Anda di halaman 1dari 9

SOAL ( UAS ) MATA KULIAH KEBIJAKAN PIDANA DAN KRIMINAL

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

Nama : RASTRA PRASETYO S,H


Nim : A2021151039
Konsentrasi : H. PIDANA

(1). Dilihat Dari Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Pembuatan Dan Perubahan

Perundang – Undangan Saat Ini Banyak Yang Menimbulkan Masalah Yuridis,

Jelaskan Pendapat ( Komentar/Kritik ) Saudara Terhadap Kebijakan Formulasi Sbb. :

A. Tidak Adanya Penetapan Kualifikasi Delik ( Berupa Kejahatan Atau Pelanggaran )

dalam UU ;

b. formulasi pidana minimal khusus dalam berbagai UU

c. formulasi pidan tenda terhadap korporasi dalam UU no. 31 / 1999 ( TP korupsi )

d. formulasi pidana mati dalam UU no. 31/1999 jo. UU no. 20/2001 ( TP korupsi )

jawaban :

a. tidak adanya penetapan kualifikasi delik (berupa kejahatan/pelanggaran) dalam

UU.

Jawaban : tidak adanya kwalifikasi delik baik pelangaran maupun kejahatan dalam

UU akan berdampak pada tidak dapat di terapkannya beberapa aturan umum dalam

KUHP seperti dalam hal terjadinya percobaan, pembantuan, dan lain sebagainya. Hal

ini semata di sebabkan karena pembentuk UU tidak konsisten dengan aturan umum

yang terdapat dalam UU. Contoh uu No 12 tahun 2011 tentang pembentukan

peraturan perundang-undangan tentang panas bumi.

b. Formulasi pidana minimal khusus dalam berbagai uu.


Jawaban : di indonesia perundang-undangan pidana yang menentukan sanksi pidana

maksimum khusus saja, namun ada pula beberapa peraturan perundang-undangan

yang berdasarkan delik-deliknya juga menyebutkan sanki maksimal dan sekaligus

sanksi minimun khususnnya, tapi tidak sedikit beberapa hakim yang di dalam

dakwaanya menjatuhkan pidana di bawah batas atau limit (ancaman pidana minimal

khusus dalam rumusnya)

Uu no 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.

c.Formulasi pidana denda terhadap korporasi dalam uu no.31/1999(TP Korupsi)

Jawaban : sanksi pidana dan ganti rugi di nilai tidak efektif menjerat dan memberi

efek jera bagi korporasi ytang melakukan tindak pidana korporasi, korporasi korup

seharusnya di jatuhi sanksi dan pengembalian aset.

d. Formulasi pidana mati dalam uu no.31/1999 jo uu no 20/2001(TP korupsi)

Jawaban : penerapan formulasi pidana mati hanya berlaku untuk satu pasal yakni

pasal 2 ayat (1) yang di rumuskan dalam pasal pasal 2 ayat (2) undang-undang no.31

tahun 2009.

( 2 ). jelaskan :

a. pengertian politik hukum pidana ( penal policy )dan pembaharuan hukum pidana

( penal reform )

b. Jelaskan tahap-tahap penegakan hukum pidana sistem hukum pidana

(konkretisasi/fungsionalisasi/operasionalisasi hukum pidana) dilihat dari sudut

politik/kebijakan hukum pidana.

jawaban :

a. penal policy merupakan bagian dari social policy. Penal policy merupakan politik

kriminal menggunakan hukum pidana, yang tujuan akhirnya adalah untuk


memungkinkan hukum pidana positif yang lebih baik sehingga

Terwujudnyamasyrakat Indonesia ygdamai, Demokratis,berkeadilan, berdayasaing,

Maju dan sejahtera,  dlmwadah NKRI yang Didukungolehmanusia Indonesia yang

Sehat, mandiri, beriman, bertakwa, ber-Akhlakmulia, cinta tanahair,

berkesadaranHukum dan lingkunganmenguasaiilmupengetahuan dan

teknologi,memilikietosKerja yang tinggisertaberdisiplin. 

