Anda di halaman 1dari 16

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS PANCA BHAKTI

TES FORMATIF

Mata Kuliah : Hukum Pidana Umum

Dosen Pengampu : Temmy Hastian, S.H., M.H.

Nama Mahasiswa : Ahmad Faisal Qodar

NIM : 2110117796

Kelas : 3A Malam

Ketentuan : - Sifat Tugas: Individu

- Lembar Kerja Di Ketik/Ditulis Tangan, dengan memuat identitas


anggota mahasiswa.

- Dikumpulkan Maksimal pada Tanggal 22 Oktober 2022, melalui


media GCR.

Soal:

1. Subbab Percobaan;

a. Sebut dan Jelaskan landasan hukum yang megatur Tindak Pidana Percobaan beserta
unsur unsurnya?

Jawaban :

Percobaan tindak pidana (poging) merupakan perbuatan yang dari awal sudah ada niat, adanya
pelaksanaan untuk melakukan tindak pidana akan tetapi tindak pidana tersebut tidak sampai selesai
bukan semata-mata karena kehendak dari pelaku sendiri.
Percobaan memiliki arti berupaya melakukan sesuatu kejahatan, tetapi akibatnya tidak terjadi
bukan atas dasar kehendaknya sendiri.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak memberikan rumusan arti atau definisi
tentang istilah “percobaan”. Namun KUHP hanya merumuskan batasan tentang kapan dapat
dikatakan ada percobaan untuk melakukan kejahatan yang dapat dipidana, yaitu dalam Pasal 53
(1). Berikut bunyi Pasal 53 ayat (1) KUHP:

“(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah terbukti dari adanya
permulaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena
kehendaknya sendiri.”

Dalam sistem KUHP, percobaan yang dapat dipidana hanyalah percobaan terhadap tindak pidana
yang berupa kejahatan saja, sedangkan percobaan terhadap pelanggaran tidak dipidana, hal ini
ditegaskan dalam Pasal 54 KUHP.

Perlu diingat juga bahwa terdapat percobaan terhadap kejahatan tertentu yang tidak dipidana,
diantaranya yaitu:

Percobaan duel atau perkelahian tanding (Pasal 184 ayat (5)).

Percobaan penganiayaan ringan terhadap hewan (Pasal 302 ayat (4)).

Percobaan penganiayaan biasa (Pasal 351 ayat (5)).

Percobaan penganiayaan ringan (Pasal 352 ayat (2)).

Unsur-Unsur Percobaan

Dari rumusan Pasal 53 (1) KUHP jelas terlihat bahwa unsur-unsur percobaan terdiri dari tiga unsur,
yaitu:

1. Ada niat

Menurut Prof. Mulyatno, niat dalam delik percobaan dapat mempunyai dua arti, yaitu:

1. Dalam hal percobaan selesai (percobaan lengkap) niat sama dengan kesengajaan.
2. Dalam hal percobaan tertunda (percobaan terhenti atau tidak lengkap) niat hanya merupakan
unsur sifat melawan hukum yang subjektif.
3. Ada permulaan pelaksanaan

Menurut Prof. Mulyatno, dikatakan ada perbuatan pelaksanaan apabila seseorang telah melakukan
perbuatan:

1. Yang secara objektif mendekatkan pada suatu kejahatan tertentu. Secara subjektif tidak ada
keragu-raguan lagi tentang kejahatan mana yang diniatkan atau dituju

2. Perbuatan itu sendiri bersifat melawan hukum.

3. Pelaksanaan tidak selesai bukan semata-mata karena kehendaknya sendiri

Tidak selesainya pelaksanaan kejahatan yang dituju bukan karena kehendak sendiri, dapat terjadi
dalam hal-hal sebagai berikut:

1. Adanya penghalang fisik

Adanya penghalang fisik apabila adanya kerusakan pada alat yang digunakan atau hal lainnya yang
dapat menghalangi pelaku.

Misalnya tidak matinya orang yang ditembak karena tangannya disentakkan orang, sehingga
tembakan menyimpang atau pistolnya terlepas.

2. Tidak selesainya perbuatan disebabkan karena akan adanya penghalang fisik

Misalnya takut segera ditangkap karena gerak-geriknya untuk mencuri telah diketahui oleh orang
lain.

