tentang rumusan sanksi, tersebut tidaklah dibarengi dengan kebijakan
penjara, denda dan ganti kerugian, menjadi lain yang berhubungan dengan pelaksanaan
acuan mutlak bahkan menengok undang- pidana denda, di mana untuk pelaksanaannya
undang yang lain, walaupun dibuat dalam adalah tetap terikat pula ketentuan umum
tahun yang sama, tentang penggunaan sistem dalam Pasal 30 dan Pasal 31 KUHP.
sanksi tersebut. Saat ini sebagian besar inisiatif Menurut ketentuan yang terdapat dalam
rancangan undang-undang berasal dari luar Pasal 30 KUHP, tidak ada ketentuan batas waktu
badan legislatif, baik dari pemerintah maupun yang pasti kapan denda itu harus dibayar. Di
civil society, sehingga embrio dari semua samping itu tidak ada pula ketentuan
undang-undang sebenarnya terletak di tangan memgenai tindakan-tindakan lain yang dapat
yang menjalankan formulasi. menjamin agar terpidana dapat dipaksa untuk
membayar dendanya, misalnya dengan jalan
B. EKSISTESI PIDANA DENDA DALAM SISTEM merampas atau menyita harta benda atau
PEMIDANAAN kekayaan terpidana.
1. Kelemahan Dan Keuntungan Pidana Denda Menurut sistem KUHP, alternatif yang
Pidana denda sebagai alternatif daripada dimungkinkan dalam hal terpidana tidak mau
pidana perampasan kemerdekaan jangka membayar denda tersebut, hanyalah dengan
pendek yang merupakan jenis pidana pokok mengenakan kurungan pengganti. Padahal
yang paling jarang dijatuhkan oleh para Hakim, kurungan pengganti yang dimaksudkan dalam
khususnya dalam praktek peradilan di Pasal 30 KUHP hanya berkisar antara 6 (enam)
Indonesia. Faktor yang menyebabkan jarang bulan atau dapat menjadi paling lama 8
dijatuhkanriya pidana denda oleh para Hakim (delapan) bulan. Dengan demikian maka
dalam dunia peradilan di Indonesia adalah betapapun tingginya pidana denda yang
karena jumlah ancaman pidana denda yang dijatuhkan Hakim, akan tetapi apabila terpidana
terdapat dalam KUHP sekarang pada umumnya tidak mau membayar, konsekuensinya hanyalah
relatif ringan. Untuk kejahatan, maksimumnya dikenakan pidana kurungan yang maksimumnya

193
Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

hanya 6 (enam) atau 8 (delapan) bulan seperti mengenai Ketentuan Umurn Bab III Pasal 72 dan
telah disebut di atas. Dalam hal yang 73.
bersangkutan melakukan tindak pidana yang Pasal 72 (Pasal 30 KUHP Lama)
dapat menghasilkan keuntungan materiil yang (1) Pidana denda adalah berupa sejumlah
jumlahnya sampai berjuta juta rupiah atau uang yang wajib dibayar oleh terpidana
bahkan bermilyar-milyar rupiah (misalnya berdasarkan putusan Pengadilan.
dalam perampokan Bank, korupsi, tindak (2) Pidana denda paling sedikit adalah seribu
pidana ekonomi, penyelundupan, atau lima ratus rupiah, kecuali ditentukan
perdagangan narkotika dan sebagainya), maka minimum khusus.
ini berarti yang bersangkutan tetap dapat (3) Maksimum denda ditetapkan
menikmati hasil kejahatannya dengan tidak berdasarkan kategori. Ada 6 kategori,
perlu khawatir harta benda atau kekayaannya yaitu :
(khususnya yang merupakan hasil kejahatan kategori I : maksimum seratus lima
yang telah dilakukannya) akan dirampas atau puluh ribu rupiah;
disita. kategori II : maksimum tujuh ratus lima
Memang dalam hal ini Hakim dapat pula puluh ribu rupiah;
menjatuhkan tambahan berupa pidana kategori III : maksimum tiga juta rupiah;
perampasan barang-barang tertentu, namun kategori IV : maksimum tujuh juta lima
pidana tambahan ini menurut sistem KUHP ratus ribu rupiah;
hanya bersifat fakultatif saja dan hanya dalam kategori V : maksimum tiga puluh juta
hal-hal tertentu saja yang bersifat imperatif. rupiah;
Lagi pula yang dapat dirampas hanyalah barang- kategori VI : maksimum tiga ratus juta
barang yang diduga diperoleh dari hasil rupiah.
kejahatan atau sengaja dipergunakan untuk (4) Maksimum denda untuk korporasi
melakukan kejahatan. adalahkategori lebih tinggi berikutnya.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa dengan (5) Maksimum denda untuk korporasi yang
belum adanya perubahan kebijakan legislatif melakukan tindak pidana maksimum
mengenai pelaksanaan pidana denda seperti lebih dari 7 tahun sampai dengan 15
yang terdapat dalam aturan hukum KUHP, maka tahun, adalah maksimum denda menurut
tidak akan banyak artinya kebijakan untuk kategori V dan apabila diancam dengan
menaikkan jumlah ancarrmn pidana denda di pidana mati, penjara seumur hidup tau
luar KUHP. paling lama 20 tahun, dikenakan denda
menurut kateori VI.
2. Perumusan Pidana Denda Dalam Rancangan (6) Minimum denda untuk korporasi yang
KUHP tersebut dalam ayal (5) adalah
Permasalahan pidana denda dalam maksimum denda menurut kategori IV.
perumusan Rancangan Undang-undang Kitab (7) Denda harus dibayar dalam waktu yang
Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
pada hakikatnya merupakan permasalahan untuk melaksanakan putusan Hakim.
untuk mencari pemecahan atau jalan keluar (8) Apabila denda tidak dibayar penuh dalam
terhadap adanya keseimbangan di antara tenggang waktu yang ditentukan, maka
bentuk atau jenis pidana lainnya. Sebagai akibat untuk denda yang tidak dibayar itu,
logis bahwa pidana perampasan kemerdekaan apabila keadaan mengizinkan, diambilkan
yang dirasakan kurang populer baik dalam dari kekayaan atau pendapatan terpidana
implementasinya maupun dampak dalam sebagai gantinya.
penegakan hukum dewasa ini, maka secara 'iure (9) Apabila penggantian seperti tersebut
constituto' pidana denda sebagai alternatif dari dalam ayat (8) tidak mungkin, maka
pidana perampasan kemerdekaan. denda yang tidak dibayar itu digantikan
Perumusan pidana denda dalam konsep dengan pidana kerja sosial, dengan
Rancangan KUHP yang disusun oleh Tim RUU pidana pengawasan atau pidana penjara
Hukum Pidana 1992 terdapat dalam Buku I sepanjang denda tersebut tidak melebihi
jumlah denda kategori I.

