Anda di halaman 1dari 17

PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP KEDUDUKAN

NON LEGITIMATE GROUPS : TERORISME

Dosen Pengampu : Asep Saepudin, SIP, M.SI

Disusun oleh :
KELOMPOK 5

1. Amelia Mutiara 151210031


2. Annisa Uliana Sari 151210076
3. Rachel Sassy Kusumawardani 151210125

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Sebagai warga negara Indonesia, sudah tidak asing mendengar kata “Bom
Bali”. Tragedi yang menewaskan banyak orang dan menarik perhatian seluruh dunia.
Tidak hanya itu, penyanderaan pesawat yang ditabrakkan ke gedung WTC juga
membuat negara-negara tetangga memberikan perhatian penuh terhadap keselamatan
negara masing-masing.
Al-Qaeda, ISIS, dan kelompok lainnya yang memprovokator
permasalahan-permasalahan tersebut. Tidak salah lagi mereka dapat dikatakan sebagai
“Teroris”. Internasional harus ikut campur dalam penanganan para teroris. Tetapi,
apakah hukum internasional sepenuhnya melindungi warga negara dari serangan
teroris? Apakah teroris bisa dicegah? Dari permasalahan yang ada, kelompok kami
mengambil topik terorisme di mata hukum internasional.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka pembahasan akan
difokuskan pada bagaimana perspektif hukum internasional dalam melihat kedudukan
non legitimate groups yaitu terorisme. Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini
adalah :
(1) Apa yang dimaksud dengan terorisme secara umum?
(2) Apa yang dimaksud dengan terorisme dalam hukum internasional?
(3) Bagaimana kedudukan terorisme sebagai non legitimate actors dalam
perspektif hukum internasional?
(4) Bagaimana pengaturan tentang terorisme dalam hukum internasional?
(5) Bagaimana isi Konvensi ASEAN mengenai pemberantasan terorisme?
(6) Bagaimana jalannya kasus terorisme terbesar yang pernah diberantas
menurut hukum internasional?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Terorisme Secara Umum


Terorisme saat ini telah menjadi ancaman luar biasa yang mampu mengancam
dan bahkan menyerang suatu Negara, wilayah, kelompok masyarakat, dan atau
pribadi. Terorisme bukan merupakan kejahatan biasa namun merupakan kejahatan
luar biasa, bahkan tergolong sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan serta kejahatan
tradisional. Hingga saat ini pembatasan dari pengertian terorisme belum disepakati
secara universal, karena disamping banyaknya elemen terkait, juga karena banyak
pihak mempunyai kepentingan menerjemahkan terminology terorisme dari sudut
pandang dan kepentingannya, termasuk setiap Negara atau lembaga merumuskan
definisinya sendiri sendiri.1
Salah satu persoalan pokok dalam mendefinisikan terorisme terletak pada sifat
subjektif terror itu sendiri. Penyebabnya karena manusia mempunyai latar kekuatan
yang berbeda, pengalaman pengalaman pribadi dan latar belakang budaya yang
berbeda akhirnya membuat gambaran yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.2
Istilah terorisme berarti telah direncanakan terlebih dahulu, suatu kekerasan
bermotif politik yang dilakukan terhadap target yang tak sedang bertempur oleh
kelompok subnasional atau agen klandestin, yang biasanya ditujukan untuk
mempengaruhi masyarakat. Istilah terorisme internasional berarti terorisme yang
melibatkan warga atau wilayah yang ada pada lebih dari satu negara. Menurut
konvensi PBB pada tahun 1937, terorisme adalah segala bentuk tindakan kejahatan
yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror
terhadap orang orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas.3
Menurut PBB terorisme adalah sebuah metode yang menimbulkan keresahan
dengan menggunakan tindakan kekerasan yang berulang ulang, dilaksanakan secara
semi klandestin oleh individu, kelompok maupun Negara, dengan tujuan kriminal atau
politik yang unik, dimana berlawanan dengan pembunuhan sasaran langsung tindakan
kekerasan bukanlah sasaran utama. Negara Negara yang tergabung dalam uni eropa
mendefinisikan terorisme seperti yang tercantum dalam Art Of the framework
Decision on Combating Terrorism (2002) bahwa terorisme adalah tindak kriminal
tertentu sebagaimana terdapat dalam suatu daftar yang memuat sebagian besar dari
kejahatan kejahatan terhadap manusia dan harta benda yang “ memberikan keadaan
atau suasana kerusakan nyata (serius) terhadap suatu Negara atau suatu organisasi
internasional untuk mencapai ketakutan nyata (serius) di kalangan penduduk atau
menarik secara perhatian dari sebuah pemerintah atau organisasi internasional agar
melakukan sesuatu langkah atau agar tidak melakukan langkah apa apa atau
menimbulkan destabilisasi yang nyata atau merusak basis politik, konstitusi, ekonomi
atau struktur struktur sosial dari suatu Negara atau suatu organisasi internasional.
1
Djari, Op.Cit., hlm. 10.
2
Djari, Op.Cit., hlm. 10.