3. Adanya penghalang yang disebabkan oleh faktor-faktor atau keadaan keadaan khusus pada
objek yang menjadi sasaran

Misalnya daya tahan orang yang ditembak cukup kuat sehingga tidak mati atau yang tertembak
bagian yang tidak membahayakan, barang yang akan dicuri terlalu berat walaupun si pencuri telah
berusaha mengangkatnya sekuat tenaga.

Percobaan Mampu dan Tidak Mampu

Masalah percobaan mampu dan tidak mampu ini timbul sehubungan dengan telah dilakukannya
perbuatan pelaksanaan, tetapi delik yang dituju tidak selesai atau akibat yang terlarang menurut
Undang-Undang itu tidak timbul.
Tidak selesainya delik atau tidak timbulnya akibat terlarang itu dapat disebabkan karena dua hal,
yaitu:

1. Karena tidak mampunya objek

Misalnya mencoba menggugurkan kandungan yang ternyata tidak hamil, mencoba membunuh
orang yang ternyata sudah mati, mencuri uang dari sebuah peti yang ternyata kosong, dan
sebagainya.

2. Karena tidak mampunya alat yang digunakan

Misalnya mencoba membunuh orang dengan gula yang kira orang tersebut adalah racun.

Mengenai percobaan yang tidak mampu karena alatnya, Memorie Van Toelichting (MVT)
membedakannya dengan dua hal, yaitu:

1. Tidak mampu mutlak, yaitu dengan alat tidak pernah mungkin timbul delik selesai, dalam hal
ini tidak mungkin ada delik percobaan. Mr. Karni memberi contoh: meracun dengan air kelapa.
2. Tidak mampu relatif, yaitu bila dengan alat itu tidak ditimbulkan delik selesai atau karena
keadaan tertentu dalam hal ini orang yang dituju itu berbeda. Tidak mampu relatif ini
dimungkinkan adanya delik percobaan.

Dengan demikian dari apa yang dikemukakan MVT, terlihat bahwa ketidakmampuan relatif dapat
dilihat dari dua segi:

1. Keadaan tertentu dari alat pada waktu si pembuat melakukan perbuatan.


2. Keadaan tertentu dari orang yang dituju.

b. Jelaskan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana yang dikategorikan sebagai
percobaan, disertai dengan landasan hukumnya?

Jawab :

Dalam hal percobaan terhadap kejahatan, maka menurut Pasal 53 ayat (2) KUHP maksimum
pidana yang dapat dijatuhkan ialah maksimum pidana untuk kejahatan sesuai pasal yang
bersangkutan, kemudian dikurangi sepertiga. Misalnya untuk percobaan pembunuhan (Pasal 53
junto 338 KUHP), sehingga maksimumnya adalah 10 tahun penjara. Apabila kejahatan yang
bersangkutan diancam pidana mati atau penjara seumur hidup, maka menurut Pasal 53 ayat (3)
maksimum pidana yang dapat dijatuhkan hanya 15 tahun penjara.

Dengan demikian maksimum pidana pokok untuk percobaan adalah lebih rendah daripada
kejahatan itu telah selesai seluruhnya. Sedangkan untuk pidana tambahannya, menurut Pasal 53
ayat (4) adalah sama dengan kejahatan selesai.

c. Sebut dan jelaskan Pengecualian dalam hal Tindak Pidana Percobaan?

Jawab :

Pasal 84 ayat (5) Menyebutkan :

“Percobaan Perkelahian Tanding Tidak Dipidana”

Tentang tidak dipidananya percobaan perkelahian tanding, pembuat undang undang berpendapat
bahwa orang – orang yang mengetahui niat akan dilakukannya suatu perkelahian tanding,
diberikan kesempatan untuk memberitahukan kepada yang berwajib sampai saat terakhir tanpa
para pihak yang akan melakukan perkelahian tanding tersebut sudah memulai perang tanding itu.
Dalam hal perang tanding selalu terlibat orang – orang lain dalam peristiwa itu. Bahkan akan
dipidana mereka yang tidak memberitahukan akan terjadinya perang tanding kepada yang
berwajib, apabila dia dapat melakukan atau masih ada kesempatan untuk melakukan laporan
tersebut.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa apabila telah ada laporan akan dilakukannya suatu
perang tanding maka kejadian perang tanding itu dapat dihindarkan sehingga tidak perlu mencoba
melakukan perang tanding itu sendiri dijatuhkan pidana.

Sedangkan pasal lain dimana percobaannya tidak dipidana meskipun “perihal” nyaitu
diklasifikasikan sebagai kejahatan pasal 351 KUHP tentang “penganiayaan ringan”.

“percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana”.

Artinya bahwa percobaan melakukan penganiayaan ringan tidak dipidana. Meskipun


penganiayaan ringan seperti yang termuat dalam pasal 351 KUHP termasuk jenis delik kejahatan.
Alasan tidak dipidananya percobaan melakukan penganiayaan ringan adalah seperti diutarakan
diatas, adalah bahwa kepentingan hukum yang dilanggar atau akibat hukum yang ditimbulkan
tidak seberapa.Banyak penulis memepermasalahkan kata “hanya” dalam rumusan pasal 53 KUHP.
Sebagaimana diketahui dalam teks asli rumusan pasal 54

KUHP terdapat kata allen (hanya). Disebutkan bahwa :

“...,dan tidak selesainya pelaksanaan hanya bukan karena kehendaknya”.\ Dalam KUHP kata
‘hanya” diterjemahkan dengan kata “semata – mata”. Hal tersebut tidak menjadi masalah asal
dipahami apa sebenarnya kehendak pembuat undang – undang terhadap rumusan kata – kata
diatas. Kata “hanya” atau “semata – mata” dalam rumusan pasal 53 KUHP untuk memeberikan
penekanan bahwa seorang tidak dapat dipidana telah melakukan percobaan apabila pelaksanaan
tidak selesai haruslah disebabkannya “hanya” oleh pengunduran sukarela yang berasal dari pelaku.
Faktor sekecil apapaun yang berasal dari luar pelaku sehingga menyebabkan terpaksa
diurungkannya niat pelaku, harus dianggap bukan sebagai pengunduran diri sukarela dari
pelakunya. Jadi satu satunya alasan untuk tidak memidana seorang yang sudah melakukan
permulaan pelaksan terhadap niatnya adalah kehendak mengundurkan diri secara sukarela. Tujuan
pembuatan undang undang untuk tidak memidana bagi mereka yang mengundurkan diri secara
sukarela terhadap suatu niat jahat dapat dilihat dari memorie van toeliching (M.v.T) ada dua alasan
yang dikemukakan dalam M.v.T. Yang pertama adalah bahwa hukum tidak memidana seseorang
karena ada niat saja. Meskipun telah terwujud dalam suatu permulaan pelaksanaan akan tetapi
apabila niat itu dengan sengaja diurungkan. Maka orang tersebut tidak mempunyai niat lagi untuk
melakukan kejahatan yang semula diniati. Alasan yang kedua adalah dihubungkan dengan “
kepentingan masyarakat”. Pembuat undang undang akan memberikan jaminan untuk tidak
memidana seseorang apabaila orang tersebut dengan sukarela tidak lagi melanjutkan niatnya.

d. Uraikan contoh kasus pidana yang digolongkan sebagai Percobaan.

Jawab :

Perihal percobaan. Pasal 53 KUHP menyatakan, “Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika
niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan
itu, bukan semata-mata disebabkan kehendaknya sendiri. “Percobaan adalah delik yang tidak
sempurna dalam pemenuhan unsur-unsurnya.

Permulaan pelaksanaan secara subjektif didasarkan pada postulat, voluntas reputabitur pro facto
yang berarti niat sama artinya dengan fakta yang ada. Adapun secara objektif, permulaan
pelaksanaan mendekati delik yang dituju. Hal terpenting dari percobaan adalah tidak selesainya
permulaan pelaksanaan, bukan semata-mata disebabkan kehendak sendiri.

OTT KPK didahului penyadapan yang selanjutnya diikuti pengintaian. Saat calon tersangka
beraksi, KPK kemudian melakukan penangkapan. Per definisi tertangkap tangan di atas, sangat
terang-benderang OTT KPK sama dengan salah satu keadaan tertangkap tangan yang terdapat
dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP. Jika uang atau barang yang menjadi objek suap belum berada
pada tangan yang dituju, delik itu belum selesai. Orang yang tertangkap tangan, tetapi belum
memnuhi semua unsur, dalam teori hukum pidana dinamakan percobaan.

Sebab tidak selesainya permulaan pelaksanaan bukan karena kehendak sendiri, tetapi terhenti
karena ditangkap KPK. Pasal 15 UU Tipikor, percobaan sama dengan delik selesai. Berdasarkan
keadaan tertangkap tangan dihubungkan dengan percobaan, amat sangat mungkin pejabat publik
yang tertangkap tidak berada di tempat kejadian perkara dan tidak sedang melakukan tindak
pidana.

2. Subbab Penyertaan;

a. Sebut dan Jelaskan landasan hukum yang mengatur Tindak Pidana Penyertaan?

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak memberikan pengertian tentang delik
penyertaan (deelneming delicten), yang ada hanyalah bentuk-bentuk penyertaan baik sebagai
pembuat (dader) maupun sebagai pembantu (medeplichtige).Namun dalam buku lain disebutkan
arti kata “pesertaan” berarti turut sertanya seorang atau lebih pada waktu orang lain melakukan
suatu tindak pidana. Dengan begitu orang berkesimpulan bahwa dalam tiap tindak pidana hanya
ada seorang pelaku yang akan kena hukuman pidana.Dalam prakteknya ternyata sering terjadi
lebih dari seorang terlibat dalam peristiwa tindak pidana. Di samping si pelaku ada seorang atau
beberapa orang lain yang turut serta. Ada yang mengatakan pula bahwa penyertaan adalah
pengertian yang meliputi semua bentuk turut serta atau terlibatnya orang atau orangorang baik
secara psikis maupun secara pisik dengan melakukan masingmasing perbuatan sehingga
melahirkan suatu tindak pidana. Orang-orang yang terlibat dalam kerjasama yang mewujudkan
tindak pidana, perbuatan masing-masing dari mereka berbeda satu dengan yang lain, demikian
juga bisa tidak sama apa yang ada dalam sikap batin mereka terhadap tindak pidana maupun
terhadap peserta yang lain. Tetapi dari perbedaanperbedaan tersebut terjadilah suatu hubungan
yang sedemikian rupa eratnya, di mana perbuatan yang satu menunjang perbuatan yang lainnya

yang semuanya mengarah pada terwujudnya suatu tindak pidana.Oleh karena itu berbeda
perbuatan antara masing-masing peserta yang terlibat, sudah barang tentu peranan atau andil yang
timbul dari setiap atau beberapa perbuatan oleh masing-masing orang itu juga berbeda.

b. Jelaskan apa yang dimaksud dengan: disertai dengan unsur-unsur dan landasan
hukumnya?

Jawab :

- Pleger

Pelaku (Pleger)

Pelaku adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang memenuhi perumusan delik dan
dipandang paling bertanggung jawab atas kejahatan.Tentu saja jika pada saat melakukan perbuatan
pidana tersebut, ia dapat dibuktikan kesalahannya. Menurut doktrin hukum pidana pleger
dibedakan dengan dader. Pleger adalah orang yang menjadi pelaku dalam penyertaan yang dapat
dipidana sama dengan pembuat. Sedangkan dader adalah pembuat dari suatu perbuatan pidana
atau orang yang melaksanakan semua unsur rumus delik, dan pembuat yang mempunyai
kualifikasi sebagai terdakwa yang dibedakan dengan kualifikasi sebagai pembantu. Dengan
demikian, pleger adalah orang yang memenuhisemua unsur delik, termasuk juga bila dilakukan
melalui orang lain atau bawahan mereka.

Contoh kasus: Tiga orang bersepeda berjajar tiga dijalan raya, menurut hukum dilarang. Siapakah
pembuat pelaksanaanya? Dalam kasus semacam ini, Hoge Raad dalam putusannya (19 Januari
1931) telah memberikan pedoman ialah bahwa siapa yang menyebabkan timbulnya keadaan
terlarang dan dialah yang wajib mengakhirinya, dan dialah yang harus dipertanggungjawabkan
dan dipidana atas penciptaan keadaan terlarang tersebut. Apabila pedoman ini dihubungkan
dengan Arrest sebelumnya (19 Desember 1910) mestinya yang paling berkewajiban untuk
mengakhiri keadaan terlarang itu adalah orang ketiga yang paling ditengah jalan (di Indonesia
yang paling kanan, di Belanda yang paling kiri), tetapi Hoge Raad (Arrest tanggal 9 Maret 1948)
dalam kasus tiga orang yang bersepeda dengan jajar, telah disalahkan terhadap ketiga-tiganya dan
dijatuhkan pidana masing-masing. Berarti ketiga-tiganya dianggap mempunya kewajiban yang
sama untuk mengakhiri keadaan yang terlarang itu.

