Anda di halaman 1dari 5

1

Definisi Terorisme
Oleh : Midih Saputra

Terorisme sebagai gerakan sosial yang ada pada masyarakat, memiliki


berbagai macam definisi yang rumit dan kompleks. 1 Pendefinisian mengenai
terorisme tergantung bagaimana perspektif yang digunakan oleh para pembacaan
asing-masing. Dengan demikian, terdapat berbagai definisi mengenai terorisme di
dalam berbagai literatur yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Definisi-definisi
tersebut tergantung dari berbagai macam aspek penekanan yang dilakukan oleh para
ahli dan peneliti.
Memberikan sebuah definisi yang tepat untuk terorisme tidaklah mudah,
dan akan membawa kita kepada diskusi istilah dan pengertian yang tak ada
habisnya. Namun, dalam usaha melakukan pencegahan terhadap tindakan terorisme
tersebut, mau tidak mau harus berangkat dari pembuatan atau pemberian definisi.
Jika tahapan ini tidak dilakukan, kita tidak akan tahu apa yang harus kita lakukan
selanjutnya.
Terorisme dalam kaitan ini diartikan sebagai, tindakan kekerasan atau
ancaman untuk melakukan tindakan kekerasan yang ditujukan kepada sasaran acak
(tidak ada hubungan langsung dengan pelaku) yang berakibat pada kerusakan,
kematian, ketakutan, ketidakpastian dan keputusasaan massal. Tindakan terorisme
tersebut dilakukan dalam rangka memaksakan kehendak kepada pihak yang
dianggap lawan oleh kelompok teroris, agar kepentingan-kepentingan mereka
diakui dan dihargai.
Dengan definisi semacam ini, maka unsur-unsur yang harus ada dalam
pengertian terorisme adalah: 1. tindakan kekerasan yang mempunyai akibat
kerusakan, kematian, ketakutan, ketidakpastian dan keputusasaan secara massal; 2.
sasaran tindakan adalah sasaran yang ditentukan secara acak yang tidak memiliki
hubungan langsung dengan pelaku; 3. terakhir, didorong oleh motivasi kepentingan
pelaku yang tidak dapat dikhususkan hanya pada motivasi politik saja mengingat
(dalam banyak hal) kepentingan non politik seperti keyakinan juga merupakan latar
belakangnya.
Pelaku atau kelompok pelaku terorisme biasanya merupakan kelompok
minoritas atau kelompok yang terdiskriminasi dalam tatanan pergaulan yang
mapan.2 Pilihan tindakan terorisme bagi kelompok ini adalah satu keniscayaan

1
Jajang Jahroni dan Jamhari Makruf, (eds.), Memahami Terorisme, Sejarah,
Konsep dan Model, (Jakarta: Kencana, 2016), h. 4
2
Muhammad Mustofa, “Memahami Terorisme: Perspektif Kriminologi” dalam
Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 2 No. III Desember 2002 : 30 – 38. h. 31
2

