Anda di halaman 1dari 3

Oleh : Muhtar Said

Poging merupakan suatu percobaan atau suatu usaha untuk mencapai


tujuannya, tetapi pada akhirnya tujuannya itu tidak terlaksana atau tidak tercapai. Hal itu
menandakan tujuan perbuatannya itu tidak pernah tercapai, karena unsur belum
terpenuhi namun tidak menjadi persoalan.

Menurut kata sehari-hari yang disebut dengan percobaan yaitu menuju


kesesuatu hal, tetapi tidak sampai pada hal yang dituju, atau hendak berbuat sesuatu
yang sudah dimulai, tetapi tidak sampai selesai. Misalnya, akan membunuh orang, telah
menyerang akan tetapi orang yang diserang itu tidak sampai mati, bermaksud mencuri
barang, tetapi barangnya tidak sampai terambil, dan sebagainya.[1]

Para kalangan ahli hukum pidana, membagi beberapa aliran mengenai


percobaan tindak pidana (poging) menjadi dua yakni teori percobaan subyektif dan teori
percobaan obyektif. Mari uraikan satu persatu.

a. Teori Percobaan Subyektif


Dalam aliran ini, titik tolaknya pada diri atau jiwa petindak. Untuk itu, pertama kali
menilai adanya sebuah percobaan itu adalah isi kejiwaan dari pelaku, maksudnya
niatnya untuk melakukan kejahatan. Dengan kata lain, si pelaku telah terbukti
mempunyai kehendak jahat dengan memulai melakukan kejahatan tersebut,
sehingga sudah sepantasnya percobaan ini dikenakan pidana.

b. Teori Objektif
Menurut teori ini, dasar ancaman hukuman bagi pelaku percobaan adalah
karena sifat perbuatan pelaku telah membahayakan. Jadi, kehendak berbuat jahat
belum cukup untuk melakukan ancaman hukuman.[2] Dalam tinjauan teori objektif
ini, seseorang bisa diancam dengan hukuman pidana ketika dampaknya memang
sudah bisa dilihat dan dirasakan, ada perbuatan yang membahayakan subjek
hukum lainnya.

Percobaan Menurut KUHP

Pembahasan mengenai poging telah diatur dalam buku ke I KUHP, yakni ada di
pasal 53 dan 54 KUHP. Pasal 53 itu mengenai percobaan yang terkait dengan delik
kejahatan, sedangkan Pasal 54 itu terkait dengan percabaan pelanggaran. Memang
kedua pasal ini tidak memberikan definisi mengenai makna sebuah percobaan, namun
memberikan beberapa unsur agar seseorang terpenuhi atau tidaknya percobaan
tersebut.

Satu-satunya penjelasan mengenai percobaan itu diperoleh tentang pada saat


pembentukan Pasal 53 ayat (1) KUHP yang bersumber dari MvT yang menyatakan :
Poging tot misdrijf is dan de begonnen maar niet voltooide uitvoering van het
misdrijf, of wel de door een begin van uitvoering geopenbaarde wil om een bepaald
misdrijf te plegen. (Dengan demikian, maka percobaan untuk melakukan kejahatan itu
adalah pelaksanaan untuk melakukan suatu kejahatan yang telah dimulai akan tetapi
ternyata tidak selesai, ataupun suatu kehendak untuk melakukan suatu kejahatan
tertentu yang telah diwujudkan di dalam suatu permulaan pelaksanaan).[3]

Dalam Pasal 53 KUHP tidak menyebutkan definisi mengenai poging, tetapi telah
menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seseorang atau pelaku percobaan
dapat dihukum karena bersalah telah melakukan suatu percobaan. Syarat/unsur
tersebut adalah Adanya niat/kehendak dari pelaku, Adanya permulaan pelaksanaan
dari niat/kehendak itu, dan Pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan karena
kehendak dari pelaku.

a. Ada niat atau kehendak (pelaku)

Untuk melihat unsur ini, maka perlu melihat memori penjelasan saat undang-
undang ini diciptakan, yakni pada tahun 1886 di Belanda, karena KUHP di
Indonesia tidak bisa dilepaskan dari Belanda.

Disebutkan bahwa sengaja (opzet) berarti de (bewuste) richting van den will op
een bepaald wisdrijf (kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan
kejahatan tertentu).[4] Dalam kategori ini, niat adalah sama dengan kehendak atau
maksud, karena sudah mempunyai atau merencanakan sesuatu untuk melakukan
suatu perbuatan tertentu.

b. Ada Permulaan Pelaksanaan Dari Niat atau Kehendak

Jika dalam poin pertama itu menekankan adanya niat, ini adalah suatu hal yang
sulit dibuktikan karena niat berada di batin seseorang. Sehingga sangat sulit untuk
mengetahuinya. Akan tetapi niat itu bisa diketahui dari tindakan yang merupakan
permulaan dari pelaksanaan niat. Untuk itu niat seseorang itu dalam percobaan,
niat seseorang untuk melakukan kejahatan dihubungkan dengan permulaan
pelaksanaan.[5]

c. Pelaksanaan Tidak Selesai Semata-mata bukan karena kehendak pelaku

Syarat yang ketiga, seseorang dapat dikatakan telah melakukan percobaan


menurut KUHP apabilah pelaksanaannya itu tidak selesai bukan semata-mata
disebabkan karena kehendak pelakau, tetapi ada sesuatu hal yang diluar diri
pelaku.

Misalnya, seseorang mau melakukan pembunuhan, pada saat mau membunuh


orang yang dituju, ada segerombolan orang yang mencegahnya. Jadi ada
permulaan niat namun ada sesuatu hal yang diluar dirinya, yang menyebakan tidak
selesainya perbuatan tersebut.

[1] R. Soesilo, Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik


Khusus, PT. Karya, Bandung, halm 1984, hlm 76
[2] Leden Marpaung, Asas Teori Praktek Hukum Pidana, Sinar Grafika,
Jakarta, 2005, hlm 94
[3] Lamintang dalam Muhammad Ekaputra, Percobaan (Poging), makalah,
hlm 1
[4] Ibid..Wijono Projodikoro, hlm 82
[5] Loqman Loebby, Percobaan, Penyertaan dan Gabungan Tindak
Pidana, Universitas Tarumanegara, 1996, hlm 18

Anda mungkin juga menyukai