Pembaharuan hukum pidana merupakanmenurut Prof. Muladi memiliki beberapa

alasan-alasan yakni alsan politik sosiologis dan praktis, alasan politik di landasi oleh

pemikiran bahwa suatu negara merdeka harus mempunyai hukum sendiri yang

bersifat nasional demi kebanggan nasional. Alsan sosiologis menghendaki adanya

hukum yang mencerminkan nilai-nilai kebudayaan dari suatu bangsa sedang alasan

praktis antara lain bersumber pada pernyataan bahwa biasanya bekas-bekas negara

jajahan mewarisi hukum yang menjajahnya dengan bhasa aslinya yang kemudian

banyak tidak di pahami oleh generasi muda dari negara yang baru merdeka tersebut.

b. kebijakan hukum pidana indentik dengan pembaharuan perundang-undangan

hukum pidana yaitu sebstansi hukum, bahkan sebenarnya ruang lingkup kebijakan

hukum pidana lebih luas dari pada pembaharuan hukum pidana. Hal ini di sebabkan

karena kebijakan hukum pidana di laksanakan melalui tahap-tahap

konkretisasi,oprasionalisasi, fungsionalisasi hukum pidana yang terdiri dari :

1. Kebujakan formulatif/legislatif yaitu tahap perumusan atau penyusunan hukum

pidana

2. Jebijakan aplikatif/yudikatif yaitu tahap penerapan hukum pidana

3. Kebijakan administratif/eksekutif yaitu tahap pelaksanaan hukum pidana.


3. A. pembaharuan KUHP pada hakikatnya merupakan pembaharuan apa? jelaskan

B. jelaskan sistem pemidanaan ( sistem hukum pidana ) di dalam RUU KUHP yang berbeda

atau yang tidak diatur didalam KUHP saat ini ( WvS ).

jawaban :

a. pembaharuan hukum pidana pada hakekatnya merupakan suatu upaya melakukan

Peninjauan Dan Pembentukan Kembali ( Reorientasi Dan Reformasi) Hukum Pidana Yang

Sesuai Dengan Nilai-Nilai Sentral Sosio-Politik, Sosio-Filosofik Dan Nilai-Nilai Sosio-

Kultural Masyarakat Indonesia. Oleh Karena Itu, Penggalian Nilai-Nilai Yang Ada Dalam

Bangsa Indonesia Dalam Usaha Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia Harus Dilakukan

Agar Hukum Pidana Indonesia Masa Depan Sesuai Dengan Sosio-Politik, Sosio Filosofik,

Dan Nilai-Nilai Sosio-Kultural Masyarakat Indonesia.

b. Deskripsi Umum RUU KUHP Tahun 2004 dan Perbandingannya dengan KUHP

      Ditinjau dari sistematikanya, RUU KUHP Tahun 2004 memiliki banyak perkembangan

yang sangat signifikan dibandingkan dengan KUHP. RUU KUHP Tahun 2004 ini hanya

terdiri dari dua buku, yaitu Buku Kesatu tentang Ketentuan Umum yang terdiri dari 6 bab dan

208 pasal (Pasal 1-208)[3] dan Buku Kedua tentang Tindak Pidana yang terdiri dari 35 bab

dan 519 pasal (Pasal 209-727). Dengan demikian, RUU KUHP Tahun 2004 tidak

membedakan antara kejahatan dan pelanggaran sebagaimana dalam KUHP (WvS) dan

menggantikannya dengan istilah yang lebih umum yaitu tindak pidana.

Dalam menetapkan sumber hukum atau dasar patut dipidananya perbuatan, pada pokoknya

RUU KUHP Tahun 2004 berdasarkan pada sumber hukum tertulis sebagaimana yang dianut
dalam KUHP (WvS). Hal ini dikenal dengan asas legalitas formal (RUU KUHP Tahun 2004