3
United Nations, https://www.un.org/law/cod/finterr.htm, diakses pada 10 September 2022
Definisi definisi diatas adalah suatu cara untuk dapat memberikan pengertian
yang jelas dan sepadan untuk dapat mengartikan apa itu terorisme. Seperti yang telah
dikatakan sebelumnya bahwa sangat sulit untuk mengartikan apa itu terorisme dan
telah terjadi perdebatan yang panjang dan bermunculan definisi yang berbeda beda
dari berbagai pihak mengenai terorisme. Namun seperti yang disebutkan oleh
Raczkowski (2006) bahwa arti dari terorisme bergantung pada posisi, nisi, dan
periode waktu yang kita lihat untuk mendefinisikan kegiatan terorisme tersebut.
Karena sebuah istilah tidak akan dapat digunakan jika makna dari istilah tersebut
tidak pernah terjadi. Karena seperti yang dikatakan oleh law (2009) bahwa terorisme
memiliki usia yang sama tuanya seperti peradaban manusia.
Terorisme pada dasarnya adalah suatu tindakan dengan menggunakan
kekerasan terbuka yang bertujuan untuk menyebarkan terror atau rasa takut. Namun,
hingga saat ini belum ada suatu kesepakatan terkait definisi dari terorisme itu sendiri.
Menurut federal bureau of investigation (FBI), terorisme adalah penggunaan
kekerasan yang melanggar hukum terhadap orang atau properti untuk mengintimidasi
atau memaksa suatu pemerintah, penduduk sipil, atau setiap segmen ancaman dalam
pemajuan atau politik atau tujuan sosial secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa
terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut dalam rangka
mencapai suatu tujuan tertentu. Terorisme bukan isu baru, terorisme sendiri mulai
menjadi salah satu isu global yang cukup penting dan kerap menjadi pembicaraan
serta fokus perhatian masyarakat internasional.

B. Pengertian Terorisme Dalam Hukum Internasional


Gerakan terorisme yang berada di suatu negara tentu menjadi pusat perhatian
dunia. Tidak hanya karena urusan saling bantu membantu tiap negara, tetapi juga
karena gerakan terorisme bisa merembet ke negara lain. Organisasi-organisasi yang
berhubungan dengan ‘terorisme’ biasanya tidak hanya berada di satu negara saja.
Mereka berencana untuk mempengaruhi negara-negara untuk mengikuti mereka
dengan doktrin yang mereka bawa. Pengertian terorisme menurut hukum internasional
tidak jauh dengan pengertian terorisme secara umum. Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB) memiliki kesepakatan dalam mengatur permasalahan-permasalahan yang
membutuhkan ikatan antar negara untuk menyelesaikannya. Kesepakatan tersebut
dapat dikatakan sebagai Konvensi PBB. Dalam Konvensi PBB juga terdapat
pembahasan mengenai terorisme. Konvensi PBB tahun 19374 menjelaskan bahwa
terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada
negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau
kelompok orang atau masyarakat luas. Terorisme tidak hanya menjadi permasalahan
satu negara, karena ini sudah mencakup dengan jaringan yang luas dan mengancam
perdamaian dunia.
Pada abad 21 ini, terorisme menjadi pusat perhatian yang penting. Dimulai
dari dentuman terorisme yang membuat pesawat komersil menepas gedung kembar

4
League of Nations, 1937, Convention for the Prevention and Punishment of Terrorism,
https://www.loc.gov/item/2021667893/ diakses pada 11 September 2022
WTC (World Trade Centre) di New York dan Bom Bali yang merupakan gerakan
terorisme terbesar nomor dua di dunia.
Semenjak peristiwa WTC, Amerika Serikat berusaha menyadarkan
negara-negara lain untuk sadar akan terorisme itu membahayakan. Begitu pula di Asia
Tenggara.

