Anda di halaman 1dari 3

1 Polisi Inggris menyatakan, 39 mayat yang ditemukan dalam kontainer truk pada Oktober lalu

diidentifikasi warga negara Vietnam. Diberitakan AFP Kamis (7/11/2019), polisi setempat
menyatakannya setelah melakukan pemeriksaan dibantu otoritas dari negara Asia Tenggara itu. Kedutaan
Besar Vietnam di London menyatakan "sangat sedih" dengan kebenaran 39 mayat yang ditemukan pada
23 Oktober lalu di kontainer truk. Kepolisian Essex, Inggris, yang melakukan penyelidikan,
mengumumkan keluarga jenazah 31 pria dan 8 perempuan itu sudah diberi tahu. Para korban ditemukan
ketika truk itu sampai ke pelabuhan luar London setelah menumpang feri dari Belgia pada 23 Oktober
dini hari. Polisi Essex awalnya yakin bahwa jenazah yang ditemukan adalah warga negara China, hingga
sejumlah keluarga Vietnam mengaku khawatir ada kerabat mereka yang ikut. Kementerian Keamanan
Umum Vietnam juga membenarkan korban berasal dari negara mereka, dengan lokasi tersebar di enam
provinsi. Polisi Inggris pun menjerat si sopir yang berasal dari Irlandia Utara dengan tuduhan pencucian
uang, pembunuhan, hingga membantu migran illegal.

Pertanyaan:

Uraikanlah perjanjian internasional yang menjadi sumber hukum untuk mencegah dan menindak
kejahatan perdagangan manusia!

2 Pengadilan internasional HAM Ad hoc dibentuk berdasarkan Resolusi DK PBB karena adanya
ketidakmampuan (unwilling) dan ketidakmauan (unable) pengadilan nasional dalam mengadili
pelanggaran HAM berat di negaranya, sebagaimana terjadi di Rwanda maupun Yugoslavia.

 a) Jelaskan indikator unwilling (ketidakmampuan) Pengadilan Nasional dalam mengadili


pelanggaran HAM Berat!
 b) Jelaskan indikator unable (ketidakmauan) Pengadilan Nasional dalam mengadili pelanggaran
HAM Berat!
 c) Jika pelaku pelanggaran HAM telah diadili oleh Pengadilan Nasional setempat, apakah
Pengadilan Internasional Ad-hoc memiliki yurisdiksi untuk mengadili orang tersebut? Jelaskan!

3 Kasus

Sekelompok nelayan berjumlah 20 orang dengan status sebagai warga negara Inggris, menggunakan
kapal besar bermuatan 1000 ton melintasi wilayah perairan negara Indonesia tanpa ada izin, mereka
melakukan eksploitasi terhadap sumber daya laut perairan Indonesia. Tidak hanya itu mereka juga
melakukan aksi penyerangan terhadap nelayan lokal dengan cara menembaki hingga menyandera kapal
nelayan yang mendekat.

 Silahkan dianalisis kasus di atas kemudian kemukakan argumen dalam kaitannya dengan
yurisdiksi internasional?

Jawaban :

1. Munculnya Protokol Palermo Tahun 2000 tentang Mencegah, Memeberantas, dan Menghukum
Tindak Pidana Perdagangan Orang, terkhususnya yang menjadi korban perdagangan orang
(Human
Trafficking) yaitu perempuan dan anak, dengan adanya Protokol Palermo tersebut menjadi tolak
ukur dalam mendorong pengesahan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO): a). Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(DUHAM); b). Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan (CEDAW); c). Konvensi Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, Budaya
(ECOSOC); dan d). Konvensi Hak Anak (ILO).
Pengaturan hukum internasional tentang larangan perdagangan perempuan
sesungguhnyan telah di atur di dalam International Convention of the Supression of
the Traffick in Women of full age, CEDAW(convention on Elimination of All Form of
Discrimination Againts Women), Protocol to Prevent, Suppress and Punish
Trafficking in Persons, especially Women and Children Supplementing the United
Nations Convention againt transnational organied crime, Convention of the
Supression of Traffic in Person and the Eksploitation of the Prostitution of Others.
Indonesia juga telah membuat suatu undang-undang untuk memberantas tindak
pidana perdagangan orang, yaitu pada undang-undang No 21 tahun 2007 tentang
pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Dari semua peraturan
internasional yang telah di ratifikasi oleh Indonesia terkait dengan perdagangan
manusia khusunya pemberantasan perdaganan perempuan merupakan suatu wujud
implementasi negara Indonesia dalam memerangi perdagangan perempuan. Namun
kurangnya sosialisasi di masyarakatmerupakan masalah implementasi dalam
melawan praktek perdagangan manusia, sehingga peraturanperaturan yang dibuat
oleh pemerintah dirasakan tidak kekuatan hukum.

Bahwa kedudukan perjanjian internasional yang menjadi sumber hukum untuk


mencegah dan menindak kejahatan pada perkembangan zaman ini sangatlah
penting dimana perjanjian Internasional lebih menjamin kepastian hukum yang
diadakan secara tertulis, perjanjian internasional mengatur masalah-masalah
bersama yang peniting dalam subyek hukum internasional, maka dalam Perjanjian
Internasional dalam rangka mencegah kejahatan Internasional maka negara-negara
di belahan dunia bersama-sama membentuk adanya kerja sama Internasional yang
kemudian disepakati ke dalam konvensi internasional untuk diharapkan
membantumengatasi maraknya kejahatan internasional dalam hal ini kejahatan
perdagangan manusia.

2. Jawaban:
a. Bahwa dalam indikator unwilling (ketidakmampuan) Pengadilan Nasional dalam mengadili
pelanggaran HAM Berat berdasarkan adanya pasal 17 ayat (2) Statuta Roma dinyatakan sebagai
ukuran/indikator unwilling (ketidakmampuan) Pengadilan Nasional yaitu proses peradilan yang
telah atau sedang dilakukan atau diputuskan ditujukan untuk melindungi dari pertanggung
jawaban pidana, jika terjadinya keterlambatan proses peradilan yang alasannya tidak dapat
dibenarkan maka proses peradilan tidak dilaksankan secara merdeka atau tidak memihak;
b. Bahwa dalam indikator unable (ketidakmauan) Pengadilan Nasional dalam mengadili
pelanggaran HAM Berat dijelaskan juga berdasarkan adanya Pasal 17 ayat (3) Statuta Roma
mengatur tentang adanya ketidakmampuan (inability) dalam kasus-kasus tertentu maka
pengadilan Internasioan ad hoc dibentuk apabila pengadilan nasional tidak tersedia, tidak mampu,
tidak independen, tidak konsisten, tidak sungguh-sungguh untuk mengadili kejahatan
internasional atau berusaha melindungi terdakwa.
c. Jika pelaku pelanggaran HAM telah diadili oleh Pengadilan Nasional maka Pengadilan
Internasional Ad Hoc dapat mengadili orang tersebut, jika pengadilan Internasional Ad Hoc telah
mengadili pelaku pelanggaran HAM maka orang tersebut tidak dapat diadili lagi oleh Pengadilan
Nasional.

3. Berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 penerapan yurisdiksi ekslusif kapal di laut lepas
ditinjau dari aspek hukum Internasional bahwa laut lepas merupakan wilayah perairan yang lepas
dari kedaulatan negara manapun, sehingga setiap kejahatan yang berada di Laut Lepas berada
sepenuhnya di bawah yurisdiksi negara bendera. Penegakan hukum terhadap pelanggaran kapal di
laut lepas menurut hukum internasional bahwa setiap Negara memiliki kewenangan untuk
melakukan pengejaran. Bila kejahatan itu berada di Laut Lepas, maka Negara pantai dapat
melakukan pengejaran berdasarkan atas hukum Internasionalnya, sedangkan pengejaran dapat
dilakukan hingga ke laut lepas sekalipun. Pengejaran hendaknya dilakukan secara terus menerus
dengan memberikan tanda yang dapat dilihat dan didentifikasi oleh kapal tersebut. Berdasarkan
kasus diatas dan konvensi hukum Laut 1982 maka aturan yang dipakai menggunakan aturan yang
berlaku di Indonesia. Seperti :
a. UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
b. UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan
c. UU Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia, UU Nomor 21
Tahun 1992 tentang Pelayaran, UU Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
d. Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan
Penangkapan Ikan secara Ilegal (Illegal Fishing)
e. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 37/Permen-KP/2017 tentang Standar
Operasional Prosedur Penegakan Hukum Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan
Ikan secara Ilegal (Illegal Fishing).

Anda mungkin juga menyukai