FILSAFAT PEMIDANAAN
Npm : 221000076
Kelas :E
Universitas Pasundan
Fakultas Hukum
2023
1
Daftar Isi
BAB I ......................................................................................................................................... 4
Pendahuluan ............................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 4
B. Permasalahan .................................................................................................................. 4
BAB II .................................................................................................................................... 5
Pembahasan ............................................................................................................................ 5
2.1 Konsep Pemidanaan ................................................................................................ 5
2.1.1 Pembentukan Hukum ........................................................................................... 5
2.2 Politik Pemidanaan dalam KUHP ........................................................................... 7
BAB III .................................................................................................................................... 11
Kesimpulan .............................................................................................................................. 11
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 12
2
Abstrak
When the judges tried to understand a certain text, he was influenced by an existing
perperception associated with the text. The philosophy of punishment applied by the judges
in this court decision could be viewed from this context. With this background, the author
believed that even though the judge have tried to accommodate the value and merit of legal
certainty in the decision, but the value of justice that they tried to bring forth was still not
ideal yet, mainly in consideration of the fact that corruption has been categorized a serious
crime in this country.
Apabila hakim senantiasa terpaku untuk memahami teks yang sudah pasti (aturan
hukum), maka dapat dipastikan pandangannya akan terpengaruh oleh teks tersebut. Hakim
dalam memutuskan perkara juga didasarkan pada falsafah pemidanaannya. Berdasarkan latar
belakang di atas, penulis percaya bahwa hakim dalam putusan ini mencoba mengakomodir
nilai dan manfaat kepastian hukum dalam memutuskan perkara, sementara nilai keadilan
masih belum mendapatkan porsi yang tepat. Padahal, nilai keadilan masih menjadi tataran
ideal terutama dalam mempertimbangkan fakta kasus korupsi yang dikategorikan kejahatan
serius di negara ini justru terbaikan.1
1
Apriani, L. R. (2017). PENERAPAN FILSAFAT PEMIDANAAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI. Jurnal Yudisial, 3(1), 1–14.
https://doi.org/10.29123/jy.v3i1.11
3
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum
Pidana jo Undang-undang Nomor 73 tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah
Republik Indonesia, perkembangan hukum pidana masih mengacu kepada ketentuan umum
hukum pidana sebagaimana diatur dalam Buku I KUHP.
Setelah terjadinya pergeseran kekuasaan dari Orde Lama kepada Orde Baru, produk
hukum (termasuk hukum pidana) dalam bentuk Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden
ini, diadakan legislative review sesuai dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara No. XIX/MPRS/ 1966 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
No. XXXIX/MPRS/1968, dalam usaha untuk memurnikan pelaksanaan Undang-Undang
Dasar 1945. Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-peraturan Presiden yang isi dan
tujuannya tidak sesuai dengan suara hati nurani rakyat telah dinyatakan tidak berlaku dan
Penetapanpenetapan Presiden dan Peraturan-peraturan Presiden yang memenuhi tuntutan
suara hati nurani rakyat tetap berlaku melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang
Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden sebagai Undang-undang.
B. Permasalahan
Dari latar belakang permasalahan di atas dirumuskan permasalahan pokok yang menjadi
titik sentral kegiatan ini sebagai berikut :
2
DR.Mudzakkir, S.H.M.H. PERENCANAAN PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL BIDANG HUKUM PIDANA DAN SISTEM
PEMIDANAAN (POLITIK HUKUM DAN PEMIDANAAN) Hal 4-6
4
BAB II
Pembahasan
Dari sudut ini maka sistem pemidanaan identik dengan sistem penegakan hukum
pidana yang terdiri dari sub-sistem Hukum Pidana Materiil/Substantif, sub-sistem Hukum
Pidana Formil dan sub-sistem Hukum Pelaksanaan Pidana. Sedangkan dari sudut norma-
substantif (hanya dilihat dari norma-norma hukum pidana substantif), sistem pemidanaan
dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem aturan/norma hukum pidana materiil untuk pe-
midanaan; atau Keseluruhan sistem aturan/norma hukum pidana materiel untuk
pemberian/penjatuhan dan pelaksanaan pidana.
