Anda di halaman 1dari 7

Lex Crimen Vol. V/No.

2/Feb/2016

TINDAK PIDANA PERCOBAAN DALAM KITAB disebabkan karena l Z v lvÇ • v ]Œ]X_3


UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)1 Selanjutnya, menurut Pasal 54 KUHPidana,
Oleh: Astri C. Montolalu2 ^D v } u o lµl v ‰ o vPP Œ v š] l
]‰] v X_4
ABSTRAK
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk B. Rumusan Masalah
mengetahui apakah yang menjadi dasar teori 1. Apakah yang menjadi dasar teori dari dapat
dari dapat dipidananya perbuatan percobaan dipidananya perbuatan percobaan?
dan bagaimana syarat-syarat untuk dapat 2. Bagaimana syarat-syarat untuk dapat
dipidananya percobaan menurut KUH Pidana, dipidananya percobaan menurut KUH
yang dengan menggunakan metode penelitian Pidana?
hukum normatif disimpulkan bahwa 1. Ada dua
dasar teori tentang dapat dipidananya C. Metode Penelitian
perbuatan percobaan, yaitu teori percobaan Penelitian ini merupakan penelitian hukum
obyektif bahwa dasar dapat dipidananya normatif yang menjelaskan dan
percobaan adalah karena perbuatan telah mensistematiskan norma-norma hukum
membahayakan suatu kepentingan hukum, dan berkenaan dengan delik percobaan dalam
teori percobaan subyektif bahwa dasar dapat KUHPidana.
dipidananya percobaan adalah watak yang
berbahaya dari si pelaku. Teori-teori ini PEMBAHASAN
memiliki konsekuensi yang berbeda dalam hal: A. Dasar Teori Dapat Dipidanya Percobaan
(1) percobaasn yang tidak mampu; dan (2) Berkenaan dengan percobaan melakukan
batas antara perbuatan persiapan dengan kejahatan, dari aspek teoritis, menjadi
permulaan pelaksanaan. 2. Syarat-syarat untuk pertanyaan apakah yang merupakan dasar
dapat dipidananya percobaan menurut Pasal 53 pikiran sehingga suatu perbuatan mencoba
ayat (1) KUHPidana: 1) Adanya niat; 2) Niat itu melakukan kejahatan, jadi perbuatan itu belum
telah ternyata dari adanya permulaan merupakan suatu delik selesai, sudah dapat
pelaksanaan; 3) Pelaksanaan itu tidak selesai. ; dipidana.
dan, 4) Tidak selesainya pelaksanaan itu bukan Untuk menjawab pertanyaan tersebut,
semata-mata disebabkan karena kehendaknya dalam ilmu hukum pidana dikenal adanya teori-
sendiri; Teš ‰]U •Ç Œ š ^š] l • o • ]vÇ teori tentang dasar dapat dipidananya
pelaksanaan itu bukan semata-mata percobaan tindak pidana. Teori-teori tentang
]• l v l Œ v l Z v lvÇ • v ]Œ]_ ‰ dasar dapat dipidananya percobaan dapat
hakekatnya bukan syarat dapat dipidananya dibedakan atas teori percobaan yang obyektif
percobaan melainkan merupakan alasan dan teori percobaan yang subyektif.
penghapus pidana. Pendukung teori percobaan obyektif antara lain
Kata kunci: percobaan D. Simons, sedangkan pendukung teori
percobaan yang subyektif antara lain G.A. van
PENDAHULUAN Hamel.
A. Latar Belakang Penulisan Mengenai kedua teori ini dikemukakan
Dalam Pasal 53 ayat (1) KUHPidana, }o Z :X X :}vl Œ• ZÁ U ^ i Œ v Ç vP •µ Ç lš](
menurut terjemahan Tim Penerjemah Badan menitikberatkan pada subyek, yaitu maksud
Pembinaan Hukum Nasional, ditentukan perseorangan (individu), ajaran obyektif
ZÁ U ^D v } u o lµl v l i Z š v mementingkan obyek yaitu perbuatan yang
dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari ]o lµl v }o Z •] ‰ u µ šX_ 5
adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak Menurut teori percobaan yang obyektif,
selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata dasar dapat dipidananya percobaan tindak

1 3
Artikel skripsi. Pembimbing skripsi: Refly Singal, SH, MH, Tim Penerjemah BPHN, Kitab Undang-undang Hukum
dan Christine S. Tooy, SH, MH. Pidana, Sinar Harapan, Jakarta, 1983, hal.33.
2 4
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Ibid., hal.34.
5
Manado; NIM: 080711138. Ibid., hal.158.

