Anda di halaman 1dari 4

1

Hukum Pidana Endah Lestari D.,SH,MH. Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya
BAB VI
PERCOBAAN (POGING)
6.1 Perumusan dalam KUHP
Ketentuan mengenai percobaan diatur dalam pasal 53 KUHP
(kejahatan) dan pasal 54 KUHP (pelanggaran). Ketentuan tersebut ternyata
tidak memberikan batasan mengenai percobaan, yang ditentukan hanyalah
syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya petindak percobaan dapat
dipidana. Syarat-syarat tersebut meliputi:
1. Isi atau warna kejiwaan petindak
2. Kelakuan atau tindakan petindak
3. Hasil dari isi kejiwaan dan tindakan tersebut
Sedangkan isi kejiwaan, tindakan serta hasil tersebut dirumuskan:
a. Ada niat atau kehendak petindak untuk melakukan kejahatan
b. Ada permulaan pelaksanaan tindakan
c. Pelaksanaan tindakan itu tidak selesai hanyalah karena keadaan di luar
kehendak petindak
Dalam memorie penjelasan (MvT) dijelaskan mengenai percobaan
yang satu sama lainnya berbeda sebagai berikut:
a. Pelaksanaan tindakan dari kejahatan
Percobaan adalah pelaksanaan tindakan dari kejahatan yang tidak selesai.
b. Pelaksanaan tindakan dari niat
Perumusan lainnya adalah percobaan adalah sesuatu permulaan
pelaksanaan tindakan dari niat yang dinyatakan untuk melakukan suatu
kejahatan tertentu.
Sistem hukum pidana tentang pemidanaan percobaan adalah, bahwa
percobaan terhadap kejahatan (pasal 53) dipidana, sedangkan percobaan
melakukan pelanggaran (pasal 54) tidak dipidana. Namun ada beberapa
perkecualian pada beberapa pasal kejahatan yang tidak dipidana yaitu pasal
302 ayat 2 (percobaan melakukan penganiayaan binatang), pasal 351 ayat 5
2
Hukum Pidana Endah Lestari D.,SH,MH. Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya
dan 352 ayat 2 (percobaan untuk melakukan penganiayaan manusia) dan
pasal 184 ayat 5 (percobaan untuk melakukan perkelahian).
6.2 Aliran mengenai dasar-dasar Pemidanaan
a. Teori percobaan subyektif
Bertitik tolak pada diri atau jiwa petindak. Yang dinilai pertama-tama
adalah isi kejiwaan dari petindak, yaitu kehendak atau niatnya untuk
melakukan kejahatan. Penganut aliran ini menghendaki pemberantasan
kejahatan pada tindakan permulaan untuk mengadakan perlawanan
terhadap orang-orang yang bertabiat jahat. Karena aliran ini bertolak
pangkal pada diri petindak atau subyek dari tindakan itu, maka disebut
sebagai teori percobaan subyektif. Penganut ajaran ini antara lain: Van
Hammel dan Vos.
b. Teori percobaan obyektif
Aliran ini bertolak pangkal pada tindakan (dari petindak) yang telah
membahayakan suatu kepentingan hukum yang dilindungi oleh undang-
undang. Walaupun ada niat dari petindak, tetapi apabila tidak ada
hubungan antara tindakan dengan kepentingan hukum yang dilindungi,
maka tidak perlu ada pemidanaan. Niat saja tidak cukup sebagai dasar
pemidanaan, harus ada kepentingan hukum yang dilindungi undang-
undang yang dilanggar oleh petindak dan hal itu membahayakan. Karena
itu maka teori ini disebut sebagai teori percobaan obyektif.
KUHP tidak mempersoalkan menganut aliran yang mana dari kedua
aliran tersebut dan penafsiran mengenai hal itu lebih banyak diserahkan
kepada LPHP. Namun beberapa penulis seperti Simons dan beberapa
putusan HR berpendapat bahwa KUHP menganut teori obyektif terbukti
