Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nadita Ferenanda

NIM : 042490607

UPBJJ UT Yogyakarta

Tugas 1 Hukum Pidana Internasional

Kasus

Kelompok separatis menembak mati seorang petani di Papua dalam pembunuhan ketiga terhadap
warga sipil dalam di provinsi paling timur itu dua pekan terakhir, demikian juru bicara militer pada
Senin (1/6), namun Organisasi Papua Merdeka balik menuduh aparat keamanan berada dibalik
penembakan itu.

https://www.benarnews.org/indonesian/berita/tni-papua-separatis-06012020174416.html

1. Berdasarkan kutipan di atas, silahkan dianalisis apakah kejahatan tersebut termasuk dalam
kategori terorisme, kemukakan alasan anda ?

2. Kemukakan pendapat anda bagaimana pengklasifikasian kejahatan internasional berdasar


teori hukum yang berkaitan dengan terorisme ? sertakan dasar hukum, yang membenarkan
bahwa terorisme masuk kategori kejahatan internasional ?

3. Kemukakan tentang terorisme sebagai kejahatan internasional dengan contoh perbandingan


penerapan hukum di beberapa Negara (minimal 3 negara)?

Jawab

1. “Pak Menko (Mahfud MD) mengumumkan jalan keluar dengan menambah label sebagai
teroris, saya terus terang kecewa, karena saya sudah sangat panjang menyampaikan
pandangan dalam konteks HAM. Tapi ya pemerintah sudah ambil kebijakan, mari kita lihat
sama-sama ke depan seperti apa,” kata Amiruddin.

Mahfud dalam keterangan pers, Kamis, menjamin pasukan yang akan diterjunkan ke Papua
tidak akan menyasar masyarakat sipil.
“Berapa kekuatan? Ya, kita hanya menghadapi segelintir orang, bukan menghadapi rakyat
Papua. Oleh sebab itu akan dilakukan menurut UU. Satu, yang di depan itu polisi dengan
bantuan penebalan dari TNI. Itu saja,” kata Mahfud.
Ketua SETARA Institute, Hendardi, mengatakan pemberian label teroris pada kelompok
separatis hanya membuktikan ketidakmampuan pemerintah dalam menangani konflik di
Papua.
“Selain kontraproduktif, mempercepat dan memperpanjang spiral kekerasan, langkah
pemerintah juga rentan menimbulkan pelanggaran HAM yang serius.” kata Hendardi dalam
keterangan tertulisnya.
Selain itu, pelabelan dapat berdampak menutup ruang dialog Jakarta-Papua yang
direkomendasikan oleh banyak pihak sebagai jalan membangun perdamaian.
“Pelabelan terorisme membuka terjadinya pelembagaan rasisme dan diskriminasi
berkelanjutan atas warga Papua secara umum,” kata Hendardi.

Dari analisis saya menilik kasus yang beberapa kali terulang terjadi didaerah papua,

Tindak Terorisme
Sikap Pemerintah ini dinilai telah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Pemerintah sudah menyaring pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh Ketua MPR,
BIN, pimpinan Polri, TNI bahwa banyak tokoh masyarakat dan tokoh adat Papua yang datang
ke kantor Kemenko Polhukam, serta pimpinan resmi Papua baik itu pemerintah daerah
maupuan DPRD yang menyatakan dukungan terhadap pemerintah Indonesia untuk
melakukan tindakan yang diperlukan guna menangani tindak kekerasan yang muncul
belakangan ini di Papua." tegas Menko Polhukam Mahfud MD, dalam konferensi pers di
kantor Kemenko Polhukam,

Termasuk yang dijelaskan oleh beliau Pak Mahfud MD kasus diatas sudah dilabeli Tindakan
terorisme yang mengancam keamanan warga sipil daerah sekitar.

Sumber referensi :
>. https://indonesiabaik.id/videografis/pemerintah-tetapkan-kkb-papua-jadi-kelompok-
teroris
>. https://www.benarnews.org/indonesian/berita/pemerintah-tetapkan-kelompok-separatis-
papua-sebagai-teroris-04292021142708.html
>. https://media.neliti.com/media/publications/53404-ID-jurisdiksi-negara-dalam-kejahatan-
terori.pdf
>. https://www.hukumonline.com/klinik/a/apakah-terorisme-kejahatan-terhadap-
kemanusiaan-lt6093956e0d893/
>. https://law.ui.ac.id/kkb-kksb-dan-konstruksi-sosial-politik-terorisme-oleh-heru-susetyo/
>. https://www.benarnews.org/indonesian/berita/tni-papua-separatis-
06012020174416.html

2. Terorisme merupakan suatu tindak kejahatan luar biasa yang menjadi perhatian dunia
dewasa ini yang digolongan terhadap kejahatan kemanusiaan (Crime Against Humanity),
Kejahatan terorisme merupakan salah satu bentuk kejahatan berdimensi internasional yang
sangat menakutkan masyarakat baik masyarakat regional maupun masyarakat internasional.
Di berbagai negara di dunia telah terjadi kejahatan terorisme baik di negara maju maupun
negara-negara sedang berkembang, aksi-aksi teror yang dilakukan telah memakan korban
tanpa pandang bulu. Kajian Tindak Pidana Terorisme Dalam Presfektif Hukum Pidana
Internasional merupakan sebuah bentuk kejahatan yang bukan hanya mengancam bagi
keselamatan individu namun merupakan ancaman bagi kedaulatan negara. Terlepas dari hal
tersebut definisi terorisme di dunia belum memiliki keseragaman tentunya karena adanya
suata pandangan ideologi yang berbeda-beda dari setiap negara terhadap tindak pidana
terorisme. Dalam ranah internasional PBB memberikan suatu perlindungan hukum guna
adanya kepastian hukum meskipun PBB belum menetapkan bahwa tindak pidana terorisme
merupakan kejahatan internasional

Kejahatan terorisme memiliki karakteristik spesifik yang tidak dimiliki kejahatan-kejahatan


konvensional yaitu dilaksanakan secara sistematis dan meluas baik perekrutan pengantin,
perencanaan serta terorganisasi. Pelaku terorisme saat ini dalam melakukan perekrutan
menggunakan indoktrinasi ideologi jihad yang subjektif berdasarkan doktrin soft power yang
diartikan dengan cara memikat menggunakan berbagai cara disertai proses kooptasi
sehingga orang dengan suka rela menuruti apa saja yang dimau pihak lain, sehingga
terorisme merupakan ancaman yang sangat serius terhadap masyarakat, bangsa dan negara

Terorisme sebagai kejahatan telah berkembang menjadi lintas negara. Kejahatan yang terjadi
di dalam suatu negara tidak lagi hanya dipandang sebagai yurisdiksi satu negara tetapi bisa
diklaim termasuk yurisdiksi tindak pidana lebih dari satu negara

. Unsur-Unsur Kejahatan Terorisme sebagai Kejahatan Internasional

Terhadap kejahatan Internasional, Tien Saefullah memerinci unsur-unsur yang terkandung dalam
kejahatan internasional, yaitu:

a. Perbuatan itu secara universal, dalam artian semua negara harus mengkulifikasikan
sebagai tindak pidana;
b. Pelakunya merupakan enemy of mankind (musuh umat manusia) dan tindakannya
bertentangan dengan kepentingan umat manusia, dan
c. . Menyerahkan pelaku tindak pidana tersebut untuk diadili dengan prinsip universal.

Terorisme sebagai kejahatan internasional yang pengaturannya didasarkan pada


instrumen-instrumen internasional, terorisme juga merupakan bentuk kejahatan
internasional karena memenuhi unsur-unsur kejahatan internasional. Selaras dengan
hal tersebut M. Cherif Bassiouni pun menjabarkan unsur kejahatan internasional
adalah (Dadang Siswanto; 2014; 15)

a) Unsur Internasional, yaitu:


1) Direct Threat To World Peace And Security (ancaman langsung
terhadap perdamaian dan keamanan dunia);
2) Indirect Threat To World Peace And Security (ancaman tidak
langsung terhadap perdamaian dan keamanan dunia);
3) Shocking To The Conscience Of Humanity (Tekanan terhadap
kemanusiaan).

Di Indonesia sendiri, dimulai dari Peraturan Pengganti Undang-


undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme, yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-undang
Nomor 15 ditahun 2003. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia (DPR RI) pada tanggal 7 Maret 2006 juga telah
sepakat untuk meratifikasi Internasional Convention for Suppression
of Terrorist Bombing (Konvensi Internasional tentang Penentangan
Pemboman oleh Teroris) tahun 1997, dan Convention for The
Suppression of the financing Terrorism (Konvensi Internasional
tentang Menentang Pendanaan untuk Teroris) tahun 1999, menjadi
Undang-undang.

Walaupun secara eksplisit status hukum terorisme belum


merupakan kejahatan internasional, namun melalui resolusi yang
dikeluarkan Dewan Keamanan menyerukan agar persoalan terorisme
ini mendapatkan perhatian dan kerja sama sepenuhnya dari negara-
negara. Ini berarti pemberantasan dan pencegahan kejahatan
terorisme tidak saja menjadi korban atau yang terancam saja tetapi
lebih menjadi tanggung jawab kolektif dari masyarakat internasional.

3. Perbandingan hukum penerapan 2 negara Indonesia dan Malaysia tentang terorisme

Usaha pertama kali untuk membuat definisi terorisme yaitu pada tahun 1937 dalam
Convention for The Prevention and Punishment of Terrorism, yaitu
³DFWVRIWHUURULVPPHDQVFULPLQDODFWVGLUHFWHGDJDLQVWD6WDWHDQGLQWHQ
GHGRU calculated to create a state of terror in the minds of particular persons, a group of
persons or the general public.¥ [Terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang
ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap
orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas. Sampai saat ini belum ada
keseragaman mengenai definisi terorisme. Hal ini karena sulit merumuskan definisi yang
dapat diterima secara universal. baik dalam peraturan-peraturan universal, regional maupun
nasional.

di Indonesia dan Malaysia, dapat diambil kesimpulan, yaitu kedua pengaturan tersebut
memiliki persamaan, antara lain jenis sanksi pidana pokok yaitu pidana mati, penjara, dan
denda; perumusan ancaman sanksi pidananya diatur per Pasal; terdapat pengaturan sanksi
minimum umum, minimum khusus, dan maksimal; adanya pengaturan tentang tindak pidana
pendanaan terorisme secara lebih rinci dalam pengaturan yang berbeda; dan subyek
hukumnya yaitu individu, kelompok, dan korporasi. Selain memiliki persamaan, kedua
pengaturan tentang tindak pidana terorisme di Indonesia dan Malaysia juga memiliki 16
perbedaan pengaturan. Perbedaan tersebut antara lain prinsip penjatuhan hukum pidana;
definisi tindak pidana terorisme; pemberlakuan asas retroaktif; pengecualian tindak pidana
terorisme berdasarkan motif politik; sistem perumusan sanksi pidana; sanksi pidana bagi
anak dibawah umur; besar sanksi pidana denda; subyek hukum penjatuhan sanksi pidana
denda; sanksi pidana mati; sanksi pidana tambahan; pengaturan bagi teroris yang meninggal
dunia sebelum putusan; sanksi bagi yang menjadi anggota kelompok teroris; sanksi karena
lalai memberi informasi terkait terorisme; sanksi bagi teroris yang melakukan kejahatan
terhadap penerbangan; Sanksi bagi tindak pidana terorisme yang dilakukan korporasi; dan
pertanggungjawaban pidana terorisme yang dilakukan korporasi. Dari persamaan dan
perbedaan pada masing-masing pengaturan tindak pidana terorisme, dapat dicari kelebihan
dan kekurangan pada regulasi masing-masing negara. Regulasi terkait terorisme di Indonesia
memiliki beberapa kelebihan, antara lain ada sanksi bagi yang melanggar tindak pidana lain
terkait terorisme; ada sanksi bagi teroris yang meninggal dunia sebelum putusan; dan ada
pengaturan, kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi. Namun pengaturan terorisme Indonesia
memiliki kelemahan, antara lain definisi terorisme dan frasa “suasana teror” samar;
beberapa Pasal menyalahi prinsip keadilan dan kriminalisasi; penjatuhan sanksi pidana mati
kurang tegas; tidak ada sanksi pidana denda bagi pelaku individu maupun kelompok; tidak
ada sanksi bagi yang menjadi anggota kelompok teroris; dan perumusan sanksi pidana hanya
secara impresif dan alternatif. Sedangkan kelebihan pengaturan terorisme di Malaysia yaitu
definisi terorisme dijelaskan secara rinci; ada pengaturan pidana denda; sanksi terhadap
pelanggaran ringan terkait terorisme dijatuhkan secara alternatif; sanksi hukuman mati
tegas; ada pengaturan sanksi bagi yang menjadi anggota dari kelompok teroris; ada
pengaturan sanksi bagi yang menyembunyikan teroris; dan perumusan sanksi pidana secara
bervariasi. Regulasi terkait tindak pidana terorisme di Malaysia juga memiliki kelemahan,
yaitu tidak ada pengaturan tentang sanksi pencabutan hak-hak tertentu; tidak ada
pengaturan bagi teroris yang meninggal sebelum putusan; dan tidak ada pengaturan
kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi Dari perbandingan kelebihan dan kekurangan
pengaturan kedua negara, dapat ditemukan kelebihan dan kekurangan mengenai pengaturan
tindak pidana terorisme masing-masing negara. Kelebihan pengaturan terorisme di Malaysia
dapat dijadikan acuan untuk pembaharuan pengaturan terorisme di Indonesia, terutama
masalah ancaman sanksi di Indonesia yang masih terlalu ringan. Pasal-pasal yang menyalahi
prinsip kriminalisasi juga harus dihapuskan agar tetap menghargai hak-hak para teroris Salah
satu hak yang harus didapatkan pelaku teroris yaitu deradikalisasi, atau upaya penghilangan
paham radikal yang ada pada teroris. Dalam hal deradikalisasi, Indonesia seharusnya
mencontoh Malaysia yang memiliki program deradikalisasi yang sudah diakui dunia.
Deradikalisasi tersebut dilakukan dengan Program Pembangunan Manusia untuk
menghilangkan doktrin radikal para teroris sekaligus untuk melatih keterampilan sosial
teroris supaya memiliki bekal untuk bersosialisasi kembali dengan masyarakat
(https://theprint.in/2017/04/03/deradicalisation-themalaysian-method/ Diakses pada 13
Januari 2018 pukul 00:48 WIB). Dengan adanya deradikalisasi yang efektif, diharapkan
doktrin radikal yang dimiliki oleh para teroris akan hilang, sehingga dapat sebagai langkah
pencegah yang efektif supaya tidak memunculkan teroris-teroris baru

Sumber referensi :
>. https://jurnal.uns.ac.id/recidive/article/viewFile/40611/26769
>. https://media.neliti.com/media/publications/53404-ID-jurisdiksi-negara-dalam-kejahatan-
terori.pdf

Anda mungkin juga menyukai