Anda di halaman 1dari 25

BAB II

Tinjauan Pustaka
A. Tindak Pidana

Pada dasarnya, hukum bertujuan untuk menciptakan ketertiban dan keamanan guna

terwujudnya suatu masyarakat yang harmonis, damai dan tentram. Kedamaian dan

ketentraman tersebut akan terwujud apabila seluruh komponen yang ada di dalam alam

semesta ini patuh dan taat terhadap hukum yang berlaku. Oleh karena itu, seluruh alam

semesta ini terikat dengan hukum agar keharmonisan, kedamaian dan ketentraman itu

terpelihara dengan baik.1

Hukum juga merupakan wujud dari perintah dan kehendak negara yang dijalankan

oleh pemerintah untuk mengemban kepercayaan dan perlindungan penduduk yang berada

dalam wilayahnya. Perlindungan yang diberikan oleh suatu negara terhadap penduduknya

itu dapat bermacam-macam sesuai dengan perilaku setiap masyarakat karena hukum itu juga

timbul dari suatu kebiasaan masyarakat. Karena itu kebutuhan akan hukum berbeda-beda

dari setiap masyarakat yang ada.2

Istilah Pidana berasal dari bahasa Hindu Jawa yang artinya hukuman, nestapa atau

sedih hati, dalam bahasa Belanda disebut straf. Dipidana artinya dihukum, kepidanaan

artinya segala sesuatu yang bersifat tidak baik, jahat, pemidanaan artinya penghukuman. Jadi

Hukum Pidana sebagai terjemahan dari bahasa Belanda strafrecht adalah semua aturan yang

1
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2001, hlm. 56.
2
Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan, op.cit, hlm. 63
mempunyai perintah dan larangan yang memakai sanksi (ancaman) hukuman bagi mereka

yang melanggarnya.3

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif) yang

berhubungan dengan perbuatan yang melanggar hukum pidana. Istilah tindak pidana

merupakan terjemahan dari “strafbaar feit”, di dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana

tidak terdapat penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar feit itu

sendiri. Biasanya tindak pidana disinonimkam dengan delik, yang berasal dari bahasa latin

yakni kata delictum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tercantum sebagai berikut:

“Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukum karena merupakan pelanggaran

terhadap undang-undang tindak pidana”.4

R. Abdoel Djamali, mengatakan, Peristiwa Pidana atau sering disebut Tindak Pidana

(Delict) ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman

pidana. Suatu peristiwa hukum dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana kalau memenuhi

unsur-unsur pidananya. Tindak Pidana merupakan suatu perbuatan yang diancam hukuman

sebagai kejahatan atau pelanggaran, baik yang disebutkan dalam KUHP maupun peraturan

perundang- undangan lainnya.5

Menurut Hans Kelsen, Delik adalah suatu kondisi dimana sanksi diberikan berdasarkan

norma hukum yang ada.6 Menurut Vos, tindak pidana adalah salah kelakuan yang diancam

oleh peraturan perundang-undangan, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang

3
Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung, 1992, hlm 114
4
Teguh Prastyo, Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, jakarta, 2012, hlm. 47.
5
Kamus Hukum, Citra Umbara, Bandung, 2008, hlm 493.
6
Asshiddiqie Jimly, Ali Safa’at M, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Konpres, Jakarta, 2012, Hlm, 46.
dengan ancaman pidana.7 Menurut Simons, tindak pidana adalah kelakuan (handeling) yang

diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan

kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.8

Moeljatno, menerjemahkan istilah strafbaar feit dengan perbuatan pidana. Menurut

pendapat beliau istilah “perbuatan pidana” menunjuk kepada makna adanya suatu kelakuan

manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang hukum di mana pelakunya dapat

dikenakan sanksi pidana. Dapat diartikan demikian karena kata “perbuatan” tidak mungkin

berupa kelakuan alam, karena yang dapat berbuat dan hasilnya disebut perbuatan itu adalah

hanya manusia.9

Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan

pidana, di mana pengertian perbuatan di sini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan

sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak

berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).10

Pompe memberikan pengertian tindak pidana menjadi dua, yaitu:

a. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan
karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan
tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.
b. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian/feit yang oleh peraturan
undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.11