dengan ancaman pidana yang dikurangi sepertiga dari percobaan,
menunjukkan bahwa keberhayaan kepentingan hukum yang dilanggar baru
sedikit saja.
3
Hukum Pidana Endah Lestari D.,SH,MH. Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya
6.3 Percobaan yang tidak wajar (ondeugdelijke poging)
Bilamana petindak telah menyatakan niatnya dengan adanya
permulaan pelaksanaan tindakan, tetapi tidak selesai karena diluar
kehendaknya. Dikenal empat bentuk ketidakmungkinan bagi penyebab dari
tidak terselesaikan suatu kejahatan yaitu:
a. Alatnya mutlak tidak wajar
A pergi ke apotik untuk membeli arsenikum (racun tikus) dengan maksud
dimasukkan ke dalam minimum B, supaya B mati. Apoteker salah
memberi sebungkus gula pada A (bukan arsenikum), B tidak mati setelah
minum air yang diberi A (karena gula tidak menimbulkan kematian
orang).
b. Alatnya relatif tidak wajar
C berniat membunuh D dengan arsenikum, ternyata setelah minum D
tidak mati hanya sakit perut saja. Hal ini terjadi karena dosis (takaran)
arsenikum yang diberikan kurang atau daya tahap tubuh D sangat kuat.
c. Sasaran mutlak tidak wajar
E akan membunuh F yang sakit jantung. Ketika F sedang tidur E datang
ke kamarnya dan menembaknya beberapa kali. Ternyata menurut visum
dokter, F telah meninggal karena serangan jantung sebelum ditembak. (E
ternyata menembak mayat).
d. Sasaran relatif tidak wajar
G berniat membunuh H, dan menusuknya dengan kelewang, namun
kelewang tersebut bengkok karena H memakai harnas (tameng besi) di
dalam baju. H tidak menderita apa-apa.
Menurut ajaran subyektif A, C, E dan G telah menyatakan niatnya
dengan pelaksanaan tindakan dan sifat berbahayanya tindakan telah ternyata
pula, maka mereka dapat dipidana. Sedang menurut ajaran obyektif hanya
tindakan C dan G yang dapat dianggap membahayakan kepentingan hukum
(sedang A dan E tidak) sehingga dapat dipidana.
4
Hukum Pidana Endah Lestari D.,SH,MH. Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya
6.4 Makar dan Mufakat Jahat
Menurut pasal 87 KUHP dikatakan ada makar apabila niat petindak
telah dinyatakan dengan adanya permulaan pelaksanaan tindakan seperti
dimaksud pada pasal 53. Makar hanya pada beberapa kejahatan tertentu
dalam KUHP misalnya kejahatan terhadap keamanan negara, martabat
presiden dan wakil presiden, negara sahabat dan kepala negara sahabat serta
wakilnya. Adanya makar sudah cukup bila dipenuhinya dua syarat.
Pembatalan niat secara sukarela dalam soal makar tidak meniadakan pidana
(sedangkan untuk kasus biasa pidana hapus).
Pada pasal 88 KUHP ditentukan bahwa mufakat jahat adalah adanya
dua orang atau lebih telah mufakat untuk melakukan kejahatan. Bila
dibandingkan dengan percobaan, maka permufakatan jahat termasuk dalam
pengertian persiapan-pelaksanaan. Hanya apabila pada percobaan persiapan-
pelaksanaan belum diancam pidana, pada permufakatan jahat dipidana. Pada
72 KUHPM atas dasar kegunaan (utilities beginsel) meniadakan penuntutan
pada salah seorang peserta (bukan pimpinannya) yang melaporkan
permufakatan jahat tersebut dan kejahatan masih dapat dicegah, bahkan
setelah pelapor pertama, kemudian lainnya beramai-ramai datang
melaporkan diri dapat meringankan.

Anda mungkin juga menyukai