PONTIANAK
(1). Dilihat Dari Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Pembuatan Dan Perubahan
dalam UU ;
d. formulasi pidana mati dalam UU no. 31/1999 jo. UU no. 20/2001 ( TP korupsi )
jawaban :
UU.
Jawaban : tidak adanya kwalifikasi delik baik pelangaran maupun kejahatan dalam
UU akan berdampak pada tidak dapat di terapkannya beberapa aturan umum dalam
KUHP seperti dalam hal terjadinya percobaan, pembantuan, dan lain sebagainya. Hal
ini semata di sebabkan karena pembentuk UU tidak konsisten dengan aturan umum
sanksi minimun khususnnya, tapi tidak sedikit beberapa hakim yang di dalam
dakwaanya menjatuhkan pidana di bawah batas atau limit (ancaman pidana minimal
Jawaban : sanksi pidana dan ganti rugi di nilai tidak efektif menjerat dan memberi
efek jera bagi korporasi ytang melakukan tindak pidana korporasi, korporasi korup
Jawaban : penerapan formulasi pidana mati hanya berlaku untuk satu pasal yakni
pasal 2 ayat (1) yang di rumuskan dalam pasal pasal 2 ayat (2) undang-undang no.31
tahun 2009.
( 2 ). jelaskan :
a. pengertian politik hukum pidana ( penal policy )dan pembaharuan hukum pidana
( penal reform )
jawaban :
a. penal policy merupakan bagian dari social policy. Penal policy merupakan politik
alasan-alasan yakni alsan politik sosiologis dan praktis, alasan politik di landasi oleh
pemikiran bahwa suatu negara merdeka harus mempunyai hukum sendiri yang
hukum yang mencerminkan nilai-nilai kebudayaan dari suatu bangsa sedang alasan
praktis antara lain bersumber pada pernyataan bahwa biasanya bekas-bekas negara
jajahan mewarisi hukum yang menjajahnya dengan bhasa aslinya yang kemudian
banyak tidak di pahami oleh generasi muda dari negara yang baru merdeka tersebut.
hukum pidana yaitu sebstansi hukum, bahkan sebenarnya ruang lingkup kebijakan
hukum pidana lebih luas dari pada pembaharuan hukum pidana. Hal ini di sebabkan
pidana
B. jelaskan sistem pemidanaan ( sistem hukum pidana ) di dalam RUU KUHP yang berbeda
jawaban :
Peninjauan Dan Pembentukan Kembali ( Reorientasi Dan Reformasi) Hukum Pidana Yang
Kultural Masyarakat Indonesia. Oleh Karena Itu, Penggalian Nilai-Nilai Yang Ada Dalam
Bangsa Indonesia Dalam Usaha Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia Harus Dilakukan
Agar Hukum Pidana Indonesia Masa Depan Sesuai Dengan Sosio-Politik, Sosio Filosofik,
b. Deskripsi Umum RUU KUHP Tahun 2004 dan Perbandingannya dengan KUHP
Ditinjau dari sistematikanya, RUU KUHP Tahun 2004 memiliki banyak perkembangan
yang sangat signifikan dibandingkan dengan KUHP. RUU KUHP Tahun 2004 ini hanya
terdiri dari dua buku, yaitu Buku Kesatu tentang Ketentuan Umum yang terdiri dari 6 bab dan
208 pasal (Pasal 1-208)[3] dan Buku Kedua tentang Tindak Pidana yang terdiri dari 35 bab
dan 519 pasal (Pasal 209-727). Dengan demikian, RUU KUHP Tahun 2004 tidak
membedakan antara kejahatan dan pelanggaran sebagaimana dalam KUHP (WvS) dan
Dalam menetapkan sumber hukum atau dasar patut dipidananya perbuatan, pada pokoknya
RUU KUHP Tahun 2004 berdasarkan pada sumber hukum tertulis sebagaimana yang dianut
dalam KUHP (WvS). Hal ini dikenal dengan asas legalitas formal (RUU KUHP Tahun 2004
Pasal 1 ayat (1)). Namun tidak seperti KUHP (WvS), RUU KUHP Tahun 2004 memperluas
perumusannya secara materiel, yaitu ketentuan Pasal 1 ayat (1) tersebut tidak mengurangi
berlakunya hukum yang hidup atau hukum adat yang menentukan bahwa menurut adat
setempat seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan
perundang-undangan (Pasal 1 (3) RUU KUHP Tahun 2004). Hal ini dikenal dengan asas
legalitas materiel. Dengan aturan itu jelaslah bahwa RUU KUHP Tahun 2004 memberikan
tempat bagi hukum adat setempat sebagai sumber keputusan bagi hakim apabila ternyata ada
suatu perbuatan yang menurut hukum positif Indonesia belum/tidak diatur sebagai tindak
pidana namun menurut masyarakat dianggap sebagai perbuatan yang patut dipidana. Di
samping itu, dapat jelaslah bahwa keadilan yang ingin diwujudkan RUU KUHP Tahun 2004
adalah keadilan masyarakat, bukan sekedar keadilan yang didasarkan pada perundang-
undangan (legal justice). Hal ini juga disebutkan dalam Pasal 12 RUU KUHP Tahun 2004
bahwa “dalam mempertimbangkan hukum yang akan diterapkan, hakim sejauh mungkin
( 4 ). sama halnya dengan WvS ( KUHP saat ini ), RUU KUHP juga menganut sistem
jawaban :
1.Menurut waktu
Pasal 1 s/d pasal 2 RKUHP mengatur tentang asas legalitas dibandingkan dengan
KUHP sekarang, dimana KUHP menganut asas legalitas formil sedangkan RKUHP mengatur
dengan adanya keseimbangan antara legalitas materiel yang tercentum dalam pasal 2 dan
legalitas formil pasal 1 ayat (1) sedangkan dalam KUHP hanya mengatur tentang legalitas
formil pada pasal 1 ayat (1). Didalam pasal 2 ayat 1 dan 2 RKUHP terdapat ketentuan :
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya
hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana
walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan dan
Berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sepanjang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila, hak asasi manusia, dan prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat
bangsa-bangsa. Ketentuan ini tidak dijelaskan/tidak terdapat didalam KUHP. Dalam pasal 1
ayat (2) terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa dilarangnya menggunakan suatu analogi
dalam menetapkan adanya suatu tindak pidana. Mengenai retroaktif dalam RKUHP mengatur
lebih luas, yaitu dalam perubahan undang-undang setelah adanya putusan hakim undang-
undang baru dapat berlaku apabila UU baru tersebut menganggap perbuatan tersebut bukan
suatu perbuatan yang melanggar atau bukan merupakan tindak pidana lagi dan apabila
ancaman pidananya lebih ringan maka digunakan UU yang baru. Sementara dalam KUHP
masih hanya mengatur dalam hal perubahan UU pada saat belum adanya putusan hakim yang
berkekuatan hukum tetap dapat berlaku.