Keterangan Simons yang dikutip oleh Moeljanto adalah bahwa strafbaar feit adalah

kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang

berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung

7
Tri Andrisman. Hukum Pidana. Universitas Lampung. 2007. Bandar Lampung. Hlm 81
8
Ibid.,
9
Asshiddiqie Jimly, Ali Safa’at M, Op, Cit., Hlm 48
10
Teguh Prastyo, Op Cit, hlm. 50
11
Tri Andrisman, Hukum Pidana, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2011, hlm 70
jawab. Van Hamel juga merumuskan bahwa strafbaar feit adalah kelakuan orang (menselijk

gedraging) yang dirumuskan dalam wet yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana

dan dilakukan dengan kesalahan.12

Menurut Barda Nawawi Arief, tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak

melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan

yang dilarang dan diancam dengan pidana.30 Adapun jenis-jenis tindak pidana dibedakan

atas dasar tertentu, antara lain sebagai berikut :

a. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dibedakan antara lain kejahatan

yang dimuat dalam Buku II dan pelanggaran yang dimuat dalam Buku III. Pembagian

tindak pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran” itu bukan hanya merupakan dasar

bagi pembagian KUHP menjadi Buku II dan Buku III melainkan juga merupakan dasar

bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam perundang-undangan secara keseluruhan.

b. Cara merumuskannya , dibedakan dalam tindak pidana formil (Formeel Delicten) dan

tindak pidana meteril (materil delicten). Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang

dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu.

Misalnya Pasal 362 KUHP yaitu tentang pencurian. Tindak pidana materil inti laranganya

adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan

akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana.

c. Dilihat dari bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana sengaja

(dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). Contoh tindak pidana

kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam KUHP antara lain Pasal 338 KUHP

12
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 56
(pembunuhan) yaitu dengan sengaja menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, Pasal 354

yang dengan sengaja melukai orang lain. Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat

dipidana jika ada kesalahan, misalnya Pasal 359 KUHP yang menyebabkan matinya

seseorang, contoh lainya seperti yang diatur dalam Pasal 188 dan Pasal 360 KUHP.

d. Berdasarkan macam perbuatanya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan aktif juga

disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkanya diisnyaratkan dengan

adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan

Penipuan (Pasal 378 KUHP).

Tindak pidana pasif dibedakan menjadi dua macam:

a. Tindak pidana murni adalah tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak

pidana yang pada dasarnya unsur perbuatanya berupa pasif, misalnya diatur dalam Pasal

224, Pasal 304, dan Pasal 552 KUHP.

b. Tindak pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana

positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung

unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya diatur dalam Pasal 338

KUHP, ibu tidak menyusui bayinya sehingga anak tersebut meninggal.

Menurut Pompe, tindak pidana menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap

norma, yang dilakukan karena kesalahan sipelanggar dan diancam dengan pidana untuk

mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum sedangkan menurut


hukum positif adalah suatu kejadian yang oleh peraturan undang-undang dirumuskan

sebagai perbuatan yang dapat dihukum.13

Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang memiliki unsur dan

dua sifat yang berkaitan, unsur-unsur yang dapat dibagi menjadi dua macam yaitu : a.

Subyektif adalah berhubungan dengan diri sipelaku dan termasuk ke dalamnya yaitu segala

sesuatu yang terkandung dihatinya. b. Obyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri

sipelaku atau yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaannya, yaitu dalam keadaan-

keadaan mana tindakan-tindakan dari sipelaku itu harus dilakukan.14

Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana Di

Indonesia memberikan definisi “tindak pidana”atau dalam bahasa Belanda strafbaar feit,

yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam Strafwetboek atau Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di indonesia. Ada istilah dalam bahasa asing, yaitu

delict. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukum pidana.

Dan, pelaku ini dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana.15

Menurut E.Utrecht, Pengertian Tindak Pidana dengan isilah peristiwa pidana yang

sering juga ia sebut delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan (handelen atau doen positif)

atau suatu melalaikan (natalen-negatif), maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan

karena perbuatan atau melalaikan itu).16

13
Tri Andrisman. Op Cit., hlm 81
14
Moeljatno. Azas-Azas Hukum Pidana. Rineka Cipta. 1993. Jakarta Hlm. 69
15
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 58.
16
Erdianto Efendi, Hukum Pidana Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm 26
Dalam hukum pidana Indonesia, sebagaimana di Negara-negara civil law lainnya,

tindak pidana umumnya di rumuskan dalam kodifikasi. Namun demikian, tidak terdapat

ketentuan dalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan lainnya, yang merinci lebih

lanjut mengenai cara bagaimana merumuskan suatu tindak pidana.17

Dalam buku II dan III KUHP Indonesia terdapat berbagai cara atau teknik perumusan

perbuatan pidana (delik), yang menguraikan perbuatan melawan hukum yang dilarang atau

yang diperintahkan untuk dilakukan, dan kepada barangsiapa yang melanggarnya atau tidak

menaatinya diancam dengan pidana maksimum. Selain unsur-unsur perbuatan yang dilarang

dan yang diperintahkan untuk dilakukan dicantumkan juga sikap batin yang harus dipunyai

oleh pembentuk delik agar ia dapat dipidana. Teknik yang paling lazim digunakan untuk

merumuskan delik menurut Jonkers ialah dengan menerangkan atau menguraikannya,

misalnya rumusan delik menurut pasal 279, 281, 286, 242 KUHP. Cara yang kedua ialah

pasal undang-undang tertentu menguraikan unsur-unsur perbuatan pidana, lalu ditambahkan

pula kualifikasi atau sifat dan gelar delik itu, misalnya pemalsusan tulisan (pasal 263

