Anda di halaman 1dari 12

ASAS LEGALITAS DALAM HUKUM PIDANA

INDONESIA DAN UPAYA PENEGAKAN HAM DENGAN


ASAS LEGALITAS
Tugas Mata Kuliah Hukum Pidana

Disusun oleh :
Kezia Khatwani 
(010002000118)

Fakultas Hukum
Universitas Trisakti
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada saya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ilmiah tentang
Penerapan Asas Legalitas dalam Hukum Pidana Indonesia.

Tidak lupa juga saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya makalah ini tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari penyusunan
hingga tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, saya dengan rendah hati
menerima saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.

Saya berharap semoga makalah yang saya susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi
untuk para pembaca.

Jakarta, 4 Mei 2021

Kezia Khatwani

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………..…….I
Daftar Isi ………………………………………………………………..….......II
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….......4
1.1 Latar Belakang …………………………………………………...... 4
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………. 5
1.3 Tujuan ……………………………………………………………... 5
1.4 Manfaat ……………………………………………………………. 5
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………6
2.1 Pengertian dan Prinsip Prinsip Asas Legalitas...………………….... 6
2.2 Perkembangan Asas Legalitas di Indonesia..……………………..... 7
2.3 Asas Legalitas dalam Upaya Penegakan HAM.……………………..8
2.4 Asas Legalitas dalam Kasus Bom Bali I…………………………..…9
BAB III PENUTUP…………………………………………………………....11
3.1 Kesimpulan …………………………………………………….…...11
3.2 Saran ……………………………………………………………......11
DAFTAR PUSTAKA ..……………………………………………………..…12

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum adalah peraturan yang tertulis atau tidak tertulis yang berisikan perintah dan
larangan biasanya disertakan dengan sanksi tegas jika masyarakat melanggarnya. Hukum
mempunyai sifat fakultatif dan harus ditaati oleh setiap warga negara. Hukum adalah alat
untuk mengatur masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu. Hukum mempunyai asas asas
yang berlaku sebagai fondasi dan sebagai tumpuan berpikir atau berpendapat, Asas
hukum merupakan latar belakang yang mendasari peraturan konkret yang terdapat di
dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perun-dang-
undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat ditemukan
dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkret tersebut.

Pengertian asas menurut Van Der Velden asas adalah tipe putusan yang digunakan
sebagai alat ukur untuk menilai situasi atau digunakan sebagai pedoman berperilaku
sedangkan menurut Van Eikema Hommes asas bukanlah norma-norma hukum konkret
tetapi adalah dasar pikiran umum atau petunjuk bagi hukum yang berlaku.
Namun asas hukum terdapat dalam setiap sistem hukum dan menjelma dalam setiap
hukum positif sehingga dapat ditemukan dalam sifat-sifat umum dalam peraturan hukum.

Dalam Hukum Pidana sendiri ada beberapa asas yaitu Asas Legalitas, Asas Teritorialitas,
Asas Nasional Aktif, Asas Nasional Pasif dan masih banyak lagi. Asas legalitas
merupakan asas yang paling lama dan sering dipakai di dalam Hukum Pidana di
Indonesia, asas ini tetap dipakai dan tidak diubah karena asas ini berlaku sebagai
pelindung dari kesewenang wenangan dalam peraturan hukum pidana yang akan
digunakan, dengan artian lain asas ini berlaku sebagai pengawas dari peraturan pidan aitu
sendiri agar tidak disalahgunakan oleh orang yang memiliki jabatan tinggi seperti
Pemerintah dalam Bahasa Ingriss biasanya disebut Abuse Of Power.

Dalam makalah ini kita akan mengetahui apakah Asas Legalitas menjadi pelindung bagi
pelaku atau asas ini memberikan keadilan untuk pelaku dan korban dilihat dari sisi HAM.
Kasus yang akan saya gunakan dalam makalah ini adalah Kasus Bom Bali dimana Asas
Legalitas diberlakukan dan HAM yang dilanggar.

