DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya kata percobaan atau poging, berarti suatu usaha mencapai
suatu tujuanyang pada akhirnya tidak atau belum tercapai. Dalam hukum
pidana percobaan merupakan suatu pengertian teknik yang memiliki banyak
segi atau aspek. Perbedaan dengan arti kata pada umumnya adalah apabila
dalam hukum pidana dibicarakan hal percobaan, bebarti tujuan yang dikejar
tidak tercapai. Unsur belum tercapai tidak ada, namun tidak menjadi
persoalan.
II
IDENTIFIKASI MASALAH
Percobaan kejahatan di dalam undang-undang tidak dijumpai definisi atau
pengertian tentang apa yang dimaksud dengan percobaan (poging). Pasal 53 ayat
(1) KUHP tidaklah merumuskan perihal pengertian mengenai percobaan,
melainkan merumuskan syarat-syarat (3 syarat) untuk dapat dipidananya bagi
orang yang melakukan percobaan kejahatan (poging tot misdrijf). Pengertian
menurut tata bahasa tersebut di atas tidaklah dapat digunakan sebagai ukuran dari
percobaan (melakukan kejahatan) sebagaimana dalam hukum pidana. Tentang
syarat untuk dipidananya pembuat percobaan kejahatan dirumuskan dalam pasal
53 ayat (1) dalam contoh proses pemidanaan dalam kasus percobaan pembakaran
rumah pada dasarnya, perbuatan sengaja membakar rumah orang lain dapat dijerat
dengan Pasal 187 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jika tidak
dilakukan dengan sengaja (karena salahnya), maka orang itu dihukum menurut
Pasal 188 KUHP (delik culpa). Supaya dapat dihukum, maka perbuatan-perbuatan
itu harus dapat mendatangkan: bahaya umum bagi barang, bahaya maut atau
bahaya maut bagi orang lain dan ada orang mati
III
PEMBAHASAN
Dari segi tata bahasa istilah percobaan adalah usaha hendak membuat atau
melakukan sesuatu dalam keadaaan diuji (Poerwodarminto, 1976: 209)1. Dari apa
yang diterangkan diatas, kiranya ada 2 percobaan :
Pertama, tentang apa yang dimaksud hendak berbuat, ialah orang yang
telah mulai berbuat (untuk mencapai tujuan) yang mana perbuatan itu tidak
menjadi selesai. Pengertian pertama ini tampak pada apa yang dikatakan oleh
Wirjono Prodjodikoro bahwa ‘‘Pada umumnya kata percobaan atau poging berarti
suatu usaha mencapai suatu tujuan, yang pada akhirnya tidak atau belum tercapai”
(Wirjono, 1981: 89)2. Demikian juga Jonkers menyatakan bahwa “ Mencoba
berarti berusaha untuk mencapai sesuatu, tetapi tidak tercapai ’’ (Jonkers 1987 :
155)3.
Ukuran percobaan menurut arti tata bahasa hanyalah salah satu aspek saja
dari percobaan sebagaimana yang dikenal dalam hukum pidana. Satu aspek itu
ialah bahwa dalam percobaan melakukan kejahatan yang dapat dipidana, si
pembuat telah memulai melakukan perbuatan yang sama dengan pengertian
pertama menurut tata bahasa tersebut diatas.
a. Ajaran subyektif: bertitik tolak dari niat (ukuran batin) si pembuat artinya
bahwa patutnya dipidana terhadap pencoba kejahatan adalah terletak pada niat
jahat orang itu yang dinilai telah mengancam kepentingan hukum yang dilindungi
UU (membahayakan kepentingan hukum).
b. Ajaran obyektif: bertitik tolak dari wujud perbuatannya, artinya bahwa patut
dipidananya terhadap pencoba kejahatan karena wujud permulaan pelaksanaan itu
telah dinilai mengancam kepentingan hukum yang dilindungi UU
(membahayakan kepentingan hukum).
b. Walaupun tidak ada penghalang fisik, tetapi tidak selesainya itu disebabkan
karena akan adanya penghalang fisik.
c. Adanya penghalang yang disebabkan oleh faktor-faktor khusus pada objek yang
menjadi sasaran.
Dalam hal tidak selesainya perbuatan itu karena kehendak sendiri, maka
dalam hal ini dikatakan ada pengunduran diri secara sukarela. Tidak selesainya
perbuatan karena kehendak sendiri secara teori dapat dibedakan :
b) Pertimbangan dari segi kemanfaatan (utilitas) bahwa usaha yang paling tepat
untuk mencegah timbulnya kejahatan ialah menjamin tidak dipidana orang yang
telah mulai melakukan kejahatan tetapi dengan sukarela mengurungkan
pelaksanannya.
Dengan adanya penjelasan MvT tersebut, maka ada pendapat bahwa unsur
ketiga ini merupakan :
Mengenai konsekuensi adanya unsur ketiga dalam Pasal 53 KUHP, ada dua
pendapat, yaitu:
a. Perbuatan persiapan
b. Permulaan pelaksanaan
c. Perbuatan pelaksanaan — menghasilkan tindak pidana selesai/tidak
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata
dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu,
bukam semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan
dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Saya mau bertanya untuk kasus percobaan pembakaran rumah. Itu dikenakan
pasal berapa dan hukuman berapa tahun? Sebab ini kejadian yang saya alami.
Rumah saya hendak beberapa kali mau dibakar tetangga tetapi tidak berhasil.
Awalnya karena mau ditegur masalah pembuangan sampah selokan yang dibuang
di depan rumah saya. Pihak kami mau melakukan mediasi baik-baik, tapi
disambut anarkis sampai perusakan rumah dengan pintu depan rumah kami
dipukul dengan besi-besi dilempar batu, botol kaca sampai atas atap rumah kami
penuh batu kecil dan batu bata. Tidak sampai di sana, kaca naco jendela kami juga
pecah dilempar. Untuk kasus seperti ini saya harus membuat laporan seperti apa
di pihak berwajib? Apakah kasus percobaan pembakaran saja? Atau harus
ditambahkan perusakan juga?
Ulasan Lengkap
Pertama-tama perlu kami tegaskan bahwa pembahasan kali ini akan
dibatasi perihal kasus yang menimpa Anda atau Anda sebagai korban, tidak
mencakup perihal masalah pembuangan sampah selokan di depan rumah Anda.
1. Dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan
tersebut di atas timbul bahaya umum bagi barang;
2. Dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena perbuatan
tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain;
3. Dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama
dua puluh tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa
orang lain dan mengakibatkan orang mati.
Bahkan, dalam Pasal 187 ter. KUHP telah diatur bahwa permufakatan
jahat untuk melakukan kejahatan dalam Pasal 187 KUHP dapat dipidana,
selengkapnya pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
Dalam buku yang sama (hal. 97), R. Soesilo mengatakan bahwa yang
masuk dalam pengertian: “permufakatan jahat” ialah permufakatan untuk berbuat
kejahatan. Segala pembicaraan atau rundingan untuk mengadakan permufakatan
itu belum masuk dalam pengertian: “permufakatan jahat”.
1. Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dan
adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
3. Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup,
dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
4. Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Berkaitan dengan hal ini, R. Soesilo dalam buku yang sama (hal. 69)
menjelaskan bahwa undang-undang tidak memberikan definisi apa yang dimaksud
dengan percobaan itu, tetapi yang diberikan ialah ketentuan mengenai syarat-
syarat supaya percobaan pada kejahatan itu dapat dihukum.
Barang siapa dengan sengaja menghancurkan atau merusak gedung atau bangunan
diancam:
Dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan
itu timbul bahaya umum bagi barang;
Dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena perbuatan
itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain;
Dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu
tertentu paling lama dua puluh tahun, jika karena perbuatan itu timbul
bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati.
Menurut R. Soesilo dalam buku yang sama (hal. 161), supaya dapat
dihukum, maka perbuatan tersebut dalam Pasal 200 KUHP harus dilakukan
dengan “sengaja” dan harus mendatangkan akibat-akibat sebagaimana temaktub
pada sub 1 s/d 3 dalam pasal ini. Apabila dilakukan tidak dengan sengaja, ialah
“karena salahnya” (kurang hati-hati atau alpa), maka ini merupakan “delik culpa”
dan dikenakan Pasal 201 KUHP.
Dasar Hukum:
Putusan:
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari apa yang diterangkan di atas, maka tidak dapat lain bahwa
percobaan kejahatan ini bukan suatu tindakan pidana (yang berdiri sendiri)
seperti istilah pada delik percobaan, akan tetapi ketentuan khusus dalam
hal memperluas pembebanan pertanggungjawaban pidana, bukan saja
terhadap si pembuat yang menyelesaikan tindak pidana dengan sempurna,
tetapi dipertanggungjawabkan pula dengan dipidana nya bagi si pembuat
yang karena perbuatannya belum menyelesaikan suatu tindak pidana
secara sempurna. Demikian juga, percobaan bukan unsur tindak pidana,
tetapi tindak pidana yang tidak sempurna, yang pada dasarnya tidak
dipidana. Tindak pidana yang tidak sempurna tidaklah disebut sebagai
tindak pidana, walaupun diancam pidana sebagaimana juga tindak pidana
sempurna. Dengan demikian, percobaan juga bukan perluasan arti dari
tindak pidana.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Rajawali Pers, Ed.1, Cet. 2, Jakarta, 2011.
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5caff404d4cee/jerat-pidana-
percobaan-pembakaran-rumah/