194
Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

(10) Lama pidana penjara pengganti paling dibayar itu diambil dari kekayaan atau
sedikit satu hari atau paling lama enam pendapatan terpidana sebagai gantinya.
bulan. Pengertian "apabila keadaan mengizinkan"
(11) Apabila ada pemberatan denda karena berarti terpidana mampu, akan tetapi tidak
ada perbarengan atau pengulangan atau mau melunasi dendanya. Bilamana usaha
karena ketentuan dalam Pasal 54, maka mengganti itu tidak mungkin, maka pidana
pidana penjara pengganti paling lama penjara pengganti dikenakan kepadanya.
dapat menjadi delapan bulan. Ketentuan agar terpidana sedapat mungkin
(12) Lamanya pidana pengganti ditetapkan membayar dendanya harus diartikan bahwa
dalam putusan Hakim, dalam hal kepadanya diberi kesempatan oleh Hakim untuk
dendanya diganti seluruhnya dengan mengangsur dendanya.
pidana penjara.Lamanya pidana Tujuan utama penggunaan kategori denda
ditetapkan dalam hari, minggu atau adalah :
bulan. Untuk tiap seribu lima ratus rupiah a. agar diperoleh pola yang jelas tentang
tidak boleh ditetapkan pengganti lebih maksimum denda yang dicantumkan untuk
dari satu hari. berbagai tindalc pidana (ada enam kate-
(13) Apabila sebagian dari denda diganti gori); dan
dengan pidana penjara, maka lamanya b. agar mudah melakukan perubahan (cukup
pidana pengganti dicurangi menurut dengan merubah ayat (3) pasal ini), apabila
ukuran yang sepadan. terjadi perubahan dalam keadaan ekonomi
(14) Hakim dapat menetapkan dalam dan moneter di negara kita.
putusannya berapa lama terpidana harus
membayar dendanya dengan cara Sebagai satuan terkecil denda dipergunakan
mengangsur. denda yang besarnya sama dengan 'upah
maksimum harian" (ayat (2)). Maksimum
Pasal 73 (baru) : kategori denda yang terringan mempunyai
(1) Dalam menjatuhkan pidana denda, Hakim kelipatan seratus kali "denda harian",
wajib memperhatikan dengan sungguh- sedangkan maksimum kategori yang terberat
sungguh jangan sampai terpidana terkena adalah kelipatan dua ratus ribu kali (200.000 x)
denda yang melampaui batas denda harian yang ditentukan ayat (2) pasal ini,
kemampuannya. Kategori-kategori lain (II, III, IV dan V) adalah
(2) Dalam menilai kemampuan terpidana, berturut-turut kelipatan 500, 2.000, 5.000 dan
Hakim wajib memperliitungkan apa yang 20.000 kali denda harian.
dapat dibelanjakan olehnya berhubungan
dengan keadaan pribadi dan PENUTUP
kemasyarakatan. A. KESIMPULAN
(3) Ketentuan ayat (1) dan (2) di atas tidak 1) Tidak dapat dipungkiri juga dalam politik
mengurangi kewajiban Hakim untuk tetap hukum pidana dalam undang-undang,
menerapkan minimum khusus pidana legislator masih menjadikan pidana
denda yang ditetapkan untuk tindak penjara sebagai primadona. Hukum
pidana tertentu. pidana nasional itu lebih bersifat formal
dan belum mempunyai arti hukum
Penjelasan Pasal 72 : pidana nasional yang bersifat materiil,
Pidana denda juga bisa dipandang sebagai karena dasar pikirannya adalah asas-asas
alternatif pidana pencabutan kemerdekaan. hukum pidana berdasarkan pada ilmu
Sebagai sarana dalam politik kriminal, pidana ini hukum pidana dan praktik pada jaman
tidak kalah efektifnya dari pidana pencabutan kolonial. Kemudian juga dilandasi oleh
kemerdekaan. Berdasarkan pemikiran ini maka pengaruh aliran klasik dan aliran modern,
pada dasarnya sedapat mungkin denda itu yang menitikberatkan pada manusia yang
harus dibayar oleh terpidana dan untuk melakukan perbuatan pidana.
pembayaran itu ditetapkan tenggang waktu. Perkembangan lain tentang penggunaan
Kalau keadaan mengizinkan, denda yang tidak pidana denda, dalam politik hukum dan