75
Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016

pidana adalah bahwa perbuatan itu telah orang lain tapi keliru memberikan gula,
membahayakan suatu kepentingan hukum. maka gula itu merupakan alat/sarana
Sekalipun perbuatan itu belum melanggar yang absolut tidak mampu.
suatu kepentingan hukum, tetapi kepentingan 2) Alat/sarana yang relatif tidak mampu.
hukum itu telah dibahayakan. Contohnya, rencana pembunuhan
Jadi, teori percobaan yang obyektif ini dengan racun tapi kadar racun yang
terutama melihat pada perbuatan. Perbuatan diberikan terlalu kecil.
yang bersangkutan, sekalipun belum melanggar 2. Percobaan yang obyeknya tidak mampu,
suatu kepentingan hukum, tetapi telah yang terdiri atas:
membahayakan kepentingan hukum. 1) Obyek yang absolut tidak mampu.
Mengenai teori percobaan yang subyektif, }vš}ZvÇ U Ç ]šµ ^• šµ • Œ vP v µvšµl
dikemukakan oleh Jan Remmelink bahwa teori membunuh yang ditujukan pada
ini ^š]š]l Œ š ‰ v l v vvÇ ‰ v] š v i v Ì Z_X 8 Dalam hal ini seseorang
6
‰ o lµX_ telah menyerang untuk membunuh
Menurut teori percobaan yang subyektif, orang lain, tapi ternyata orang yang
dasar dapat dipidananya percobaan tindak diserang telah lebih dahulu mati.
pidana adalah watak yang berbahaya dari si 2) Obyek yang relatif tidak mampu.
pelaku. Jadi, teori ini melihat pada orangnya, Contohnya meracun seseorang, tapi
yaitu si pelaku, di mana yang diperhatikan orang itu tidak mati karena memiliki
adakah watak dari si pelaku, yang dengan daya tahan terhadap racun yang lebih
mencoba melakukan kejahatan telah tinggi dari orang lain pada umumnya.
menunjukkan wataknya yang berbahaya. Dari sudut pandang teori percobaan
Dua teori ini memiliki konsekuensi- obyektif, dalam hal alat/sarana absolut tidak
konsekuensi yang berbeda dalam dua hal, mampu dan obyek absolut tidak mampu,
yaitu: (1) mengenai batas antara perbuatan pelakunya tidak dapat dipidana karena tidak
persiapan dengan permulaan pelaksanaan[ dan ada suatu kepentingan hukum yang telah
(2) percobaan yang tidak mampu. dibahayakan.
Konsekuensi yang berkenaan dengan batas Menurut teori percobaan yang
antara perbuatan persiapan dengan permulaan obyektif, percobaan tidak mampu yang dapat
pelaksanaan, akan dibahas dalam sub bab dipidana hanyalah dalam hal alat/sarana yang
berikut mengenai syarat-syarat percobaan. relatif tidak mampu dan obyek yang relatif
Konsekuensi yang akan dibahas di sini adalah tidak mampu. Dalam hal adanya sifat relatif
konsekuensi-konsekuensi yang berbeda antara dari alat/sarana dan obyek itu, telah ada
dua teori tersebut berkenaan dengan kepentingan hukum yang dibahayakan.
percobaan yang tidak mampu. Dari sudut pandang teori percobaan
Dalam KUHPidana tidak diatur mengenai subyektif, baik alat tidak mampu secara absolut
percobaan yang tidak mampu ini. Tetapi dalam dan relatif maupun obyek tidak mampu secara
doktrin dan yurisprudensi telah diadakan absolut dan relatif, pelakunya tetap dapat
rincian antara: dipidana karena percobaan tindak pidana.
1. Percobaan yang sarana atau alatnya tidak Hal ini disebabkan karena menurut teori
mampu, yang terdiri atas: percobaan yang subyektif, dasar dapat
1) Alat/sarana yang absolut tidak mampu. dipidananya percobaan tindak pidana adalah
}vš}ZvÇ U ^ o u ‰ Œ } v watak yang berbahaya dari si pelaku,
pembunuhan dengan racun, bubuk gula sedangkan dalam hal tersebut pelaku telah
dapat dianggap sarana tidak mampu melakukan perbuatan yang dengan jelas
sempurna (absolut) untuk mencapai menunjukkan wataknya yang berbahaya.
u l•µ v šµiµ v_X 7 Dalam contoh Tidak terjadinya suatu akibat yang
ini, seorang yang hendak meracun dikehendaki oleh si pelaku, hanyalah soal
kebetulan saja semata-mata, yang tidak
6
Jan Remmelink, Hukum Pidana, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2003, hal.290.
7 8
Ibid., hal.294. Ibid., hal.295.

76
Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016

mempengaruhi hal perlu dipidananya si pelaku Dari rumusan Pasal 53 ayat (1) KUHPidana
karena wataknya yang berbahaya. tersebut tampak bahwa syarat-syarat untuk
Konsekuensi yang berkenaan dengan dapat dipidananya percobaan tindak pidana
percobaan yang tidak mampu tersebut dapat kejahatan, yaitu:
dikemukakan dalam bentuk tabel sebagai 1. Adanya niat untuk melakukan kejahatan;
berikut. 2. Niat itu telah ternyata dari adanya
permulaan pelaksanaan;
Tabel 1. Dasar teori dan percobaan tidak 3. Pelaksanaan itu tidak selesai;
mampu 4. Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
Percobaan Teori obyektif Teori semata-mata disebabkan karena
tidak mampu subyektif kehendaknya sendiri.
Alat/sarana, Tidak dapat Dapat Keempat syarat yang dapat dibaca dari
absolut tidak dipidana dipidana rumusaan Pasal 53 ayat (1) KUHPidana itu akan
mampu dibahas satu persatu berikut ini.
Alat/sarana, Dapat Dapat 1. Adanya niat untuk melakukan kejahatan.
relatif tidak dipidana dipidana Percobaan tindak pidana yang diancam
mampu pidana hanyalah percobaan melakukan
Obyek, Tidak dapat Dapat kejahatan saja. Dalam Pasal 53 ayat (1)
absolut tidak dipidana dipidana <h,W] v ]l š l v ZÁ ^u v }
mampu melakukan kejahatan (misdrijf) dipidana,
Obyek, relatif Dapat Dapat Y_X o u W • o ñð <h,W] v iµP
tidak mampu dipidana dipidana ditegaskan bahwa mencoba melakukan
pelanggaran (Bld.: overtreding) tidak
Menurut Jan Remmelink, di negeri dipidana.
Belanda, putusan-‰µšµ• v ,}P Z ^š u‰ l Mengenai cakupan dari istilah niat
• vP š u v µlµvP i Œ v } Ç lš](_X9 Untuk itu (Bld.: voornemen), pada umumnya para ahli
Jan Remmelink memberikan contoh: hukum pidana sependapat bahwa hal ini
Hal ini tampak jelas dalam HR 7 Mei mencakup semua bentuk kesengajaan,
1906, W. 8372. Kasusnya berkenaan yaitu meliputi:
dengan seorang pemilik/pengelola toko 1) sengaja sebagai maksud (Bld.: opzet als
yang mencoba meracuni suaminya yang oogmerk);
sakit dengan campuran teh dan bir 2) sengaja dengan kesadaran tentang
dengan tambahan residu obat dan koin kepastian/keharusan; dan,
tembaga. Campuran ini tidak dianggap 3) sengaja dengan kesadaran tentang
memunculkan tindak percobaan. Harus kemungkinan atau dolus eventualis.
diakui campuran tersebut merupakan Jan Remmelink memberi contoh
sarana yang tidak mampu.10 putusan Hoge Raad, 6-2-1951, di mana
Hoge Raad menyatakan terdakwa bersalah
Dalam kasus di atas, seseorang bermaksud atas percobaan pembunuhan, yang
membunuh orang dengan menggunakan racun, kasusnya sebagai berikut:
tetapi bahan dan campuran yang dibuatnya Pelaku, dengan tujuan meloloskan diri
merupakan sarana/alat yang absolut (mutlak) dari polisi yang siap menjatuhkan tilang
tidak mampu. Hoge Raad, 7-5-1906, padanya, mempercepat kendaraan
memutuskan bahwa di sini tidak terjadi suatu yang dikemudikannya dan
percobaan pembunuhan. mengarahkan kendaraan tersebut pada
polisi yang bersangkutan. Polisi
B. Syarat Dapat Dipidanya Percobaan tersebut lolos dari kematian semata-
mata karena pada detik terakhir
berhasil melompat ke samping. Tujuan
utama polisi bukanlah matinya polisi
9
Ibid. itu, bahkan ia tidak mengharapkan
10
Ibid.

77
Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016

terjadinya kematian tesebut; ia sekedar dimaksudkan di situ adalah pelaksanaan


memasrahkannya bila itu memang niat.
terjadi. Niat di sini muncul dalam Tetapi, apakah pelaksanaan dalam
bentuk dolus eventualis (kesengajaan Pasal 53 ayat (1) KUHPidana itu merupakan
bersyarat).11 pelaksanaan niat atau pelaksanaan
kejahatan, tidak membawa konsekuensi
Kasus ini adalah seorang sopir yang perbedaan praktis yang penting.
untuk menghindari tilang tetap menekan Perbedaan pendapat yang penting
gas mobil menuju ke arah polisi yang antara penganut teori percobaan obyektif
menghadang di tengah jalan. Ia tidak dan teori percobaan subyektif, adalah
bermaksud untuk membunuh polisi, tapi berkenaan dengan masalah apakah yang
berharap bahwa polisi akan menghindar dimaksudkan dengan permulaan
sehingga dirinya lolos dari tilang. Hoge pelaksanaan (Bld.: begin van uitvoering).
Raad mempertimbangkan bahwa di sini Kapan suatu perbuatan masih merupakan
adalah kesengajaan sebagai kemungkinan perbuatan persiapan (Bld.:
(dolus evenbtualis), sehingga ia dinyatakan voorbereidingshandeling), kapan
bersalah atas percobaan pembunuhan. merupakan permulaan pelaksanaan (Bld.:
Putusan Hoge Raad di atas begin van uitvoering) dan kapan sudah
menunjukkan bahwa niat (voornemen) merupakan pelaksanaan sepenuhnya.
dalam Pasal 53 KUHPidana mencakup Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat
semua bentuk kesengajaan, termasuk juga antara penganut teori percobaan obyektif
sengaja sebagai kemungkinan/bersyarat dan penganut teori percobaan subyektif
(dolus eventualis). yang mendapatkan banyak pembahasan.
D. Simons, seorang penganut teori
2. Niat itu telah ternyata dari adanya percobaan obyektif, dalam menentukan
permulaan pelaksanaan. kapan telah ada permulaan pelaksanaan,
Tidak seorangpun dapat dipidana mengadakan pembedaan antara delik
hanya semata-mata karena adanya niat formal dengan delik material.
saja. Dalam hukum pidana dikenal adanya Sebagaimana diketahui, delik formal
adagium cogitationis poenam nemo patitur, adalah perbuatan yang telah menjadi delik
yaitu: tidak seorangpun dapat dipidananya selesai dengan dilakukannya perbuatan
atas apa yang semata-mata hanya ada tertentu. Contohnya Pasal 362 KUHPidana
dalam pikirannya. tentang pencurian. Jika seseorang
Jadi, niat itu harus diwujudkan keluar u o lµl v ‰ Œ µ š v ^u vP u ]o_ Œ vP
dalam wujud suatu sikap fisik tertentu. sesuatu sebagaimana yang dirumuskan
Karenanya, salah satu syarat dari dalam pasal pencurian itu, maka berarti
percobaan tindak pidana adalah bahwa telah ada delik pencurian sebagai delik
telah adanya permulaan pelaksanaan. selesai. Sekalipun pada delik berikutnya
Penganut teori percobaan obyektif perbuatan itu ketahuan banyak orang
dan teori percobaan subyektif berbeda sehingga barang yang diambil itu tidak jadi
pendapat tentang apakah pelaksanaan itu hilang, tetapi tetap telah ada suatu delik
merupakan pelaksanaan niat atau pencurian sebagai delik selesai.
pelaksanaan kejahatan. Menurut penganut Delik material adalah perbuatan yang
teori percobaan obyektif, pelaksanaan yang nanti menjadi delik selesai dengan
dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) terjadinya akibat tertentu yang ditentukan
KUHPidana adalah pelaksanaan kejahatan, dalam undang-undang. Contohnya adalah
sedangkan menurut penganut teori pasal 338 KUHPidana tentang
percobaan subyektif, pelaksanaan yang pembunuhan. Nanti ada delik
pembunuhan sebagai delik selesai jika ada
orang yang terampas nyawanya (mati).
Sekalipun pelaku telah melakukan
11
Ibid., hal.289.

78
Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016

penembakan atau penikaman yang percobaan subyektif, telah ada permulaan


mengenai korban tetapi korban tidak pelaksanaan jika dalam keadaan konkrit
sampai mati, maka dalam hal ini belum ada sudah ternyata kepastiannya niat itu.
delik pembunuhan sebagai delik selesai. Tekanan teori ini terletak pada niat, di
Menurut pendapat D. Simons, ada mana niat itu terlihat dari peristiwa yang
perbedaan antara delik formal dan konkrit.
material, yaitu: Mengenai teori-teori percobaan (teori
1) Dalam delik formal, ada permulaan obyektif dan subyektif) dan konsekuensinya
pelaksanaan jika perbuatan yang pada penentuan batas antara perbuatan
dilarang oleh undang-undang mulai persiapan dengan permulaan pelaksaan,
dilakukan. dapat disusun dalam tabel sebagai berikut.
Schaffmeiter, et al,
mengemukakan bahwa menurut teori
percobaan obyektif dari D. Simons, Tabel 2. Dasar teori dan permulaan
^‰ l i Z š v vP v Œµuµ• v pelaksanaan
formal ada percobaan yang dapat Teori Permulaan pelaksanaan
dipidana kalau perbuatan yang dilarang Obyektif: Delik formal: kalau
dalam undang-undang mulai perbuatan telah perbuatan yang
12
]o lµl vX_ membahayakan dilarang dalam undang-
2) Dalam delik material, ada permulaan kepentingan undang mulai
pelaksanaan jika perbuatan itu tidak hukum dilakukan.
memerlukan perbuatan yang lain lagi Delik material: kalau
untuk dapat terjadinya akibat. perbuatan itu tidak lagi
Schaffmeiter, et al, memerlukan perbuatan
mengemukakan bahwa berkenaan yang lain dari pelaku
dengan delik material menurut teori untuk terjadinya akibat
percobaan obyektif dari D. Simons Subyektif: watak Dalam keadaan konkrit
adalah sebagai berikut: pada kejahatan yang berbahaya telah ternyata kepastian
dengan rumusan materiil, kalau dari pelaku niat.
perbuatan mulai dilakukan yang
menurut sifatnya segera dapat Hoge Raad (Mahkamah Agung negeri
menimbulkan akibat yang tidak Belanda) dalam putusannya tanggal 19-3-
dikehendaki oleh undang-undang, yang 1934, mengikuti teori percobaan yang
tanpa dilakukannya perbuatan lebih obyektif ini.
lanjut, dapat menimbulkan akibat itu.13 Kasusnya adalah seorang yang berniat
melakukan pembakaran rumah, di mana ia
Jadi, menurut teori percobaan yang telah melakukan persiapan dengan
obyektif, dalam hal delik material, ada menumpuk kain di lantai dan menyiramnya
permulaan pelaksanaan, jika perbuatan dengan bensin, kemudian ia menempatkan
yang dilakukan itu, tanpa memerlukan pistol di jendela yang pelatuk pistol itu
adanya perbuatan yang lain lagi dari diikat dengan seutas tali dan ujung tali
pelaku, telah dapat menimbulkan akibat. dijulurkan ke luar jendela.
Jika dari pihak lagi masih diperlukan adanya Ia bermaksud untuk kembali malam
perbuatan yang lain lagi untuk terjadinya hari guna menarik tali dari luar jendela agar
akibat, maka perbuatan perbuatan itu kebakaran terjadi di malam hari. Tetapi,
belum merupakan percobaan. karena tercium bau bensin, maka masih di
Di pihak lain, menurut pendapat dari siang hari para tetangga rumah itu sudah
G.A. van Hamel, seorang penganut teori mengetahui apa yang terjadi dalam rumah
tersebut.
12
D. Schaffmeister, et al, Hukum Pidana, Liberty, Hoge Raad, 19-3-1934, memberikan
Yogyakarta, 1995, hal.216. pertimbangan dalam kasus ini bahwa:
13
Ibid.

79
Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016

Pada suatu kejahatan untuk dengan Korupsi di mana ditentukan bahwa setiap
sengaja melakukan pembakaran rumah, orang yang melakukan percobaan,
perbuatan itu harus ditujukan kepada pembantuan, atau permufakatan jahat
maksud untuk melakukan pembakaran untuk melakukan tindak pidana korupsi,
dan tidak ditujukan kepada hal-hal yang dipidana dengan pidana yang sama
lain, dan dalam hubungan yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal
langsung dengan kejahatan yang 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.
dimaksudkan. Dalam pada itu
perbuatan tersebut menurut kebiasaan 4. Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
di dalam pengalaman haruslah tanpa semata-mata disebabkan karena
sesuatu tindakan yang lain dari si kehendaknya sendiri.
pelaku dapat menyebabkan timbulnya D vP v ] •Ç Œ š ^š] l • o • ]vÇ
kebakaran itu.14 pelaksanaan itu bukan semata-mata
]• l v l Œ v l Z v lvÇ • v ]Œ]_U
Jadi, menurut Hoge Raad, apa yang dikatakan oleh Jan Remmelink sebagai
dilakukan orang itu baru merupakan berikut:
perbuatan persiapan saja. Perbuatan itu Ihwal apakah pelaku secara suka rela
belum merupakan permulaan pelaksanaan, mengundurkan diri hanya dapat
sebab ia masih perlu melakukan perbuatan disimpulkan dari pertimbangan akal
yang lain lain, yaitu ia masih perlu kembali budinya, dari pertentangan batin antara
pada malam hari dan menarik tali dari luar motif dan kontra motif. Jika ia berhenti
jendela rumah. karena tertangkap tangan maka
terhentinya pelaksanaan terjadi di luar
3. Pelaksanaan itu tidak selesai. kemauan pelaku - karena terpaksa -
Tidak selesainya pelaksanaan dan bukan karena kehendak sukarela
menyebabkan perbuatan merupakan suatu pelaku.15
percobaan. Justru karena tidak selesainya
pelaksanaan sehingga perbuatan itu Jan Remmelink menunjuk contoh
diklasifikasi sebagai percobaan; jika putusan Hoge Raad, 15-1-1980, di mana
perbuatan selesai dilaksanakan maka š]v l v ^l µŒ l Œ v o Œu Œ µvÇ]_16
perbuatan itu sudah merupakan delik merupakan tidak selesainya pelaksanaan
selesai.. bukan atas kehendaknya sendiri. Dalam hal
Tidak selesainya pelaksanaan itu ini orang membatalkan pelaksanaannya
dapat terjadi karena berbagai sebab, baik karena berbunyinya alarm yang
oleh sebab yang berada di luar kehendak si menandakan perbuatan sudah ketahuan,
pelaku maupun oleh karena kehendak dari sehingga yang bersangkutan lari karena
si pelaku itu sendiri. takut.
Perlu pula dikemukakan bahwa ada Dengan demikian, sebenarnya syarat
perbuatan-perbuatan tertentu yang yang keempat ini berarti seseorang tidak
percobaannya sudah ditentukan sebagai dapat dipidana jika ia tidak menyelesaikan
delik selesai oleh pembentuk undang- pelaksanaan perbuatannya itu atas
undang, malahan lebih jauh lagi, ada kehendaknya sendiri.
perbuatan-perbuatan yang Oleh karenanya, syarat yang
permufakatannya saja sudah ditentukan disebutkan pada angka 4 ini, sebenarnya
sebagai delik selesai oleh pembentuk bukan merupakan suatu syarat untuk dapat
undang-undang. dipidananya pelakun percobaan
Contohnya adalah Pasal 15 UU No.31 melakuakan kejahatan, melainkan
Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 merupakan suatu alasan pengecualian
tentang Pemberantasan Tindak Pidana pidana (strafuitsluitingsgrond).
14 15
P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, Hukum Pidana Jan Remmelink, Op.Cit., hal.297.
16
Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1983, hal.36. Ibid.

80
Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016

DAFTAR PUSTAKA
PENUTUP Bemmelen, J.M. van, Hukum Pidana 1. Hukum
A. Kesimpulan Pidana Material Bagian Umum,
1. Ada dua dasar teori tentang dapat terjemahan Hasnan, Binacipta, 1984.
dipidananya perbuatan percobaan, yaitu Jonkers, J.E., Buku Pedoman Hukum Pidana
teori percobaan obyektif bahwa dasar Hindia Belanda, Bina Aksara, Jakarta,
dapat dipidananya percobaan adalah 1987.
karena perbuatan telah membahayakan Kartanegara, Satochid, Hukum Pidana, I,
suatu kepentingan hukum, dan teori kumpulan kuliah, Balai Lektur Mahasiswa,
percobaan subyektif bahwa dasar dapat tanpa tahun.
dipidananya percobaan adalah watak yang Lamintang, P.A.F., dan C.D. Samosir, Hukum
berbahaya dari si pelaku. Teori-teori ini Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung,
memiliki konsekuensi yang berbeda dalam 1983.
hal: (1) percobaasn yang tidak mampu; dan Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Bina
(2) batas antara perbuatan persiapan Aksara, Jakarta, cetakan ke-2, 1984.
dengan permulaan pelaksanaan. ------, Perbuatan Pidana dan
2. Syarat-syarat untuk dapat dipidananya Pertanggungjawaban dalam Hukum
percobaan menurut Pasal 53 ayat (1) Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1983.
KUHPidana: Poernomo, Bambang, Asas-asas Hukum Pidana,
1) Adanya niat; Ghalia Indonesia, Jakarta-Surabaya-
2. Niat itu telah ternyata dari adanya Semarang-Yogya-Bandung, 1978.
permulaan pelaksanaan; Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum
3) Pelaksanaan itu tidak selesai. ; dan, Pidana di Indonesia, PT Eresco, Jakarta-
4) Tidak selesainya pelaksanaan itu bukan Bandung, cetakan ke-3, 1981.
semata-mata disebabkan karena Remmelink, Jan, Hukum Pidana, Gramedia
kehendaknya sendiri; Pustaka Utama, Jakarta, 2003
d š ‰]U •Ç Œ š ^š] l • o • ]vÇ ‰ o l• v v Schaffmeister, D., et al, Hukum Pidana, Liberty,
itu bukan semata-mata disebabkan karena Yogyakarta, 1995.
kehendaknya • v ]Œ]_ ‰ Z l l švÇ Tim Penerjemah BPHN, Kitab Undang-undang
bukan syarat dapat dipidananya percobaan Hukum Pidana, Sinar Harapan, Jakarta,
melainkan merupakan alasan penghapus 1983.
pidana. Utrecht, E., Hukum Pidana I, Penerbitan
Universitas Bandung, cetakan ke-2, 1962.
B. Saran
1. Dalam KUHPidana Nasional mendatang
perlu dipertahankan teori percobaan
obyektif sebab teori ini lebih memberikan
kepastian hukum yaitu harus adanya
perbuatan yang membahayakan
kepentingan hukum.
2. Dalam penyusunan KUHPidana Nasional
u v š vPU •Ç Œ š ^š] l • o • ]vÇ
pelaksanaan itu bukan semata-mata
]• l v l Œ v l Z v lvÇ • v ]Œ]_U
tidak perlu dicantumkan sebagai syarat
percobaan, melainkan dipindahkan menjadi
alasan penghapus pidana.

81

Anda mungkin juga menyukai