4
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diperoleh beberapa rumusan masalah yaitu antara lain :
1. Apa itu Asas Legalitas ?
2. Bagaimana perkembangan Asas Legalitas dalam Hukum Pidana?
3. Prinsip prinsip apa saja yang terkandung dalam Asas Legalitas?
4. Kasus apa yang pernah menggunakan Asas Legalitas sebagai dasar hukum?
1.3 Tujuan

Dari rumusan masalah diatas dapat diambil beberapa tujuan, diantaranya :

1. Untuk mengetahui apa sebenarnya asas legalitas, fungsinya dan prinsip prinsipnya di
dalam Hukum Pidana Indonesia.
2. Untuk mengetahui perkembangan Asas Legalitas.
3. Untuk mengetahui dan mempelajari Asas Legalitas dalam Upaya Penegakan HAM.
4. Agar para pembaca dapat mengetahui bagaimana penerapan Asas Legalitas di
Indonesia dalam bentuk kasus.
1.4 Manfaat
Manfaat makalah ini adalah agar para pembaca dapat mendapatkan ilmu dan mengetahui
lebih dalam tentang Asas Legalitas itu sendiri dan apa pengaruh Asas Legalitas dalam
penegakan HAM di Indonesia.

5
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Prinsip Prinsip Asas Legalitas
Asas Legalitas atau yang biasa disebut sebagai Asas Nullum Delictum Nulla Poena Sine
Praevia Lege Poenali adalah asas yang menyebutkan bahwa tidak ada perbuatan yang
dapat dipidana kecuali atas kekuatan undang undang yang telah ada sebelum perbuatan
pidana itu dilakukan. Asas Legalitas ini tertuang secara eksplisit didalam Kitab Undang
Undang Hukum Pidana yaitu Pasal 1 ayat (1) KUHP.

Menurut Moeljatno dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP mengandung 3 pokok pengertian yaitu :
1. Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dijatuhkan pidana apabila perbuatan tersebut
tidak diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan terlebih dahulu, jadi harus
ada aturan yang mengaturnya sebelum orang tersebut melakukan perbuatan pidana
tersebut.
2. Untuk menentukan adanya peristiwa pidana tidak boleh menggunakan analogi.
3. Peraturan-peraturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut.

Nama lain dari Asas Legalitas adalah Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege
Poenali dimana asas tersebut adalah gabungan dari dua rumusan yaitu : (1) Nulla Poena
Sine Lege ( Tiada Pidana tanpa Undang Undang ) yakni harus ada ancaman pidana yang
telah diatur dalam undang undang terlebih dahulu agar pelaku bisa dijatuhkan hukuman
dan (2) Nullum Crimen Sine Lege ( Tiada Kejahatan tanpa Undang Undang ) prinsip ini
adalah prinsip yang melindungi seluruh hak kebebasan masyarakat dalam bertindak, dan
gabungan dari kedua rumusan ini lah yang melindungi hak hak individu dari kesewenang
wenangan pemerintah dan melindungi hak atas kebebasan individu.

Selanjutnya kepastian hukum bisa didapatkan dengan adanya prinsip prinsip Lex Scripta (
Hukuman Didasarkan oleh Undang Undang Tertulis ), Lex Certa ( Undang Undang yang
Dirumuskan Harus Jelas Bentuknya ), Lex Praevia ( Asas Larangan Berlaku Surut dalam
Hukum Pidana ), Lex Stricta ( Merumuskan Undang Undang secara Ketat dan Tidak
Boleh Menggunakan Analogi ).

6
2.2 Perkembangan Asas Legalitas dalam Hukum Pidana.