Grafik Kasus Terorisme di Asia Tenggara


Sumber: Global Terrorism Database

Pada grafik di atas dapat dilihat seberapa ancaman terorisme di Asia Tenggara
yang dapat meningkat secara tiba-tiba. Internasional tidak tahu kapan grafik tersebut
bisa turun atau naik. Oleh karena itu, yang dapat dilakukan adalah membuat
kebijakan-kebijakan dengan tujuan perlindungan masyarakat internasional dan
meretas jaringan-jaringan terorisme di dunia. Kita sudah tidak asing lagi dengan ISIS,
gerakan yang memiliki dampak besar bagi korban dan serangan dari ISIS berpusat di
negara-negara ASEAN. Sebenarnya tidak hanya ISIS, masih ada jaringan-jaringan
yang lain dan dapat membahayakan negara-negara di ASEAN.
Kita tahu bahwa ancaman terorisme di dunia ini tidak dapat dihindari hanya
dengan penangkapan pelaku-pelaku. Jaringan terorisme di dunia ini sudah semakin
banyak. Ancaman-ancaman tersebut harus diretas secara bersama dengan menyusun
strategi dengan berpikir secara perspektif regional. Oleh karena itu, seluruh negara di
dunia berusaha untuk membentuk peraturan-peraturan hukum nasional anti terorisme.
Contohnya adalah Anti Terrorism Act yang dibentuk oleh Kanada pada 15 Oktober
2001, Prevention Of Terrorism Ordinance on October yang dibentuk oleh India pada
16 Oktober 2001, Terrorism Act yang dibentuk oleh Inggris pada tahun 2000 dan
masih banyak lagi. Dewan Keamanan PBB tidak mendefinisikan terorisme secara
langsung, tetapi pada tahun 2011, Pengadilan Khusus PBB di Lebanon menafsirkan
terorisme dimana terdapat tiga unsur di dalamnya5. Unsur tersebut adalah:
1. Dapat dikatakan terorisme apabila melakukan tindak pidana di dalamnya
(penculikan, pembunuhan, pembakaran, penyanderaan dan sebagainya)
2. Memiliki niat untuk menyebarkan kekuatan di antara penduduk (dan
menimbulkan bahaya publik) dan memaksa otoritas internasional untuk
mengambil tindakan atau menahan diri
3. Melibatkan unsur transnasional

5
UN Special Tribunal for Lebanon (Appeals Chamber), Interlocutory Decision on the Applicable Law: Terrorism,
Conspiracy, Homicide, Perpetration, Cumulative Charging, 2011, paragraph 85
Dari ketiga unsur tersebut, dapat dikatakan bahwa hukum internasional memandang
terorisme sebagai tindak kejahatan besar yang disengaja dengan tujuan untuk menarik
pusat perhatian dunia, merusak keselamatan internasional, mempengaruhi kebijakan
internasional, menyebarkan doktrin, yang dimana kejahatan tersebut melibatkan
kekerasan serius dan mengorbankan banyak jiwa.

C. Kedudukan Terorisme Sebagai Non Legitimate Actors


Pada hakekatnya, pengklasifikasian aktor non negara (non state actors)
berdasarkan legalitasnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu Legitimate Groups dan Non
Legitimate Groups. Legitimate Groups memiliki legalitas atau keabsahan hukum dan
keberadaannya diatur dalam politik internasional. Sedangkan, Non Legitimate Groups
tidak memiliki keabsahan dalam hukum internasional atau dapat dikatakan bahwa
keberadaan dari Non Legitimate Groups tidak diharapkan di tatanan politik global
karena tidak memiliki manfaat dan peran yang signifikan. Non Legitimate Groups
terdiri dari kejahatan terorisme, mafia, TOC, gerakan separatisme, dan tindak
kejahatan lainnya yang mengancam keamanan global.
Isu mengenai terorisme mengalami perkembangan pasca kejadian 11
September 2001 atau yang sering dikenal dengan peristiwa WTC (World Trade
Center). Terorisme memiliki kedudukan sebagai kejahatan internasional yang
memenuhi unsur-unsur, diantaranya :6
- Direct Threat To World Peace And Security (ancaman langsung
terhadap perdamaian dan keamanan dunia);
- Indirect Threat To World Peace And Security (ancaman tidak langsung
terhadap perdamaian dan keamanan dunia);
- Shocking To The Conscience Of Humanity (Tekanan terhadap
kemanusiaan).

Kejahatan terorisme masuk dalam kategori Transnational Corporations


(TNCs) yaitu gerakan individu-individu maupun organisasi atau lembaga yang
sifatnya lintas negara (melalui batas-batas negara). Dikatakan sebagai kejahatan
transnasional karena memiliki unsur-unsur diantaranya :7
- Conduct Affecting More Than State (berdampak lebih dari satu
negara);
- Conduct Including Or Affecting Citizens Of More Than One State;
Means And Methods, Transnational Bounderies (berdampak atau
termasuk berakibat terhadap masyarakat lebih dari satu negara; tujuan
dan cara, gabungan kejahatan transnasional);

Terorisme memiliki karakteristik yang spesifik yaitu dilaksanakan secara


sistematik dan meluas serta terorganisasi secara tertib. Pada umumnya, terorisme
menggunakan senjata perusak dan pemusnah massal (weapons of massive
6
Dadang Siswanto, Op.Cit. hlm. 15.
7
Dadang Siswanto, Op.Cit. hlm. 15.
destruction) yang menjadikan terorisme sebagai permasalahan transnasional yang
berimplikasi pada terancamnya keamanan manusia secara luas.
Dalam perspektif Hukum Internasional, terorisme dikategorikan sebagai
kejahatan kemanusiaan atau Crime Against Humanity yang merupakan salah satu
ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara. Sifat tindakan, pelaku, tujuan
strategis, motivasi, hasil yang diharapkan serta dicapai, target-target serta metode
yang digunakan oleh aksi terorisme kini semakin luas dan bervariasi, sehingga
semakin jelas bahwa teror bukan merupakan bentuk kejahatan kekerasan destruktif
biasa, melainkan sudah merupakan kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan
umat manusia (crime against peace and security of mankind).8

