PENDAHULUAN
Berdasarkan bentuknya:
a) Hukum Pidana terdiri dari dua bentuk, yaitu:
Hukum Pidana yang dikodifikasikan yaitu Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP); dan
Hukum Pidana yang tidak dikodifikasikan (tindak pidana khusus yang diatur
dalam undang-undang tersendiri seperti UU Tindak Pidana Ekonomi, UU
Pemberantasan Tindak Pidana/korupsi, Uang, UU Kekerasan dalam Rumah
Tangga, dan sebagainya).
b) Hukum Pidana tidak tertulis (Hukum Pidana Adat) adalah hukum yang
berlaku hanya untuk masyarakat-masyarakat tertentu. Dasar hukum
keberlakuannya pada zaman Hindia Belanda adalah Pasal 131 IS (indische
staatregeling) atau AB (Algemene Bepalingen van Wetgeving). Pada zaman
UUDS Pasal 32, 43 Ayat (4), Pasal 104 Ayat (1), Pasal 14, Pasal 13, Pasal
16 Ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman dalam
Pasal 5 Ayat (1), UU Darurat No. 1 Tahun 1951 dalam Pasal Ayat (3 sub
b).
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Memenuhi tugas Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) Fakultas Hukum
Universitas Indonesia
2. Menambah pengetahuan mengenai Poging beserta contoh konkretnya
BAB 2
ISI
Pasal 53:
1. Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata
dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu,
bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
2. Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam percobaan dikurangi
sepertiga.
3. Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
4. Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
1
KBBI,Arti Kata Percobaan, https://kbbi.web.id/. diakses 17 Agustus 2019
2
.J.S., Poerwodarminto Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, hlm. 209.
3
P.A.F, Lamintang,1990, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Cet 2,Bandung : Sinar Baru
Pasal 54:
Berkaitan dengan kedua pasal diatas, dapat dilihat bahwa keduanya tidak
mengandung definisi percobaan. Akan tetapi dalam kedua pasal itu disebutkan
sejumlah syarat yang menyebabkan seorang pelaku percobaan kejahatan dapat
dipidana. Hal ini selaras dengan pendapat R.Soesilo di dalam bukunya yaitu Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap
Pasal Demi Pasal4. Di dalam buku tersebut, R. Soesilo menjelaskan bahwa undang-
undang memang hanya menyebutkan ketentuan supaya percobaan pada kejahatan
itu dapat dihukum. Sehingga untuk mengetahui pengertian dari poging, kita harus
menelisik kembali ke Memorie Van Toelichting mengenai pembentukan Pasal 53
ayat 1 KUHP yang berbunyi :
4
R. Soesilo. 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar- Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal,Bogor : Politeia
5
P.A.F, Lamintang,1990, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Cet 2,Bandung : Sinar Baru
tepatnya disebut opzet6. Kesengajaan dalam arti luas berarti tidak hanya
meliputi kesengajaan sebagai maksud saja, melainkan kesengajaan sebagai
kesadaran akan tujuan, dan kesengajaan sebagai kesadaran akan
kemungkinan.
VOS memiliki pandangan yang berbeda dalam hal ini. Menurutnya,
arti niat yang ada disini merupakan kesengajaan sebagai maksud saja 7.
Sementara itu di Indonesia, terdapat Moeljatno yang berpendapat bahwa
niat tidak memiliki arti yang sama seperti kesenigajaan. Berikut adalah
pendapatnya mengenai unsur niat8 :
a. Niat tidak bisa disamakan dengan kesengajaan, namun dapat
berubah menjadi kesengajaan apabila semua perbuatan yang
diperlukan untuk kejahatan telah dilakukan, tetapi akibat yang
dilarang tidak timbul (percobaan selesai), disitu niat menjadi 100%
menjadi kesengajaan, sama kalau menghadapi delik selesai.
b. Tetapi kalau belum semua ditunaikan menjadi perbuatan, maka niat
masih ada dan merupakan sikap batin yang memberi arah kepada
perbuatan, yaitu subjective on rechtselemnet.
c. Oleh karena itu niat tidak sama dan tidak bisa disamakan dengan
kesengajaan, maka isinya niat jangan diambilkan dari isinya
kesengajaan apabila kejahatan timbul; untuk itu diperlukan
pembuktian sendiri bahwa isi yang tertentu tadi sudah ada sejak niat
belum ditunaikan menjadi perbuatan.
6
Prof.Dr.Teguh Prasetyo, S.H., M.si, Hukum pidana, Bandung, Nusa Media, , 2010
7
P.A.F, Lamintang,1990, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Cet 2,Bandung : Sinar Baru
8
Moljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Jakarta: Bina Aksara, 1984
Permulaan pelaksanakan berarti telah terjadinya perbuatan terterntu
dan ini mengarah kepada perbuatan yang disebutkan sebagai delik 9.