Dalam hukum pidana ada beberapa asas salah satunya ialah asas legalitas. Asas Legalitas
sendiri pertama kali dikemukakan oleh Von Feurbach ( 1775-1833 ) seorang ahli hukum
Jerman. Ia merumuskan asas legalitas dalam bukunya yang berjudul Lehrbuch des
Peinlichen Recht yang merupakan ide gagasan tentang asas legalitas dari Feurbach sendiri
tanpa pengaruh orang lain. Pada masa Romawi Kuno ada beberapa kejahatan yang tidak
disebutkan secara spesifik didalam Undang Undang, jika tidak diatur dalam undang
undang maka ada kemungkinan besar bahwa hukum tersebut bisa digunakan dengan
sewenang wenang sesuai dengan kehendak dan kepentingan raja atau penguasa sendiri.

Lalu muncul beberapa pendapat dan definisi dari para ahli mengenai asas legalitas namun
Von Feurbach menghubungkan asas legalitas dengan teori Vom Psychologischen Zwang
yang menyatakan bahwa dalam menentukan perbuatan perbuatan yang dilarang di dalam
peraturan berundang undangan bukan saja tetang macamnya perbuatan yag harus
dituliskan dengan jelas melainkan macamnya pidana untuk pelanggaran peraturan.
Dengan demikian, mereka yang akan melakukan perbuatan pidana tersebut paham dan
mengetahui sanksi apa yang akan mereka dapatkan jika mereka sampai melakukan
perbuatan tersebut dan pada akhirnya mereka akan mendapatkan tekanan dalam batinnya
untu tidak melakukan perbuatan tersebut, jika mereka masih memilih untuk melakukan
perbuatan tersebut mereka akan dijatuhi hukuman sesuai dengan perbuatannya.

Hukum Pidana Adat adalah hukum pidana yang berlaku pertama kali di Indonesia.
Hukum Pidana tersebut sifatnya tidak tertulis baru lah datang Belanda membawa Hukum
Pidana mereka secara tertulis pada tahun 1642 dan Interimaire Strafbepalingan.
Disamping itu Belanda juga memberlakukan peraturan lain. Peraturan hukum pidana
tersebut hanya berlaku untuk orang rang Eropa, Sedangkan bagi orang Pribumi masih
tetap berlaku Hukum Pidana Adat. Pada saat Belanda menjajah Indonesia Wetboek van
Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvSNI) yang merupakan turunan dari WvS Belanda
diberlakukan di Indonesia dengan asas konkordansi sejak tahun 1918 dan dengan
demikian maka asas legalitas mulai berlaku di Indonesia. Setelah Indonesia menyatakan
kemerdekaannya pada tahun 1945 dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana Indonesia. Dalam pasal VI disebutkan bahwa nama “Wetboek
van Strafrecht voor Nederlandsche Indie” diubah menjadi “Wetboek van Strafrecht” dan
diterjemahkan sebagai Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)”. Ketentuan asas

7
legalitas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP Indonesia yang berbunyi: “Tiada suatu
peristiwa dapat dipidana selain dari kekuatan ketentuan undang-undang pidana yang
mendahuluinya.”

2.3 Asas Legalitas dalam Upaya Penegakan HAM ( Hak Asasi Manusia )

Kita akan membahas tentang HAM terlebih dahulu HAM ( Hak Asasi Manusia ) atau
yang biasa disebut sebagai Human Rights dalam Bahasa Ingriss adalah hak hak dasar
yang telah melekat dalam diri manusia mulai dari saat ia dilahirkan hingga meninggal
dunia. Menurut UU no. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Hak Asasi Manusia
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan setiap manusia
sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintahan dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Berdasarkan uraian diatas, hak asasi manusia memiliki beberapa ciri ciri yaitu :

1. Hak asasi manusia tidak perlu diberikan, dibeli atau diwarisi karena hak asasi manusia
itu adalah bagian dari manusia sejak ia dilahirkan.
2. Hak asasi manusia berlaku dan dimiliki oleh semua orang tanpa memandang jenis
kelamin, suku, ras, etnis, pandangan politik dan lain lain.
3. Hak asasi manusia tidak bisa dilanggar, dicabut atau dihilangkan walaupun sebuah
negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggarnya.