KUHP), pencurian (pasal 362 KUHP), penggelapan (pasal 372 KUHP), penipuan (pasal 378

KUHP). Cara yang ketiga ialah pasal undang-undang tertentu hanya menyebut kualifikasi

(sifat, gelar) tanpa uraian unsur-unsur perbuatan lebih lanjut. Uraian unsur-unsur delik

diserahkan kepada yurisprudensi dan doktrin. Misalnya, perdagangan perempuan dan

perdagangan laki-laki yang belum cukup umur (minderjarige), penganiayaan (pasal 351

KUHP). Kedua pasal tersebut tidak menjelaskan arti perbuatan tersebut, menurut teori dan

17
Chairul Huda, Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa
Kesalahan, PT. Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 31
yurisprudensi, penganiayaan diartikan sebagai “ menimbulkan nestapa atau derita atau rasa

sakit pada orang lain.18

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diketahui tindak pidana adalah

perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai

perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, dimana penjatuhan pidana terhadap

pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.19

1. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu:

a. Menurut sistem KUHP

Di dalam KUHP yang berlaku di Indonesia sebelum tahun 1918 dikenal

kategorisasi tiga jenis peristiwa pidana yaitu :

1. Kejahatan (crime)

2. Perbuatan buruk (delict)

3. Pelanggaran (contravention)

Menurut KUHP yang berlaku sekarang, peristiwa pidana itu ada dalam dua jenis

saja yaitu “misdrijf” ( kejahatan) dan “overtreding” (pelanggaran). KUHP tidak

memberikan ketentuan syarat-syarat untuk membedakan kejahatan dan pelanggaran.

KUHP hanya menentukan semua yang terdapat dalam buku II adalah kejahatan,

sedangkan semua yang terdapat dalam buku III adalah pelangaran.20

b. Menurut cara merumuskannya.

18
Zainal Abidin, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm, 346-347
19
https://www.google.co.id/search?q=Jurnal+Tindak+Pidana&oq=jurna&aqs=chrome.
0.69i59j69i57j69i59l2j69i60.1808j0j4&sourceid=chrome&ie=UTF-8
20
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, op.cit, hlm. 41
Tindak pidana dibedakan anatara tindak pidana formil (formeel delicten) dan

tindak pidana materiil (materieel delicten).

Tindak pidana formil itu adalah tindak pidana yang perumusannya dititikberatkan

kepada perbuatan yang dilarang. Delik tersebut telah selesai dengan dilakukannya

perbuatan seperti tercantum dalam rumusan delik. Misal : penghasutan (pasal 160

KUHP), di muka umum menyatakan perasaan kebencian, permusuhan atau penghinaan

kepada salah satu atau lebih golongan rakyat di Indonesia (pasal 156 KUHP); penyuapan

(pasal 209, 210 KUHP); sumpah palsu (pasal 242 KUHP); pemalsuan surat (pasal 263

KUHP); pencurian (pasal 362 KUHP).

Tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang perumusannya dititikberatkan

kepada akibat yang tidak dikehendaki (dilarang). tindak pidana ini baru selesai apabila

akibat yang tidak dikehendaki itu telah terjadi. Kalau belum maka paling banyak hanya

ada percobaan. Misal : pembakaran (pasal 187 KUHP), penipuan (pasal 378 KUHP),

pembunuhan (pasal 338 KUHP). Batas antara delik formil dan materiil tidak tajam

misalnya pasal 362.

c. Berdasarkan bentuk kesalahannya.

Dibedakan antara tindak pidana sengaja (doleus delicten) dan tindak pidana tidak

sengaja (culpose delicten).21

Tindak pidana sengaja (doleus delicten) adalah tindak pidana yang dalam

rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau ada unsur kesengajaan. Sementara itu

21
Adami Chazawi, op. cit, hlm. 123
tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten) adalah tindak pidana yang dalam

rumusannya mengandung unsur kealpaan yang unsur kesalahannya berupa kelalaian,

kurang hati-hati, dan tidak karena kesengajaan.

Contohnya:

1. Delik kesengajaan: 362 (maksud), 338 (sengaja), 480 (yang diketahui) dll

2. Delik culpa: 334 (karena kealpaannya), 359 (karna kesalahannya).

3. Gabungan (ganda): 418, 480 dll

d. Berdasarkan macam perbuatannya.