Terlepas dari definisinya yang cukup sederhana, permulaan pelaksanaan
masih sulit untuk ditafsirkan secara tepat. Kita tidak mengetahui apakah
permulaan pelaksanaan bisa dibedakan dengan perbuatan persiapan.
Mengenai hal ini, R. Soesilo menjelaskan perbuatan itu sudah boleh
dikatakan sebagai perbuatan pelaksanaan, apabila orang telah mulai
melakukan suatu anasir atau elemen dari peristiwa pidana. Jika orang belum
memulai dengan melakukan suatu anasir atau elemen ini, maka
perbuatannya itu masih harus dipandang sebagai perbuatan persiapan10.
Misalnya, seseorang yang berkehendak untuk mencuri barang dari
orang lain dapat dianggap telah melakukan perbuatan pelaksanaan apabila
orang tersebut telah memasuki rumah atau tangan ke saku targetnya.
Namun, sebagaimana hal ini tidak dijelaskan dalam undang-undang,
keputusan mengenai tindakan pelaku termasuk pada perbuatan pelaksanaan
atau perbuatan persiapan diserahkan kepada hakim.
9
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Bagian Pertama, Jakarta, Balai Lektur Mahasiswa, 1955,
Hal. 4
10
Letezia Tobing, “Tentang Percobaan Hukum Pidana”
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt552b7aa9d04bf/tentang-percobaan-tindak-
pidana-poging diakses pada tanggal 20 Agustus 2019
mengundurkan diri tidak dapat dipidana11.Walaupun begitu, jaksa harus
terlebih dahulu membuktikan bahwa sang pelaku benar-benar
mengurungkan niatnya atau ada hal lain yang cukup memberikan petunjuk
apa sebabnya percobaan tersebut tidak selesai.
11
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Jakarta: Grafindo, 2010, hlm 157
12
Letezia Tobing, “Hukum Duel Lawan Satu”
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt516bbd7e91e8b/hukum-duel-satu-lawan-
satu diakses pada tanggan 20 Agustus 2019
13
JM Van Bemmelen, Hukum Pidana I, Terj :Jakarta: Binacipta,1984,hlm 255
BOGOR, KOMPAS.com — Kasus pemerkosaan penumpang di angkutan
umum hampir terjadi lagi. MD (48), sopir angkutan kota trayek 38 Cibinong-
Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mencoba memerkosa penumpangnya,
B (15), siswi kelas III SMP, di dalam angkot. Percobaan pemerkosaan itu terjadi
pada Selasa (24/1/2012) sekitar pukul 20.00. Penyidik Satuan Reserse Kriminal
Kepolisian Resor Bogor berhasil membekuk sopir angkot itu pada Rabu sore.
”Pemerkosaan terhadap korban belum terjadi. Namun, pelaku berbuat cabul kepada
korban yang tidak melawan karena dia masih anak-anak dan pelaku juga sempat
mengancam korban,” tutur Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor Ajun
Komisaris Imron Ermawan di Cibinong, Kamis (26/1/2012).
Pelaku kini terancam hukuman 15 tahun penjara karena melanggar Pasal 81
dan 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Saat
kejadian, korban naik angkot bernomor polisi F 1915 MB yang dikemudikan pelaku
di depan Rumah Sakit Bina Husada, Cibinong, untuk pulang ke rumahnya di
Gunung Putri. Di dalam angkot masih ada tujuh penumpang. Namun, satu per satu
penumpang turun sehingga tinggal tersisa korban. Saat itu, pelaku meminta korban
yang duduk di belakang pindah ke depan. Korban tidak curiga. Setelah korban
duduk di depan, MD berbuat tidak senonoh sambil membawa angkot ke tempat sepi
di Kampung Tlajung, Desa Cikeas Udik, Kecamatan Gunung Putri. Pelaku
kemudian memaksa korban pindah ke bagian belakang angkot. Dia menggunakan
jok angkot sebagai alas untuk memerkosa korban, tetapi karena melihat korban
menstruasi, MD berhenti. Sebagian darah menstruasi korban tertinggal di jok.
Pelaku lalu menurunkan korban di jalan. ”Korban pulang naik ojek, lalu
menceritakan kejadian itu kepada orangtuanya, lalu mereka melapor kepada kami.
Berdasarkan ciri-ciri pelaku dan ciri mobil, kami menangkap MD,” ujar Imron.
Kepada penyidik Polres Bogor, MD mengaku merupakan sopir utama di angkot itu.
Angkot tersebut miliknya.