Lebih dapat dijelaskan bahwa pemidanaan bicara tentang bagaimana penerapan atau
pelaksanaan dari hukum pidana itu sendiri. konsep pemidanaan di Indonesia hanya
melaksanakan sesuai dengan aturan yang ada, KUHP tidak menyebutkan tujuan ataupun
pedoman pemidanaan sehingga proses didalamnya sesuai dengan pemaknaan penegak
hukum, hakim yang dengan interpretasinya masing-masing sangat memungkinkan perbedaan
pengartian dari substansi pasal yang ada.
Namun juga ada asas hukum yang dituangkan atau diwujudkan dalam aturan positif
seperti beberapa contoh dalam hukum pidana pasal 1 ayat 1 KUHP, pasal 8 ayat 1 UU No. 48
tahun 2009. asas hukum tetap menjadi dasar hanya saja untuk asas yang tidak dipositifkan
menjadi pasal sifatnya tetap abstrak yang tidak bisa secara langsung dapat diterapkan pada
masalah atau peristiwa konkrit. asas hukum pada umunya bersifat dinamis, berkembang
mengikuti kaidah hukumnya, sedangkan kaidah hukum akan berubah mengikuti
3
DR.Mudzakkir, S.H.M.H Dan Team Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Bidang Hukum Pidana Dan Sistem Pemidanaan (Politik
Hukum Dan Pemidanaan) 2008, hlm 10
5
perkembangan masyarakat, jadi terpengaruh waktu dan tempat ”historisch bestimmt”.
Menurut Scholten ada lima asas hukum secara universal, yaitu:
Asas kepribadian
Asas kesamaan
Menghendakisetiap orang dianggap sama dalam hukum. yang dianggap adil adalah
apabila setiap orang memperoleh hak yang sama, setiap orang minta diperlakukan sama, tidak
dibeda-bedakan. Equality before the law.
Asas kewibawaan
4
Sudigno Mertokusumo, Penemuan Hukum (Yogayakarta, Cahaya Atma Pustaka,2014) Hal 12
6
Tahap pertama adalah perencanaan terkait penyusunan RUU yamg biasa disebut dengan
program legislatif nasional (prolegnas). - Selanjutnya penyusunan dimana dalam tahap ini
dilakukan penyiapan sebelum pembahasan RUU DPR dan pemerintah. tahap ini terdiri dari :
1) Naskah akademik,
2) penyusunan RUU,
3) harmonisasi, pembulatan dan pemantapan konsepsi.
4) pembahasan materi RUU antara DPR dan presiden
5) pengesahan setelah ada persetujuan bersama DPR dan presiden terkait RUU yang
dibahas
6) pengundangan adalah penetapan undang-undang yang telah disahkan kedalam
lembaran negara.
a. pidana pokok:
1. pidana mati;
2. pidana penjara;
3. pidana kurungan;
4. pidana denda;
5. pidana tutupan.
b. pidana tambahan
Ketentuan pidana tersebut metode pengamanannya dalam norma hukum pidana diatur
dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 43 KUHP. Ketentuan pemidanaan dalam Buku I KUHP
ini diformulasikan secara konsisten dalam norma hukum pidana dalam Buku II dan Buku II
KUHP. Fungsi ketentuan umum hukum pidana dalam Buku I benar-benar menjadi pedoman
dalam memformulasikan ancaman pidana dalam norma hukum pidana dan dalam
pelaksanaan pidana. Dalam merumuskan norma hukum pidana dan merumuskan ancaman
pidana, paling tidak terdapat 3(tiga) hal yang ingin dicapai dengan pemberlakuan hukum
pidana di dalam masyarakat, yaitu: 5
5
Barda Nawawi Arief, Sistem Pemidanaan Dalam Konsep RUNDANG-UNDANG KUHP, Bahan Sosialisasi RUNDANG-UNDANG KUHP
2004, diselenggarakan oleh Departemen Hukum dan HAM, tgl. 23-24 Maret 2005, di Hotel Sahid Jakarta
7
a. Membentuk atau mencapai cita kehidupan masyarakat yang ideal atau masyarakat
yang dicitakan,
b. Mempertahankan dan menegakkan nilai-nilai luhur dalam masyarakat,
c. Mempertahankan sesuatu yang dinilai baik (ideal) dan diikuti oleh masyarakat
dengan teknik perumusan norma yang negatif.