Dapat dibedakan antara tindak pidana aktif/positif dapat juga disebut tindak

pidana komisi (delicta commissionis) dan tindak pidana pasif/negatif, disebut juga tindak

pidana omisi (delicta omissionis).

Tindak pidana aktif (delicta commisionis) adalah tindak pidana yang

perbuatannya berupa perbuatan aktif (positif). Perbuatan aktif (disebut perbuatan

materiil) adalah perbuatan yang untuk mewujudkan disyaratkan adanya gerakan dari

anggota tubuh orang yang berbuat.

Menurut Moeljatno, jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu, antara

lain sebagai berikut:22

a. Menurut Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) dibedakan antara lain kejahatan yang

dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam Buku III. Pembagian tindak

pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran” itu bukan hanya merupakan dasar bagi

pembagian KUHP kita menjadi Buku ke II dan Buku III melainkan juga merupakan

dasar bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam PerUndang-Undangan secara

keseluruhan.
22
Moeljatno. Azas-Azas Hukum Pidana (Jakarta: Rineka Cipta, 1983), hlm 97.
b. Cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (Formeel Delicten) dan

tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak pidana formil adalah tindak pidana

yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan

tertentu. Misalnya Pasal 351 KUHP yaitu tentang penganiayaan. Tindak pidana materil

inti larangannya adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang

menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggung jawabkan dan dipidana.

c. Dilihat dari bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana sengaja

(dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). Contoh tindak pidana

kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam KUHP antara lain sebagai berikut: Pasal 310

KUHP (penghinaan) yaitu sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seorang, Pasal

322 KUHP (membuka rahasia) yaitu dengan sengaja membuka rahasia yang wajib

disimpannya karena jabatan atau pencariannya.Pada delik kelalaian (culpa) orang juga

dapat dipidana jika ada kesalahan, misalnya Pasal 360 Ayat 2 KUHP yang menyebabkan

orang lain luka-luka

d. Berdasarkan macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan aktif juga

disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya diisyaratkan dengan

adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan

penipuan (Pasal 378 KUHP).Tindak pidana dibedakan menjadi dua yaitu;

1) Tindak pidana murni adalah tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau

tindak pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif,

misalnya diatur dalam Pasal 224,304 dan 552 KUHP.

2) Tindak pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak

pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana yang
mengandung unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya diatur

dalam Pasal 338 KUHP, ibu tidak menyusui bayinya sehingga bayi tersebut

meninggal. Perbuatan aktif ini terdapat baik dalam tindak pidana yang dirumuskan

secara formil maupun materil. Sebagian besar tindak pidana yang dirumuskan dalam

KUHP adalah tindak pidana aktif.

Berbeda dengan tindak pidana pasif, dalam tindak pidana pasif, ada suatu kondisi

dan atau keadaan tertentu yang mewajibkan seseorang dibebani kewajiban hukum

untuk berbuat tertentu, yang apabila tidak dilakukan (aktif) perbuatan itu, ia telah

melanggara kewajiban hukumnya. Di sini ia telah melakukan tindak pidana pasif.

Tindak pidana ini dapat disebut juga tindak pidana pengabaian suatau kewajiban

hukum. Misalnya pada pembunuhan 338 (sebenarnya tindak pidana aktif), tetapi jika

akibat matinya itu di sebabkan karna seseorang tidak berbuat sesuai kewajiban

hukumnya harus ia perbuat dan karenanya menimbulkan kematian, seperti seorang

ibu tidak mnyusui anaknya agar mati, peruatan ini melanggar pasal 338 dengan

seccara perbuatan pasif. Contohnya: 1). Delik Aktif: 338, 351, 353, 362 dll. 2) Delik

Pasif: 224, 304, 338 (pada ibu menyusui), 522.

e. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya

Maka dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi

dalam waktu lama atau berlangsung lama / berlangsung terus.23

23
Ibid, hlm. 126
Tindak pidana yang terjadi dalam waktu yang seketika disebut juga dengan

aflopende delicten. Misalnya pencurian (362), jika perbuatan mengambilnya selesai,

tindak pidana itu menjadi selesai secara sempurna.

Sebaliknya, tindak pidana yang terjadinya berlangsung lama disebut juga dengan

voortderende delicten. Seperti pasal (333), perampasan kemerdekaan itu berlangsung

lama, bahkan sangat lama, dan akan terhenti setelah korban dibebaskan/terbebaskan.

Contohnya: 1) Delik terjadi seketika: 362,338 dll. 2) Delik berlangsung terus: 329, 330,

331, 333 dll.

f. Berdasarkan sumbernya.

Dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. Tindak

pidana umum adalah tindak pidana yang dapat dilakukan oleh setiap orang sedangkan

yang dimaksud dengan tindak pidana khusus adalah tindak pidana yang hanya dapat

dilakukan oleh orang-orang tertentu. Contoh tindak pidana khusus adalah dalam Titel

XXVIII Buku II KUHP : kejahatan dalam jabatan yang hanya dapat dilakukan oleh

pegawai negeri. Contohnya: 1) Delik umum: KUHP. 2) Delik khusus: UU No. 31 th

1999 tentang tindak pidana korupsi, UU No. 5 th 1997 tentang psikotropika, dll.

g. Dilihat dari sudut subjek hukumnya.

Dapat dibedakan antara tindak pidana communia (delicta communia) yang dapat

dilakukan siapa saja dan tindak (pidana propia) dapat dilakukan hanya oleh orang yang

memiliki kualitas pribadi tertentu.24

Jika dilihat dari sudut subjek hukumnya, tindak pidana itu dapat dibedakan antara

tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang (delictacommunia ) dan tindak

24
Ibid., hlm 127
pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu (delicta

propria).

Pada umumnya, itu dibentuk untuk berlaku kepada semua orang. Akan tetapi, ada

perbuatan-perbuatan tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang

berkualitas tertentu saja.

Contohnya: 1) Delik communia: pembunuhan (338), penganiayaan (351), dll. 2)

Delik propria: pegawai negri (pada kejahatan jabatan), nakhoda (pada kejahatan

pelayaran) dll.

h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan.

Maka dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak pidana

aduan ( klacht delicten).25 Tindak pidana biasa adalah tindak pidana yang untuk

dilakukannya penuntutan pidana tidak disyaratkan adanya aduan dari yang berhak.

Sedangkan delik aduan adalah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan

pidana disyaratkan adanya aduan dari yang berhak.

Contohnya: 1) Delik biasa: pembunuhan (338) dll. 2) Delik aduan: pencemaran

(310), fitnah (311), dll.

i. Berdasarkan berat dan ringannya pidana yang diancamkan.

Maka dapat dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok (eenvoudige delicten)

tindak pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan tindak pidana yang

diperingan (gepriviligieerde delicten).

Tindak pidana yang ada pemberatannya, misalnya : penganiayaan yang

menyebabkan luka berat atau matinya orang (pasal 351 ayat 2, 3 KUHP), pencurian pada

waktu malam hari dsb. (pasal 363). Ada delik yang ancaman pidananya diperingan
25
Ibid., hlm 128
karena dilakukan dalam keadaan tertentu, misal : pembunuhan kanak-kanak (pasal 341

KUHP). Delik ini disebut “geprivelegeerd delict”. Delik sederhana; misal : penganiayaan

(pasal 351 KUHP), pencurian (pasal 362 KUHP).

j. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi.

Maka tindak pidana terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang

dilindungi seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak

pidana pemalsusan, tindak pidana terhadap nama baik, terhadap kesusilaan dan lain

sebagainya.

k. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan antara tindak

pidana tunggal (enklevoudige delicten) dan tindak pidana berangkai (samengestelde

delicten).

Tindak pidana tunggal adalah tindak pidana yang terdiri atas satu perbuatan yang

hanya dilakukan sekali saja. Contoh Pasal 480 KUHP (Penadahan). Sedangkan yang

dimaksud dengan tindak pidana bersusun adalah delik yang terdiri atas beberapa

perbuatan. Contohnya adalah dalam Pasal 481 KUHP : kebiasaan menyimpan barang-

barang curian, contoh ini juga disebut gewoonte delicten (delik kebiasaan) yang mungkin

atau biasa dilakukan oleh tukang rombengan/loak.26

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa jenis-jenis tindak pidana

terdiri dari tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, tindak pidana formil

dan tindak pidana materil, tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak sengaja serta

tindak pidana aktif dan tindak pidana pasif. Klasifikasi tindak pidana menurut system

KUHP dibagi menjadi dua bagian, kejahatan (minsdrijven) yang diatur Dalam Buku II

KUHP dan pelanggaran overtredigen yang diatur dalam Buku III KUHP.
26
Ibid, hlm. 130
Pembagian perbedaan kejahatan dan pelanggaran didasarkan atas perbedaan prinsipil,

yaitu;

a. kejahatan adalah rechtsdelict, artinya perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan

keadilan. Pertentangan ini terlepas perbuatan itu diancam pidana dalam suatu Perundang-

undangan atau tidak. Jadi, perbuatan itu benar-benar dirasakan masyarakat sebagai

bertentangan dengan keadilan.

b. Pelanggaran adalah wetsdelict, artinya perbuatan-perbuatan yang didasari oleh

masyarakat sebagai suatu tindak pidana karena undang-undang menyebutkan sebagai

delik.27

e. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Setiap tindak pidana yang terdapat dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana itu

menurut Lamintang pada umunya dapat kita jabarkan kedalam unsur-unsur yang pada

dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni: unsur-unsur Subyektif dan unsur-

unsur Obyektif.28 Yang dimaksud dengan unsur-unsur Subyektif itu adalah unsur-unsur yang

melakat pada diri pelaku atau yang berhubungan dengan diri pelaku, dan termasuk ke

dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedang yang dimaksud

dengan unsur-unsur Obyektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubunganya dengan keadaan-

keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari pelaku itu harus

dilakukan.

