Anda di halaman 1dari 4

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : REGA RAHMAT ABZA

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 044049372

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4203/Hukum Pidana

Kode/Nama UPBJJ : 19/BENGKULU

Masa Ujian : 2020/21.2 (2022.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Pertanyaan:
• Sebutkan kategori pidana dari Pasal 53 ayat (1) tersebut dan berikan (dua) contoh
mengenai sudah adanya niat, telah adanya permulaan pelaksanaan, dan bukan karena
kehendaknya sendiri

Jawaban:
Mengenai percobaan melakukan tindak pidana dapat dilihat pengaturannya dalam Pasal 53 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana:
 (1)   Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dan adanya permulaan
pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena
kehendaknya sendiri.
(2)    Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3)   Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
(4)    Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
 
Mengenai percobaan tindak pidana ini, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan bahwa
undang-undang tidak memberikan definisi apa yang dimaksud dengan percobaan itu, tetapi yang
diberikan ialah ketentuan mengenai syarat-syarat supaya percobaan pada kejahatan itu dapat dihukum.
R. Soesilo menjelaskan bahwa menurut kata sehari-hari yang diartikan percobaan yaitu
menuju ke suatu hal, akan tetapi tidak sampai pada hal yang dituju itu, atau hendak berbuat sesuatu,
sudah dimulai, akan tetapi tidak selesai. Misalnya bermaksud membunuh orang, orang yang hendak
dibunuh tidak mati; hendak mencuri barang, tetapi tidak sampai dapat mengambil barang itu.
Menurut Pasal 53 KUHP, supaya percobaan pada kejahatan (pelanggaran tidak) dapat
dihukum, maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Niat sudah ada untuk berbuat kejahatan itu;
2. Orang sudah memulai berbuat kejahatan itu; dan
3. Perbuatan kejahatan itu tidak jadi sampai selesai, oleh karena terhalang oleh sebab-sebab
yang timbul kemudian, tidak terletak dalam kemauan penjahat itu sendiri.

contoh kasus
mengenai sudah adanya niat
 Kasus Suap ke Sanusi
 Pelaku, dengan tujuan meloloskan diri dari polisi yang siap menjatuhkan tilang padanya,
mempercepat kendaraan yang dikemudikannya dan mengarahkan kendaraan tersebut pada
polisi yang bersangkutan
telah adanya permulaan pelaksanaan
 seorang yang berniat melakukan pembakaran rumah, di mana ia telah melakukan persiapan
dengan menumpuk kain di lantai dan menyiramnya dengan bensin, kemudian ia
menempatkan pistol di jendela yang pelatuk pistol itu diikat dengan seutas tali dan ujung tali
dijulurkan ke luar jendela
 Korupsi di mana ditentukan bahwa setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan,
atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi
bukan karena kehendaknya sendiri
kabur karena alarm berbunyi merupakan tidak selesainya pelaksanaan bukan atas kehendaknya
sendiri. Dalam hal ini orang membatalkan pelaksanaannya karena berbunyinya alarm yang
menandakan perbuatan sudah ketahuan, sehingga yang bersangkutan lari karena takut
2. Pertanyaan:
• Apa pendapat Saudara mengenai Pasal tersebut? Bagaimana pandangan Saudara
mengenai pembantuan dan penyertaan dalam tindak pidana?

Jawaban:
Pasal 56
“Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
 mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan
 mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan
kejahatan”
 
Dari rumusan pasal ini menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. diketahui bahwa ada lima
golongan peserta tindak pidana, yaitu:
 yang melakukan perbuatan (plegen, dader)
 yang menyuruh melakukan perbuatan (doen plegen, middelijke dader)
 yang turut melakukan perbuatan (medeplegen, mededader)
 yang membujuk supaya perbuatan dilakukan (uitlokken, uitlokker)
 yang membantu perbuatan (medeplichtig zijn, medeplichtige)
  
Selain itu, Sianturi membedakan antara pembantuan aktif dan pembantuan pasif:
 Pembantuan aktif (active medeplichtigheid)
adalah benar-benar terjadi suatu gerakan untuk melakukan suatu tindakan (bantuan).
 Pembantuan pasif (passive medeplichtigheid)
adalah tidak melakukan suatu gerakan/tindakan, namun dengan kepasifannya itu ia telah
dengan segaja memberi bantuan.
 

3. Pertanyaan:
• Bagaimana pendapat Saudara? Apakah termasuk concursus realis? Berikan alasan
dan argumen Saudara.

Jawaban:
Ayat 2 merupakan ketentuan khusus dalam hal pemalsuan dan perusakan mata uang. Misal A
setelah memalsu mata uang (pasal 244 dengan ancaman pidana penjara 15 tahun) kemudian
menggunakan/mengedarkan mata uang yang palsu itu (pasal 245 dengan ancaman pidana 15 tahun).
Dalam hal ini perbuatan A tidak dipandang sebagai concursus realis, tetapi tetap dipandang sebagai
perbuatan berlanjut sehingga maksimum pidana yang dapat dikenakan ialah 15 tahun penjara. Dalam
perbuatan berlanjut, hanya dikenakan satu ketentuan pidana saja
Perbuatan berlanjut merupakan gabungan daripada beberapa perbuatan yang dilakukan
seseorang, dimana antara perbuatan yang satu dengan perbuatan yang lain belum pernah ada putusan
hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sehingga terhadap pelaku dikenakan cara
penghukuman tertentu, sebagaimana ditentukan pada pasal 64 KUHP. Bentuk gabungan ini dalam
bahasa Belanda dikenal dengan sebutan "Voortgezette Handeling", yang dalam KUHP diatur dalam
pasal 64 ayat 1, yang bunyinya :
"Jika beberapa perbuatan perhubungan, sehingga dan dengan demikian harus dipandang sebagai satu
perbuatan yang diteruskan, maka hanya satu ketentuan pidana saja yang digunakan walaupun masing-
masing perbuatan itu menjadi kejahatan atau pelanggaran; jika hukumannya berlainan, maka yang
digunakan adalah peraturan yang terberat hukuman utamanya".
Sesungguhnya, apa yang dimaksudkan dengan hal perbuatan berlanjut atau voortgezette
handeling tidak begitu jelas maksudnya dari perumusan atau pengaturan dalam undang-undang. Hal
ini dikemukakan pula dalam beberapa tulisan para penulis Hukum Pidana. Misalnya, oleh Drs. P.A.F.
Lamintang, SH, dan C. Djisman Samosir, SH, mengemukakan :
“Undang-undang tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai perkataan beberapa perbuatan itu harus
mempunyai hubungan yang demikian rupa. Hubungan ini dapat ditafsirkan secara macam-macam,
misalnya, karena adanya persamaan waktu, persamaan tempat dari terjadinya beberapa perbuatan itu
dan sebagainya. Hoge Raad mengartikan voortgezette handeling atau tindakan yang dilanjutkan itu
sebagai perbuatanperbuatan yang se-jenis dan sekaligus merupakan pelaksanaan dari satu maksud
yang sama”
Jadi, ketidakjelasan dari pengertian perbuatan berlanjut adalah karena menurut rumusan pasal 64
KUHP bahwa perbuatan berlanjut adalah beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian
rupa tanpa penjelasan dan penegasan mengenai hubungan bagaimana yang dimaksud. Dengan
demikian, oleh penulis diatas bahwa hubungan itu dapat ditafsirkan macam-macam, karena
keterhubungan itu dapat dilihat dari banyak kemungkinan, antara lain dapat dikatakan ada hubungan
karena waktu, karena tempat dan karena lain-lain hal
Dapatlah dikatakan bahwadalam perbuatan yang berl
anjut terdapatpengulangan perbuatan secara teratur, yang jarak antara satu sama lainnya tidaklah
terlampau lama, biarpun pengulangan itu berlangsung bertahun- tahun

Anda mungkin juga menyukai