Anda di halaman 1dari 10

TUGAS TUTORIAL ONLINE 3

HUKUM PIDANA

Nama : I NYOMAN SUGIANA


NIM : 045243952
PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL, DAN ILMU POLITIK (FHISIP)


UNIVERSITAS TERBUKA
MATARAM
2023
1. Berikan kesimpulan Saudara tentang Perbarengan Tindak Pidana (Concursus /
Samenloop Van Strafbaarfeit), kemudian tentukanlah kasus diatas merupakan
Perbarengan seperti apa di dalam KUHP!
Jawab:
Perbarengan tindak pidana, atau dalam istilah hukum Belanda disebut "concursus
delictorum atau "samenloop van strafbaar feit." terjadi ketika seseorang melakukan
beberapa tindak pidana dalam satu peristiwa atau rangkaian peristiwa tertentu. Dalam
kasus ini, tindakan kriminal yang dilakukan oleh Harley mencakup pencurian sepeda
motor, penggelapan mobil, pencurian handphone, dan pembunuhan terhadap Jhonson.

Perbarengan tidak pidana atau dikenal juga dengan istilah concursus adalah terjadinya dua

atau lebih tindak pidana oleh satu orang pelaku dimana tindak pidana yang dilakukan pertama

kali belum dijatuhi pidana, atan antara tindak pidana yang awal dengan tindak pidana

berikutnya belum dibatasi oleh suatu keputusan hakim. Jika dalam ajaran penyertaan

dijumpai adanya lebih dari satu orang yang tersangkut dalam melakukan perbuatan pidana,

maka dalam ajaran concursus, dijumpai persoalan adanya beberapa tindak pidana yang

dilakukan satu orang (tatermenhreit). Concursus dibagi menjadi dari Concursus Idealis,

Consursus Reahs, dan Concursus Handelings.

a) Concursus Idealis (Perbarengan Peraturan)

Perbarengan peraturan (concursus idealis) yaitu suatu perbuatan yang masuk kedalam

lebih dari satu aturan pidana. misalnya terjadi pemerkosaan dijalan umum, maka

pelaku dapat diancam dengan pidana penjara 12 tahun menunt Pasal 285 KUHP. dan

pidana penjara 2 tahun 8 bulan menurut Pasal 281 KUHP dengan sistem absorbsi,

maka diambil yang terberat, yaitu 12 tahun penjara. Terwujudnya apa yang disebut

dengan perbarengan peraturan pada pidana. Pengertian dasar ini sesuai dengan apa

yang dinumskan oleh Pasal 63 ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwa "Jika suatu

perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya
salah satu di antara aturan-aturan itu dan jika berbeda-beda, yang dikenakan yang

memuat ancaman pokok yang paling berat",

b) Concursus Reahs (Perbarengan Perbuatan)

Gabungan beberapa perbuatan (concursus realis) yaitu seseorang yang melakukan

beberapa perbuatan yang tidak ada hubungan satu sama lain dan yang masing-masing

merupakan tindak pidana; Yang dimaksud dengan gabungan beberapa beberapa

perbuatan ialah apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, perbuatan-

perbuatan mana berdiri sendiri dan masing- masing merupakan pelanggaran terhadap

ketentuan-ketentuan pidana yang berupa kejahatan atau pelanggaran yang mana

belum ada yang dijatuhkan hukuman oleh pengadilan dan akan diadili sekaligus oleh

pengadilan Concursus realis diatur dalam Pasal 65 dan 66 KUHP "gabungan dari

beberapa perbuatan, yang masing-masing harus dipandang sebagai perbuatan

tersendiri- sendiri dan yang masing-masing menjadi kejahatan" Pasal 65 KUHP yang

bunyi rumusanya sebagai berikut:

 Dalam gabungan dari beberapa perbuatan, yang masing-masing harus

dipandang sebagai perbuatan tersendiri-sendiri dan yang masing-masing

menjadi kejahatan yang diancam dengan hukuman utama yang sejenis maka

satu hukuman saja yang dijatuhkan:

 Maksimum hukuman ini ialah jumlah hukuman yang tertinggi. Ditentukan

untuk perbuatan itu,akan tetapi tidak boleh lebih dari hukuman maksimum

yang paling berat ditambah dengan sepertiganya. Concursus realis terjadi

apabila orang melakukan beberapa perbuatan yang dapat dipandang sebagai

perbuatan yang berdiri sendiri dan masing- masing merupakan tindak pidana

yang berupa kejahatan dan atau pelanggaran. Jika diuraikan ada:

o Seorang pembuat
o Serentetan tindak pidana yang dilakukan olehnya,

o Tidak pidana itu perlu sejenis atau berhubungan satu sama lain: dan

o Di antara tindak pidana itu tidak terdapat keputusan hakim.

o Perbuatan berlanjut (Voortgezette Handeling)

c) Concursus Handelingen (Perbuatan Berlanjur)

Mengenai perbuatan berlanjut ini diatur dalam Pasal 64 yang rumusannya adalah

sebagai berikut:

 Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan

kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa

sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut

(voortegezette handeling maka hanya dikenakan satu aniran pidana;

jika berbeda-beda.yang dikenakan yang memmat ancaman pokok yang

berat

 Begitu juga hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang dinyatakan

salah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang, dan

menggunakan harang yang dipalsu atau yang dirusak in.

 Akan tetapi, jika orang melakukan kejahatan-kejahatan tersebut dalam

Pasal 364, 373, 379 dan 407 ayat 1, sebagai perbuatan berlanjut dan

nilai kerugian yang ditimbulkan jumlahnya lebih dari Rp.25,- maka ia

dikenai aturan pidana tersebut dalam Pasal 362,372,378.

Berdasarkan rumusan ayat 1 tadi dapat ditarik unsur-unsur dari perbuatan

berlanjut, yaitu:

a. adanya beberapa perbuatan, meskipun berupa pelanggan ataupun


b. antara perbuatan yang satu dengan yang lain terdapat hubungan yang

sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan yang berlanjut

Perbuatan berlanjut itu sendiri terdiri dari perbuatan pidana perbuatan pidana

yang masing-masing adalah berdiri sendin, akan tetap menguny pertalian satu sama

lain. Jadi masing-masing perbuatan padana itu mempunyai tempat, waktu dan

daluarsanya sendiri-sendiri. Berdasarkan kasus di atas, maka Harley telah melakukan

Perbuatan Berlanjutan (concursus handelings) dikarenakan Harley melakukan tindak

pidana tidak dalam satu waktu melainkan ada jeda waktu dan ada hubungannya antara

satu tindak pidana sama dengan yang lam karena Harley membutuhkan nang untuk

mendekati Layla yang materialati dan ia melalukan tidak padamu lam setelah uang

yang dicuri habis dahulu. Perbuatan Harley telah memenuhi ketentuan Pasal 6 KUHP

Berdasarkan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) di Indonesia, kasus di


atas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Pencurian Sepeda Motor: Pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh Harley pada
tanggal 31 Januari 2020 termasuk dalam tindak pidana pencurian yang diatur dalam
Pasal 362 KUHP Harley menggunakan kunci palsu ("T") untuk mencuri sepeda motor
di minimarket, yang merupakan perbuatan melawan hukum
b. Penggelapan Mobil:
Setelah mencuri sepeda motor, Harley menggunakan uang hasil pencurian untuk
bersenang- senang bersama Layla. Namun, pada tanggal 14 Februari 2020, ia
meminjam mobil milik Jhonson untuk merayakan Hari Valentine bersama Layla.
Namun, bukannya mengembalikan mobil tersebut. Harley menjualnya kepada Franco.
Tindakan ini dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana penggelapan sebagaimana
diatur dalam Pasal 372 KUHP
c. Penggelapan Mobil:
Pada tanggal 14 Februari 2020, setelah uang dari hasil pencurian motor habis, Harley
meminjam mobil milik Jhonson untuk merayakan hari Valentine bersama Layla.
Namun, ia tidak mengembalikan mobil tersebut dan malah menjualnya kepada
Franco. Tindakan ini dapat diklasifikasikan sebagai penggelapan, di mana Harley
menggunakan mobil orang lain tanpa izin dan menjualnya tanpa sepengetahuan
pemiliknya
d. Pencurian Handphone:
Pada tanggal 10 Maret 2020, Harley tertangkap saat melakukan pencurian handphone
di counter handphone milik Vexana la mengambil handphone yang tergeletak di atas
etalase tanpa izin pemiliknya. Tindakan ini juga merupakan pencurian yang
melanggar hukum
e. Pembunuhan
Setelah Harley keluar dari penjara, pada bulan Maret tahun 2014, ia bertemu dengan
Jhonson di pasar Pochinki Tampa berpikir panjang. Harley mengambil tongkat besi
yang ada di jalan dan secara berulang ulang menusuk dada Jhonson hingga
menyebabkannya tewas Tindakan ini merupakan pembunuhan yang melanggar
hukum.

Sumber

Ali, Mahrus. (2011). Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta Timur: Sinar. Grafika.

Peter Mahmud Marzuki. (2021). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

2. Dasar hukum dan ancaman pidana maksimal yang terkait dengan perbuatan Harley
memirat KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) di Indonesia adalah sebagai
berikut
a. Pencurian Sepeda Motor:
Dasar hukum: Pasal 362 KUHP tentang pencurian. Ancaman pidana maksimal: 7
tahun penjara
b. Penggelapan Mobil:
Dasar hukum: Pasal 372 KUHP tentang penggelapan. Ancaman pidana maksimal: 4
tahun penjara
c. Pencurian Handphone:
Dasar hukum: Pasal 362 KUHP tentang pencurian. Ancaman pidana maksimal: 7
tahun penjara
d. Pembunuhan:
Dasar hukum: Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Ancaman pidana maksimal:
pidana mati atau penjara seumur hidup.

Sumber
Ni Made Wahyuni Paramitha; 1 Ketut Sukadana, Ni Made Sukaryati Karma (2021) "Pemberatan
Hakanan Terhadap Residens (Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 50 Pul B/2018/PN Tab)" Jurnal
Analogi Hukum Vol 3 No. 1, Him 851)

3. A.Uraikan serta berikanlah kesimpulan Saudara tentang macam-macam Sistem


Residivis!

Jawab:

Di Indonesia, terdapat beberapa macam sistem residivis yang digunakan dalam


peradilan pidana. Berikut adalah penjelasan serta kesimpulan mengenai macam-
macam sistem residivis di Indonesia.

Residivis adalah pengulangan dari suatu tindak pidana yang dilakukan oleh
pelaku yang sama dari tindak pidana sebelumnya ataupun tindak pidana lainnya yang
telah dijatuhi hukuman dan inkrah atau memiliki kekuatan hukum tetap, serta
pengulangan yang terjadi dalam jangka waktu tertentu, dan memenuhi syarat tertentu
yang telah ditetapkan. Apabila seorang melakukan suatu tindak pidana dan untuk itu
dijatuhkan pidana padanya, akan tetapi dalam jangka waktu tertent

 Sejak setelah pidana tersebut dilaksanakan seluruhnya atau sebahagian atau


 Sejak pidama tersebut seluruhnya dihapuskan; atau
 Apabila kewajiban menjalankan pidana itu belum daluarsa;

Perilaku kriminal itu diulang untuk kedua kalinya, atau bahkan dilakukan secara
berulang. Hal itu meliputi berbagai akibat, seperti penghukuman kembali, penangkapan
kembali, pemenjaraan kembali, dan lamnya. Orang yang melakukan kriminal secara
berulang itu juga disebut juga dengan residivis. Sebelum disebut sebagai residivis,
terlebih dahulu telah dinyatakan sebagai narapidana atau telah selesai menjalani hukuman
yang telah dijatuhkan kepadanya.

a. Sistem Residivis Absolut:


Dalam sistem residivis absolut di Indonesia, hukuman yang diberikan kepada pelaku
kejahatan akan meningkat secara otomatis berdasarkan jumlah catatan kejahatan
sebelumnya yang dimilikinya. Sistem ini diterapkan dalam Pasal 82 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan bahwa jika pelaku merupakan
residivis, maka hukuman yang dijatuhkan akan meningkat.
Kesimpulan: Sistem residivis absolut di Indonesia memberikan peningkatan hukuman
secara otomatis kepada pelaku kejahatan yang memiliki catatan kejahatan sebelumnya
b. Sistem Residivis Diskret:
Di Indonesia, sistem residivis diskret dapat ditemukan dalam beberapa peraturan
perundang- undangan yang mengatur mengenai kejahatan tertentu Misalnya, dalam
Undang Undang Narkotika, terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa hukuman
akan meningkat bagi pengedar narkotika yang merupakan residivis.
Kesimpulan: Sistem residivis diskret di Indonesia diterapkan dalam peraturan
perundang undangan khusus untuk kejahatan tertentu, di mana hukuman akan
meningkat bagi pelaku yang merupakan residivis
c. Sistem Residivis Kumulatif:
Sistem residivis kumulatif di Indonesia tidak ditemukan secara eksplisit dalam
peraturant penindang-undangan yang berlaku. Namun, dalam praktik peradilan
pidana, hakim dapat mempertimbangkan catatan kejahatan sebelumnya sebagai faktor
yang memberikan pertimbangan peningkatan hukuman.
Kesimpulan: Meskipun tidak ada sistem residivis kumulatif yang tersistematis dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia, hakim memiliki kewenangan untuk
mempertimbangkan catatan kejahatan sebelumnya dalam menentukan hukuman. Di
Indonesia, sistem residivis yang dominan adalah sistem residivis absolut, di mana
hukuman ditingkatkan secara otomatis berdasarkan catatan kejahatan sebelumnya.
Sistem residivis diskret juga digunakan dalam beberapa peraturan perundang-
undangan yang mengatur kejahatan tertentu. Meskipun sistem residivis kumulatif
tidak secara eksplisit diatur, hakim memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan
catatan kejahatan sebelumnya dalam menentukan hukuman.

3.B. Apakah perbuatan Harley dapat dikategorikan sebagai Residivis menurut KUHIP
Indonesia? Jelaskanlah!

Jawab:

Berdasarkan kasus yang Anda berikan, perbuatan Harley tidak dapat langsung dikategorikan
schagai residivis berdasarkan KUHP Indonesia Residivis adalah istilah yang merujuk pada
seseorang yang melakukan tindak pidana setelah sebelumnya telah dihukum karena tindak
pidana serupa. Dalam kasus Harley, tidak ada informasi yang menyebutkan bahwa ia
sebelumnya pernah dihukum karena tindak pidana yang serupa. Namun, perbuatan Harley
dalam kasus ini melibatkan beberapa tindak pidana terpisah, seperti pencurian sepeda motor,
penggelapan mobil, pencurian handphone, dan pembunuhan terhadap Jhonson. Setiap tindak
pidana ini akan diperlakukan sebagai tindak pidana terpisah dan akan dinilai secara terpisah
pula.

Setelah Harley bebas. Pada bulan Maret tahun 2014, Harley masih menyimpan dendam
terhadap Jhonson yang pernah melaporkannya ke Polisi. Secara kebetulan, mereka bertemu di
sebuah pasar bernama Pochinki. Tanpa pikir panjang. Harley langsung mengambil sebuah
tongkat besi yang ada di jalan dan menusukkan nya ke dada Jhonson secara berulang-ulang
sampai Jhonson rewas Setelah melihat kasus ini. Harley dapat dikategorikan sebagai
Residivis karena Harley masuk dalam ketentuan Pasal 486 KUHP bahwa:

"Hukuman penjara yang ditentukan dalam pasal 127, 204 ayat pertam. 244- 248, 253-260 bis,
263, 264, 266-268, 274, 362. 363, 365 ayat pertama, kedua dan ketiga 368 ayat pertama dan
kedua, sekedar ditunjukkan disitu keayat kedua dan ketiga dari pasal 365, pasal 369, 372,
374, 375, 378, 380, 381-383, 385-388, 397, 399, 400, 402. 415, 417, 426, 432 ayat
penghabisan, 452, 466, 480 dan 481, begitu juga hukuman penjara sementara, yang akan
dijatuhkan menurut pasal 204, ayat kedua, 365, ayat keempat dan 368, ayat kedua.. sekedar
ditunjukkan disitu keayat keempat dari pasal 365, dapat ditambah dengan sepertiganya, jika
waktu melakukan kejahatan itu belum lalu 5 tahun sejak sitersalah menjalani sama sekali atau
sebagian saja, baik hukuman penjara karena salah satu kejahatan yang diterangkan pada pasal
im, maupun hukuman penjara yang dijamıhkan karena salah satu kejahatan yang
dimaksudkan dalam salah satu pasal 140-143, 145 dan 149 dari Kitab Undang-undang
Hukum Pidana Teutara, atau sejak hukuman itu dihapuskan, baginya sama sekali, ataupun
jika pada waktu melakukan kejahatan itu, hak menjalankan hukuman itu belum gugur karena
liwat waktunya."

Berdasarkan ketentuan Pasal diatas, sebelum bebas Harley melakukan tindak pidana
pencurian di Pasal 363 KUHP dan Pasal tersebut tercantum dalam ketentuan Pasal 486
KUHP. Jadi dapat disimpulkan baliwa Harley adalah Residivis pencurian yang telah
menjalani masa penjaranya dan bebas, melakukanpembunuhan terhadap Jhonson yang
merupakan orang yang melaporkannya atas motif balas dendam

Sumber Referensi:
-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
- BMP 4203, Hukum Pidana.
- Muhammad Mustofa, 2015, Metodologi Penelitian Kriminologi. Jakarta: Prenada Media.
- R. Scenario Soerodibroto, 2006, KUHP dan KUHAP, Jakarta: Rajawali Press.
- Ni Made Waliyuni Paramitha; I Ketut Sukadana; Ni Made Sukaryati Karma (2021).
"Pemberatan Hukuman Terhadap Residivis (Studi Kasus Pumsan Perkara Nomor
50/Pid.B/2018/PN Tab)". Jurnal Analogi Hukum, Vol 3 No. 1.

Anda mungkin juga menyukai