- Doen Plegen

Orang yang menyuruhlakukan (Doenpleger) Doenpleger adalah orang yang melakukan perbuatan
dengan perantara orang lain, sedang perantara itu hanya digunakan sebagai alat. Dengan demikian
ada dua pihak, yaitu pembuat langsung (Manus ministra/auctor physicus), dan pembuat tidak
langsung (manus domina/auctor intellectualis).

Unsur-unsur pada doenpleger adalah:

1) Dengan perantaraan orang lain sebagai alat

Contoh: Seorang A, dengan niat untuk membunuh si B, menyuruh si C memberikan makananyang


ada racunnya kepada si B, sedangkan si C tidak tahu adanya racun didalam makan itu. Dengan
demikian si C adalah sebagai alat belaka dari si A, dan apabila B makan makanannya kemudian
meninggal dunia, maka si A bersalah menyuruh melakukan pembunuhan.

2) Orang lain itu berbuat

a) Tanpa kesengajaan

Contoh: Seorang pemilik uang palsu (manus domina) menyuruh pembantunya berbelanja di pasar
dengan menyerahkan 10 lembar uang yang diketahuinya palsu. Pembantu tersebut adalah manus
ministra dalam kejahatan mengedarkan uang palsu13. Dalam kejahatan mengedarkan uang palsu,
terkandung unsur kesengajaan. Dalam hal ini pembantu ini tidak mengetahui tentang palsunya
uang yang dibelanjakannya. Dengan keadaan tidak diketahuinya itu artinya pada dirinya tidak ada
unsur kesalahan (dalam bentuk kesengajaan)

b) Tanpa kealpaan

Contoh: Seorang Ibu membenci pada seorang pemulung karenaseringnya mencuri benda-benda
yang terletak dipekarangan rumah. Pada suatu hari ia mengetahui pemulung itu sedang mencari
benda-benda bekas dibawah jendela rumahnya. Untuk membikin penderitaan bagi pemulung itu,
dia menyuruh pembantunya untuk menumpahkan air panas dari jendela dan mengenai pemulung
tersebut. Pada diri pembantu tidak ada kelalaian, apabila telah diketahuinya selama ini bahwa,
karena keadaan tidaklah mungkin ada dan tidak pernah ada orang yang berada dibawah jendela,
dan perbuatan seperti itu telah sering pula dilakukannya.

c) Tanpa tanggung jawab, oleh sebab keadaan

(1) Yang tidak diketahuinya

(2) Karena disesatkan

Contoh: Ada seorang berkehendak untuk mencuri sebuah koper milik seorang penumpang kereta
api. Sejak sejak semula di Stasiun, sebelum orang tersebut naik kereta, orang jahat itu
menguntitnya dan kemudian ikut pula menaiki kereta. Ketika pemilik koper itu sedang tertidur
lelap, dimana kereta api sedang berhenti pada suatu stasiun, orang jahat tadi menyuruh seorang
kuli angkut untuk menurunkan koper itu dan membawanya kesebuah taksi yang kemudian dipesan.
Pada peristiwa ini kuli tadi telah melakukan perbuatan mengambil koper milik orang lain oleh
sebab tersesatkan. Disini telah terjadi pencurian koper, tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan
pada kuli, melainkan pada orang jahat sebagai pembuat penyuruh.

(3) Karena tunduk pada kekerasan

Contoh: Dua orang hendak merampok yang marah, karena tuan rumah tidak hendak memberi tahu
nomer kode pembuka brankas, bersama-sama melemparkan tuan rumah itu dari jendela rumah
yang bertingkat dan korban menimpa anak kecil yang sedang bermain dibawah dan mati. Atas
matinya anak ini tidak dapat dipertanggungjawabkan pada tuan rumah, tetapi pada dua orang yang
melemparkannya. Dalam peristiwa ini, tuan rumah adalah murni manus ministra semata-mata alat
dalam kekuasaan dua orang yang hendak merampok tadi, dan mereka adalah pembuat penyuruh.