2.Menurut tempat
Pada RUU KUHP disebutkan dan dijelaskan secara terbuka (jelas) mengenai Tempat
pada bagian kedua yang meliputi Asas Wilayah atau Teritorial, Asas Nasional Pasif, Asas
Universal dan Asas Nasional Pasif. Terdapat pada pasal 4-8 RKUHP. Asas wilayah RKUHP
menambahkan tindak pidana di bidang teknologi informasi atau tindak pidana lainnya yang
akibatnya dirasakan atau terjadi di wilayah Indonesia atau dalam kapal atau pesawat udara
Indonesia. Dalam konsep Di dalam RKUHP dijelaskan mengenai Waktu Tindak Pidana dan
Tempat Tindak Pidana sedangkan hal ini tidak dijelaskan di dalam KUHP. Asas nasional
pasif pada RKUHP menambahkan tindak pidana korupsi, pencucian uang, perekonomian,
perdagangan, kartu kredit, keamanan peralatan komunikasi elektronik.
( 5 ). Dalam Rangka melakukan pembaharuan/ rekonstruksi terhadap KUHP, saat ini sedang
disusun konsep RUU KUHP yang bertolak dari ide dasar “ keseimbangan”.
b. apa yang menjadi dasar/landasan pemikiran, bahwa penyusunan konsep RUU KUHP
d. jelaskan alasan / latar belakang diperluasya asas legalitas dalam RUU KUHP mejadi asas
legalitas materiil
jawaban :
a. yang menjadi ide dasar keseimbangan dalam melakukan pembaharuan terhadap KUHP
adalah dimana pembaharuan hukum pidana harus di tempuh dengan pendekatan yang
berorientasi pada kebijkan dan sekaligus pendekatan yang berorientasi pada nilai. selain itu
dalam melakukan pembaharuan hukum pidana juga untuk melakukan kajian komarasi dan
harmonisasi dengan perkembangan pemikiran dan ide-ide mutakhir dalam teori ilmu hukum
pidana.
b. dasar atau landasan pemikiran bahwa penyusun konsep RUU KUHP bertolak/ berorientasi
pada ide dasar “ keseimbangan “ adalah bahwa penyusun konsep RUU KUHP tidak dapat
pancasila sebagai nilai-nilai kehidupan kebangsaan yang dicita-citakan dimana ide dasar
perorangan.
2. keseimbangan antara perlindungan kepentingan pelaku tindak pidana dan korban tindak
pidana.
c. beberapa contoh kebijakan formulasi dalam RUU KUHP yang merupakan implementasi
kebijakan formulasi/perumusan yang erkaitan dengan sistem pemidaan didasarkan pada asas
kebijakan formulasi yang berkaitan dengan masalah sumber hukum tidak hanya didasarkan
pada asas legalitas formal, tetapi juga didasarkan pada asas legalitas materiel yaitu memberi
d. alasan / latar belakang diperluasnya asas legalitas dalam RUU KUHP menjadi asas
yang intinya mengtur suatu perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus dianggap
perbuatan pidana, akan tetapi tiada bandingnya dalam kitab hukum pidana sipil maka
dianggap diancam dengan hukum yang tidak lebih dari tiga bulan penjara dan atau denda
lima ratus rupiah yaitu sebagai hukum pengganti bilamana hukum adat yang dijatuhkan tidak
diakui oleh pihak yang terhukum , bilamana hukum adat yang dijatuhkan itu menurut pikiran
hakim melampaui hukuman kurungan denda yang dimaksud diatas maka terdakwa dapat
dikenakan hukuman pengganti setinggi 10 tahun penjara dengan pengertian bahwa hukuman
adat yang tidak selaras lagi dengan zaman senantiasa diganti seperti tersebut diatas.
dengan mengungkapkan hal diatas terlihat bahwa perluasan asas legalitas dari perumusan
formal menjadi perumusan materiil didasarkan pada kebijakan legislatif nasional yang keluar
legalitas dalam RUU KUHP menjadi asas legalitas materiil tidak dapat dilepaskan dari
pokok-pokok pikiran untuk mewujudkan dan sekaligus menjamin asas keseimbangan antara