D. Pengaturan Tentang Terorisme Dalam Hukum Internasional


Terorisme merupakan ancaman berdimensi non tradisional yang didasari oleh
paham fundamentalisme dan didalamnya terdapat tujuan politik tertentu yang
mengancam kelangsungan hidup dan keamanan umat manusia (human security).
Dalam perspektif Hukum Internasional, terorisme dikategorikan sebagai kejahatan
internasional karena individu-individu yang melakukan kejahatan ini memiliki
jaringan transnasional yang melewati batas-batas wilayah negara atau antarnegara,
sehingga perbuatan individu-individu atau kelompok ini dapat
dipertanggungjawabkan secara langsung dalam level internasional dan
individu-individu tersebut dapat berstatus sebagai Subjek Hukum Internasional.9
Secara lebih spesifik, terorisme masuk pada kajian Hukum Pidana Internasional.
Hukum Pidana Internasional didefinisikan sebagai sekumpulan kaidah-kaidah dan
asas-asas hukum yang mengatur tentang kejahatan internasional yang dilakukan oleh
subyek-subyek hukumnya, untuk mencapai tujuan tertentu.10 Kejahatan terorisme
adalah kejahatan internasional yang dinyatakan sebagai crime against humanity,
karena berdasar sumber Hukum Internasional adanya konvensi-konvensi internasional
yang menetapkan kejahatan-kejahatan tersebut sebagai kejahatan internasional.11
Dalam Statuta Roma (1998) menjelaskan bahwa ada empat jenis tindak pelanggaran
serius yang menjadi perhatian internasional, yaitu:12
1. Genocide (genosida)
2. Crime Against Humanity (kejahatan terhadap kemanusiaan)
3. War crimes (Kejahatan Perang)
4. Aggression (kejahatan Agresi)

Oleh karena itu, diperlukan adanya pengaturan-pengaturan tentang kebijakan


anti terorisme dalam level internasional. Dengan adanya kerjasama internasional
antarnegara dan peran dari PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) telah menghasilkan

8
Mulyana W, Op.Cit. hlm. 22.
9
Mochtar Kusumaatmadja, 1999, Pengantar Hukum Internasional, Cet. 9, Putra Abardin, Bandung, h. 74.
10
I Wayan Parthiana, Op.Cit. hlm. 29.
11
Cherif Bassiouni dalam Romli Atmasasmita, Op.Cit. hlm. 54-55.
12
Statuta Roma, https://legal.un.org/icc/statute/99_corr/cstatute.htm, diakses pada 9 September 2022
sejumlah perjanjian internasional dan konvensi-konvensi yang terkait dengan
permasalahan kejahatan lintas negara (terorisme).
Majelis Umum PBB telah menyelesaikan berbagai konvensi, perjanjian
internasional, dan instrumen hukum lainnya terkait ancaman terorisme. Berikut adalah
konvensi-konvensi PBB terkait ancaman terorisme.13
1. Convention on Offence and Certain Acts Committed on Board Aircraft
(1963) yaitu Konvensi Tentang Pelanggaran-Pelanggaran dan
Tindakan-Tindakan Tertentu lainnya yang dilakukan di dalam Pesawat
Udara.
2. Convention for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft (1970)
yaitu Konvensi Tentang Pemberantasan Penguasaan Pesawat Udara
Secara Melawan Hukum.
3. Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety
of Civil Aviation (1971) yaitu Konvensi Tentang Pemberantasan
Tindakan-Tindakan Melawan Hukum Yang Mengancam Keamanan
Penerbangan Sipil.
4. Convention on the Prevention and Punishment of Crimes against
Internationally Protected Persons, including Diplomatic Agents (New
York, 1973) yaitu Konvensi Tentang Pencegahan dan Hukuman Atas
Kejahatan Terhadap Orang-Orang yang Secara Internasional dilindungi
Termasuk Agen-agen Diplomatik.
5. Convention on the Physical Protection of Nuclear Material (1980)
yaitu Konvensi Tentang Perlindungan Fisik dari Material Nuklir.
6. Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety
of Maritime Navigation (1988) yaitu Konvensi Tentang Pemberantasan
Tindakan Melawan Hukum Terhadap Keselamatan Navigasi Maritim.
7. Protocol for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of
Fixed Platforms Located on the Continental Shelf (1988) yaitu
Protokol Tentang Pemberantasan Tindakan Melanggar Hukum
Terhadap Keselamatan Dasar Tetap yang Terletak di Landas
Kontinental.
8. International Convention for the Suppression of Terrorist Bombing
1977 (UN General Assembly Resolution, New York, 15 Desember
1997) yaitu Konvensi Internasional Tentang Pemberantasan
Pengeboman Teroris.
9. International Convention for the Suppression of the Financing of
Terrorism 1999 (Konvensi New York, 9 Desember 1999) yaitu
Konvensi Internasional Tentang Pemberantasan Pendanaan Terorisme.
10. International Convention on the Suppression of Acts of Nuclear
Terrorism (2005) yaitu Konvensi Internasional untuk Pemberantasan
Tindakan Terorisme Nuklir.

13
United Nations, https://treaties.un.org/ diakses pada 9 September 2022.
11. Convention on the Suppression of Unlawful Acts Relating to
International Civil Aviation (2010) yaitu Konvensi Pemberantasan
Tindakan Melawan Hukum yang berkaitan dengan Penerbangan Sipil
Internasional.

Dewan Keamanan PBB secara konsisten telah menangani ancaman terorisme


dengan memberikan sanksi terhadap negara yang terbukti memiliki hubungan dengan
tindakan terorisme tertentu. Salah satunya adalah kebijakan pasca serangan terorisme
pada 11 September 2001 (Black September), Dewan Keamanan PBB membentuk
Komite Kontra Terorisme (Counter-Terrorism Committee) di bawah resolusi 1373,
yang isinya mewajibkan negara-negara anggota untuk mencegah kegiatan teroris dan
mengkriminalisasi berbagai bentuk tindakan teroris, serta mengambil langkah-langkah
yang membantu dan meningkatkan kerjasama antara negara-negara termasuk
kepatuhan terhadap instrumen kontra terorisme internasional.14 Untuk membantu
tugas dari CTC, pada tahun 2004 Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi 1535,
yang menyerukan pembentukan suatu Counter Terrorism Committee Executive
Directorate (CTED) untuk memantau pelaksanaan resolusi 1373 dan untuk
memfasilitasi pemberian bantuan teknis kepada negara-negara anggota.15 Dewan
Keamanan PBB juga memiliki badan-badan yang bertugas dalam penanggulangan
kejahatan terorisme, seperti Terrorism Prevention Branch United Nations Office on
Drugs and Crime (TPB-UNODC), United Nations Counter-Terrorism Executive
Directorate (UNCTED), dan United Nations Counter-Terrorism Implementation Task
Force (UNCTITF).
Pada tahun 2006, Majelis Umum PBB telah mengesahkan UN Global Counter
Terrorism Strategy (UNGCTS) melalui Resolusi Nomor 60/288.UNGCTS yang isinya
kesepakatan semua negara anggota PBB untuk melakukan pendekatan strategis dan
operasional yang sama dalam memerangi terorisme, di dalamnya ditegaskan bahwa
terorisme tidak dapat dan tidak boleh diasosiasikan dengan agama, peradaban,
kewarganegaraan, dan kelompok etnik manapun. UNGCTS memiliki 4 pilar strategi,
yaitu :16
1. langkah-langkah mengatasi masalah kondisi kondusif penyebaran
terorisme;
2. langkah-langkah mencegah dan memberantas terorisme;
3. langkah-langkah mengembangkan kapasitas mencegah dan
memberantas terorisme dan memperkuat peran sistem PBB;
4. langkah-langkah memastikan hak-hak asasi manusia bagi semua dan
rule of law sebagai dasar memberantas terorisme.

14
Resolusi 1373 Dewan Keamanan PBB.
15
United Nations, http://www.un.org/en/terrorism/securitycouncil.shtml, diakses pada 9 September 2022.
16
http://kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=25&l=id, diakses pada 9 September 2022.
Pada tanggal 13 Oktober 2010, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi 64/297
(A/RES/64/297) tentang: The United Nations Global Counter-Terrorism Strategy
yang isinya adalah:17
- Kerjasama internasional dan langkah-langkah yang dilakukan oleh Negara
Anggota untuk mencegah dan memerangi terorisme harus mematuhi
kewajiban berdasarkan hukum internasional;
- Menegaskan kembali kecaman yang kuat dan tegas terhadap aksi terorisme
dalam segala bentuk dan manifestasinya, yang dilakukan oleh siapapun,
dimanapun dan untuk tujuan apapun, karena merupakan salah satu ancaman
paling serius terhadap perdamaian internasional dan keamanan;
- Menegaskan kembali tanggung jawab utama negara-negara anggota untuk
melaksanakan strategi global kontra terorisme, sambil terus meningkatkan
peran penting PBB dalam koordinasi dengan organisasi internasional, regional
dan subregional lainnya;
- Mendorong masyarakat sipil, termasuk organisasi non-pemerintah untuk
terlibat dalam upaya untuk meningkatkan pelaksanaan strategi global kontra
terorisme, termasuk melalui interaksi dengan Negara-negara Anggota, dan
Perserikatan Bangsa-Bangsa.