195
Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

politik hukum pidana, merupakan suatu Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar
fenomena tersendiri. Hal ini dikarenakan Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai
terjadinya perkembangan peraturan Pustaka, Jakarta. 2002.
perundang-undangan yang sangat jauh di Dirdjosisworo, Soejono., Kejahatan Bisnis
luar KUHP dan undang-undang (Orientasi dan Konsepsi) (Jakarta: Mandar
administrasi yang memuat ketentuan Maju, 1994).
pidana. Hamzah, Andi., Sistem Pidana dan Pemidanaan
2) Rancangan KUHP telah dilakukan Indonesia dari Retribusi Ke Reformasi
peningkatan kredibilitas pidana denda (Jakarta: Pradnya Paramita, 1986).
yang dilakukan baik terhadap berat Nonet, Philippe dan Selznick, Philip., Hukum
ringannya maupun cara pelaksanaannya. Responsif Pilihan Di Masa Transisi, Penerbit
Mengenai jumlahnya akan digunakan Perkumpulan Untuk Pembaharuan Hukum
sistem kategori, sedangkan mengenai Berbasis Masyarakat Dan Ekologis (Hu Ma),
cara pelaksanaannya dapat diangsur Penerjemah Rafael Edy Bosco, 2003.
dalam waktu yang ditetapkan oleh Moelyatno, Asas-Asas Hukum Pidana (Jakarta:
Hakim. Dengan diterapkannya sistem Bina Aksara, 1987).
kategori, di mana alasannya adalah untuk Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni,
memudahkan perubahan apabila di Bandung, 1985.
kemudian hari terjadi perkembangan ---------., dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori
dalam nilai mata uang, hendaknya benar- Dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung,
benar menjadi pegangan utama untuk 1998.
diperhatikan. Hal ini diutarakan agar Prodjodikoro, Wirdjono., Asas-Asas Hukum
jangan sampai terjadi kesulitan dalam Pidana Di Indonesia, PT. Refika
melakukan pasal yang akan mengikuti Aditama,Bandung, 2009.
perkembangan dalam masyarakat. -----------., Tindak-Tindah Pidana Tertentu di
Indonesia (Bandung: Refika Aditama, 2003).
B. SARAN Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum
Sistem pemidanaan denda yang dianut di Pidana Tahun 2008.
beberapa negara dapat dianggap sebagai Saleh, Roeslan., Stelsel Pidana Indonesia, Aksara
bahan acuan dalam mencari pola pemidanaan Baru, Jakarta, 1987.
denda. Termasuk kemungkinan perubahan Scholten, Paul., Struktur Ilmu Hukum, Alih
dalam hukum acara pidana. Khususnya dalam bahasa: B. Arief Sidharta (Bandung: PT.
melakukan antisipasi terhadap kesulitan Alumni, 2003).
melaksanakan eksekusi pidana denda. Sholehuddin, M., Sistem Sanksi dalam Hukum
Pidana, Ide Dasar double Track sSistem dan
DAFTAR PUSTAKA Implementasinya.(Jakarta. Raja Grafindo
Ali, Achmad., Menguak Tabir Hukum (Suatu Persada), 2003.
Kajian Filosofi dan Sosiologi) (Jakarta: Soesilo, R, Kitab Undang-Undang Hukum
Chandra Pratama, 1996). Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya
Amrullah, Arief., Politik Hukum Pidana Dalam Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor,
Rangka Perlindungan Korban Kejahatan 1996, hal. 35.
Ekonomi Di Bidang Perbankan, Bayu Media Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana. Alumni,
Publishing, Malang, 2003. Bandung, 1986.
Atmasasmita, Romli., Pengantar Hukum Tongat, Pidana Sumur Hidup Dalam Sistem
Kejahatan Bisnis (Jakarta: Prenada Media, Hukum Pidana Di Indonesia, UMM Press,
2003). Malang, 2004.
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif
Mengenai Penetapan Pidana Penjara dalam
Rangka Usaha Penanggulangan
Kejahatan.Genta Publishing, Yogyakarta,
2010.

196

Anda mungkin juga menyukai