Ada gagasan tantang Hak Asasi Manusia yang dikemukakan oleh Roosevelt setelah
Perang Dunia II yang dikenal dengan The Four Freedoms : freedom to speech, freedom
to religion, freedom from want and freedom from fear. Kita akan membahas tentang
hubungan Asas Legalitas dengan upaya pemerintah dalam peneggakan HAM.

Indonesia sendiri sangat menjunjung tinggi nilai Hak Asasi Manusia namun masih saja
merasa bimbang atau dilemma pada saat ingin menegakan keadilan karena menurut Pasal
1 angka 6 UU Tentang HAM menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pelanggaran
HAM adalah setiap perbuatan seseorrang atau kelompok orang termasuk aparat negara
baik disengaja maupun tidak disengaja yang secara melawan hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar

8
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Pelanggaran HAM dikategorisasikan
menjadi dua bentuk, yaitu: pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM ringan.
Pelanggaran HAM berat meliputi genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Selain
itu, maka termasuk pelanggaran HAM ringan.

Kenapa saya bilang bahwa Indonesia masih bimbang karena untuk memenuhi rasa
keadilan bagi pelanggar HAM berat, maka asas legalitas “dikesampingkan” dan
diberlakukannya asas retroaktif. Asas Retroaktif adalah undang undang yang telah ada
atau dibuat tetapi belum diundangkan atau diumumkan.

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 46 Undaang Undang Pengadilan HAM, yang
menyatakan,” Untuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat sebagaimana dimaksud
dalam Undang undang ini tidak berlaku ketentuan mengenai kadaluarsa.” Di sisi lain,
untuk melindungi kepentingan dan “HAM” para korban asas legalitas memang layak
untuk tidak diberlakukan atau dikesampingkan. Tetapi, di sisi lain karena kita adalah
negara yang menjunjung tinggi nilai nilai Hak Asasi Manusia, perlindungan terhadap
pelaku pelanggar HAM atas ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku surut,
telah diatur didalam Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi, “hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa,..., dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”

2.4 Asas Legalitas dalam Kasus Bom Bali I ( Analisis Kasus )

Kasus Bom Bali I terjadi pada tanggal 12 Oktober tahun 2002 silam di Denpasar dan
Kuta. Ledakan tersebut terjadi tepatnya pada pukul 23.15 WIB yang menewaskan 202
orang dan juga kerusakan bangunan, mayoritas korban yang meninggal adalah warga
negara Australia. Ledakan pertama terjadi di depan Diskotek Sari Club, yang berlokasi di
Jalan Legian, Kuta. Tidak berselang lama, ledakan kedua terjadi di Diskotek Paddy's yang
berada di seberang Sari Club dan ledakan ketiga terjadi sekitar 100 meter dari Kantor
Konsulat Amerika Serikat di daerah Renon, Denpasar Bali.

Para pelaku ada yang dihukum mati, dipenjarakan seumur hidup dan juga ada beberapa
yang tewas saat sedang dilakukan pengejaran. Kasus Bom Bali I ini meninggalkan
banyak dampak secara psikis bagi keluarga korban maupun para saksi saksi yang
menyaksikan kejadian tersebut.

9
Pada tahun tersebut pemerintah belum mensahkan undang undang terrorisme yang
mungkin akan membuat beberapa orang bingung kenapa para pelaku bisa ditangkap dan
diadili padahal jika kita baca didalam KUHP Pasal 1 ayat (1) berbunyi “Suatu Perbuatan
tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan
pidana yang telah ada.” Artinya sebuah peraturan atau perundang undangan tidak boleh
berlaku surut sesuai dengan asas non retroaktif.

Namun sebelumnya pemerintah telah membuat Peraturan Pengganti Undang Undang No.
1 Tahun 2002 tetapi belum diundangkan. Kasus Bom Bali I terjadi pada tanggal 12
Oktober 2002, Peraturan Pengganti Undang Undang tersebut ditetapkan pada tanggal 18
Oktober 2002. Sesuai dengan Asas Legalitas para pelaku seharusnya tidak dapat dihukum
karena pada saat kejadian tersebut terjadi belum ada undang undang yang mengatur
tentang terrorisme bahkan Perpu No.1 Tahun 2002 pun belum ditetapkan.

Tetapi setelah Perpu itu ditetapkan ternyata ada pasal yang membolehkan undang undang
tersebut berlaku surut yaitu pada Peraturan Pengganti Undang Undang No. 1 Tahun 2002
Pasal 46 yang berbunyi “Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang ini dapat diperlakukan surut untuk tindakan hukum bagi kasus tertentu sebelum
mulai berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini, yang
penerapannya ditetapkan dengan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang tersendiri.”

Yang artinya undang undang tersebut berlaku surut dan dapat menjerat para pelaku
dengan hukuman yang setimpal. Walaupun kejadian tersebut terjadi sebelum
ditetapkannya perpu atau undang undang, para pelaku tetap dapat menerima sanksi dan
hukuman yang tegas sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Peraturan Pengganti
Undang Undang No. 1 Tahun 2002 disahkan menjadi Undang Undang No. 15 Tahun
2003 pada tahun itu. Peraturan ini berlaku surut sesuai dengan nilai nilai HAM semua
manusia harus mendapatkan keadilan, negara harus menjunjung tinggi nilai keadilan dan
menghukum para korban sesuai dengan undang undang tanpa sewenang wenang.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Asas Legalitas adalah asas paling lama didalam undang undang dan paling sering
dipakai dalam kasus kasus pidana yang terjadi di Indonesia. Asas Legalitas artinya
seseorang tidak dapat dijatuhi hukuman jika sebelum ia melakukan tindakan pidana
tersebut tidak ada undang undang yang melarangnya, harus ada undang undangnya
terlebih dahulu baru orang tersebut dapat dijatuhi hukuman. Namun dalam kasus Bom
Bali I, asas legalitas tersebut dikesampingkan dan diberlakukannya asas retroaktif
dimana undang undang yang disahkan setelah kejadian tersebut terjadi dapat tetap
menjerat para pelaku.
3.2 Saran
Setelah melakukan penelitian menurut saya pemerintah melakukan hal yang benar
dengan cara membuat beberapa undang undang berlaku surut, dengan cara tersebut
para korban bisa mendapatkan keadilan dan para pelaku juga mendapatkan hukuman
yang sangat berat. Saya sebagai penulis, menyadari bahwa banyak sekali
ketidaksempurnaan didalam makalah ini
Tentunya, saya akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang
dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan
kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

11
DAFTAR PUSTAKA
Ariman, H.M. Rasyid dan Fahmi Ragib. 2015. Hukum Pidana. Malang: Setara Press

Hiariej, Eddy O.S. .2014. Prinsip Prinsip Hukum Pidana Edisi Revisi. Yogyakarta:

Cahaya Atma Pustaka

Matopo, Osgar S, Muliadi dan Andi Nurul Isnawidiawinarti Achmad. 2018. Hukum

dan Hak Asasi Manusia. Malang: Intrans Publishing.

Moeljatno. 2018. Asas Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.

Santoso, Topo. 2020. Hukum Pidana Suatu Pengantar. Depok: PT Rajagrafindo

Persada.

Parhusip, Togar Julio. 2016. Apakah Asas Legalitas Hanya Berlaku di Hukum

Pidana?. https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl6993/apakah-asas-

legalitas-hanya-berlaku-di-hukum-pidana/

Rizal, Jawahir Gustav. 2018. Hari Ini dalam Sejarah: 18 Tahun Tragedi Bom Bali I.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/10/12/103800465/hari-ini-dalam-sejarah--

18-tahun-tragedi-bom-bali-i?page=all.

12

Anda mungkin juga menyukai