Dari sisi fisik, kaca angkot itu tidak diberi kaca film yang gelap. Kepala
Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan (DLLAJ) Kabupaten Bogor Soebiantoro
Wirjatmo memerintahkan izin trayek angkot itu dicabut. ”Selain izin trayek, buku
uji (KIR) mobil itu juga dibekukan,” kata Kepala Seksi Angkutan DLLAJ
Kabupaten Bogor, Joko Handriyanto. Dia menjelaskan, pihaknya sedang berupaya
meminimalkan kejahatan di dalam angkot dengan menerbitkan buku sopir dan
seragam, tetapi hal itu masih dalam proses. Saat ini, kata dia, agak sukar
mengendalikan angkot karena pemiliknya begitu banyak. Sebagai contoh, dari
6.590 angkot yang izin trayeknya dikeluarkan DLLAJ Kabupaten Bogor,
pemiliknya lebih dari 1.000 orang. ”Idealnya, sesuai amanat undang-undang,
pemiliknya badan hukum, tetapi itu masih perlu proses. Kalau pemiliknya badan
hukum, kami juga akan lebih mudah mengawasi karena ada manajemen yang
jelas,” ungkapnya.
Ringkasan peristiwa:
Supir angkut (MD) berniat meperkosa siswi kelas III SMP.Supir berencana
memperkosa akan tetapi aksi kejahatan supir angkut (MD) belum sepenuhnya
selesai dikarenakan ditengah aksinya ada orang yang mendekati supir tersebut,MD
sebagai pelaku berhenti melakukan aksinya dan melarikan dirinya dengan angkot
dan meninggalkankorban di jalan.
Ringkasan Peristiwa :
Solihin ketika itu mencoba melakukan percobaan pencurian mobil Honda
Brio dengan nomor polisi (nopol) L 1595 UL yang terparkir di Jalan Raya Junok,
Kelurahan Tunjung, Kecamatan Burneh, Sabtu (27/10). Saat itu,pelaku
melancarkan aksinya diketahui Wahyu Haryadi, 26, warga Desa Tagungguh,
Kecamatan Tanjungbumi selaku pemilik.Korban berhasil mengamankan pelaku.
Selanjutnya pelaku dijemput polisi untuk dibawa ke Polres Bangkalan.
Analisa Kasus :
Bahwa tindakan percobaan terhadap suatu tindak pidana merupakan suatu
delik pidana yang dapat dikenakan sanksi pidana, sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 53 KUHP. Delik percobaan merupakan perbuatan seorang pelaku tindak
pidana atas suatu delik tindak pidana tertentu yang mana pelaku tersebut tidak dapat
atau belum sempat menuntaskan perbuatannya.
Jan Remmelink menjelaskan dalam Bahasa sehari-hari, yaitu percobaan
merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu tanpa adanya keberhasilan
untuk mewujudkannya.14 Selanjutnya Wirjono Prodjodikoro menambahkan
percobaan berarti suatu usaha untuk mencapai tujuan yang pada akhirnya belum
atau tidak tercapai.15 Sehingga seorang pelaku delik percobaan harus dapat dilihat
dari mulai pelaku tersebut mempunyai niat, usaha-usaha persiapan yang dilakukan
dalam mewujudkan tindak pidana yang hendak dilakukanya dan eksekusi yang
gagal memenuhi target. Bukan hanya sekedar dilihat ketika delik pidananya
dila[kukan.
Agar seseorang dapat dikatakan melakukan delik percobaan, maka seorang
pelaku harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut sebagai berikut :
A. Niat;
B. Perbuatan Permulaan;
C. Perbuatan Delik Pidana yang Tidak Selesai.
Bahwa dilihat dari dua contoh kasus-kasus diatas, dapat diketahui bahwa
setiap pelaku tidak ada yang berhasil menuntaskan tindak pidana yang mereka
kehendaki. Namun dari uraian-uraian fakta diatas, niat pelaku untuk melakukan
tindak pidana terhadap korban-korbanya sudah berhasil tergambarkan dari awal,
14
jan Remmelink, “Hukum Pidana Komentar atas Pasal-pasal terpenting dari Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan padanannya dalam Kitab Undan-Undang Hukum
Pidana Indonesia”, (GramediaPustaka Utama: Jakarta, 2003),hlm. 285.
15
Wirjoyo Prodjodikoro, “Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia”,(Eresco :Bandung, 2003), hlm.
81.
dilihat dari tujuan-tujuan yang telah direncanakan masing-masing pelaku dalam
melakukan tindak pidana terhadap korbannya.
Berdasarkan uraian-uraian fakta tersebut, masing-masing pelaku juga telah
melakukan berbagai macam persiapan sebelum tindak pidananya dilakukan, hal
tersebut dimaksudkan agar ketika tindak pidana yang sudah diniatkan akan
dieksekusi, tidak ada satu hal pun yang sekiranya dapat membatalkan atau
mengagalkan tindakan tersebut.
