HK - Pidana Materi6
HK - Pidana Materi6
Materi Minggu 6
Pasal 54 KUHP :
Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana.
Pengaturan Poging dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nomor 1 Tahun
2023, diatur dari Pasal 17 sampai dengan Pasal 19.
Dalam KUHP baru ini, tidak ada perbedaan yang prinsipil dengan Poging yang
diatur di dalam Pasal 53 dan 54.
Dalam KUHP baru lebih dipertegas tentang hal-hal yang membatalkan
perbuatan Poging.
Dalam KUHP baru, percobaan melakukan Tindak Pidana yang hanya diancam
dengan pidana Denda paling banyak kategori II (10 juta rupiah), tidak
dipidana.
D. Syarat (unsur) Poging
Untuk dapat dikatakan suatu perbuatan adalah Poging, maka paling tidak
harus memenuhi 3 syarat, yaitu :
1. Niat ;
2. Permulaan pelaksanaan ;
Merujuk kepada
a. Teori Poging Subyektif (Subjectieve Pogings Theory)
b. Teori Poging Obyektif (Objectieve Pogings Theory)
Contoh dalam menentukan perulaan pelaksanaan :
Sudah lama A berniat membunuh B. Untuk merealisasikan niatnya tersebut,
maka A melakukan serangkaian tindakan :
1. A pergi kerumah S untuk meminjam pistol yang akan digunakan membunuh
B;
2. A pulang kerumah untuk berlatih cara menggunakan pistol;
3. A dengan pistol berisi peluru pergi menuju ke rumah B;
4. A mengarahkan pistol ke tubuh B;
5. A menarik picu, pistol meletus namun tembakan melenceng sehingga B lolos
dari maut.
3. Perbuatan tidak selesai bukan karena kehendak pelaku
Perlu diperhatikan hal-hal mendorong tidak selesainya perbuatan pelaku,
apakah karena :
a. Atas kesadaran sendiri;
b. Terpaksa
E. Macam-Macam Poging Menurut Doktrin
1. Percobaan sempurna (Voleindigde Poging)
Disini pelaku telah melakukan segalanya agar terjadinya akibat yang dikehendaki,
namun tidak terwujud.
2. Percobaan tertangguh/tercegah/terhalang (Geschorte Poging)
Pada saat pelaku melaksanakan perbuatannya ia dihalang-halangi sehingga pelaku tidak
dapat melaksanakan kehendaknya.
3. Percobaan tidak sempurna (Ondeugdelijk Poging)
Dikatakan tidak sempunah, maksudnya karena meskipun pelaku telah melaksanakan
seluruh rangkaian perbuatan untuk mewujudkan kehendaknya tetapi tidak mungkin
dapat diselesaikan. Ketidak mungkinan tersebut, karena terdapat masalah pada Alat
yang digunakan atau sasaran/obyeknya. Tidak sempurnanya alat ataupun obyek ada yang
bersifat mutlat dan bersifat relative.
TERIMAKASIH
FAKULTAS HUKUM
ILMU HUKUM