Anda di halaman 1dari 3

Mochammad Ridho Tindak Pidana Khusus

110110170362

Konsekuensi Dibedakannya Kejahatan dan Pelanggaran

Perbedaan Kejahatan dan Pelanggaran

Menurut Moeljatno terdapat dua cara pandang dalam memandang perbedaan antara
kejahatan dan pelanggaran. Cara pandang yang pertama adalah kejahatan dilihat sebagai
“rechtdelicten” dimana perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak tercantum di dalam
undang-undang, tetap dilihat sebagai onrecht atau perbuatan yang dirasa sebagai perbuatan
yang melawan tata hukum. Sementara pelanggaran adalah “wetdelictern” dimana perbuatan
yang melanggar hukumnya baru dapat diketahui setelah adanya undang-undang yang
mengatur. Pandangan yang kedua adalah pandangan yang melihat beratnya hukuman yang
diberikan, dimana biasanya hukuman yang diberikan kepada kejahatan lebih berat daripada
pelanggaran

Sementara itu, disebutkan dalam buku yang ditulis Utrecht bahwa pada tahun 1915 dikenal
pembagian delik menjadi 3 macam, yaitu:

a. Kejahatan
b. Kejahatan enteng
c. Pelanggaran

Menurut pendapat Memorie Van Toelichting membagi pembagian delik prinsipil. Sarjana
hukum pidana yang mencoba mengadakan suatu perbedaan kualitatif antara kejahatan dan
pelanggaran mengadakan perbedaan antara “criminel onrecht” dan politie-onrecht. Kejahatan
dilihat sebagai yang sfatnya bertentangan dengan ketertiiban hukum, sementara pelanggaran
adalah perbuatan yang oleh undang-undang dicap sebagai suatu perbuatan yang bertentangan
dngan ketertiban hukum. Kejahatan adalah perbuatan yang karena sifatnya melanggar dan
mengancam barang-barang hukum, sedangkan pelanggaran adalah perbuatan yang sama
sekali tidak melanggar atau mengancam barang-barang hukum.

Kejahatan maupun pelanggaran sama-sama diancam dengan undang-undang karena


keduanya sama-sama melawan kepentingan umum walaupun tidak diancam seberat
“kejahatan”. Pembagian menurut Memorie Van Toelichting tersebut dapat dipahami lebih
jelas melalui pembagian model kualitatif. Contohnya, dalam hal percobaan perbuatan
pelanggaran (poging) dan pembantuan (medeplchtigheid) dalam hal perbuatan yang termasuk
pelanggaran, maka tidak dapat dihukum, dalam undang-undang itu sendiri perbuatan-
perbuatan mengenai percobaan dan pembantuan haruslah dibuktikan, sementara dalam hal
pelanggaran maka hal tersebut tidak perlu dibtuktikan adanya kesengajaan itu. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pelanggaran adalah delik yang lebih ringan daripada kejahatan.

Kemudian Van Der Poel menganjurkan pembagian delik-delik yang ada pada KUHP thun
1915 menjadi 3, yakni:
Mochammad Ridho Tindak Pidana Khusus
110110170362

a. “contraventions” atau “overtredingen”


b. “delicten” atau “wanbedrijven”
c. “werkelijk misdriff”, “criman” aau “strafbaar feit juris naturalis”

Contraventions merupakan pelanggaran peraturan tata usaha negara, yaitu hukum yang
diuat untuk mempertahankan tata tertib umum dimana sengaja atau tidak bukanlah suatu
persoalan. Delicten merupakan pelanggaran peraturan-peraturan tata usaha negara yang
mengatur kepentingan-kepentingan umum yang lebih besar dimana delik yang dilakukan
dengan sengaja dijerat dengan lebih berat dibandingkan dengan delik yang tidak dilakukan
dengan sengaja. Werkelijk missdriff merupakan kejahatan yang sungguh-sungguh dan bukan
merupakan pelanggaran dari tata usaha negara serta selalu dilakukan dengan sengaja.
Hukuman yang diberikan adalah hukuman berat.

Konsekuensi Pembagian dari Kejahatan dan Pelanggaran

Pembagian kejahatan dan pelanggaran menurut KUHP menimbulkan beberapa


konsekuensi-konsekuensi hukum, antara lain:

a. Dalam hal kejahatan harus lah dibuktikan mengenai kesengajaan atau kealpaan.
Apabila unsur kesengajaan atau kealpaan itu tidak dapat dibuktikan maka terdakwa
dibebaskan dari hukuman. Pihak yang bertugas membuktikan kedua unsur ini adalah
hakim dan jaksa. Sementara dalam pelanggaran biasanya kesengajaan dan kealpaan
itu tidaklah perlu untuk dibuktikan.
b. Mencoba (poging) dan membantu (medepletigheid) dalam pelanggaran tidak dapat
dihukum, sementara dalam kejahatan dapat dihukum.
c. Pasal 59 KUHP yang mengandung ancaman hukuman terhadap pengurus atau
komisaris suatu badan hukum karena diduga telah melakukan suatu delik, hanya
berlaku bagi perbuatan yang termasuk pelanggaran saja.
d. Pengaduan sebgai syarat penuntuntan suatu delik peristiwa pidana hanya ditentukan
untuk perkara kejahatan saja.
e. Mengenai concursus realis, berlaku sistem kumulasi tidak terbatas untuk hukuman
dendanya (Pasal 70 ayat (1) KUHP). Untuk gabungan hukuman kurungan dan
kurungan pengganti, maka hukumannya bergabung tidak boleh lebih dari 1 tahun dan
4 bulan, sedangkan gabungan hukuman pengganti bersama-sama maka tidak boleh
melebihi delapan bulan (Pasal 70 ayat (2) KUHP.
f. Jangka berlaku untuk menuntut hukuman dan jangka hak untuk menjalankan
hukuman yang telah dijatuhkan adalah lebih pendek dalam pelanggaran. Terkecuali
untuk delik-delik kejahatan yang termasuk kejahatan-cetak. Dalam hal kejahatan atau
pun pelanggaran cetak, maka jangka waktu berlakunya hak untuk menuntut hukuman
adalah satu tahun. Namun, berlakunya jalannya hukuman yang telah dijalankan adalah
dua tahun dalam hal pelanggaran-cetak dan lima tahun dalam hal kejahatan-cetak.
Mochammad Ridho Tindak Pidana Khusus
110110170362

g. Dapat diadakan afkoop dalam pelanggaran yaitu penebusan penuntutan pidana karena
“pelanggaran, yang diatasnya tidak ditentukan hukuman pokok lain dari pada denda”
dengan membayar sukarela “maksimum denda” dan, “apabila penuntutan telah
dilakukan” termasuk juga biaya perkara.
h. Dalam pelanggaran dan kejahatan yang berkealpaan, penyitaan benda sebagai
hukuman tambahan, hanya dapat dijalankan apabila secara tegas undang-undang
menyebut hal tersebut. Sedangkan dalam hal kejahatan bisa dilakukan penyitaan
benda walaupun undang-undang tidak secara tegas menyebutkan hal itu.
i. Hak jaksa untuk menuntut hukuman terhadap warga negara Indonesia yang berada di
luar Indonesia melakukan suatu delik menurut undang-undang pidana dianggap
menjadi kejahatan hanya berlaku dalam hal dilakukan suatu kejahatan dan tidak
berlaku dalam hal dilakukan suatu pelanggaran saja.
j. Menurut pasal 7 KUHP aturan pidana dalam undang-undang berlaku atas pegawai
negara indonesia yang melakukan diluar wilayah indonesia suatu kejahatan
sebagaimana diterangkan dalam bab XXVIII Buku Kedua. Ketentuan ini tidak dikenal
dalam hal pelanggaran.
k. Hanya dalam hal penadahan barang-barang yang diperoleh karena kejahatan saja yang
dapat dihukum. Penadahan yang diperoleh karena pelanggaran itu tidaklah ada.
l. Aturan istimewa mengenai turut serta yang ditentukan dalam pasal 61 dan 62 KUHP
hanya berlaku dalam hal kejahatan.
m. Menurut Jonkers dalam perkara pelanggaran, dalam Hukum acara pidana, maka
terdakwa dapat diwakili oleh orang lain.

Anda mungkin juga menyukai