Anda di halaman 1dari 8

PERCOBAAN

PENGERTIAN PERCOBAAN
Pada umumnya kata percobaan atau poging berarti suatu usaha mencapai suatu tujuan, yang
pada akhirnya tidak atau belum tercapai. Dalam hukum pidana percobaan merupakan suatu
pengertian teknik yang memiliki banyak segi atau aspek. Perbedaan dengan arti kata pada
umumnya adalah apabila dalam hukum pidana dibicarakan hal percobaan, bebarti tujuan yang
dikejar tidak tercapai. Unsur belum tercapai tidak ada, namun tidak menjadi persoalan.
Menurut kata sehari-hari yang disebut dengan percobaan yaitu menuju kesesuatu hal, tetapi
tidak sampai pada hal yang dituju, atau hendak berbuat sesuatu yang sudah dimulai, tetapi
tidak sampai selesai. Misalnya akan membunuh orang, telah menyerang akan tetapi orang
yang di serang itu tidak sampai mati, bermaksud mencuri barang, tetapi barangnya tidak
sampai terambil, dan sebagainya.
Penjelasan lain mengenai definisi percobaan, berasal dari Memorie van Teolichting yaitu
sebuah kalimat yang berbunyi: ”poging tot misdrijf is dan de bengonnen maar niet voltooide
uitveoring van het misdrijf, of wel door een begin van uitveoring geopenbaarde wil om een
bepaald misdrijf te plegen”yang artinya: ”Dengan demikian, maka percobaan untuk
melakukan kejahatan itu adalah pelaksanaan untuk melakukan suatu kejahatan yang telah
dimulai akan tetapi tidak selesai, ataupun suatu kehendak untuk melakukan suatu kejahatan
tertentu yang telah di wujudkan di dalam suatu permulaan pelaksanaan”.
Pompe mengatakan bahwa mencoba adalah berusaha tanpa hasil. Kalau syarat-syarat
percobaan ada, maka timbullah perbuatan pidana baru, meskipun dalam bentuk delik tidak
selesai tetapi dapat dipidana. Pemberian nama untuk percobaan oleh Pompe, yaitu bentuk
perwujudan dari perbuatan pidana, sebab deliknya timbul, menampakkan diri, tetapi dalam
bentuk belum selesai.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa percobaan memiliki dua definisi yang pertama, percobaan
adalah pelaksanaan tindakan dari kejahatan yang telah dimulai tetapi tidak selesai. Yang
kedua, percobaan adalah suatu permulaan pelaksanaan tindakan dari niat yang dinyatakan
untuk melakukan suatu kejahatan tertentu.
BASIS EPITIMOLOGIS HUKUMAN PERCOBAAN
1.Percobaan yang Terpidana
Dalam pasal 53 KUHP diterapkan: ”Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk
itu telah ternyata dan adanya permulaan pelaksanaan, dengan tidak selesainya pelaksanaan
itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri”. Dapat dipidananya
percobaan berarti perluasan dapat dipidananya delik yaitu perbuatan baru untuk sebagian
dilaksanakan, seakan-akan masih ada unsur yang tersisa. Tetapi sudah dapat dijadikan pidana
meskipun dengan pengurangan sepertiga dari pidana maksimum. percobaan melakukan
kejahatan yang dapat dipidana (pasal 53 KUHP)
Pengenaan pidana pada percobaan memiliki dasar ancaman hukuman, dalam ilmu hukum
pidana ada dua teori yakni:
a)Teori subjektif
Menurut teori ini, kehendak berbuat jahat si pelaku itu merupakan dasar ancaman hukuman.
Si pelaku telah terbukti mempunyai kehendak jahat dengan memulai melakukan kejahatan
tersebut, maka pantaslah percobaan ini sudah dapat dikenakan hukuman pidana.
b)Teori objektif
Menurut teori ini, dasar ancaman hukuman bagi pelaku percobaan adalah karena sifat
perbuatan pelaku telah membahayakan. Jadi, kehendak berbuat jahat belum cukup untuk
melakukan ancaman hukuman.