Tujuan pengenaan sanksi pidana dipengaruhi oleh alasan yang dijadikan dasar
pengancaman dan penjatuhan pidana, dalam konteks ini alasan pemidanaan adalah
pembalasan, kemanfaatan, dan gabungan antara pembalasan yang memiliki tujuan atau
pembalasan yang diberikan kepada pelaku dengan maksud dan tujuan tertentu. .
Dari sudut ini maka sistem pemidanaan identik dengan sistem penegakan hukum
pidana yang terdiri dari sub-sistem Hukum Pidana Materiil/Substantif, sub-sistem Hukum
Pidana Formil dan sub-sistem Hukum Pelaksanaan Pidana. Sedangkan dari sudut norma-
substantif (hanya dilihat dari norma-norma hukum pidana substantif), sistem pemidanaan
dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem aturan/norma hukum pidana materiil untuk
pemidanaan; atau Keseluruhan sistem aturan/norma hukum pidana materiel untuk
pemberian/penjatuhan dan pelaksanaan pidana.
Ditinjau dari tiga sisi masalah dasar dalam hukum pidana, yaitu pidana, perbuatan
pidana, dan pertanggungjawaban pidana, muatan hukum pidana dalam KUHP yang perlu
mendapat perhatian adalah mengenai: a. Pidana atau pemidanaan: KUHP tidak menyebutkan
tujuan dan pedoman pemidanaan, sehingga pidana dijatuhkan ditafsirkan sesuai dengan
pandangan aparat penegak hukum dan hakim yang masing-masing memiliki interpretasi yang
berbeda. 6
6
Ahmad Bahiej, Sejarah dan Problematika Hukum Pidana Materiel di Indonesia,
8
Pidana dalam KUHP juga bersifat kaku, dalam arti tidak dimungkinkannya modifikasi
pidana yang didasarkan pada perubahan atau perkembangan diri pelaku. Sistem pemidanaan
dalam KUHP yang demikian itu jelas tidak memberi keleluasaan bagi hakim untuk memilih
pidana yang tepat untuk pelaku tindak pidana. Sebagai contoh mengenai jenis-jenis pidana,
pelaksanaan pidana pidana mati, pidana denda, pidana penjara, dan pidana bagi anak.
Sistem beracara pidana pada kasus yang diancam dengan hukuman mati (pasal 340
KUHP) dan yang tidak dengan ancaman pidana mati (pasal 338 KUHP) prosedurnya sama,
tidak mempunyai perbedaan dan tidak mempunyai kualifikasi dan prosedur yang berbeda.
Sebagai contoh, seorang didakwa mencuri ayam dan seorang yang didakwa dengan
pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati, prosedurnya sama. Hal ini seringkali
memunculkan adanya praktek-praktek rekayasa yang dapat mencederai rasa keadilan di
dalam masyarakat. Buku ke-I KUHP yang berisi asas-asas umum dalam pengaturan hukum
pidana nasional, ternyata tidak mampu menampung perkembangan hukum di Indonesia.
Akibatnya, perkembangan asas hukum Indonesia tidak lagi hanya berpegang pada Buku ke-I
karena segala unsur (politik negara dan politik hukum) bangsa berkembang dengan pesat.
Akibatnya, pengembangan asas cenderung di luar KUHP. Undang-undang khusus dikatakan
sangat liar karena mengatur hal-hal dan asas-asas sendiri yang tidak ada rujukannya dengan
KUHP yang diatur dalam Buku ke-II.
Dengan demikian, KUHP tidak memberikan tempat bagi hukum yang hidup di
tengah-tengah masyarakat yang tidak tertulis dalam perundang-undangan. Oleh karena itu,
secara sosiologis KUHP telah ketinggalan zaman dan sering tidak sesuai dengan nilai-nilai
yang hidup di masyarakat. KUHP sebagai hukum tertulis selalu lamban dalam merespon
perkembangan hukum yang terjadi dalam masyarakat, keadaan ini kemudian melahirkan ide
untuk membentuk hukum pidana baru di luar KUHP.
9
Namun dalam perumusan norma hukum pidana di luar KUHP tersebut cenderung
melepaskan diri ikatannya dari KUHP, terutama Buku I KUHP, yang kemudian melahirkan
sistem norma sendiri yang memiliki nilai dan asas-asas hukum pidana yang lepas dari
ketentuan umum hukum pidana Buku I KUHP, bahkan dalam kaitannya dengan Buku II dan
Buku II KUHP acap kali terjadi duplikasi atau pengulangan pengaturan dan sebagian di
antaranya ada yang triplikasi pengaturan, yakni pengaturan norma yang sama diatur dalam
tiga peraturan yang berbeda dengan disertai dengan ancaman sanksi pidana yang berbeda.
10
BAB III
Kesimpulan
Politik hukum pidana dan pemidanaan dalam hukum pidana nasional dalam KUHP
dan undang-undang di luar KUHP dikelompokkan menjadi tiga periode, yaitu a. Periode
pertama, setelah merdeka hingga tahun 1960an mempertahankan pola perumusan hukum
pidana dan ancaman sanksi pidana dalam KUHP dan kebijakan legislasi ditekankan kepada
amandemen KUHP. Periode kedua, tahun 1960an sampai dengan tahun 1998an
mengembangkan hukum pidana di luar KUHP tetapi sistem perumusan norma dan
perumusan ancaman sanksi pidana masih mengacu kepada sistem perumusan norma dan
pengancaman sanksi pidana dalam ketentuan umum hukum pidana sebagaimana yang dimuat
dalam Buku I KUHP.
Periode ketiga, tahun 1998an sampai dengan tahun 2008 mengembangkan hukum
pidana di luar KUHP yang melepaskan diri dari kaedah umum hukum pidana sebagaimana
dimuat dalam Buku I KUHP dan membentuk sistem norma hukum pidana dan sistem
pemidanaan sendiri di luar KUHP. Pilihan politik hukum pidana akan berpengaruh terhadap
praktek penegakan hukum pidana.
Politik hukum pidana dan pemidanaan yang periode terakhir menimbulkan kerancuan
dalam penegakan hukum pidana karena adanya dublikasi atau bahkan sebagian triplikasi
norma hukum pidana dan penormaan hukum pidana bersifat sektoral dengan ancaman sanksi
pidana yang berbedabeda. Hukum pidana internasional memiliki pengaruh yang besar
terhadap politik hukum pidana dan pemidanaan hukum pidana nasional Indonesia, khususnya
dalam undang-undang hukum pidana di luar KUHP baik yang termasuk ketegori hukum
pidana khusus maupun hukum pidana umum.
Perumusan politik hukum pidana dan pemidanaan hukum pidana nasional Indonesia
di masa datang agar membentuk satu sistem politik hukum pidana dan perumusan sanksi
pidana sebagai parameter keadilan dalam hukum pidana nasional Indonesia yaitu: a.
Melakukan politik kodifikasi hukum pidana nasional secara total b. Mencegah tumbuh dan
dikembangkannya hukum pidana di luar KUHP, kecuali hukum pidana administrasi yang
dilakukan secara selekstif sesuai dengan prinsip penggunaan sanksi pidana dalam hukum
adminisrasi yaitu sebagai senjata pamungkas (ultimum remedium).
11
Daftar Pustaka
DR.Mudzakkir, S. (2008). ,. PERENCANAAN PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL BIDANG HUKUM
PIDANA DAN SISTEM PEMIDANAAN, 1-27.
12