karena cara-cara yang mapan tidak mampu melayani aspirasi mereka. Kelompok
semacam ini sekarang diberi label sebagai teroris yang dimusuhi di seluruh penjuru
dunia, khususnya perspektif yang didominasi oleh kepentingan Amerika dan
sekutu-sekutunyanya.3
Sebaliknya, pelaku terorisme dapat juga kelompok yang dominan dalam
tata pergaulan mapan. Negara, sebagai contoh, dapat dikategorikan sebagai teroris
apabila dalam melaksanakan kebijakan negara melakukan tindakan-tindakan
diskriminasi dan represif terhadap kelompok minoritas atau kelompok pinggiran
(marginal). Penindasan terhadap pejuang kemerdekaan dan warga Palestina oleh
penguasa Israel dan di bawah restu dan dukungan Amerika Serikat, juga merupakan
bentuk tindakan terorisme.
Kedua fase dari terorisme tersebut dapat dipahami melalui kategorisasi
peristiwa kejahatan yang ditawarkan oleh Quinney (1977) sebagai: Pertama, crime
of domination or repression yang secara metodologis dilakukan oleh kapitalis atau
kelas penguasa dan antek-anteknya. Kedua, adalah crimes of accomodation atau
crimes of resistance/rebellion yang dilakukan oleh kelas pekerja atau kelas
bawahan, yang merupakan kejahatan dalam rangka bertahan hidup (lihat Mustofa,
2002: 31).
Dengan definisi terorisme tersebut seperti di atas, maka dalam melakukan
antisipasi terhadap terorisme, kita dapat bersikap lebih bersikap obyektif serta tidak
menganggap bahwasanya semua terorisme itu dilakukan oleh kelompok minoritas
yang termarginalkan, akan tetapi dapat juga dilakukan oleh pemerintah negara yang
represif ataupin kelompok mayoritas. Kedua-dunyanya dapat disebut sebagi gerakan
terorisme jika memiliki ciri mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan, demokrasi dan
batas-batas kedaulatan negara.
Dua tipologi terorisme yang terdiri dari dua bentukan tersebut di atas, maka
akar masalah dari tindakan terorisme paling tidak dapat dikelompokkan dalam dua
ciri. Bagi kelompok minoritas, permasalahannya adalah adanya diskriminasi dan
ketidakadilan yang dirasakan oleh kelompok tersebut. Diskriminasi dan
ketidakadilan yang mereka rasakan ini harus diperjuangkan dengan melakukan
gerakan terorisme. Sebaliknya, negara melakukan gerakan terorisme dalam rangka
mendominasi yang diperkuat dengan alasan bahwa tindakan tersebut sesuai dengan
hukum yang berlaku, sekalipun hukum tersebut bersifat represif.
Terorisme dapat dikatakan sebagai instrumen dari proyek politik atau
agama dimana para pelakunya terus berupaya untuk mencari dukungan-dukungan
dengan melakukan serangkaian aksi kekerasan publik yang demonstratif, yang

3
Muhammad Mustofa, “Memahami Terorisme: Perspektif Kriminologi” dalam
Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 2 No. III Desember 2002 : 30 – 38. h. 31
3

diikuti oleh berbagai ancaman dalam rangka untuk mengintimidasi atau menekan
dan memaksa dengan kekerasan atas sasaran ataupun target tertentu.
Terorisme berasal dari kata le terreur (bahasa Prancis) yang memiliki arti
teror, semula dipergunakan untuk menyebutkan tindakan pemerintahan hasil
revolusi Prancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan untuk
melakukan penindasan kepada golongan anti pemerintah. Diperkirakan, sebanyak
40.000 orang mati dipenggal dengan menggunakan guillotine karena dituduh
sebagai anti revolusi. Kemudian, kata ‘terorisme’ secara khusus dipergunakan untuk
menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia kata terorisme memiliki makna
penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan
(terutama tujuan politik); praktik tindakan teror. Dengan demikian, sejak awalnya,
kata terorisme dapat dipergunakan untuk menyebut tindakan kekerasan oleh
pemerintah maupun tindakan kekerasan anti pemerintahan. Nuansa politis sangat
mewarnai penggunaan kata terorisme tersebut walau, dalam kenyataan, motivasi
dan tujuan politis tidak selalu merupakan unsur utama (Turk, 2002) lihat Mustofa
2002.

Undang-undang Republik Indonesia no. 5 tahun 2018 pasal 1


mendefinisikan Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau
ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas,
yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan
kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup,
fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau
gangguan keamanan.4
Central Intelligence Agency (CIA) Amerika Serikat membuat definisi
terorisme dengan memasukkan juga tindakan individual yaitu:
“The threat or use of violence for political purposes by individuals bor
groups, whether acting for, or in oppinion to, established govermental authority,
when such actions are intended to shock or intimidate a target group wider than the
immidiate victims."(Kerstetter, 1983).
PBB yang membentuk Ad Hoc Committee on Terrorism tahun 1972 yang
bersidang dalam naungan PBB maupun di luar naungan PBB selama tujuh tahun
tanpa dapat merumuskan definisi terorisme. Hal itu disebabkan oleh bervariasi dan
berbedanya pandangan negara-negara anggota PBB maupun para pakar hukum
4
Undang-undang Republik Indonsia No. 5 tahun 2018 tentang terorisme undang-
undang tentang perubahan atas undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang penetapan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2002 tentang
pemberantasan tindak pidana terorisme menjadi undang-undang.
https://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/175528/UU%20Nomor%205%20Tahun%202018.pdf
4

internasional tentang terorisme (Higgins, 1997). Bahkan terdapat suatupandangan


dari beberapa negara non blok bahwa tindakan terorisme yang dilakukan oleh suatu
bangsa yang tertindas yang ditujukan kepada bangsa yang menjajahnya
dikategorikan dapat dimaklumi sesuai dengan hak sah untuk menentukan nasib
sendiri (legitimate right to self-determination) (Bassiouni, 1975).
Dalam hukum Amerika Serikat rumusan terorisme terdapat pada United
States Code, Section 2656f(d) sebagai: premeditated, politically motivated violence
perpetuated against noncombatant targets, usually intended to influence an
audience (Turk, 2002). Definisi ini memberi tekanan pada motivasi politik, namun
mengenai sasaran terorisme hanya memperhatikan sasaran sipil. Rumusan ini dapat
diartikan bahwa bila sasaran terorisme adalah instalasi militer, maka tindakan
tersebut bukan merupakan terorisme.
Saat mengkaji lebih dari seratus definisi terorisme, Laqueur (1999)
menyimpulkan adanya unsur yang aling menonjol dari definisi-definisi tersebut
yaitu bahwa ciri utama dari terorisme adalah dipergunakannya ancaman kekerasan
dan kekerasan. Sementara itu motivasi politis dalam terorisme amat sangat
bervariasi. Namun, selain motivasi politik, terorisme juga dapat didorong oleh
adanya fanatisme keagamaan. Pembajakan dan penghancuran suatu pesawat
terbang, misalnya, tidak selalu merupakan tindakan yang dapat dikategorikan
sebagai terorisme kalau motivasi tindakan tersebut adalah dalam rangka
memperoleh santunan asuransi jiwa.
Terorisme berbeda dari kekerasan politik ataupun pembunuhan politik.
Kekerasan politik yang dilakukan oleh pejuang kemerdekaan melawan penjajahan
atau oleh kelompok separatis, akan disebut sebagai terorisme oleh pemerintah yang
berkuasa.5 Karena pejuang kemerdekaan dan separatis tidak selalu menggunakan
tindakan terorisme dalam memperjuangkan tujuan politisnya.
Sasaran dari terorisme yang bermacam-macam juga akan mempersulit
menemukan motivasi politik dari tindakan tersebut. Namun sasaran utama dari teror
sebenarnya bukan para korban langsung tersebut. Para korban tersebut dikorbankan
agar tindakan terorisme yang dilakukan memperoleh kekuatan untuk melakukan
tuntutan-tuntutan politis. Para korban tragedi World Trade Centre, misalnya, bukan
merupakan sasaran langsung dari terorisme. Sasaran utama dari tindakan tersebut
adalah Pemerintah Amerika Serikat.
Berdasarkan kompleksitas masalah yang berhubungan dengan tindakan
terorisme tersebut pendefinisian terorisme menjadi tidak mudah. Turk menawarkan
definisi terorisme sebagai berikut:

5
Muhammad Mustofa, “Memahami Terorisme: Perspektif Kriminologi” dalam
Jurnal Kriminologi Indonesia. h. 33
5

“politically motivated violence, for which organizations are directly or


indirectly responsible, that is intended to weaken the will of the opposition by
pusing random targeting to spread the fear of victimization.” (Turk, 2002).

Anda mungkin juga menyukai