Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hubungan antar sesama manusia dengan manusia dan masyarakat diatur
oleh serangkaian nilai-nilai dan kaidah-kaidah karena pada hakikatnya manusia
tidak bisa hidup sendiri dan harus berhubungan dengan manusia lainnya sehingga
menimbulkan kesadaran pada diri sendiri bahwa kehidupan bermasyarakat
berpedoman pada suatu aturan yang oleh sebagian besar warga masyarakat tersebut
harus ditaati. Di dalam pembagian hukum konvensional, hukum pidana termasuk
bidang hukum publik. Artinya hukum pidana mengatur hubungan antara warga
dengan negara dan menitikberatkan kepada kepentingan umum atau kepentingan
publik.
Pembagian Hukum Pidana dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Berdasarkan wilayah berlakunya :
1) Pidana umum (berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, KUHP dan
Undang-undang tersebar di luar KUHP)
2) Hukum Pidana Lokal (Perda untuk daerah-daerah tertentu)

Berdasarkan bentuknya:
a) Hukum Pidana terdiri dari dua bentuk, yaitu:
 Hukum Pidana yang dikodifikasikan yaitu Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP); dan
 Hukum Pidana yang tidak dikodifikasikan (tindak pidana khusus yang diatur
dalam undang-undang tersendiri seperti UU Tindak Pidana Ekonomi, UU
Pemberantasan Tindak Pidana/korupsi, Uang, UU Kekerasan dalam Rumah
Tangga, dan sebagainya).

b) Hukum Pidana tidak tertulis (Hukum Pidana Adat) adalah hukum yang
berlaku hanya untuk masyarakat-masyarakat tertentu. Dasar hukum
keberlakuannya pada zaman Hindia Belanda adalah Pasal 131 IS (indische
staatregeling) atau AB (Algemene Bepalingen van Wetgeving). Pada zaman
UUDS Pasal 32, 43 Ayat (4), Pasal 104 Ayat (1), Pasal 14, Pasal 13, Pasal
16 Ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman dalam
Pasal 5 Ayat (1), UU Darurat No. 1 Tahun 1951 dalam Pasal Ayat (3 sub
b).

3) Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus


a) Hukum pidana umum adalah ketentuan-ketentuan hukum pidana yang
berlaku secara umum bagi semua orang.
b) Hukum pidada khusus adalah ketentuan-ketentuan hukum pidana yang
pengaturannya secara khusus yang titik berat pada golongan tertentu
(militer) atau suatu tindaka tertentu, seperti pemberantasan tindak
pidana ekonomi, korupsi. Khususannya meliputi tindak pidananya
(desersi atau insubordinasi dalam tindak pidana di kalangan militer) dan
acara penyelesaian per- kara pidananya (in absensia, pembuktian
terbalik dalam tindak pidana korupsi).
c) Prinsip penerapan antara kedua jenis hukum pidana ini berlaku asas lex
spesialis derogatlegi generalis bahwa hukum pidana khusus lebih
diutamakan daripada ketentuan umum (Asas ini terdapat dalam Pasal 63
ayat 2 KUHP)

4) Hukum Pidana Materil dan Hukum Pidana Formil


a) Hukum pidana materil adalah hukum yang mengatur atau ber- isikan
tingkah laku yang diancam pidana, siapa yang dapat di-
pertanggungjawabkan dan berbagai macam pidana yang da- pat
dijatuhkan.
b) Hukum pidana formil (hukum acara pidana) adalah seperang- kat norma
atau aturan yang menjadi dasar atau pedoman bagi aparat penegak
hukum dalam hal ini polisi, jaksa, hakim da- lam menjalankan
kewajibannya untuk melakukan penyidikan, penuntutan, menjatuhkan
dan melaksanakan pidana dalam suatu kasus tindak pidana.
Di dalam hukum pidana , sebuah proses tindak pidana yang merugikan
seseorang dan terdapat suatu tahap yang berbahaya di dalamnya dapat dihukum
tanpa menunggu sampai proses itu selesai. Hal ini disebut dengan Poging atau
percobaan. Dalam hukum positif Indonesia terutama yang terkandung dalam
KUHP telah diatur mengenai percobaan tindak pidana. Terkait tindak
percobaan atau poging ini memiliki sanksi pidana yang mengikat sebagaimana
diatur dalam Kitab KUHP Pasal 53 dan 54.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Memenuhi tugas Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) Fakultas Hukum
Universitas Indonesia
2. Menambah pengetahuan mengenai Poging beserta contoh konkretnya
BAB 2
ISI

2.1 Pengertian Percobaan


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, percobaan berarti usaha mencoba
sesuatu, usaha hendak berbuat, atau melakukan sesuatu1. Menurut R. Soesilo,
percobaan yaitu menuju ke suatu hal, akan tetapi tidak sampai pada hal yang dituju
itu, atau hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai, akan tetapi tidak selesai.
Selain itu, percobaan juga dapat berarti hendak melakukan sesuatu dalam
keadaan diuji2. Dalam hal ini, keadaan diuji lebih menjurus kepada rangkaian kajian
ilmu pengetahuan tertentu. Misalnya percobaan obat tertentu pada hewan dan
sebagainya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa percobaan merupakan
sebuah usaha untuk melakukan sesuatu,
Di dalam Buku I KUHP, Percobaan melakukan kejahatan atau “poging tot
misdrift” telah diatur sebagai salah satu perbuatan yang terlarang3. Hal ini diatur
dalam Bab 1 pasal 53 dan 54. Berikut adalah bunyi dari kedua pasal tersebut :

Pasal 53:

1. Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata
dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu,
bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
2. Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam percobaan dikurangi
sepertiga.
3. Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
4. Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.

1
KBBI,Arti Kata Percobaan, https://kbbi.web.id/. diakses 17 Agustus 2019
2
.J.S., Poerwodarminto Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, hlm. 209.
3
P.A.F, Lamintang,1990, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Cet 2,Bandung : Sinar Baru
Pasal 54:

Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana.

Berkaitan dengan kedua pasal diatas, dapat dilihat bahwa keduanya tidak
mengandung definisi percobaan. Akan tetapi dalam kedua pasal itu disebutkan
sejumlah syarat yang menyebabkan seorang pelaku percobaan kejahatan dapat
dipidana. Hal ini selaras dengan pendapat R.Soesilo di dalam bukunya yaitu Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap
Pasal Demi Pasal4. Di dalam buku tersebut, R. Soesilo menjelaskan bahwa undang-
undang memang hanya menyebutkan ketentuan supaya percobaan pada kejahatan
itu dapat dihukum. Sehingga untuk mengetahui pengertian dari poging, kita harus
menelisik kembali ke Memorie Van Toelichting mengenai pembentukan Pasal 53
ayat 1 KUHP yang berbunyi :

“Percobaan untuk melakukan kejahatan itu adalah pelaksanaan untuk melakukan


suatu kejahatan yang terlah dimulai akan tetapi ternyata tidak selesai, ataupun suatu
kejahatan untuk melakukan suatu kejahatan tertentu yang telah diwujudkan di
dalam suatu permulaan pelaksanaan”5.

2.2 Syarat-syarat Poging


Agar suatu tindak kejahatan dapat dikenai hukuman, terdapat syarat-syarat yang
harus dipenuhi. Syarat-syarat terseyang harus dipenuhi oleh seorang pelaku agar
pelaku percobaan tindak kejahatan dapat dikenakan hukuman adalah sebagai
berikut :
A. Adanya Niat (Voornemen)
Syarat pertama agar percobaan tindak kejahatan dapat terpenuhi
adalah adanya niat atau voornemen dari sang pelaku. Menurut Simon,
Hazewinkel, Pompe, dan Jonkers, suatu maksud (voornemen) dapat tidak
lain adalah kehendak untuk melakukan kejahatan, lebih tepatnya atau lebih

4
R. Soesilo. 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar- Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal,Bogor : Politeia
5
P.A.F, Lamintang,1990, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Cet 2,Bandung : Sinar Baru
tepatnya disebut opzet6. Kesengajaan dalam arti luas berarti tidak hanya
meliputi kesengajaan sebagai maksud saja, melainkan kesengajaan sebagai
kesadaran akan tujuan, dan kesengajaan sebagai kesadaran akan
kemungkinan.
VOS memiliki pandangan yang berbeda dalam hal ini. Menurutnya,
arti niat yang ada disini merupakan kesengajaan sebagai maksud saja 7.
Sementara itu di Indonesia, terdapat Moeljatno yang berpendapat bahwa
niat tidak memiliki arti yang sama seperti kesenigajaan. Berikut adalah
pendapatnya mengenai unsur niat8 :
a. Niat tidak bisa disamakan dengan kesengajaan, namun dapat
berubah menjadi kesengajaan apabila semua perbuatan yang
diperlukan untuk kejahatan telah dilakukan, tetapi akibat yang
dilarang tidak timbul (percobaan selesai), disitu niat menjadi 100%
menjadi kesengajaan, sama kalau menghadapi delik selesai.
b. Tetapi kalau belum semua ditunaikan menjadi perbuatan, maka niat
masih ada dan merupakan sikap batin yang memberi arah kepada
perbuatan, yaitu subjective on rechtselemnet.
c. Oleh karena itu niat tidak sama dan tidak bisa disamakan dengan
kesengajaan, maka isinya niat jangan diambilkan dari isinya
kesengajaan apabila kejahatan timbul; untuk itu diperlukan
pembuktian sendiri bahwa isi yang tertentu tadi sudah ada sejak niat
belum ditunaikan menjadi perbuatan.

B. Permulaan Pelaksanaan (Begin van Uitvoering)


Adanya kehendak atau niat saja belum cukup untuk menghukum
suatu poging, sebab pikiran itu dimanapun adalah bebas. Sebab jika hanya
berniat saja, maka orang itu tidak dapat diancam pidana Oleh karena itu,
niat itu harus terlebih dahulu diwujudkan menjadi suatu perbuatan.

6
Prof.Dr.Teguh Prasetyo, S.H., M.si, Hukum pidana, Bandung, Nusa Media, , 2010
7
P.A.F, Lamintang,1990, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Cet 2,Bandung : Sinar Baru
8
Moljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Jakarta: Bina Aksara, 1984
Permulaan pelaksanakan berarti telah terjadinya perbuatan terterntu
dan ini mengarah kepada perbuatan yang disebutkan sebagai delik 9.
Terlepas dari definisinya yang cukup sederhana, permulaan pelaksanaan
masih sulit untuk ditafsirkan secara tepat. Kita tidak mengetahui apakah
permulaan pelaksanaan bisa dibedakan dengan perbuatan persiapan.
Mengenai hal ini, R. Soesilo menjelaskan perbuatan itu sudah boleh
dikatakan sebagai perbuatan pelaksanaan, apabila orang telah mulai
melakukan suatu anasir atau elemen dari peristiwa pidana. Jika orang belum
memulai dengan melakukan suatu anasir atau elemen ini, maka
perbuatannya itu masih harus dipandang sebagai perbuatan persiapan10.
Misalnya, seseorang yang berkehendak untuk mencuri barang dari
orang lain dapat dianggap telah melakukan perbuatan pelaksanaan apabila
orang tersebut telah memasuki rumah atau tangan ke saku targetnya.
Namun, sebagaimana hal ini tidak dijelaskan dalam undang-undang,
keputusan mengenai tindakan pelaku termasuk pada perbuatan pelaksanaan
atau perbuatan persiapan diserahkan kepada hakim.

C. Aksi tidak terselesaikan bukan sebab dari kehendak sendiri


Syarat ketiga agar dapat dipidananya seseorang dalam melakukan
percobaan kejahatan ialah terhentinya perbuatan kejahatan tersebut diluar
kehendaknya. Apabila sang pelaku membatalkan aksinya berdasarkan
kehendaknya sendiri, maka syarat baginya untuk dijatuhi sanksi tidak dapat
terpenuhi. Misalnya, Si A hendak mencuri barang Si B. Namun, ketika
hendak mengambil barang Si B, Si A mengurungkan niatnya karena sadar
bahwa tindakan yang ia lakukan bukanlah tindakan yang terpuji. Sebab,
dalam HR tahun 1924 diterangkan bahwa barangsiapa yang dengan sukarela

9
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Bagian Pertama, Jakarta, Balai Lektur Mahasiswa, 1955,
Hal. 4

10
Letezia Tobing, “Tentang Percobaan Hukum Pidana”
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt552b7aa9d04bf/tentang-percobaan-tindak-
pidana-poging diakses pada tanggal 20 Agustus 2019
mengundurkan diri tidak dapat dipidana11.Walaupun begitu, jaksa harus
terlebih dahulu membuktikan bahwa sang pelaku benar-benar
mengurungkan niatnya atau ada hal lain yang cukup memberikan petunjuk
apa sebabnya percobaan tersebut tidak selesai.

2.3 Percobaan yang tidak dapat dipidana


Pada nyatanya, tidak semua percobaan kejahatan dapat dikenakan sanksi
atau hukuman. Terdapat beberapa pengecualian yang tercantum di dalam Buku ke
2 KUHP, yaitu tindak pidana perkelahian antara seseorang lawan seseorang atau
tweegevecbt, tindak pidana penganiayaan atau mishandling dan tindak pidana
penganiayaan ringan terhadap binatang12.
Dalam pasal 184 ayat 5 KUHP, percobaan melakukan perkelahian antara
seseorang lawan seseorang lawan tidak dapat dihukum Hal ini dikarenakan
pembentuk undang-undang ingin memberi kesempatan kepada setiap orang yang
mengetahui adanya maksud mengadakan perkelahian, untuk sampai saat terakhir
mau memberitahukan masalah tersebut kepada polisi, dengan menganggap tidak
perlu melakukan penuntutan terhadap pihak-pihak yang tersangkut di dalamnya
apabila perkelahiannya itu sendiri dapat dicegah13.
Selanjutnya, menurut pasal 54 KUHP, ditentukan bahwa Pencobaan untuk
melakukan suatu pelanggaran tidak dapat dihukum. Hal ini ditentukan oleh para
pembentuk undang-undang guna mencegah para pembentuk undang-undang yang
lebih rendah dalam hal tersebut menyimpang dari ketentuan yang telah diletakkan
di dalam Bagian Umum dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

2.4 Contoh Kasus Poging


1. Kasus Poeging Percobaan Pemerkosaan Penumpang di angkutan
umum

11
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Jakarta: Grafindo, 2010, hlm 157
12
Letezia Tobing, “Hukum Duel Lawan Satu”
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt516bbd7e91e8b/hukum-duel-satu-lawan-
satu diakses pada tanggan 20 Agustus 2019
13
JM Van Bemmelen, Hukum Pidana I, Terj :Jakarta: Binacipta,1984,hlm 255
BOGOR, KOMPAS.com — Kasus pemerkosaan penumpang di angkutan
umum hampir terjadi lagi. MD (48), sopir angkutan kota trayek 38 Cibinong-
Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mencoba memerkosa penumpangnya,
B (15), siswi kelas III SMP, di dalam angkot. Percobaan pemerkosaan itu terjadi
pada Selasa (24/1/2012) sekitar pukul 20.00. Penyidik Satuan Reserse Kriminal
Kepolisian Resor Bogor berhasil membekuk sopir angkot itu pada Rabu sore.
”Pemerkosaan terhadap korban belum terjadi. Namun, pelaku berbuat cabul kepada
korban yang tidak melawan karena dia masih anak-anak dan pelaku juga sempat
mengancam korban,” tutur Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor Ajun
Komisaris Imron Ermawan di Cibinong, Kamis (26/1/2012).
Pelaku kini terancam hukuman 15 tahun penjara karena melanggar Pasal 81
dan 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Saat
kejadian, korban naik angkot bernomor polisi F 1915 MB yang dikemudikan pelaku
di depan Rumah Sakit Bina Husada, Cibinong, untuk pulang ke rumahnya di
Gunung Putri. Di dalam angkot masih ada tujuh penumpang. Namun, satu per satu
penumpang turun sehingga tinggal tersisa korban. Saat itu, pelaku meminta korban
yang duduk di belakang pindah ke depan. Korban tidak curiga. Setelah korban
duduk di depan, MD berbuat tidak senonoh sambil membawa angkot ke tempat sepi
di Kampung Tlajung, Desa Cikeas Udik, Kecamatan Gunung Putri. Pelaku
kemudian memaksa korban pindah ke bagian belakang angkot. Dia menggunakan
jok angkot sebagai alas untuk memerkosa korban, tetapi karena melihat korban
menstruasi, MD berhenti. Sebagian darah menstruasi korban tertinggal di jok.
Pelaku lalu menurunkan korban di jalan. ”Korban pulang naik ojek, lalu
menceritakan kejadian itu kepada orangtuanya, lalu mereka melapor kepada kami.
Berdasarkan ciri-ciri pelaku dan ciri mobil, kami menangkap MD,” ujar Imron.
Kepada penyidik Polres Bogor, MD mengaku merupakan sopir utama di angkot itu.
Angkot tersebut miliknya.
Dari sisi fisik, kaca angkot itu tidak diberi kaca film yang gelap. Kepala
Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan (DLLAJ) Kabupaten Bogor Soebiantoro
Wirjatmo memerintahkan izin trayek angkot itu dicabut. ”Selain izin trayek, buku
uji (KIR) mobil itu juga dibekukan,” kata Kepala Seksi Angkutan DLLAJ
Kabupaten Bogor, Joko Handriyanto. Dia menjelaskan, pihaknya sedang berupaya
meminimalkan kejahatan di dalam angkot dengan menerbitkan buku sopir dan
seragam, tetapi hal itu masih dalam proses. Saat ini, kata dia, agak sukar
mengendalikan angkot karena pemiliknya begitu banyak. Sebagai contoh, dari
6.590 angkot yang izin trayeknya dikeluarkan DLLAJ Kabupaten Bogor,
pemiliknya lebih dari 1.000 orang. ”Idealnya, sesuai amanat undang-undang,
pemiliknya badan hukum, tetapi itu masih perlu proses. Kalau pemiliknya badan
hukum, kami juga akan lebih mudah mengawasi karena ada manajemen yang
jelas,” ungkapnya.

Ringkasan peristiwa:
Supir angkut (MD) berniat meperkosa siswi kelas III SMP.Supir berencana
memperkosa akan tetapi aksi kejahatan supir angkut (MD) belum sepenuhnya
selesai dikarenakan ditengah aksinya ada orang yang mendekati supir tersebut,MD
sebagai pelaku berhenti melakukan aksinya dan melarikan dirinya dengan angkot
dan meninggalkankorban di jalan.

Analisa kasus pertama:


Dalam KUHP pasal 53 ayat 1 mengatakan “Mencoba melakukan
dipidana,jika niat itu telah ternyata dari adanya permulaan perlaksanaan dan tidak
selesainya pelaksanaan itu,bukan semata-mata disebabkan kehendaknya
sendiri”.MD selaku supir angkut sudah terkategori sebagai pelaku tindak pidana
poeging karena terbukti adanya permulaan pemerkosaan dari berita sebagaimana
yang disampaikan oleh pihak Polres Bogor bahwa pelaku melakukan pencabulan
terhadap korban.Pada tahap selanjutnya MD berupaya melanjutkan ke
pemerkosaan akan tetapi terhenti karena ada seseorang yang lewat dan mendekati
pelaku.Hasil putusan hakim menjatuhkan hukuman 15 tahun akan tetapi dikurangi
1/3 tahun menjadi 5 tahun. Pengurangan atas hukuman dikarenakan MD terbukti
melakukan poeging dimana pengurangan hukuman tersebut secara otomatis
dilakukan oleh pihak hukum yang berwenang setelah kejadian tersebut diputuskan
termasuk poeging dengan dasar hukum KUHP pasal 53 ayat 2.

2. Kasus Poeging Pencurian Mobil Honda Brio


BANGKALAN — Polres telah melimpahkan berkas perkara tahap pertama
kasus pencurian mobil Honda Brio kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangkalan
dengan tersangka Solihin, 25, warga Glagah, Kecamatan Arosbaya. Kini tinggal
menunggu hasil analisis berkas oleh jaksa.Jika Korps Adhyaksa menyatakan P21
atau berkas lengkap, polisi bakal melimpahkan tersangka beserta barang buktinya.
Jika P19 atau belum lengkap, penyidik bakal merevisi berkas tersangka residivis
curanmor dan curas itu sesuai dengan petunjuk jaksa.Kasatreskrim Polres
Bangkalan AKP Jeni Al Jauza mengatakan, setelah penangkapan terhadap pelaku,
langkah awal yang dilakukan yakni pemeriksaan kepada pelaku dan meminta
keterangan korban maupun saksi lainnya. Selain itu juga, pihaknya sudah
melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) serta mengumpulkan semua barang
bukti.Pihaknya juga telah melimpahkan berkas tahap pertama kepada jaksa pada
Selasa (13/11). ”Jika dinyatakan belum sempurna, bakal melakukan revisi sesuai
dengan petunjuk jaksa. Jadi sifatnya itu kami masih menunggu,” ujarnya Minggu
(18/11).
Sekadar mengingatkan, Solihin diduga melakukan percobaan pencurian
mobil Honda Brio dengan nomor polisi (nopol) L 1595 UL yang terparkir di Jalan
Raya Junok, Kelurahan Tunjung, Kecamatan Burneh, Sabtu (27/10). Saat pelaku
melancarkan aksinya diketahui Wahyu Haryadi, 26, warga Desa Tagungguh,
Kecamatan Tanjungbumi selaku pemilik.
Korban berhasil mengamankan pelaku. Selanjutnya pelaku dijemput polisi
untuk dibawa ke Polres Bangkalan. Belakangan diketahui pelaku merupakan
residivis pelaku curanmor atau pencurian. Sebab, sudah empat kali menjalani
hukuman pidana penjara.

Ringkasan Peristiwa :
Solihin ketika itu mencoba melakukan percobaan pencurian mobil Honda
Brio dengan nomor polisi (nopol) L 1595 UL yang terparkir di Jalan Raya Junok,
Kelurahan Tunjung, Kecamatan Burneh, Sabtu (27/10). Saat itu,pelaku
melancarkan aksinya diketahui Wahyu Haryadi, 26, warga Desa Tagungguh,
Kecamatan Tanjungbumi selaku pemilik.Korban berhasil mengamankan pelaku.
Selanjutnya pelaku dijemput polisi untuk dibawa ke Polres Bangkalan.
Analisa Kasus :
Bahwa tindakan percobaan terhadap suatu tindak pidana merupakan suatu
delik pidana yang dapat dikenakan sanksi pidana, sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 53 KUHP. Delik percobaan merupakan perbuatan seorang pelaku tindak
pidana atas suatu delik tindak pidana tertentu yang mana pelaku tersebut tidak dapat
atau belum sempat menuntaskan perbuatannya.
Jan Remmelink menjelaskan dalam Bahasa sehari-hari, yaitu percobaan
merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu tanpa adanya keberhasilan
untuk mewujudkannya.14 Selanjutnya Wirjono Prodjodikoro menambahkan
percobaan berarti suatu usaha untuk mencapai tujuan yang pada akhirnya belum
atau tidak tercapai.15 Sehingga seorang pelaku delik percobaan harus dapat dilihat
dari mulai pelaku tersebut mempunyai niat, usaha-usaha persiapan yang dilakukan
dalam mewujudkan tindak pidana yang hendak dilakukanya dan eksekusi yang
gagal memenuhi target. Bukan hanya sekedar dilihat ketika delik pidananya
dila[kukan.
Agar seseorang dapat dikatakan melakukan delik percobaan, maka seorang
pelaku harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut sebagai berikut :
A. Niat;
B. Perbuatan Permulaan;
C. Perbuatan Delik Pidana yang Tidak Selesai.
Bahwa dilihat dari dua contoh kasus-kasus diatas, dapat diketahui bahwa
setiap pelaku tidak ada yang berhasil menuntaskan tindak pidana yang mereka
kehendaki. Namun dari uraian-uraian fakta diatas, niat pelaku untuk melakukan
tindak pidana terhadap korban-korbanya sudah berhasil tergambarkan dari awal,

14
jan Remmelink, “Hukum Pidana Komentar atas Pasal-pasal terpenting dari Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan padanannya dalam Kitab Undan-Undang Hukum
Pidana Indonesia”, (GramediaPustaka Utama: Jakarta, 2003),hlm. 285.

15
Wirjoyo Prodjodikoro, “Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia”,(Eresco :Bandung, 2003), hlm.
81.
dilihat dari tujuan-tujuan yang telah direncanakan masing-masing pelaku dalam
melakukan tindak pidana terhadap korbannya.
Berdasarkan uraian-uraian fakta tersebut, masing-masing pelaku juga telah
melakukan berbagai macam persiapan sebelum tindak pidananya dilakukan, hal
tersebut dimaksudkan agar ketika tindak pidana yang sudah diniatkan akan
dieksekusi, tidak ada satu hal pun yang sekiranya dapat membatalkan atau
mengagalkan tindakan tersebut.
Hal yang menjadi titik berat dari uraian-uraian fakta diatas adalah masing-
masing plekau tidak ada satupun yang berhasil mencapai tujuannya dalam
melakukan tindak pidana. Atas hal tersebut maka masing-masing pelaku dapat
dikatakan telah memenuhi unsur delik percobaan dalam Pasal 53 KUHP dan setiap
perbuatanya tidak termasuk dalam kategori delik percobaan yang tidak dipidana
dalam Pasal 54 KUHP.

3. Kasus Percobaan Pembunuhan Seorang


(sumber : https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4147326/ini-
kronologi-kasus-percobaan-pembunuhan-lurah-di-banyuwangi)
Banyuwangi (kompasamis 02 Agustus 2018, 22:07 WIB) Polisi melakukan
rekonstruksi percobaan pembunuhan dan perampokan yang dilakukan Agus
Siswanto terhadap Wilujeng Esti Utami (53), Lurah Penataban, Kecamatan Giri,
Banyuwangi. Berbagai adegan direkonstruksi oleh tim penyidik sebagai
persesuaian keterangan pelaku, korban dan beberapa saksi.
Berikut kronologi kejadian percobaan pembunuhan dan perampokan Lurah
Penataban tersebut:
 Selasa 31 Juli 2018 sekitar pukul 12.00 WIB
Kejadian bermula ketika Lurah Penataban, Wilujeng Esti Utami dijemput
tersangka Agus Siswanto, di Kantor Kelurahan Penataban, sekitar pukul
12.00 WIB. Saat itu, korban dijemput mobil Hyundai warna silver milik
Agus. Mereka berencana menemui Gus Maki, Ketua PCNU Kabupaten
Banyuwangi."Sebelum menjemput, Agus sempat menelepon lurah untuk
menyediakan uang Rp 60 juta karena Gus Maki membutuhkan uang
tersebut," ujar Kapolres Banyuwangi AKBP Donny Adityawarman kepada
detikcom.
 Pukul 13.00 WIB
Korban dan Agus satu mobil berangkat menuju Blok Agung untuk menemui
Gus Maki. Agus ternyata malah mengajak korban berkeliling mulai dari
Muncar hingga Kalibaru. Pelaku masih beralasan jika orang yang akan
ditemui masih sibuk hingga terus melakukan perjalanan ke Genteng.
 Pukul 19.00 WIB
Pelaku dan korban mengisi perut di sebuah warung bakso di Kecamatan
Genteng. Mereka makan sambil menunggu orang yang katanya akan
membantu korban dalam kasus dan permintaan menjadi camat.
 Pukul 20.00 WIB
Agus dan korban melakukan perjalanan ke Blok Agung, Kecamatan
Tegalsari. Namun sepanjang jalan pelaku justru memukuli korban dengan
palu dan gagang airsoft gun. Agus meminta kepada korban untuk
melemparkan tas berisi uang Rp 60 juta itu ke jok belakang mobil. Korban
menolak. Namun karena Agus terus memukuli korban akhirnya tas tersebut
dilempar di jok belakang. Namun Agus terus melakukan pemukulan.
 Pukul 21.00 WIB
Setelah dipukuli, korban kemudian pura-pura mati. Oleh tersangka, tangan
dan kaki korban diikat dengan kepala ditutup plastik. Dengan posisi terikat
itulah, korban kemudian diceburkan ke sungai dan ditinggal. Agus lantas
membawa kabur tas milik korban yang berisi uang Rp 60 juta beserta
kuitansi dan surat pernyataan bahwa Agus meminjam uang sebesar Rp 40
juta kepada korban. Dua telepon seluler korban juga dibawa.
 Pukul 21.30 WIB
Usai ditinggalkan di sungai, korban lantas minta tolong warga. Warga
sendiri menemukan korban tergeletak dalam posisi tangan dan kaki terikat
di sungai sekitar pukul 21.30 WIB. Saat itu juga korban langsung dibawa
ke Puskesmas Kebondalem."Bu Lurah ini masih hidup lantas meminta
tolong dan oleh warga diselamatkan dibawa ke puskesmas. Setelah dirawat,
bu lurah sudah dibawa pulang oleh keluarga," ujar Kapolsek Bangorejo
AKP Watiyo.
 Pukul 22.00 WIB
Agus kemudian sempat pulang ke rumahnya di Kecamatan Muncar. Namun
sebelumnya, Agus menitipkan uang yang didapat dari korban ke rumah
pengasuh anaknya di Kecamatan Srono.

 Pukul 03.00 WIB


Polisi tidak memerlukan waktu lama untuk menangkap Agus. Agus
dijemput di rumahnya tanpa perlawanan. Dari Agus, polisi berhasil
mengamankan pistol mainan serta uang Rp 60 juta yang masih lengkap
dengan bungkus kertas yang ditemukan di rumah pengasuh anak
tersangka.Sementara mobil yang digunakan untuk menjemput korban
sempat disembunyikan di rumah kerabat tersangka. Sedangkan tas dan
telepon seluler milik korban, menurut pengakuan Agus, sudah dibuang di
tengah jalan."Agus ini adalah aktivis LSM. Dia awalnya menyangkal, tapi
kami beberkan beberapa bukti akhirnya dia mengakui," ujar Donny.

Ringkasan Kasus :
Agus sempat menelepon lurah untuk menyediakan uang Rp 60 juta karena
Gus Maki membutuhkan uang tersebut.Kemudian Agus Siswanto menjemput
Wilujeng Esti Utami (53) lalu pergi bersama berangkat menuju Blok Agung untuk
menemui Gus Maki. Korban diajak berkeliling mulai dari Muncar hingga Kalibaru
dengan alasan orang yang akan ditemui masih sibuk.Sempat singgah di sebuah
warung bakso mereka makan sambil menunggu orang yang akan membantu korban
dalam kasus dan permintaan menjadi camat. Setelah itu melakukan perjalanan ke
Blok Agung.Namun dalam perjalan pelaku memukuli korban dengan palu dan
gagang airsoft gun dan meminta kepada korban untuk melemparkan tas berisi uang
Rp 60 juta itu ke jok belakang mobil. Setelah dipukuli tangan dan kaki korban diikat
dengan kepala ditutup plastik kemudian diceburkan ke sungai dan ditinggal.

Analisa Kasus:
Agar seseorang dapat dikatakan melakukan delik percobaan, maka seorang
pelaku harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut sebagai berikut :
A. Niat;
B. Perbuatan Permulaan;
C. Perbuatan Delik Pidana yang Tidak Selesai
Syarat pertama dikatakan tindakan poeging terdapat Niat. Niat awal sudah
terbukti dengan mengajak korban berkeliling tidak sampai ke tempat tujuan dengan
alasan bahwa orang yag dihubungi yakni Gus Maki sedang sibuk. Lalu permulaan
pelaksanaan percobaan pembunuhan dalam kasus ini sudah dibuktikan dengan
kronlogi kejadian yaitu Agus Siswanto dengan memukul korban menggunakan palu
dan gagang pistol airsoft gun di dalam mobil.Tindakan permulaan pelaksanaan
tidak berhenti disitu saja,korban diikat dan diceburkan ke dalam sungai dengan
harapan korban tidak dapat selamat.
Alasan lain bahwa kasus diatas termasuk poeging karena tindakan permulaan
percobaan pembunuhan pelaksanaannya tidak berhenti semata-mata oleh dirinya
sendiri. Padahal suatu tindakan dapat berhenti dikatakan tindakan poeging apabila
ada permulaan pelaksanaan dengan syarat tindakan pelaksanaan tersebut tidak
sampai ke tujuan yang di inginkan sehingga dengan kata lain dalam prosesnya
terjadi pemberhentian aksi yang disebabkan oleh dirinya sendiri bukan faktor luar
seperti tertangkap aparat hukum,terlihat oleh masyarakat dan sebagainya.Bahkan
dalam kasus ini pelaku alias Agus Siswanto tidak ada sedikitpun untuk
mengurungkan niat tindakan pembunuhan tersebut.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa :
1. Poeging adalah percobaan menuju ke suatu hal, akan tetapi tidak sampai
pada hal yang dituju itu, atau hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai,
akan tetapi tidak selesai.
2. Suatu tindak kejahatan baru dapat dianggap sebagai Poeging apabila
syarat Niat, Permulaan Pelaksanaan (Begin van Uitvoering), dan
Permulaan Pelaksanaan (Begin van Uitvoering) telah terpenuhi.
3. Percobaan yang tidak dapat dikenai sebagai tindak pidana poging adalah
perkelahian antara seseorang lawan seseorang atau tweegevecbt, tindak
pidana penganiayaan atau mishandling dan tindak pidana penganiayaan
ringan terhadap binatang.
4. Dalam ketiga kasus diatas, dapat diketahui bahwa setiap pelaku tidak
ada yang berhasil menuntaskan tindak pidana yang mereka kehendaki.
Namun, niat dari para pelaku untuk melakukan tindak pidana terhadap
korban-korbanya berhasil dibuktikan.
DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen,JM. 1984. Hukum Pidana I, Terj :Jakarta: Binacipta

Moljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Jakarta: Bina Aksara, 1984

Prasetyo, Prof.Dr.Teguh.2010. Kriminalisasi dalam hukum pidana. Bandung : Nusa


Media

Wirjoyo Prodjodikoro, “Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia”,(Eresco :Bandung,


2003), hlm. 81.

Remmelink Jan. 2003. “Hukum Pidana Komentar atas Pasal-pasal terpenting dari
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan padanannya dalam Kitab
Undan-Undang Hukum Pidana Indonesia”, Jakarta : GramediaPustaka Utama

Poerwodarminto, J.S. 1989. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai


Pustaka,

Lamintang, P.A.F.1990.Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Cet 2. Bandung :


Sinar Baru

Anda mungkin juga menyukai