Jika yang disuruhlakukan seorang anak kecil yang belum cukup umur maka tetap mengacu pada
pasal 45 dan 47 jo. UU nomor 3 Tahun1997 tentang Peradilan Anak.

- MedeplegerUitlokker

Orang yang Turut Serta (Medepleger) Medepleger menurut MvT (Memorie van Toelichting)
adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan terjadinya sesuatu. Oleh
karena itu, kualitas masing-masing peserta tindak pidana adalah sama.
Contoh kasus: Dua orang A dan B mencuri sebuah televisi di sebuah kediaman, dimana mereka
berdua sama-sama masuk melalui jendela yang tidak terkunci dan sama-sama pula mengangkat
obyek televisi tersebut kedalam mobil yang telah disediakan dipinggir jalan. Pada contoh ini A
dan B sama-sama mengangkat televisi, pencurian terjadi karena perbuatan yang sama, dan tidak
dapat mengangkat televisi oleh hanya satu orang. Jelas perbuatan mereka telah samasama
memenuhi rumusan tindak pidana.

Bentuk turut serta ini terdapat dua orang atau lebih yang dikatakan sebagai medepleger tersebut
semuanya harus terlibat aktif dalam suatu kerjasama pada saat perbuatan pidana dilakukan.

Syarat adanya medepleger:

1) Adanya kerjasama secara sadar. Kerjasama dilakukan secara sengaja untuk bekerja sama dan
ditunjukan kepada hal yang dilarang undang-undang.

2) Ada pelaksanaan bersama secara fisik, yang menimbulkan selesainya delik yang bersangkutan.

Dalam suatu arrest Hoge Read (29-10-1934, dikenal hooi arrest), berisi : Ada dua orang A dan B
sama-sama bersepakat untuk membakar sebuah kandang kuda milik C orang yang mereka benci.
Pada waktu yang mereka sepakati, mereka berdua masuk kandang tersebut. Di dalam kandang
kuda, ada loteng dan disana ditempatkan rumput kering (hooi) untuk makanan kuda. Untuk
membakar kandang kuda tersebut, dilakukan dengan cara membakar rumput kering diatas loteng.
Untuk pembakaran itu, A menaiki sebuah tangga untukmencapai loteng, sedangkan B memegang
tangga. Pada mulanya dengan sebuah korek api A mencoba membakar rumput, namun gagal
6karena rumput diatas belum kering sepenuhnya. Lalu B mengumpulkan daun-daun kering yang
kemudian diserahkan pada A untuk maksud dapat dimulai dengan membakar daun-daun kering
itu, namun juga tetap tidak dapat membakar. Namun setelah beberapa kali menyulutkan korek api
pada rumput di loteng, akhirnya berhasil juga A membakar rumput kering itu, dan seterusnya api
menjalar dan meluas hingga terbakarlah seluruh kandang kuda milik C. Ketika disidang
pengadilan, B mengajukan pembelaan bahwa dia bukanlah sebagai orang yang membakar kandang
kuda19, dia tidak melakukan tindak pidana pembakaran, karena perbuatannya sekedar memegang
tangga yang perbuatan mana tidak memenuhi sebagai pembuat lengkap atau seorang dader. Dia
hanyalah membantu (pembuat pembantu). Hoge Raad mengenyampingkan alas an pembelaan B,
dan menghukum B karena salahnya telah turut serta (pembuat peserta) melakukan pembakaran,
sedangkan A adalah berkualitas sebagai pembuat pelaksannya

c. Uraikan contoh kasus pidana yang digolongkan sebagai Penyertaan?

Jawab :

Yaitu kasus Salim Kancil yang terjadi di Desa Selok Awar - Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten
Lumajang (kronologis kasussebagaimana telah diuraikan dalam Bab I). Kasus berikutnya Kasus
Umar Keyyang terjadi di Kota Bekasi, Selanjutnya adalah kasus yang dilakukan antara suporter
sepakbola. Dalam hal ini yang terjadi antara suporter team sepakbola Madura United dengan team
sepakbola Arema Cronus, dalam pertandingan sepakbola di Stadion Gelora Bangkalan, Madura.
Mengingat pembahasan pada sub bab ini lebih menitik beratkan pada penyertaan tindak pidana
maka pembahasannya mengarah pada unsur - unsur ketentuan Pasal 55 KUHP, yakni :

a. Mengancam tindak pidana yang dilakukan dengan lebih dari satu orang.