Menurut Lamintang unsur-unsur Subyektif, dari suatu tindak pidana itu adalah:

a. Kesengajaan atau tidak kesengajaan (dolus atau culpa);

27
Tri Andrisman. Hukum Pidana. Universitas Lampung. 2007. Bandar lampung. Hlm 86
28
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
1997, hlm. 193.
b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud di

dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP;

c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam

kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte read seperti yang misalnya yang

terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;

e. Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak

pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Unsur-unsur Subyektif dari suatu tindak pidana itu adalah:

a. Sifat melanggar atau wederrechtelijkheid;

b. Kualitas dari se pelaku, misalnya “keadaan sebagai seseorang pegawai negeri” di

dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau “keadaan sebagai pengurus

atau komisaris dari perseroan terbatas” di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;

c. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu

kenyataan sebagai akibat.29

Menurut Moeljanto, unsur tindak pidana adalah:

a. Perbuatan;

b. Yang dilarang (oleh aturan hukum);

c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar hukum).30

29
Ibid, hlm. 194.
30
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1, PT. Raja Grapindo Persada. Jakarta, 2007, hlm. 79
Perbuatan manusia saja yang boleh dilarang, oleh aturan hukum. Berdasarkan kata majemuk

perbuatan pidana, maka pokok pengertian ada pada perbuatan itu, tapi tidak dipisahkan dengan

orangnya. Ancaman (diancam) dengan pidana menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu

dalam kenyataanya benar-benar dipidana. Pengertian diancam pidana merupakan pengetian

umum, yang artinya pada umumnya dijatuhi pidana.

Menurut bunyi batasan yang dimuat Vos, dapat ditarik unsur-unsur tindak pidana adalah.

a. Kelakuan manusia;

b. Diancam dengan pidana;

c. Dalam peraturan perundang-undangan.31

Batasan yang dimuat Jonkers dapat dirinci unsur-unsur tindak pidana adalah:

a. Perbuatan (yang);

b. Melawan hukum (yang berhubungan dengan);

c. Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat);

d. Dipertanggungjawabkan.

Sementara itu, Schravendijk dalam batasan yang dimuatnya secara panjang lebar itu, jika

dirinci terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Kelakuan (orang yang);

b. Bertentangan dengan keinsyafan hukum;

c. Dincam dengan hukuman;

d. Dilakukan oleh orang (yang dapat);

e. Dipersalahkan/kesalahan.32

31
Ibid, hlm. 80.
32
Ibid, hlm 81
B. Tindak Pidana Pencurian

Dari segi bahasa (etimologi) pencurian berasal dari kata curi yang mendapat awalan pe-

dan akhiran – an. Kata curi sendiri artinya mengambil milik orang lain tanpa izin atau

dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi.33 Pencurian dalam Kamus Hukum

adalah mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan

sembunyi-sembunyi.34

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti dari kata “curi” adalah mengambil milik

orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi.

Sedangkan arti “pencurian” proses, cara, perbuatan.

Kejahatan terhadap harta benda adalah penyerangan terhadap kepentingan hukum orang

atas harta benda milik orang. Dalam buku II KUHP telah dirumuskan secara sempurna,

artinya dalam rumusannya memuat unsur- unsur secara lengkap, baik unsur-unsur obyektif

maupun unsur-unsur subyektif. Unsur obyektif dapat berupa; unsur perbuatan materiil, unsur

benda atau barang, unsur keadaan yang menyertai obyek benda, unsur upaya untuk

melakukan perbuatan yang dilarang, unsur akibat konstitutif. Unsur subyektif dapat berupa;

unsur kesalahan, unsur melawan hukum.

Pengertian pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam Pasal

362 KUHP adalah berupa rumusan pencurian dalam bentuk pokoknya yang berbunyi:

“barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain,

dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan

pidana penjara paling lama 5 Tahun atau denda paling banyak Rp.900,00,-“

33
Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hlm. 225.
34
Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hlm. 85.
Dari segi bahasa (etimologi) pencurian berasal dari kata curi yang mendapat awalan pe-

dan akhiran – an. Kata curi sendiri artinya mengambil milik orang lain tanpa izin atau

dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi.35 Pencurian dalam Kamus Hukum

adalah mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan

sembunyi-sembunyi.36

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti dari kata “curi” adalah mengambil milik

orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi.

Sedangkan arti “pencurian” proses, cara, perbuatan.

Kejahatan terhadap harta benda adalah penyerangan terhadap kepentingan hukum orang

atas harta benda milik orang. Dalam buku II KUHP telah dirumuskan secara sempurna,

artinya dalam rumusannya memuat unsur- unsur secara lengkap, baik unsur-unsur obyektif

maupun unsur-unsur subyektif. Unsur obyektif dapat berupa; unsur perbuatan materiil, unsur

benda atau barang, unsur keadaan yang menyertai obyek benda, unsur upaya untuk

melakukan perbuatan yang dilarang, unsur akibat konstitutif. Unsur subyektif dapat berupa;

unsur kesalahan, unsur melawan hukum.

Pengertian pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam Pasal

362 KUHP adalah berupa rumusan pencurian dalam bentuk pokoknya yang berbunyi:

“barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain,

dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan

pidana penjara paling lama 5 Tahun atau denda paling banyak Rp.900,00,-“

Tindak pidana ini oleh Pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai berikut: mengambil

barang, seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan tujuan memilikinya secara

35
Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hlm. 225.
36
Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hlm. 85.
melawan hukum. Unsur pertama dari tindak pidana pencurian adalah perbuatan mengambil

barang. Kata mengambil (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan

dan jari-jari, memegang barangnya, dan mengalihkannya ke tempat lain.37

Dalam Undang-Undang maupun pembentuk Undang-Undang ternyata tidak pernah

memberikan sesuatu penjelasan tentang dimaksud dengan perbuatan mengambil.

Menurut. Noyon dan Langemaijer: Wegnemen (in de zin van art. 310) is altij een

eigenmachtige inbenzitneming. (Artinya:Mengambil

(menurut pengertian Pasal 362 KUHP) selalu merupakan suatu tindakan sepihak untuk

membuat suatu benda berada dalam penguasaanya).

Menurut Simons: Wegnemen is het voorwerp tot zick nemen, het bregen onder zijne

uitsluitende feitelijke heerschappi m.a.w de dader moet het voorwerp op het ogenblik der

handeling niet reeds onder zick hebben.11 Artinya: Mengambil ialah membawa suatu benda

menjadi berada dalam penguasaanya atau membawa benda tersebut secara mutlak berada di

bawah penguasaanya yang nyata, dengan kata lain, pada waktu pelaku melakukan

perbuatannya, benda tersebut harus belum berada dalam penguasaanya.

Menurut Van Bemmelen dan Van Hattum:

Wegnemen is iedere handeling, waardoor iemand of een vermogenbestanddel van een

ander in zijn eigen herschappij brengt zonder mederwerking of toestemming van dia ander

of de band, die op een of andere wijze nog tussen die ander en dat vermogenbestanddeel

bestond, verbreekt.38 (Mengambil ialah setiap tindakan yang membuat sebagian harta

kekayaan orang lain menjadi berada dalam penguasaannya tanpa bantuan atau tapa seizin

37
Wirjono Prodjodikoro,Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama, Bandung,

2003, hlm. 15
38
ibid
orang lain tersebut, ataupun untuk memutuskan hubungan yang masih ada antara orang lain

itu dengan bagian harta kekayaan yang dimaksud).

1. Unsur-Unsur Pencurian

a. Unsur-Unsur Objektif

1) Unsur perbuatan mengambil (wegnemen).

Unsur pertama dari tindak pidana pencurian ialah perbuatan “mengambil”

barang. Kata “mengambil” (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada

menggerakan tangan dan jari-jari, memegang barangnnya, dan mengalihkannya

ke lain tempat.39

Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukan

bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana formil. Mengambil adalah suatu

tingkah laku positif/perbuatan materill, yang dilakukan dengan gerakan-gerakan

yang disengaja. Pada umumnya menggunakan jari dan tangan kemudian

diarahkan pada suatu benda, menyentuhnya, memegang, dan mengangkatnya

lalu membawa dan memindahkannya ke tempat lain atau dalam kekuasaannya.

Unsur pokok dari perbuatan mengambil harus ada perbuatan aktif, ditujukan

pada benda dan berpindahnya kekuasaan benda itu ke dalam kekuasaannya.

Berdasarkan hal tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan sebagai

melakukan perbuatan terhadap suatu benda dengan membawa benda tersebut ke

dalam kekuasaanya secara nyata dan mutlak.

Unsur berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah

merupakan syarat untuk selesainya perbuatan mengambil, yang artinya juga

39
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayu Media, Malang, 2003, hlm. 5
merupakan syarat untuk menjadi selesainya suatu perbuatan pencurian yang

sempurna.

2) Unsur Benda.

Pada objek pencurian, sesuai dengan keterangan dalam Memorie van

toelichting (MvT) mengenai pembentukan Pasal 362 KUHP adalah terbatas

pada benda-benda bergerak (roerend goed). Benda-benda tidak bergerak, baru

dapat menjadi objek pencurian apabila telah terlepas dari benda tetap dan

menjadi benda bergerak. Benda bergerak adalah setiap benda yang berwujud dan

bergerak ini sesuai dengan unsur perbuatan mengambil.

Benda yang bergerak adalah setiap benda yang sifatnya dapat berpindah

sendiri atau dapat dipindahkan (Pasal 509 KUHPerdata). Sedangkan benda yang

tidak bergerak adalah benda-benda yang karena sifatnya tidak dapat berpindah

atau dipindahkan, suatu pengertian lawan dari benda bergerak.

3) Unsur sebagian maupun seluruhnya milik orang lain

Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian

saja, sedangkan yang sebagian milik pelaku itu sendiri. Contohnya seperti

sepeda motor milik bersama yaitu milik A dan B, yang kemudian A mengambil

dari kekuasaan B lalu menjualnya. Akan tetapi bila semula sepeda motor

tersebut telah berada dalam kekuasaannya kemudian menjualnya, maka bukan

pencurian yang terjadi melainkan penggelapan (Pasal 372 KUHP).

b. Unsur-Unsur Subjektif

1) Maksud untuk memiliki


Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni unsur pertama

maksud (kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk), berupa unsur

kesalahan dalam pencurian, dan kedua unsure memilikinya. Dua unsur itu tidak

dapat dibedakan dan dipisahkan satu sama lain.

Maksud dari perbuatan mengambil barang milik orang lain itu harus

ditujukan untuk memilikinya, dari gabungan dua unsur itulah yang menunjukan

bahwa dalam tindak pidana pencurian, pengertian memiliki tidak mengisyaratkan

beralihnya hak milik atas barang yang dicuri ke tangan pelaku, dengan alasan.

Pertama tidak dapat mengalihkan hak milik dengan perbuatan yang melanggar

hukum, dan kedua yang menjadi unsur pencurian ini adalah maksudnya

(subjektif) saja. Sebagai suatu unsur subjektif, memiliki adalah untuk memiliki

bagi diri sendiri atau untuk dijadikan barang miliknya. Apabila dihubungkan

dengan unsur maksud, berarti sebelum melakukan perbuatan mengambil dalam

diri pelaku sudah terkandung suatu kehendak (sikap batin) terhadap barang itu

untuk dijadikan sebagai miliknya.

2) Melawan hukum

Menurut Moeljatno, unsur melawan hukum dalam tindak pidana pencurian yaitu

“Maksud memiliki dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu

ditunjukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan

perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui dan sudah sadar memiliki

benda orang lain itu adalah bertentangan dengan hukum”.


Karena alasan inilah maka unsur melawan hukum dimaksudkan ke dalam

unsur melawan hukum subjektif. Pendapat ini kiranya sesuai dengan keterangan

dalam MvT yang menyatakan bahwa, apabila unsur kesengajaan dicantumkan

secara tegas dalam rumusan tindak pidana, berarti kesengajaan itu harus

ditujukan pada semua unsur yang ada dibelakangnya.

Pendapat-pendapat diatas diambil dari teori-teori di bawah ini;

a) Teori kontrektasi (contrectatie theorie), teori ini mengatakan bahwa


untuk adanya suatu perbuatan “mengambil” disyaratkan dengan sentuhan
fisik, yakni pelaku telah memindahkan benda yang bersangkutan dari
tempatnya semula.
b) Teori ablasi (ablatie theorie), menurut teori ini untuk selesainya
perbuatan “mengambil” itu disyaratkan benda yang bersangkutan harus
telah diamankan oleh pelaku.
c) Teori aprehensi (apprehensie theorie), berdasdarkan teori ini adanya
perbuatan “mengambil” itu disyaratkan bahwa pelaku harus membuat
benda yang bersangkutan berada dalam penguasaannya yang nyata.40

Oleh sebab itu, berdasarkan keterangan diatas maka jelas kita ketahui bahwa

pencurian adalah suatu perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan pihak

tertentu, dan dalam mengungkap suatu tindak pidana pencurian, aparat penegak

hukum perlu melakukan beberapa tindakan yaitu seperti penyelidikan dan

penyidikan.

40
Lamintang dan Siromangkir, C. Delik Delik Khusus Kejahatan Yang Ditujukan Terhadap Hak Milik Dan
Lain Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik, Tarsito, Bandung, 1979, hlm 15

Anda mungkin juga menyukai