Hal yang menjadi titik berat dari uraian-uraian fakta diatas adalah masing-
masing plekau tidak ada satupun yang berhasil mencapai tujuannya dalam
melakukan tindak pidana. Atas hal tersebut maka masing-masing pelaku dapat
dikatakan telah memenuhi unsur delik percobaan dalam Pasal 53 KUHP dan setiap
perbuatanya tidak termasuk dalam kategori delik percobaan yang tidak dipidana
dalam Pasal 54 KUHP.
Ringkasan Kasus :
Agus sempat menelepon lurah untuk menyediakan uang Rp 60 juta karena
Gus Maki membutuhkan uang tersebut.Kemudian Agus Siswanto menjemput
Wilujeng Esti Utami (53) lalu pergi bersama berangkat menuju Blok Agung untuk
menemui Gus Maki. Korban diajak berkeliling mulai dari Muncar hingga Kalibaru
dengan alasan orang yang akan ditemui masih sibuk.Sempat singgah di sebuah
warung bakso mereka makan sambil menunggu orang yang akan membantu korban
dalam kasus dan permintaan menjadi camat. Setelah itu melakukan perjalanan ke
Blok Agung.Namun dalam perjalan pelaku memukuli korban dengan palu dan
gagang airsoft gun dan meminta kepada korban untuk melemparkan tas berisi uang
Rp 60 juta itu ke jok belakang mobil. Setelah dipukuli tangan dan kaki korban diikat
dengan kepala ditutup plastik kemudian diceburkan ke sungai dan ditinggal.
Analisa Kasus:
Agar seseorang dapat dikatakan melakukan delik percobaan, maka seorang
pelaku harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut sebagai berikut :
A. Niat;
B. Perbuatan Permulaan;
C. Perbuatan Delik Pidana yang Tidak Selesai
Syarat pertama dikatakan tindakan poeging terdapat Niat. Niat awal sudah
terbukti dengan mengajak korban berkeliling tidak sampai ke tempat tujuan dengan
alasan bahwa orang yag dihubungi yakni Gus Maki sedang sibuk. Lalu permulaan
pelaksanaan percobaan pembunuhan dalam kasus ini sudah dibuktikan dengan
kronlogi kejadian yaitu Agus Siswanto dengan memukul korban menggunakan palu
dan gagang pistol airsoft gun di dalam mobil.Tindakan permulaan pelaksanaan
tidak berhenti disitu saja,korban diikat dan diceburkan ke dalam sungai dengan
harapan korban tidak dapat selamat.
Alasan lain bahwa kasus diatas termasuk poeging karena tindakan permulaan
percobaan pembunuhan pelaksanaannya tidak berhenti semata-mata oleh dirinya
sendiri. Padahal suatu tindakan dapat berhenti dikatakan tindakan poeging apabila
ada permulaan pelaksanaan dengan syarat tindakan pelaksanaan tersebut tidak
sampai ke tujuan yang di inginkan sehingga dengan kata lain dalam prosesnya
terjadi pemberhentian aksi yang disebabkan oleh dirinya sendiri bukan faktor luar
seperti tertangkap aparat hukum,terlihat oleh masyarakat dan sebagainya.Bahkan
dalam kasus ini pelaku alias Agus Siswanto tidak ada sedikitpun untuk
mengurungkan niat tindakan pembunuhan tersebut.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa :
1. Poeging adalah percobaan menuju ke suatu hal, akan tetapi tidak sampai
pada hal yang dituju itu, atau hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai,
akan tetapi tidak selesai.
2. Suatu tindak kejahatan baru dapat dianggap sebagai Poeging apabila
syarat Niat, Permulaan Pelaksanaan (Begin van Uitvoering), dan
Permulaan Pelaksanaan (Begin van Uitvoering) telah terpenuhi.
3. Percobaan yang tidak dapat dikenai sebagai tindak pidana poging adalah
perkelahian antara seseorang lawan seseorang atau tweegevecbt, tindak
pidana penganiayaan atau mishandling dan tindak pidana penganiayaan
ringan terhadap binatang.
4. Dalam ketiga kasus diatas, dapat diketahui bahwa setiap pelaku tidak
ada yang berhasil menuntaskan tindak pidana yang mereka kehendaki.
Namun, niat dari para pelaku untuk melakukan tindak pidana terhadap
korban-korbanya berhasil dibuktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Moljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Jakarta: Bina Aksara, 1984
Remmelink Jan. 2003. “Hukum Pidana Komentar atas Pasal-pasal terpenting dari
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan padanannya dalam Kitab
Undan-Undang Hukum Pidana Indonesia”, Jakarta : GramediaPustaka Utama