Pasal 1 ayat (1)). Namun tidak seperti KUHP (WvS), RUU KUHP Tahun 2004 memperluas

perumusannya secara materiel, yaitu ketentuan Pasal 1 ayat (1) tersebut tidak mengurangi

berlakunya hukum yang hidup atau hukum adat yang menentukan bahwa menurut adat

setempat seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan

perundang-undangan (Pasal 1 (3) RUU KUHP Tahun 2004). Hal ini dikenal dengan asas

legalitas materiel. Dengan aturan itu jelaslah bahwa RUU KUHP Tahun 2004 memberikan

tempat bagi hukum adat setempat sebagai sumber keputusan bagi hakim apabila ternyata ada

suatu perbuatan yang menurut hukum positif Indonesia belum/tidak diatur sebagai tindak

pidana namun menurut masyarakat dianggap sebagai perbuatan yang patut dipidana. Di

samping itu, dapat jelaslah bahwa keadilan yang ingin diwujudkan RUU KUHP Tahun 2004

adalah keadilan masyarakat, bukan sekedar keadilan yang didasarkan pada perundang-

undangan (legal justice). Hal ini juga disebutkan dalam Pasal 12 RUU KUHP Tahun 2004

bahwa “dalam mempertimbangkan hukum yang akan diterapkan, hakim sejauh mungkin

mengutamakan keadilan di atas kepastian hukum”.

( 4 ). sama halnya dengan WvS ( KUHP saat ini ), RUU KUHP juga menganut sistem

perumusan pidana secara alternatif. jelaskan perbedaan nya.

jawaban :

1.Menurut waktu
Pasal 1 s/d pasal 2 RKUHP mengatur tentang asas legalitas dibandingkan dengan
KUHP sekarang, dimana KUHP menganut asas legalitas formil sedangkan RKUHP mengatur
dengan adanya keseimbangan antara legalitas materiel yang tercentum dalam pasal 2 dan
legalitas formil pasal 1 ayat (1) sedangkan dalam KUHP hanya mengatur tentang legalitas
formil pada pasal 1 ayat (1). Didalam pasal 2 ayat 1 dan 2 RKUHP terdapat ketentuan :
Ketentuan  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya
hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana
walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan dan
Berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sepanjang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila, hak asasi manusia, dan prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat
bangsa-bangsa. Ketentuan ini tidak dijelaskan/tidak terdapat didalam KUHP. Dalam pasal 1
ayat (2) terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa dilarangnya menggunakan suatu analogi
dalam menetapkan adanya suatu tindak pidana. Mengenai retroaktif dalam RKUHP mengatur
lebih luas, yaitu dalam perubahan undang-undang setelah adanya putusan hakim undang-
undang baru dapat berlaku apabila UU baru tersebut menganggap perbuatan tersebut bukan
suatu perbuatan yang melanggar atau bukan merupakan tindak pidana lagi dan apabila
ancaman pidananya lebih ringan maka digunakan UU yang baru. Sementara dalam KUHP
masih hanya mengatur dalam hal perubahan UU pada saat belum adanya putusan hakim yang
berkekuatan hukum tetap dapat berlaku.
2.Menurut tempat
Pada RUU KUHP disebutkan dan dijelaskan secara terbuka (jelas) mengenai Tempat
pada bagian kedua yang meliputi Asas Wilayah atau Teritorial, Asas Nasional Pasif, Asas
Universal dan Asas Nasional Pasif. Terdapat pada pasal 4-8 RKUHP. Asas wilayah RKUHP
menambahkan tindak pidana di bidang teknologi informasi atau tindak pidana lainnya yang
akibatnya dirasakan atau terjadi di wilayah Indonesia atau dalam kapal atau pesawat udara
Indonesia. Dalam konsep Di dalam RKUHP dijelaskan mengenai Waktu Tindak Pidana dan
Tempat Tindak Pidana sedangkan hal ini tidak dijelaskan di dalam KUHP. Asas nasional
pasif pada RKUHP menambahkan tindak pidana korupsi, pencucian uang, perekonomian,
perdagangan, kartu kredit, keamanan peralatan komunikasi elektronik.

( 5 ). Dalam Rangka melakukan pembaharuan/ rekonstruksi terhadap KUHP, saat ini sedang

disusun konsep RUU KUHP yang bertolak dari ide dasar “ keseimbangan”.

a. jelaskan yang dimaksud dengan “ ide dasar keseimbangan” itu.

b. apa yang menjadi dasar/landasan pemikiran, bahwa penyusunan konsep RUU KUHP

bertolak/berorientasi pada ide dasar” keseimbangan”?


c. jelaskan beberapa contoh kebijakan formulasi dalam RUU KUHP yang merupakan

implementasi atau perwujudan dari ide keseimbangan itu.

d. jelaskan alasan / latar belakang diperluasya asas legalitas dalam RUU KUHP mejadi asas

legalitas materiil

jawaban :

a. yang menjadi ide dasar keseimbangan dalam melakukan pembaharuan terhadap KUHP

adalah dimana pembaharuan hukum pidana harus di tempuh dengan pendekatan yang

berorientasi pada kebijkan dan sekaligus pendekatan yang berorientasi pada nilai. selain itu

dalam melakukan pembaharuan hukum pidana juga untuk melakukan kajian komarasi dan

harmonisasi dengan perkembangan pemikiran dan ide-ide mutakhir dalam teori ilmu hukum

pidana.

b. dasar atau landasan pemikiran bahwa penyusun konsep RUU KUHP bertolak/ berorientasi

pada ide dasar “ keseimbangan “ adalah bahwa penyusun konsep RUU KUHP tidak dapat

dilepaskan dari ide/kebijakan pebangunan sistem hukum nasional yang berlandaskan

pancasila sebagai nilai-nilai kehidupan kebangsaan yang dicita-citakan dimana ide dasar

pancasila terkandung keseimbangan nila/ide/paradigma moral religius kemanusiaan

kebangsaan demokrasi dan keadilan sosial ide keseimbangan tersebut mencakup :

1. keseimbangan monodualistik antara kepentingan umum masyarakat dan kepentingan

perorangan.

2. keseimbangan antara perlindungan kepentingan pelaku tindak pidana dan korban tindak

pidana.

3. keseimbangan antar unsur objektif dan subjektif ide


4. keseimbangan antara kriteria formil dan materiil.

5. keseimbangan antara kepastian hukum elastisitas dan keadilan

6. keseimbangan nila-nilai global/universal.

c. beberapa contoh kebijakan formulasi dalam RUU KUHP yang merupakan implementasi

atau perwujudan dari ide dasar keseimbangan adalah sebagai berikut :

1. implementasi ide dasar keseimbangan dalam konsep KUHP khususnya mengenai

kebijakan formulasi/perumusan yang erkaitan dengan sistem pemidaan didasarkan pada asas

legalitas dan asas kesalahan.

2. implementasi ide dasar keseimbangan dalam konsep KUHP khususnya mengenai

kebijakan formulasi yang berkaitan dengan masalah sumber hukum tidak hanya didasarkan

pada asas legalitas formal, tetapi juga didasarkan pada asas legalitas materiel yaitu memberi

tempat kepada “ hukum yang hidup/hukum tidak tertulis “.

d. alasan / latar belakang diperluasnya asas legalitas dalam RUU KUHP menjadi asas

legalitas materiil didasarkan pada :

1. pasal 5 ayat 3 sub b undang-undang no 1 Drt. tahun 1951

yang intinya mengtur suatu perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus dianggap

perbuatan pidana, akan tetapi tiada bandingnya dalam kitab hukum pidana sipil maka

dianggap diancam dengan hukum yang tidak lebih dari tiga bulan penjara dan atau denda

lima ratus rupiah yaitu sebagai hukum pengganti bilamana hukum adat yang dijatuhkan tidak

diakui oleh pihak yang terhukum , bilamana hukum adat yang dijatuhkan itu menurut pikiran

hakim melampaui hukuman kurungan denda yang dimaksud diatas maka terdakwa dapat
dikenakan hukuman pengganti setinggi 10 tahun penjara dengan pengertian bahwa hukuman

adat yang tidak selaras lagi dengan zaman senantiasa diganti seperti tersebut diatas.

dengan mengungkapkan hal diatas terlihat bahwa perluasan asas legalitas dari perumusan

formal menjadi perumusan materiil didasarkan pada kebijakan legislatif nasional yang keluar

setelah kemerdekaan dan kesepakatan dalam seminar-seminar nasional. perluasan asas

legalitas dalam RUU KUHP menjadi asas legalitas materiil tidak dapat dilepaskan dari

pokok-pokok pikiran untuk mewujudkan dan sekaligus menjamin asas keseimbangan antara

kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai