b. Teori Objektif
Menurut teori ini, dasar ancaman hukuman bagi pelaku percobaan adalah
karena sifat perbuatan pelaku telah membahayakan. Jadi, kehendak berbuat jahat
belum cukup untuk melakukan ancaman hukuman.[2] Dalam tinjauan teori objektif
ini, seseorang bisa diancam dengan hukuman pidana ketika dampaknya memang
sudah bisa dilihat dan dirasakan, ada perbuatan yang membahayakan subjek
hukum lainnya.
Pembahasan mengenai poging telah diatur dalam buku ke I KUHP, yakni ada di
pasal 53 dan 54 KUHP. Pasal 53 itu mengenai percobaan yang terkait dengan delik
kejahatan, sedangkan Pasal 54 itu terkait dengan percabaan pelanggaran. Memang
kedua pasal ini tidak memberikan definisi mengenai makna sebuah percobaan, namun
memberikan beberapa unsur agar seseorang terpenuhi atau tidaknya percobaan
tersebut.
Dalam Pasal 53 KUHP tidak menyebutkan definisi mengenai poging, tetapi telah
menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seseorang atau pelaku percobaan
dapat dihukum karena bersalah telah melakukan suatu percobaan. Syarat/unsur
tersebut adalah Adanya niat/kehendak dari pelaku, Adanya permulaan pelaksanaan
dari niat/kehendak itu, dan Pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan karena
kehendak dari pelaku.
Untuk melihat unsur ini, maka perlu melihat memori penjelasan saat undang-
undang ini diciptakan, yakni pada tahun 1886 di Belanda, karena KUHP di
Indonesia tidak bisa dilepaskan dari Belanda.
Disebutkan bahwa sengaja (opzet) berarti de (bewuste) richting van den will op
een bepaald wisdrijf (kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan
kejahatan tertentu).[4] Dalam kategori ini, niat adalah sama dengan kehendak atau
maksud, karena sudah mempunyai atau merencanakan sesuatu untuk melakukan
suatu perbuatan tertentu.
Jika dalam poin pertama itu menekankan adanya niat, ini adalah suatu hal yang
sulit dibuktikan karena niat berada di batin seseorang. Sehingga sangat sulit untuk
mengetahuinya. Akan tetapi niat itu bisa diketahui dari tindakan yang merupakan
permulaan dari pelaksanaan niat. Untuk itu niat seseorang itu dalam percobaan,
niat seseorang untuk melakukan kejahatan dihubungkan dengan permulaan
pelaksanaan.[5]