Dimana didalamnya ada Dader ( pembuat ) terdiri dari :

1. Mereka yang melakukan ( Pleger)

2. Yang menyuruh ( Doen Pleger)

3. Turut serta melakukan (Made Plager)

4. Mereka yang memberikan atau menjajanjikan sesuatu (Uitloker)

b. Penyertaan dari seluruh pelaku ini merupakan bentuk Made Plager ( orang yang turut serta
melakukan, orang yang dengan sengaja turut berbuat/turut mengerjakan terjadinya suatu tindak
pidana) Pleger (mereka yang melakukan) dan otak tindak pidananya adalah Hariono sebagai Doen
Pleger (orang yang menyuruh lakukan).

3. Subbab Pembantuan;

a. Sebut dan Jelaskan landasan hukum yang megatur Tindak Pidana Pembantuan

beserta unsur-unsurnya?

Jawab :
Pembantuan atau medeplichtige yaitu ada dua pihak yang terdiri dari dua orang atau lebih, pertama
adalah pelaku atau pembuat atau de hoofd dader, kedua, pembantu atau medeplichtige.183 Omne
principale trahit ad se accessorium. Dimana ada pelaku utama, di situ ada pelaku pembantu.
Pembantuan diatur dalam Pasal 56 KUHP yang berbunyi “Dipidana sebagai pembantu suatu
kejahatan:

a. Mereka yang sengaja memberikan bantuan pada waktu kejahatan dilakukan.

b. Mereka yang sengaja memberikan kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan
kejahatan.”

Berdasarkan dari bunyi Pasal 56 KUHP diatas dapat maka dapat disimpulkan dua bentuk
pembantuan yaitu:

a. Sebelum dilaksanakannya kejahatan. Pembantuan untuk melakukan kejahatan. Artinya


pembantuan itu diberikan sebelum kejahatan terjadi, apakah dengan memberikan kesempatan,
sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.184 Cara yang dilakukan adalah dengan
memberi kesempatan, sarana atau keterangan. Mirip dengan penganjuran pada uitlokken.
Perbedaannya pada niat/kehendak, pada pembantuan kehendak jahat pembuat materiil sudah ada
sejauh semula/tidak ditimbulkan pembantu, sedangkan dalam penganjuran, kehendak melakukan
kejahatan pada pembuat materiil ditimbulkan oleh penganjur.185 dalam penganjuran inisiatif
(prakarsa) melakukan tindak pidana datang dari si penganjur dimana untuk membujuk ia
memberikan sejumlah kemudahan, yaitu dengan memberikan kesempatan, sarana atau keterangan.
Dalam membantu melakukan, inisiatif (prakarsa) untuk melakukan tindak pidana berasal dari
orang lain, sedangkan si pembantu hanya sekedar membantu dengan memberikan kesempatan,
sarana atau keterangan”

b. Saat dilaksanakannya kejahatan. Cara bagaimana pembantuannya tidak disebutkan dalam


KUHP. Mirip dengan medeplegen. Namun perbedaannya terletak pada:

1. Pembantuan perbuatannya hanya bersifat membantu/menunjang, sedangkan pada turutserta


merupakan perbuatan pelaksanaan.
2. Pembantuan, pembantu hanya sengaja memberi bantuan tanpa disyaratkan harus kerja sama dan
tidak bertujuan/berkepentingan sendiri, sedangkan dalam turut serta, orang yang turut serta sengaja
melakukan tindak pidana, dengan cara bekerja sama dan mempunyai tujuan sendiri.

3. Pembantuan dalam pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60 KUHP), sedangkan turut serta dalam
pelanggaran tetap dipidana.

4. Maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yang bersangkutan dikurangi sepertiga,
sedangkan turut serta dipidana sama.