E. Konvensi ASEAN

Kerjasama keamanan dalam penanganan terorisme di ASEAN diperlukan


untuk mewujudkan perdamain dan stabilitas yang dinamis di kawasan, dengan tetap
mengedepankan kepentingan nasional Indonesia yang pada akhirnya akan turut
mendukung terwujudnya suatu komunitas ASEAN pada tahun 2015 yang ditopang
oleh tiga pilar yang saling memperkuat, yaitu komunitas politik keamanan, komunitas
ekonomi, dan komunitas sosial-budaya. Kerjasama antarnegara ASEAN dalam
memberantas terorisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kerjasama
keamanan dengan negara sahabat tidak dapat dihindari dan perlu terus dipupuk dan
ditingkatkan berdasarkan prinsip prinsip saling menguntungkan, kesetaraan dan
penghormatan penuh atas kedaulatan setiap Negara. Oleh karena itu, pemerintah
Republik Indonesia memandang perlu meningkatkan kerjasama keamanan dengan
Negara yang bergabung dalam asean dalam menanggulangi kejahatan terorisme
dibawah payung konvensi ASEAN mengenai pemberantasan terorisme yang telah
ditandatangani pada konferensi tingkat tinggi ASEAN ke 12 di Cebu, Filipina, tanggal
13 januari 2007.

Seluruh prinsip yang terkandung dalam konvensi ASEAN mengenai


pemberantasan terorisme antara lain memuat pandangan bahwa terorisme tidak dapat
dan tidak boleh dihubungkan dengan agama, kewarganegaraan, peradaban, atau
kelompok etnis apapun, menghormati kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah dan

17
United
Nations,https://www.un.org/securitycouncil/ctc/content/reports-general-assembly-reports-and-resolutions diakses
pada 9 September 2022.
identitas nasional, tidak campur tangan urusan dalam negeri, menghormati yurisdiksi
kewilayahan, adanya bantuan hukum timbal balik ekstradisi serta mengedepankan
penyelesaian perselisihan secara damai. Selain itu, di dalam konvensi ASEAN ini
secara khusus terdapat prinsip yang merupakan nilai tambah yang tidak dimiliki oleh
konvensi serupa yang memuat ketentuan mengenai program rehabilitasi bagi
tersangka terorisme, perlakuan yang adil dan manusiawi serta penghormatan terhadap
hak asasi manusia dalam proses penanganannya. Kerjasama internasional merupakan
hubungan antar negara di dunia, yang berdasarkan pada suatu asas sebagai berikut:

1. Asas Teritorial Asas teritorial merupakan asas yang didasarkan pada


kekuasaan negara atas daerah atau wilayahnya. Negara
memperlakukan hukum dan juga peraturannya bagi semua hal baik
orang maupun barang yang ada di bawahnya. Sementara untuk luar
daerah atau wilayahnya berlaku hukum asing.
2. Asas Kebangsaan Asas kebangsaan merupakan asas yang didasarkan
kekuasaan negara yang tetap berlaku bagi warga negaranya yang
berada di luar wilayahnya atau berada di luar negeri. Asas ini juga
disebut dengan asas ekstrateritorial.
3. Asas Kepentingan Umum Asas selanjutnya adalah asas kepentingan
umum. Asas kepentingan umum merupakan asas yang didasarkan pada
kekuasaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012
tentang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012
Tentang Pengesahan Asean Convention On Counter Terrorism
(Konvensi Asean Mengenai Pemberantasan Terorisme) Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 93. Pasal 1 ayat: (1)
Mengesahkan ASEAN Convention on Counter Terrorism (Konvensi
ASEAN mengenai Pemberantasan Terorisme). (2) Salinan naskah asli
ASEAN Convention on Counter Terrorism (Konvensi ASEAN
mengenai Pemberantasan Terorisme) dalam bahasa Inggris dan
terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Tujuan Konvensi ini akan memberikan kerangka kerja sama kawasan untuk
memberantas, mencegah, dan menghentikan terorisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya, dan untuk mempererat kerja sama antar lembaga penegak hukum dan
otoritas yang relevan dari para Pihak dalam memberantas terorisme. Satu Lampiran
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengesahan Asean Convention On
Counter Terrorism (Konvensi Asean Mengenai Pemberantasan Terorisme). Konvensi
Asean Tentang Pemberantasan Terorisme Hukum pidana internasional dapat
didefinisikan sebagai berikut: Hukum pidana internasional adalah sekumpulan
kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur kejahatan internasional.
F. Kasus Terorisme dan sudut pandang internasional
Kasus terorisme terbesar di dunia saat ini adalah pembajakan pesawat yang
menyebabkan pesawat komersil menabrak gedung World Trade Center pada 11
September 2001. Tidak hanya itu, gedung ikonik di Amerika Serikat runtuh secara
tiba2 karena adanya serangan teroris. Dari dua kejadian tersebut, terciptalah kebijakan
War On Terrorism yang dikeluarkan semasa jabatan presiden George W. Bush.
Dikarenakan kejadian ini berlangsung pada tanggal 11 September 2001, bisa disebut
dengan 9/11. Berikut adalah rangkaian yang dihadapi oleh Amerika Serikat dan
internasional dalam kasus terorisme terbesarnya yang telah dirangkai dengan urutan
konsep waktu. Sebelumnya, berikut gambaran posisi gedung-gedung WTC.

The World Trade Center Radio Repeater System


Sumber: The 9/11 Commision Report
Kejadian 9/11 ini sangat singkat, hanya 102 menit untuk meretas bangunan
utama World Trade Centre dengan pelaku utama yaitu jaringan Al Qaeda. Terjadi
pembajakan pesawat yang dilakukan oleh kelompok jaringan Al Qaeda dengan
mengambil alih kemudi pesawat American Airlines Flight 11. Kejadian pertama
berkisar 17 menit dari tabrakan pertama di gedung World Trade Center 1 (Menara
utara) dan sampai ke gedung kedua World Trade Center 2 (Menara selatan) pada
pukul 08.29 hingga 08.46. Pada pukul 09.03 (56 menit setelah tabrakan pertama),
runtuhlah menara selatan. Menara utara menyusul setelah 29 menit menara selatan
rata, dengan waktu 10.28 menara utara runtuh.
Pada pukul 08.46 (pada saat tabrakan pada menara selatan) hingga pukul
09.30, pesawat tersebut terbang di menara utara dengan memotong lantai 93 hingga
99 dengan bukti bahwa ketiga tangga gedung tersebut tidak dapat dilewati dari lantai
92 ke atas. Ratusan warga sipil dan pekerja tewas, beberapa juga ada yang tetap hidup
tetapi terjebak di lantai yang lain.
Dari sisi gedung selatan, awalnya warga tidak mengetahui apa yang terjadi di
gedung utara. Beberapa warga mengira terdapat kerusakan di gedung yang membuat
ledakan besar di gedung utara. Menunggu pengumuman untuk kapan harus evakuasi,
membuat mereka terjebak di gedung selatan dan mereka merasa aman karena kejadian
tersebut berada di gedung sebelah. Sehingga, menyarankan warga untuk tetap berada
di dalam gedung hingga gedung sebelah dipadamkan apinya. Tepat semenit sebelum
tabrakan pesawat ke gedung selatan, terdapat pengumuman untuk evakuasi. Tetapi,
hal tersebut dapat dikatakan sangat telat.

Penabrakan pesawat pada gedung utara dan selatan


Sumber: Tribun News

Pada pukul 09.03, United Airlines penerbangan 175 menabrak gedung WTC 2
(bagian selatan) dan menabrak lantai 77 hingga 85. Pada gedung selatan inilah operasi
penyelamatan paling susah dan rumit. Pesawat yang menabrak, membelok dan
meninggalkan sebagian bangunan tidak rusak.
Peristiwa tersebut menewaskan kurang lebih 3000 orang, baik dari dalam
gedung hingga luar gedung. Membawa luka bagi Amerika Serikat. Kelompok
Al-Qaeda menjadikan citra buruk muslim yang berada di Amerika, karena
kenyataannya kelompok tersebut berasal dari Arab. Al-Qaeda termasuk organisasi
ekstrimis yang didirikan Osama bin Laden pada tahun 1980. Tidak hanya satu
pesawat yang mereka jajah, mereka membajak 4 pesawat dengan jumlah pelaku
sebanyak 19 orang dengan misi bunuh diri. Dari keempat pesawat tersebut, satu
pesawat berhasil dilumpuhkan dan jatuh di Pennsylvania yang dimana pesawat
tersebut menargetkan untuk menabrak Gedung Putih milik kepresidenan Amerika
Serikat.
Dari peristiwa tersebut, George W. Bush sebagai presiden Amerika saat itu
langsung turun tangan untuk membalas perbuatan Al-Qaeda. George W. Bush berkata
bahwa “A great people has been moved to defend a great nation. Terrorist attacks
shake the foundations of our biggest buildings, but they cannot touch the foundation
of America” 18. Tidak tinggal diam, 2 minggu setelah kejadian tersebut, presiden AS
mencari Osama bin Laden hingga serangan udara di Afghanistan.
Doktrin yang diajarkan oleh Osama bin Laden kepada pengikutnya merupakan
hal yang salah. Osama bin Laden melakukan dan membentuk kelompok Al-Qaeda
atas dasar “Jihad”. Jihad yang dia maksud adalah apabila kita mengorbankan diri dan
membela kaum tertindas, maka mereka akan mati dalam perang dan mati dalam

18
Jon Connor, 2022, RIA holds 0/11 Remembrance Ceremony/Walk for those Fallen,
https://www.dvidshub.net/news/428972/ria-holds-9-11-remembrance-ceremony-walk-those-fallen , diakses pada 11
September 2022
keadaan suci (masuk surga), padahal pada realitanya, Jihad yang sebenarnya adalah
berperang dalam memperjuangkan kebaikan.
Tidak lama dari itu juga, George W. Bush sebagai presiden Amerika Serikat
membuat kebijakan War on Terrorism. Dalam kebijakan tersebut, George W. Bush
meminta rakyat dunia untuk memerangi segala bentuk terorisme. War on Terrorism
adalah salah satu upaya dari pemerintah Amerika Serikat untuk menciptakan
perdamaian dunia dan memberantas isu terorisme. Dari situlah juga Amerika Serikat
aware ke setiap benua dan negara untuk tetap berjaga-jaga terhadap teroris.
Tidak hanya kebijakan saja, tetapi AS juga membentuk strategi untuk
melawan terorisme dan terciptalah National Military Strategic Plan for the War on
Terrorism (NMSP - WOT). Semenjak kejadian 9/11 tersebut, negara-negara menjadi
memikirkan mengenai keamanan negaranya masing-masing. Terlebih lagi tersusul
Bom Bali yang dimana otak dari ledakan tersebut juga berasal dari Al-Qaeda.
Terciptalah kebijakan-kebijakan internasional mengenai cegah terorisme beredar,
dimana juga membutuhkan negara, militer dan masyarakat dalam menjaga kedaulatan
negeri.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis memiliki kesimpulan bahwa


Kejahatan Terorisme Dalam Perspektif Hukum Internasional merupakan sebuah
bentuk kejahatan yang bukan hanya mengancam bagi keselamatan individu namun
merupakan ancaman yang sangat vital bagi kedaulatan negara. Terlepas dari hal
tersebut definisi terorisme di dunia belum memiliki keseragaman tentunya karena
adanya suatu pandangan ideologi yang berbeda-beda dari setiap negara terhadap
tindak pidana terorisme. Terorisme memiliki kedudukan yang penting dalam aktor
non negara. Terorisme memiliki kedudukan sebagai Non Legitimate Groups yang
dikategorikan dalam kejahatan internasional yang bersifat transnasional (lintas
negara). Dalam ranah internasional PBB memberikan suatu perlindungan hukum
guna adanya kepastian hukum meskipun PBB belum menetapkan bahwa tindak
pidana terorisme merupakan kejahatan internasional.
DAFTAR PUSTAKA
“Convention for the Prevention and Punishment of Terrorism. | Library of Congress.” n.d.
The Library of Congress. Accessed September 12, 2022.
https://www.loc.gov/item/2021667893/.
“DVIDS - News - RIA Holds 9/11 Remembrance Ceremony/Walk for Those Fallen.” 2022.
DVIDS. September 9, 2022.
https://www.dvidshub.net/news/428972/ria-holds-9-11-remembrance-ceremony-walk-t
hose-fallen#:~:text=During%20his%20address%20to%20the,touch%20the%20foundati
on%20of%20America.%E2%80%9D.
“Global Terrorism Database.” n.d. START.Umd.Edu |. Accessed September 12, 2022.
https://www.start.umd.edu/gtd/.
“International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism.” 1999.
Resolution of United Nations, Desember.
Mahatma, Fred. 2017. “Tragedi Runtuhnya WTC AS 9/11 Sisakan Pertanyaan: Akibat
Ditabrak Pesawat Atau Bom? - Wartakotalive.Com.” Wartakotalive.Com.
Wartakotalive.com. September 12, 2017.
https://wartakota.tribunnews.com/2017/09/12/tragedi-runtuhnya-wtc-as-911-sisakan-pe
rtanyaan-akibat-ditabrak-pesawat-atau-bom.
Mustofa, Muhammad. 2002. “Memahami Terorisme: Suatu Perspektif Kriminologi.” Jurnal
Kriminologi Indonesia Vol. 2, 30–38.
https://media.neliti.com/media/publications/4224-ID-memahami-terorisme-suatu-persp
ektif-kriminologi.pdf.
Nainggolan, Poltak Partogi. 2018. “Kerja Sama Internasional Melawan Terorisme.” 2018.
“Rome Statute of the International Criminal Court, 1998.” n.d. United Nations - Office of
Legal Affairs. Accessed September 12, 2022.
https://legal.un.org/icc/statute/99_corr/cstatute.htm.
“Statuta Roma.” 1998. Referensi Elsam, July.
http://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/10/Statuta-Roma.pdf.
Tubagus, Aulina Sherina, Anis Harold, and Marthim N. Tooy. 2012. “Pengesahan Konvensi
ASEAN Mengenai Pemberantasan Terorisme Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2012.”
“UN Special Tribunal for Lebanon (Appeals Chamber),.” 2011. Interlocutory Decision on the
Applicable Law: Terrorism, Conspiracy, Homicide, Perpetration, Cumulative
Charging,. February 16, 2011.
Wisanjaya, I GedePasek Eka. 2016. “Pengaturan Tentang Terorisme Dalam Hukum
Internasional Dan Hukum Nasional.” FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA.

Anda mungkin juga menyukai