2/Feb/2016
1 3
Artikel skripsi. Pembimbing skripsi: Refly Singal, SH, MH, Tim Penerjemah BPHN, Kitab Undang-undang Hukum
dan Christine S. Tooy, SH, MH. Pidana, Sinar Harapan, Jakarta, 1983, hal.33.
2 4
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Ibid., hal.34.
5
Manado; NIM: 080711138. Ibid., hal.158.
75
Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016
pidana adalah bahwa perbuatan itu telah orang lain tapi keliru memberikan gula,
membahayakan suatu kepentingan hukum. maka gula itu merupakan alat/sarana
Sekalipun perbuatan itu belum melanggar yang absolut tidak mampu.
suatu kepentingan hukum, tetapi kepentingan 2) Alat/sarana yang relatif tidak mampu.
hukum itu telah dibahayakan. Contohnya, rencana pembunuhan
Jadi, teori percobaan yang obyektif ini dengan racun tapi kadar racun yang
terutama melihat pada perbuatan. Perbuatan diberikan terlalu kecil.
yang bersangkutan, sekalipun belum melanggar 2. Percobaan yang obyeknya tidak mampu,
suatu kepentingan hukum, tetapi telah yang terdiri atas:
membahayakan kepentingan hukum. 1) Obyek yang absolut tidak mampu.
Mengenai teori percobaan yang subyektif, }vš}ZvÇ U Ç ]šµ ^• šµ • Œ vP v µvšµl
dikemukakan oleh Jan Remmelink bahwa teori membunuh yang ditujukan pada
ini ^š]š]l Œ š ‰ v l v vvÇ ‰ v] š v i v Ì Z_X 8 Dalam hal ini seseorang
6
‰ o lµX_ telah menyerang untuk membunuh
Menurut teori percobaan yang subyektif, orang lain, tapi ternyata orang yang
dasar dapat dipidananya percobaan tindak diserang telah lebih dahulu mati.
pidana adalah watak yang berbahaya dari si 2) Obyek yang relatif tidak mampu.
pelaku. Jadi, teori ini melihat pada orangnya, Contohnya meracun seseorang, tapi
yaitu si pelaku, di mana yang diperhatikan orang itu tidak mati karena memiliki
adakah watak dari si pelaku, yang dengan daya tahan terhadap racun yang lebih
mencoba melakukan kejahatan telah tinggi dari orang lain pada umumnya.
menunjukkan wataknya yang berbahaya. Dari sudut pandang teori percobaan
Dua teori ini memiliki konsekuensi- obyektif, dalam hal alat/sarana absolut tidak
konsekuensi yang berbeda dalam dua hal, mampu dan obyek absolut tidak mampu,
yaitu: (1) mengenai batas antara perbuatan pelakunya tidak dapat dipidana karena tidak
persiapan dengan permulaan pelaksanaan[ dan ada suatu kepentingan hukum yang telah
(2) percobaan yang tidak mampu. dibahayakan.
Konsekuensi yang berkenaan dengan batas Menurut teori percobaan yang
antara perbuatan persiapan dengan permulaan obyektif, percobaan tidak mampu yang dapat
pelaksanaan, akan dibahas dalam sub bab dipidana hanyalah dalam hal alat/sarana yang
berikut mengenai syarat-syarat percobaan. relatif tidak mampu dan obyek yang relatif
Konsekuensi yang akan dibahas di sini adalah tidak mampu. Dalam hal adanya sifat relatif
konsekuensi-konsekuensi yang berbeda antara dari alat/sarana dan obyek itu, telah ada
dua teori tersebut berkenaan dengan kepentingan hukum yang dibahayakan.
percobaan yang tidak mampu. Dari sudut pandang teori percobaan
Dalam KUHPidana tidak diatur mengenai subyektif, baik alat tidak mampu secara absolut
percobaan yang tidak mampu ini. Tetapi dalam dan relatif maupun obyek tidak mampu secara
doktrin dan yurisprudensi telah diadakan absolut dan relatif, pelakunya tetap dapat
rincian antara: dipidana karena percobaan tindak pidana.
1. Percobaan yang sarana atau alatnya tidak Hal ini disebabkan karena menurut teori
mampu, yang terdiri atas: percobaan yang subyektif, dasar dapat
1) Alat/sarana yang absolut tidak mampu. dipidananya percobaan tindak pidana adalah
}vš}ZvÇ U ^ o u ‰ Œ } v watak yang berbahaya dari si pelaku,
pembunuhan dengan racun, bubuk gula sedangkan dalam hal tersebut pelaku telah
dapat dianggap sarana tidak mampu melakukan perbuatan yang dengan jelas
sempurna (absolut) untuk mencapai menunjukkan wataknya yang berbahaya.
u l•µ v šµiµ v_X 7 Dalam contoh Tidak terjadinya suatu akibat yang
ini, seorang yang hendak meracun dikehendaki oleh si pelaku, hanyalah soal
kebetulan saja semata-mata, yang tidak
6
Jan Remmelink, Hukum Pidana, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2003, hal.290.
7 8
Ibid., hal.294. Ibid., hal.295.
76
Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016
mempengaruhi hal perlu dipidananya si pelaku Dari rumusan Pasal 53 ayat (1) KUHPidana
karena wataknya yang berbahaya. tersebut tampak bahwa syarat-syarat untuk
Konsekuensi yang berkenaan dengan dapat dipidananya percobaan tindak pidana
percobaan yang tidak mampu tersebut dapat kejahatan, yaitu:
dikemukakan dalam bentuk tabel sebagai 1. Adanya niat untuk melakukan kejahatan;
berikut. 2. Niat itu telah ternyata dari adanya
permulaan pelaksanaan;
Tabel 1. Dasar teori dan percobaan tidak 3. Pelaksanaan itu tidak selesai;
mampu 4. Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
Percobaan Teori obyektif Teori semata-mata disebabkan karena
tidak mampu subyektif kehendaknya sendiri.
Alat/sarana, Tidak dapat Dapat Keempat syarat yang dapat dibaca dari
absolut tidak dipidana dipidana rumusaan Pasal 53 ayat (1) KUHPidana itu akan
mampu dibahas satu persatu berikut ini.
Alat/sarana, Dapat Dapat 1. Adanya niat untuk melakukan kejahatan.
relatif tidak dipidana dipidana Percobaan tindak pidana yang diancam
mampu pidana hanyalah percobaan melakukan
Obyek, Tidak dapat Dapat kejahatan saja. Dalam Pasal 53 ayat (1)
absolut tidak dipidana dipidana <h,W] v ]l š l v ZÁ ^u v }
mampu melakukan kejahatan (misdrijf) dipidana,
Obyek, relatif Dapat Dapat Y_X o u W • o ñð <h,W] v iµP
tidak mampu dipidana dipidana ditegaskan bahwa mencoba melakukan
pelanggaran (Bld.: overtreding) tidak
Menurut Jan Remmelink, di negeri dipidana.
Belanda, putusan-‰µšµ• v ,}P Z ^š u‰ l Mengenai cakupan dari istilah niat
• vP š u v µlµvP i Œ v } Ç lš](_X9 Untuk itu (Bld.: voornemen), pada umumnya para ahli
Jan Remmelink memberikan contoh: hukum pidana sependapat bahwa hal ini
Hal ini tampak jelas dalam HR 7 Mei mencakup semua bentuk kesengajaan,
1906, W. 8372. Kasusnya berkenaan yaitu meliputi:
dengan seorang pemilik/pengelola toko 1) sengaja sebagai maksud (Bld.: opzet als
yang mencoba meracuni suaminya yang oogmerk);
sakit dengan campuran teh dan bir 2) sengaja dengan kesadaran tentang
dengan tambahan residu obat dan koin kepastian/keharusan; dan,
tembaga. Campuran ini tidak dianggap 3) sengaja dengan kesadaran tentang
memunculkan tindak percobaan. Harus kemungkinan atau dolus eventualis.
diakui campuran tersebut merupakan Jan Remmelink memberi contoh
sarana yang tidak mampu.10 putusan Hoge Raad, 6-2-1951, di mana
Hoge Raad menyatakan terdakwa bersalah
Dalam kasus di atas, seseorang bermaksud atas percobaan pembunuhan, yang
membunuh orang dengan menggunakan racun, kasusnya sebagai berikut:
tetapi bahan dan campuran yang dibuatnya Pelaku, dengan tujuan meloloskan diri
merupakan sarana/alat yang absolut (mutlak) dari polisi yang siap menjatuhkan tilang
tidak mampu. Hoge Raad, 7-5-1906, padanya, mempercepat kendaraan
memutuskan bahwa di sini tidak terjadi suatu yang dikemudikannya dan
percobaan pembunuhan. mengarahkan kendaraan tersebut pada
polisi yang bersangkutan. Polisi
B. Syarat Dapat Dipidanya Percobaan tersebut lolos dari kematian semata-
mata karena pada detik terakhir
berhasil melompat ke samping. Tujuan
utama polisi bukanlah matinya polisi
9
Ibid. itu, bahkan ia tidak mengharapkan
10
Ibid.
77
Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016
78
Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016
79
Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016
Pada suatu kejahatan untuk dengan Korupsi di mana ditentukan bahwa setiap
sengaja melakukan pembakaran rumah, orang yang melakukan percobaan,
perbuatan itu harus ditujukan kepada pembantuan, atau permufakatan jahat
maksud untuk melakukan pembakaran untuk melakukan tindak pidana korupsi,
dan tidak ditujukan kepada hal-hal yang dipidana dengan pidana yang sama
lain, dan dalam hubungan yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal
langsung dengan kejahatan yang 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.
dimaksudkan. Dalam pada itu
perbuatan tersebut menurut kebiasaan 4. Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
di dalam pengalaman haruslah tanpa semata-mata disebabkan karena
sesuatu tindakan yang lain dari si kehendaknya sendiri.
pelaku dapat menyebabkan timbulnya D vP v ] •Ç Œ š ^š] l • o • ]vÇ
kebakaran itu.14 pelaksanaan itu bukan semata-mata
]• l v l Œ v l Z v lvÇ • v ]Œ]_U
Jadi, menurut Hoge Raad, apa yang dikatakan oleh Jan Remmelink sebagai
dilakukan orang itu baru merupakan berikut:
perbuatan persiapan saja. Perbuatan itu Ihwal apakah pelaku secara suka rela
belum merupakan permulaan pelaksanaan, mengundurkan diri hanya dapat
sebab ia masih perlu melakukan perbuatan disimpulkan dari pertimbangan akal
yang lain lain, yaitu ia masih perlu kembali budinya, dari pertentangan batin antara
pada malam hari dan menarik tali dari luar motif dan kontra motif. Jika ia berhenti
jendela rumah. karena tertangkap tangan maka
terhentinya pelaksanaan terjadi di luar
3. Pelaksanaan itu tidak selesai. kemauan pelaku - karena terpaksa -
Tidak selesainya pelaksanaan dan bukan karena kehendak sukarela
menyebabkan perbuatan merupakan suatu pelaku.15
percobaan. Justru karena tidak selesainya
pelaksanaan sehingga perbuatan itu Jan Remmelink menunjuk contoh
diklasifikasi sebagai percobaan; jika putusan Hoge Raad, 15-1-1980, di mana
perbuatan selesai dilaksanakan maka š]v l v ^l µŒ l Œ v o Œu Œ µvÇ]_16
perbuatan itu sudah merupakan delik merupakan tidak selesainya pelaksanaan
selesai.. bukan atas kehendaknya sendiri. Dalam hal
Tidak selesainya pelaksanaan itu ini orang membatalkan pelaksanaannya
dapat terjadi karena berbagai sebab, baik karena berbunyinya alarm yang
oleh sebab yang berada di luar kehendak si menandakan perbuatan sudah ketahuan,
pelaku maupun oleh karena kehendak dari sehingga yang bersangkutan lari karena
si pelaku itu sendiri. takut.
Perlu pula dikemukakan bahwa ada Dengan demikian, sebenarnya syarat
perbuatan-perbuatan tertentu yang yang keempat ini berarti seseorang tidak
percobaannya sudah ditentukan sebagai dapat dipidana jika ia tidak menyelesaikan
delik selesai oleh pembentuk undang- pelaksanaan perbuatannya itu atas
undang, malahan lebih jauh lagi, ada kehendaknya sendiri.
perbuatan-perbuatan yang Oleh karenanya, syarat yang
permufakatannya saja sudah ditentukan disebutkan pada angka 4 ini, sebenarnya
sebagai delik selesai oleh pembentuk bukan merupakan suatu syarat untuk dapat
undang-undang. dipidananya pelakun percobaan
Contohnya adalah Pasal 15 UU No.31 melakuakan kejahatan, melainkan
Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 merupakan suatu alasan pengecualian
tentang Pemberantasan Tindak Pidana pidana (strafuitsluitingsgrond).
14 15
P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, Hukum Pidana Jan Remmelink, Op.Cit., hal.297.
16
Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1983, hal.36. Ibid.
80
Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016
DAFTAR PUSTAKA
PENUTUP Bemmelen, J.M. van, Hukum Pidana 1. Hukum
A. Kesimpulan Pidana Material Bagian Umum,
1. Ada dua dasar teori tentang dapat terjemahan Hasnan, Binacipta, 1984.
dipidananya perbuatan percobaan, yaitu Jonkers, J.E., Buku Pedoman Hukum Pidana
teori percobaan obyektif bahwa dasar Hindia Belanda, Bina Aksara, Jakarta,
dapat dipidananya percobaan adalah 1987.
karena perbuatan telah membahayakan Kartanegara, Satochid, Hukum Pidana, I,
suatu kepentingan hukum, dan teori kumpulan kuliah, Balai Lektur Mahasiswa,
percobaan subyektif bahwa dasar dapat tanpa tahun.
dipidananya percobaan adalah watak yang Lamintang, P.A.F., dan C.D. Samosir, Hukum
berbahaya dari si pelaku. Teori-teori ini Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung,
memiliki konsekuensi yang berbeda dalam 1983.
hal: (1) percobaasn yang tidak mampu; dan Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Bina
(2) batas antara perbuatan persiapan Aksara, Jakarta, cetakan ke-2, 1984.
dengan permulaan pelaksanaan. ------, Perbuatan Pidana dan
2. Syarat-syarat untuk dapat dipidananya Pertanggungjawaban dalam Hukum
percobaan menurut Pasal 53 ayat (1) Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1983.
KUHPidana: Poernomo, Bambang, Asas-asas Hukum Pidana,
1) Adanya niat; Ghalia Indonesia, Jakarta-Surabaya-
2. Niat itu telah ternyata dari adanya Semarang-Yogya-Bandung, 1978.
permulaan pelaksanaan; Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum
3) Pelaksanaan itu tidak selesai. ; dan, Pidana di Indonesia, PT Eresco, Jakarta-
4) Tidak selesainya pelaksanaan itu bukan Bandung, cetakan ke-3, 1981.
semata-mata disebabkan karena Remmelink, Jan, Hukum Pidana, Gramedia
kehendaknya sendiri; Pustaka Utama, Jakarta, 2003
d š ‰]U •Ç Œ š ^š] l • o • ]vÇ ‰ o l• v v Schaffmeister, D., et al, Hukum Pidana, Liberty,
itu bukan semata-mata disebabkan karena Yogyakarta, 1995.
kehendaknya • v ]Œ]_ ‰ Z l l švÇ Tim Penerjemah BPHN, Kitab Undang-undang
bukan syarat dapat dipidananya percobaan Hukum Pidana, Sinar Harapan, Jakarta,
melainkan merupakan alasan penghapus 1983.
pidana. Utrecht, E., Hukum Pidana I, Penerbitan
Universitas Bandung, cetakan ke-2, 1962.
B. Saran
1. Dalam KUHPidana Nasional mendatang
perlu dipertahankan teori percobaan
obyektif sebab teori ini lebih memberikan
kepastian hukum yaitu harus adanya
perbuatan yang membahayakan
kepentingan hukum.
2. Dalam penyusunan KUHPidana Nasional
u v š vPU •Ç Œ š ^š] l • o • ]vÇ
pelaksanaan itu bukan semata-mata
]• l v l Œ v l Z v lvÇ • v ]Œ]_U
tidak perlu dicantumkan sebagai syarat
percobaan, melainkan dipindahkan menjadi
alasan penghapus pidana.
81