Pembantuan untuk melakukan pelanggaran tidaklah dipidana. Seseorang tidak bias disebut sebagai
pelaku pembantuan hanya karena ia kenal pelaku utamanya, namun pembantuan harus tahu apa
yang ia perbuat dan dengan cara apa membantunya. Pembantuan haruslah dilakukan dengan suatu
kesengajaan dan delik-delik yang mempunyai bentuk kesalahan berupa kealpaan.

b. Jelaskan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana yang dikategorikan sebagai

pembantuan, disertai dengan landasan hukumnya?

Si x melakukan pembantuan bersamaan dengan terjadinya kejahatan, maka dalam hal ini pasal
yang tepat dikenakan terhadapnya adalah Pasal 56 ke-1 KUHP. Kami berasumsi bahwa x hanya
meminjamkan mobilnya tanpa turut mengemudikan mobil tersebut sehingga dalam hal ini
pembantuan yang dilakukan x berupa pembantuan pasif yakni hanya meminjamkan mobilnya
untuk melakukan suatu kejahatan.

Mengenai bentuk pertanggungjawaban pembantuan, maka kita berpedoman pada Pasal 57 KUHP
yang berbunyi:

(1) Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga

(2) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan
pidana penjara paling lama lima belas tahun

(3) Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri

(4) Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya perbuatan yang
sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya.
Pembantuan yang dilakukan oleh x adalah pembantuan dalam melakukan tindak pidana
pencabulan yang diatur dalam Pasal 289 KUHP yang berbunyi:

“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang
kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”

Dengan berpedoman pada ketentuan dalam Pasal 57 KUHP jo. Pasal 289 KUHP tersebut, maka
ancaman pidana bagi x adalah pidana penjara 9 tahun dikurangi sepertiga dari 9 tahun, yakni
pidana maksimal 6 tahun penjara.

c. Uraikan contoh kasus pidana yang digolongkan sebagai Pembantuan.

Jawab :

Dimulai dari hari Senin tanggal 23 April 2012 sampai dengan hari Minggutanggal 29 April 2012
dinihari sekira pukul 01.30 wib saksi menelpon Terdakwa dan berpura-pura mengaku sebagai
demah dan menanyakan keberadaan korban kepada Terdakwa dan kemudian Terdakwa
memberitahu saksi: ”Barusan suiri dan Suedi (Saksi) datang kerumah saya untuk mencari korban
dan ingin memaksa membuka kamar yang ditempati korban, namun saya mengatakan kunci kamar
tersebut dibawa orang tua saya sehingga suiri dan suedi tidak berhasil membuka pintu kamar
tersebut dan tidak berhasil menemukan keberadaan korban”, dan kemudian telepon tersebut saksi
matikan dan tepatnya pukul 02.00 saksi mengajak suiri berangkat kembali rumah Terdakwa dan
melakukan apa yang dikatakan Ibu Mertua dan akhirnya Terdakwa tidak bisa berbohong bahwa
kuncinya ada padanyadan kemudian pintu kamar dibuka sendiri oleh Terdakwa dan ditemukan
saksikorban ada didalamnya.

Dalam rentang waktu antara tanggal 23 April 2012 sampai dengan tanggal 29 April 2012 Saksi
Korban disekap di salah satu kamar dalam rumah Terdakwa. Selain itu, dalam penggalian fakta di
awal sebelum persidangan Jaksa juga seharusnya mempertimbangkan dakwaannya dengan
memperhatikan dari kronologi kejadian. Terjadinya penyekapan yang dilakukan oleh Tedakwa uus
termasuk ke dalam tindak pidana yang berdiri sendiri namun masih dalam satu rangkaian kejadian
dalam proses perkosaan anak di bawah umur yang dilakukan oleh Saksi demah. Dalam
dakwaan mengenai tindak pidana penyekapan tidak digali oleh Jaksa di dalam Dakwaan. Jadi, dari
perbuatan pembantuan oleh tersangka tersebut juga terdapat tindak pidana lainnya yaitu
penyekapan terhadap saksi korban. Mengenai putusan yang diberikan kepada Terdakwa khusnul
khotimah alias uus yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “Membantu Melakukan Perkosaan terhadap Anak” dengan menjatuhkan pidana kepada
Terdakwa dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dan denda sebesar Rp. 60.000.000,- (enam
puluh juta rupiah) dan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan
selama 2 (dua) bulan sudah sesuai.

Good Luck

Anda mungkin juga menyukai