Kebanyakan suatu tidak pidana terjadi oleh satu orang, tetapi dalam berbuat tindak pidana
mungkin juga tersangkut dua orang atau lebih. Mengingat akan kemungkinan ini pembuat
undang-undang telah mengadakan peraturan juga, dengan memasukkan soal turut serta pada
tindak pidana kedalam KUHP.
Kerjasama beberapa orang dalam berbuat tindak pidana beranekaragam coraknya, baik
sebagai orang yang melakukan perbuatan (dader), sebagai orang yang bersama-sama
melakukan melakukan perbuatan (mededader), ataupun sebagai orang yang membujuk
melakukan perbuatan (uitlokker), maupun sebagai pembantu melakukan perbuatan
(medeplichtige).
Sesuai dengan beranekaragamnya persekutuan itu mengenai tanggung jawab masing-masing,
pembuat UU telah mengadakan aturan tentang tanggung jawab masing-masing. Peraturan
termuat dalam Pasal 55 dan 56 KUHP. Pasal 55:
(1)Dipidana sebagai pembuat suatu perbuatan pidana:
1.mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan
perbuatan pidana
2.mereka yang dengan memberi atau menjanjkan sesuatu, dengan menyalah gunakan
kekuasaan atau martabat, dengan memberi kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan
memberi kesempatan, sarana atau keterangan, dengan sengaja menganjurkan orang lain
suapaya melakukan perbuatan pidana.
(2)Terhadap penganjur hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang
dipertanggung jawabkan, beserta akibat-akibatnya
Menyuruh melakukan terjadi sebelum dilakukannya perbuatan. Dalam praktek
pertanggungjawaban dari orang yang menyuruh melakukan dibatasi hanya sampai kepada
perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh pembuat materiil. Artinya, walaupun orang yang
melakukan itu bermaksud untuk menyuruh melakukan sesuatu yang lebih jauh sifatnya,
namun tanggung jawabnya hanya kepada perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan oleh
pembuat materiil. Tetapi jika pembuat materiil telah melakukan lebih dari apa yang telah
disuruh melakukannya, maka orang yang menyuruh melakukannya itu tidaklah betanggung
jawab atas hal selebihnya itu.
Pelaku yang turut serta melakukan perbuatan pidana adalah yang bekerja sama dengan
sengaja ikut serta dalam pelaksanaan perbuatan pidana. Untuk menentukan adanya
keikutsertaan tersebut, tidak dilihat dari masing-masing pelaku secara satu persatu, terlepas
dari hubungannya perbuatan pelaku lainnya. Tetapi dipandang sebagai kesatuan antara pelaku
satu dengan pelaku lainnya.
Penganjur melakukan perbuatan pidana dengan perantaraan orang lain. Tetapi tidak semua
perbuatan yang dilakukan dengan perantaraan orang lain adalah penganjuran, kecuali
memenuhi beberapa syarat berikut:
a)Memberi atau menjanjikan sesuatu, maksudnya memberi atau menjanjikan suatu barang,
uang, dan segala keuntungan yang akan diterima oleh orang yang dianjurkan melakukan
perbuatan pidana.
b)Menyalah gunakan kekuasaan atau martabat, dimaksudkan dengan kekuasaan yang baik
berdasarkan hukum publik dan hukum privat. Yang pokok adalah hubungan kekuasaan itu
sungguh-sungguh ada pada saat dilakukannya perbuatan.
c)Memakai kekerasan, juga termasuk dalam hal menyuruh melakukan perbuatan pidana.
d)Memakai ancaman, maksudnya segala macam ancaman.
e)Memberi kesempatan, sarana atau keterangan.

Upaya ini juga disyaratkan dalam pembantuan seperti yang tercakup dalam pasal 56 KUHP
yang isinya:
Dipidana sebagai pembantu sesuatu kejahatan:
1)mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan
2)mereka sengaja memberi kesempatan sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
2.Percobaan yang tidak dipidana
Pengenaan pidana pada percobaan terbatas hanya pada kejahatan. Tidak semua percobaan
melakukan kejahatan diancam dengan sanksi. Menurut Profesor van Bemmelen, dengan
menentukan bahwa seseorang yang melakukan suatu percobaan, melakukukan suatu
kejahatan itu dapat dihukum, maka sesungguhnya pembentuk undang-undang telah
memperluas pengertian dader atau pelaku, oleh karena sudahlah jelas bahwa barangsiapa
tidak berhasil melakukan suatu perbuatan yang terlarang ataupun barangsiapa tidak berhasil
menimbulkan suatu akibat yang terlarang seperti yang dikehendaki, maka dengan sendirinya
orang tersebut tidak memenuhi semua unsur yang terdapat di dalam rumusan delik.Dalam
KUHP terdapat rumusan bahwa percobaan untuk melakukan tindak pidana tertentu tidak
dapat dihukum, antara lain:
a)Pasal 184 ayat (5) KUHP, percobaan melakukan perkelahian tanding antara seseorang
lawan seseorang,
b)Pasal 302 ayat (4) KUHP, percobaan melakukan penganiayaan ringan terhadap binatang,
c)Pasal 351 ayat (5) KUHP dan pasal 352 ayat (2), percobaan melakukan penganiayaan dan
penganiayaan ringan,
d)Pasal 54 KUHP, percobaan melakukan pelanggaran, tidak boleh dihukum.
SYARAT-SYARAT PERCOBAAN
Berdasarkan pasal 53 ayat (1) KUHP, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pelaku
agar dapat dihukum karena telah melakukan suatu percobaan untuk melakukan kejahatan
adalah:
•Adanya suatu maksud atau voornemen, artinya pelaku haruslah mempunyai suatu maksud
untuk melakukan suatu kejahatan tertentu.
•Telah adanya suatu permulaan pelaksanaan atau suatu begin van uit veoring, artinya maksud
pelaku telah diwujudkan dalam suatu permulaan untuk melakukan kejahatan yang
dikehendaki.
•Pelaksanaan untuk melakukan kejahatan yang dikehendaki, kemudian tidak selesai
disebabkan oleh masalah-masalah yang tidak bergantung pada kemauannya
1.Pengertian Voornemen
Sejarah pembentukan pasal 53 KUHP ayat (1) tidak ditemukan penjelasan mengenai definisi
voornemen atau maksud. Berkenaan dengan berbagai pendapat di dalam doktrin maka, Van
Hattum berkata: ”SIMONS, van Hamel, ZEVENOERGEN en POMPE nemen aan dat
vootnemen geheel gelijk staat met opzet,zodat van een voornemen des daders kan worden
gesproken wanneer de dader opzet had zoals door de delichtsomschrijving gevorderd”. Yang
artinya: ”SIMONS, van HAMEL, ZEVENBERGEN, dan POMPE berpendapat bahwa
voornemen atau maksud itu adalah sama sekali sama dengan opzet, sehingga orang hanya
dapat berbicara mengenai suatu maksud dari seorang pelaku, apabila perilaku tersebut
mempunyai opzet sebagaimana yang telah di isyaratkan dalam rumusan delik yan
bersangkutan”.
Maksud atau niat tidak bisa disamakan dengan kesengajaan. Niat adalah sikap batin yang
memberi arah tertentu kepada perbuatan yang dilakukan. Suatu sikap batin yang menunjuk
kepada suatu arah tertentu, mungkin menjadi kesengajaan, jika mulai dilakukan dengan
perbuatan. Jadi menyakan isnya niat dengan kesengajaan adalah benar, apabila ada percobaan
selesai. Dalam hal percobaan yang tidak selesai, maka niat adalah sama dengan kesengajaan
mengenai perbuatan-perbuatan yang telah dilaksanakan. Selanjutnya, mengenai perbuatan
yang belum dilaksanakan niat merupakan suatu sikap batin yang memberi arah tertentu
kepada perbuatan yang dilakukan itu. Dalam ilmu hukum pidana ini disebut melawan hukum
yang subjektif.
2.Pengertian Begin van uit voerings Handeling
Syarat kedua yang harus dipenuhi agar percobaan pidana dapat dihukum adalah voornemen
atau maksud pelaku telah di wujudkan dalam suatu Begin van uit voerings Handeling atau
dalam suatu ”permulaan suatu pelaksanaan”. Dalam ilmu hukum pidana timbul permasalahan
apakah ”permulaan pelaksanaan” tersebut diartikan sebagai permulaan pelaksanaan dan
maksud pelaku ataukah dari kejahatan yang telah di maksud oleh pelaku telah dilakukannya.
Sesuai pasal 53 ayat (1) KUHP di jelaskan:
a)Batas antara percobaan yang belum dapat dihukum dengan percobaan yang telah dapat di
hukum terdapat pada apa yang disebut "voor bereidingshandelingen" atau tindakan-tindakan
persiapan dengan apa yang disebut ”uit veoringshandelingen” atau tindakan pelaksanaan.
b)Yang dimaksud dengan uitveoringshandelingen adalah tindakan-tindakan yang mempunyai
hubungan yang demikian langsung dengan kejahatan yang dimaksud untuk dilakukan dan
telah di mulai dengan pelaksanaannya.
c)Pembentuk UU tidak bermaksud menjelaskan lebih lanjut tntang batas-batas antara voor
bereidingshandelingen dengan uitveoringshandelingen seperti dimaksud di atas.
Ada beberapa teori yang menjelaskan permulaan pelaksanaan, atara lain:
a)Teoro subyektif (G. A. Van HAMEL)
Adanya permulaan pelaksanaan perbuatan jika dipandang dari sudut niat ternyata tetap
niatnya ini. Dalam ajaran yang berorientasikan mental ini, di anggap cukup kalau pembuat di
waktu melakukan perbuatan menunjukkan sikap berbahayanya dan bahwa dia sanggup
menyelesaikan kejahatan.
b)Teori obyektif (D. Simons)
Di isyaratkan bahwa pembuat harus melakukan segala sesuatu untuk menimbulkan akibat
tanpa campur tangan siapapun, kalau tidak dihalangi oleh kejadian yang bukan karena
kehendaknya.
c)Teori gabungan atau teori obyektif di perlunak (G. E. Lagemeijer)
Ada permulaan pelaksanaan kalau pembuat telah melakukan perbuatan yang menjelaskan
kepada siapapun bahwa dia harus dianggap sanggup menyelesaikan niatnya
Perbuatan pelaksanaan harus dibedakan dengan dengan perbuatan persiapan. Perbuatan
pelaksanaan menurut Hoge Rand adalah perbuatan yang hanya menurut pengalaman orang
dengan tidak dilakukan perbuatan lagi, akan menimbulkan pembakaran, dapat dipandang
sebagai perbuatan pelaksana.23 Sedang perbuatan persiapan adalah segala perbuatan yang
mendahului perbuatan permulaan pelaksanaan, misalnya membeli senjata yang akan dipakai
membunuh orang. Perbuatan-perbuatan persiapan tidak termasuk perbuatan pidana.
Undang-undang tidak mengadakan perbedaan diantara macam-macam tingkatan perbuatan
permulaan pelaksanaan. Segala tindakan diantara permulaan pelaksanaan dan selesainya
pelaksanaan, termasuk pebuatan permulaan pelaksanaan. Teoritis segala macam perbuatan
permulaan pelaksana, mempunyai nilai yang sama buat berlakunya hukum pidana, walaupun
yang satu lebih dekat kepada saat terlaksananya kejahatan daripada yang lain. Didalam
mengnakan hukuman, hakim yang mempunyai kebebasan didalam memberikan pernilaian
hukuman itu dengan leluasa dapat memperhitungkan dan mempertimbangkan sifat perbuatan
permulaan itu dan hubungannya dengan kejahatan yang dimaksud.
Percobaan itu ada beberapa tingkatan, antara lain:
a)Percobaan melakukan kejahatan dinamakan orang percobaan yang sempurna, apabila
perbuatan permulaan pelaksanaan sudah hampir mendekati terlaksananya kejahatan.
Misalnya A menembak B, akan tetapi tembaannya tidak mengenai sasaran.
b)Percobaan disebut orang percobaan tertangguh, misalnya A bermaksud menembak B, tetapi
dikala ia sedang membidik sempat melepaskan tembakannya, senapannya direbut orang lain.
c)Akhir percobaan dinamakan percobaan sejenis (gequalificeerde poging), jika percobaan
untuk melakukan kejahatan tidak berhasil, tetapi apa yang dilakukan itu menghasilkan pula
sesuatu kejahatan lain. Misalnya A membacok B dengan maksud untuk membunuh B, tetapi
tidak berhasil, meskipun demikian B luka parah dan tidak terus mati. Selain A dapat
dipersalahkan telah mencoba membunuh B, maka A dapat dituntut juga karena melakukan
penganiayaan terhadap B.
3.Pengertian keadaan-keadaan yang tidak bergantung pada kemauan pelaku.
Percobaan melakukan kejahatan merupakan delik, jika pelaku tidak meneruskan
perbuatannya karena ada hambatan diluar kehendak pelaku. Tetapi apabila tidak selesainya
pelaksanaan kejahatan disebabkan keadaan yang bergantung pada kemauan pelaku, maka
menjadi tidak dapat dihukum. UU memberikan jaminan bahwa pelaku menjadi tidak dapat
dihukum, yaitu:
a)Apabila pelaku dapat membuktikan bahwa pada waktunya yang tepat, pelaku masih
mempunyai keingginan untuk membatalkan niatnya yang jahat
b)Karena jaminan semacam itu merupakan suatu sarana yang paling pasti untuk dapat
menghentikan pelaksanaan suatu kejahatan yang sedang berlangsung.
Kemudian UU menjadikan tidak selesainya pelaksanaan kejahatan disebabkan keadaan yang
tidak bergantung pada kemauan pelaku sebagai bagian khusus dari percobaan yang dapat
dipidana. Oleh karena itu harus disebutkan dalam dakwaan dan tidak selesai kejahatan tidak
ada hubungan. Makamah Agung memudahkan pembuktian dengan menganggap cukup
terbukti dengan adanya keadaan mengapa kejahatan tidak selesai. Selain itu tidak ada tanda
kerjasama sukarela dari pembuat untuk menghalangi apa yang akan terjadi.

BENTUK HUKUMAN BAGI PELAKU PERCOBAAN PIDANA.


Sanksi terhadap percobaan diatur dalam Pasal 53 ayat (2) dan ayat (3) yang berbunyi sebagai
berikut:
(2)Maksimal hukuman pokok atas kejahatan itu dalam hal percobaan dikurangi dengan
sepertiga.
(3)Kalau kejahatan itu diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup, maka
dijatuhkan hukuman penjara paling lama lima belas tahun.
Hukuman bagi percobaan sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (2) dan ayat (3) KUHP
dikuranggi sepertiga dari hukuman pokok maksimum dan paling tinggi lima belas tahun
penjara.
Didalam ayat (2) dari Pasal 53 KUHP ditentukan bahwa hukuman yang dapat dikenakan atas
perbuatan percobaan ialah maksimum hukuman pokok atas suatu kejahatan diancam
hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup, maka terhadap perbuatan percobaannya
diancamkan hukuman maksimum lima belas tahun penjara.
Dalam hal percobaan maksimum ancaman hukuman (bukan yang dijatuhkan) pada kejahatan
dikurangkan dengan sepertiganya, ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup diganti
dengan hukuman penjara maksimum lima belas tahun, akan tetapi mengenai hukuman
tambahan sama saj halnya dengan kejahatan yang selesi dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai