Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 2 No.

III Desember 2002 : 30 - 38 30

MEMAHAMI TERORISME:
SUATU PERSPEKTIF KRIMINOLOGI

Muhammad Mustofa

Abstract

Criminological perspective used in this article concludes the thorough grasp on


terror and terrorism as concepts is inevitable to prevent them from being too wide-
embracing. This article also suggests, effort to eradicate terrrorism would not be easily
successful ; in order to enhance that, public participation is required.

Pendahuluan pihak lain yang belum tentu tulus dalam


Tragedi Bali 12 Oktober 2002 memberikan bantuan dan arahan.
telah menyentak nilai-nilai Dalam kaitan inilah kita berpijak dalam
kemanusiaan. Kejadian itu seolah tidak memikirkan upaya pencegahan
dapat dipercaya, memuakkan tapi terorisme.
nyata. Pemboman terhadap sasaran
sipil tidak berdosa tersebut di samping Pengertian terorisme
telah merobek nilai-nilai kemanusiaan Berkaitan dengan permasalahan
juga mengingkari nilai-nilai demokrasi di atas, pertanyaan utama yang perlu
yang sedang kita bangun. dipikirkan adalah “apakah terorisme
Berkenaan dengan peristiwa dapat dicegah”? Apabila terorisme
pemboman yang dahsyat di Bali dapat dicegah, bagaimana partisipasi
tersebut kita wajib menundukkan sosial dalam usaha pencegahan
kepala, bersimpati kepada para korban terorisme tersebut? Untuk menjawab
dan keluarganya dan berdoa agar pertanyaan apakah terorisme dapat
arwah para korban diterima oleh Al dicegah, yang pertama kali perlu
Khalik di sisinya, dan keluarga yang dilakukan adalah menjelaskan apa itu
ditinggalkan mendapatkan kekuatan terorisme dan apa akar masalahnya
untuk menerimanya. Secara lebih sehingga menghasilkan kelompok-
konkrit kita berharap agar para korban kelompok orang yang mempergunakan
dan keluarganya memperoleh santunan teror sebagai pilihan tindakannya?
yang sesuai dengan penderitaannya. Mendefinisikan terorisme tidak
Namun demikian, tidak cukup mudah dan akan membawa kita kepada
bila kita hanya melakukan tindak diskusi istilah dan pengertian yang tiada
penyesalan, berdoa, berharap dan habisnya. Namun, dalam rangka
marah saja. Kita perlu menegakkan melakukan usaha pencegahan tindakan
kepala untuk menghadapi tragedi terorisme tersebut, mau tidak mau
tersebut secara rasional, obyektif, harus berangkat dari pembuatan
percaya diri dan mandiri, tidak definisi. Kalau tahapan ini tidak
tergantung kepada pikiran dan arahan
Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 2 No. III Desember 2002 : 30 - 38 31

dilakukan, kita tidak akan tahu apa yang Negara, sebagai contoh, dapat
harus kita lakukan. dikategorikan sebagai teroris apabila
Terorisme dalam kaitan ini dalam melaksanakan kebijakan negara
diartikan sebagai, tindakan kekerasan melakukan tindakan-tindakan dis-
atau ancaman untuk melakukan kriminasi dan represif terhadap
tindakan kekerasan yang ditujukan kelompok minoritas atau kelompok
kepada sasaran acak (tidak ada pinggiran (marginal) yang oposan
hubungan langsung dengan pelaku) terhadap negara. Penindasan terhadap
yang berakibat pada kerusakan, pejuang kemerdekaan dan warga
kematian, ketakutan, ketidakpastian dan Palestina oleh penguasa Israel dan di
keputusasaan massal. Tindakan bawah restu dan dukungan Amerika
terorisme tersebut dilakukan dalam Serikat, juga merupakan bentuk
rangka memaksakan kehendak kepada tindakan terorisme.
pihak yang dianggap lawan oleh Kedua faset dari terorisme
kelompok teroris, agar kepentingan- tersebut dapat dipahami melalui
kepentingan mereka diakui dan kategorisasi peristiwa kejahatan yang
dihargai. ditawarkan oleh Quinney (1977)
Dengan definisi semacam ini, sebagai: Pertama, crime of domination
maka unsur-unsur yang harus ada or repression yang secara metodologis
dalam pengertian terorisme adalah dilakukan oleh kapitalis atau kelas
tindakan kekerasan yang mempunyai penguasa dan antek-anteknya. Kedua,
akibat kerusakan, kematian, ketakutan, adalah crimes of accomodation atau
ketidakpastian dan keputusasaan crimes of resistance/rebellion yang
massal; sasaran tindakan adalah dilakukan oleh kelas pekerja atau kelas
sasaran acak yang tidak ada hubungan bawahan, yang merupakan kejahatan
langsung dengan pelaku; terakhir, dalam rangka bertahan hidup (lihat
didorong oleh motivasi kepentingan Barak, 2001: 62).
pelaku yang tidak dapat dikhususkan Dengan definisi terorisme seperti
hanya pada motivasi politik saja di atas, maka dalam mengantisipasi
mengingat (dalam banyak hal) terorisme, kita lebih bersikap obyektif
kepentingan non politik seperti dan tidak menyamaratakan bahwa
keyakinan juga merupakan latar tindakan terorisme adalah tindakan
belakangnya. yang dilakukan oleh kelompok minoritas
Pelaku atau kelompok pelaku atau yang terpinggirkan saja, tetapi juga
terorisme biasanya merupakan tindakan yang dilakukan oleh
kelompok minoritas atau kelompok yang pemerintah atau negara yang represif.
terdiskriminasi dalam tatanan pergaulan Ciri yang sama dari terorisme oleh
yang mapan. Pilihan tindakan terorisme kelompok minoritas maupun oleh
bagi kelompok ini adalah suatu negara adalah, bahwa keduanya
keniscayaan karena cara-cara yang mengabaikan atau tidak menghormati
mapan tidak mampu melayani aspirasi nilai-nilai demokrasi dan nilai-nilai
mereka. Kelompok semacam ini kemanusiaan serta mengabaikan batas-
sekarang diberi label sebagai teroris batas kedaulatan suatu negara. Dalam
yang dimusuhi di seluruh dunia, kaitan ini mereka menghalalkan cara
khususnya perspektif yang didominasi dalam rangka mencapai tujuan.
oleh kepentingan Amerika dan Dengan tipologi terorisme yang
sekutunya. terdiri dari dua bentuk tersebut di atas,
Sebaliknya, pelaku terorisme maka akar masalah yang menghasilkan
dapat juga merupakan kelompok yang tindakan terorisme paling tidak juga
dominan dalam tata pergaulan mapan. dapat dikelompokkan dalam dua ciri.
Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 2 No. III Desember 2002 : 30 - 38 32

Bagi kelompok minoritas atau marginal, karena perkembangan teknologi


akar masalah dipilihnya tindakan informasi dan perkembangan aktivitas
terorisme adalah adanya diskriminasi manusia tidak lagi mengenal batas-
dan ketidakadilan yang dirasakan oleh batas wilayah kedaulatan suatu negara.
mereka. Diskriminasi dan ketidakadilan Terorisme tidak lagi bersifat domestik
yang mereka rasakan ini dipandang dan merupakan berita domestik, tetapi
tidak dapat diperjuangkan melalui tata sudah menjadi kegiatan internasional.
cara demokrasi yang sedang berjalan. Tercatat, semenjak 1966 gejala
Kelompok ini kemudian menjadi terorisme internasional mulai tumbuh
kelompok militan yang melandaskan dan memperoleh liputan internasional.
perjuangannya berdasarkan rational Dan penghancuran atau “pemboman”
value, yaitu keyakinan akan adanya gedung World Trade Centre di New
nilai-nilai utama yang diperjuangkan York hampir-hampir saja diliput secara
sebagai kebenaran, kehormatan dan real time. Paling tidak, masyarakat
kewajiban untuk melaksanakannya. internasional memperoleh berita dan
Tidak mengherankan bila tindakan yang citra hidup aktivitas terorisme tersebut
dilandasi oleh nilai yang, konon, dalam selang waktu yang singkat sejak
rasional ini mampu menggerakkan peristiwa tersebut terjadi. Semenjak itu,
pelaku untuk mengorbankan jiwanya tuntutan internasional agar setiap
(lihat, Weber, 1978:24). negara melakukan langkah-langkah
Sebaliknya, terorisme yang pencegahan dan penindakan terorisme
dilakukan oleh negara lebih dilakukan internasional semakin kuat. Amerika
dalam rangka dominasi. Dominasi ini Serikat yang belakangan ini merupakan
diperkuat oleh alasan-alasan legal negara yang sering menjadi sasaran
rasional bahwa tindakan tersebut sesuai terorisme internasional merupakan
dengan hukum yang berlaku negara, yang di bawah Pemerintahan
(kendatipun hukum tersebut bersifat George W. Bush, paling getol
represif). Berdasarkan hal tersebut, “memaksakan” gagasannya.
negara menganggap mempunyai Bahkan, belakangan ini timbul
otoritas untuk memaksakan spekulasi bahwa karena Indonesia
kehendaknya kepada semua pihak dianggap sebagai negara yang
tanpa memperhatikan apakah hal membiarkan berkeliarannya sel-sel
tersebut sesuai dengan nilai-nilai terorisme internasional, maka
demokrasi atau tidak (lihat pemerintah Amerika Serikat akan
Schwendinger dan Schwendinger, 1970; mengirimkan tentaranya ke wilayah
Barak, 1990). kedaulatan Indonesia untuk
Terorisme sesungguhnya menghancurkan sel-sel terorisme
merupakan suatu gejala kekerasan tersebut. Tragedi 12 Oktober 2002 di
yang sudah ada semenjak adanya Bali yang menelan lebih dari 180 korban
kebudayaan manusia. Gejala tersebut jiwa menimbulkan kontroversi, apakah
ditengarai telah terjadi pada Jaman ini suatu bentuk terorisme yang murni
Yunani Kuno, Jaman Romawi Kuno dan atau merupakan rekayasa untuk
pada abad pertengahan (Kerstetter, mebuktikan bahwa dugaan Amerika
1983). Sementara itu Thomas Franck Serikat adalah benar. Memang,
mengidentifikasi bahwa terorisme pengungkapan kasus pemboman Bali
merupakan gejala historis yang seolah- masih meninggalkan berbagai tanda
olah muncul secara berkala (Franck, tanya. Kita tunggu saja apakah proses
1978). Sebagai gejala historis, terorisme hukum mampu memperjelas motivasi
menjadi gejala yang mengundang dan kelompok yang bertanggung jawab
keprihatinan umum secara internasional atas peristiwa itu.
Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 2 No. III Desember 2002 : 30 - 38 33

Memperhatikan perkembangan tujuan politis tidak selalu merupakan


terakhir tersebut, maka saat merancang unsur utama (Turk, 2002).
suatu undang-undang anti terorisme, Saat mengkaji lebih dari seratus
apabila tidak didasari oleh pemahaman definisi terorisme, Laqueur (1999)
mendalam tentang gejala terorisme itu menyimpulkan adanya unsur yang
sendiri, kita akan terjebak untuk paling menonjol dari definisi-definisi
membuat undang-undang yang hanya tersebut yaitu bahwa ciri utama dari
akan melayani kepentingan negara terorisme adalah dipergunakannya
adikuasa dan mengabaikan ancaman kekerasan dan kekerasan.
kepentingan internal kita sendiri. Sementara itu motivasi politis dalam
Diterbitkannya Perpu No. 1 dan Perpu terorisme amat sangat bervariasi.
No. 2 Tahun 2002 yang merupakan Namun, selain motivasi politik, terorisme
produk hukum untuk menanggulangi juga dapat didorong oleh adanya
terorisme di Indonesia, terasa fanatisme keagamaan. Pembajakan dan
dipaksakan terbitnya. Makalah ini penghancuran suatu pesawat terbang,
merupakan usaha untuk memberikan misalnya, tidak selalu merupakan
wawasan kriminologis gejala terorisme tindakan yang dapat dikategorikan
tersebut. sebagai terorisme kalau motivasi
Agar mempunyai makna sebagai tindakan tersebut adalah dalam rangka
hukum positif, suatu hukum (undang- memperoleh santunan asuransi jiwa.
undang) harus mampu memberikan Terorisme juga berbeda dari
batasan yang tidak diperdebatkan lagi kekerasan politik. Kekerasan politik
tentang sesuatu yang akan dirumuskan seperti kerusuhan massal, perang
dalam hukum tersebut karena jelas saudara, revolusi atau perang antar
maknanya dan jelas pula batas-batas bangsa tidak termasuk dalam kategori
maupun unsur-unsurnya. Tentu saja ini terorisme meskipun terorisme sering
bukan merupakan pekerjaan mudah. terjadi berkaitan dengan kekerasan-
Kata terorisme yang berasal dari kekerasan politik tersebut. Kekerasan
Bahasa Prancis le terreur semula politik yang dilakukan oleh pejuang
dipergunakan untuk menyebut tindakan kemerdekaan melawan penjajahan atau
pemerintahan hasil revolusi Prancis oleh kelompok separatis, akan disebut
yang mempergunakan kekerasan sebagai terorisme oleh pemerintah yang
secara brutal dan berlebihan untuk berkuasa. Namun demikian, pejuang
menindas kegiatan anti pemerintah. kemerdekaan dan separatis tidak selalu
Diperkirakan, sebanyak 40.000 orang mempergunakan tindakan terorisme
mati dipenggal dengan menggunakan dalam memperjuangkan tujuan
guillotine karena dituduh sebagai anti politisnya.
revolusi. Kemudian, kata ‘terorisme’ Terorisme juga berbeda dari
secara khusus dipergunakan untuk pembunuhan politik (assasination).
menyebut gerakan kekerasan anti Meskipun sasaran pembunuhan politik
pemerintah di Rusia. adalah individu, namun dalam tindakan
Dengan demikian, sejak ini sasarannya spesifik; sedangkan
awalnya, kata terorisme dapat terorisme tidak mempunyai sasaran
dipergunakan untuk menyebut tindakan langsung yang spesifik (Ben-Yehuda,
kekerasan oleh pemerintah maupun 1993). Dalam pembunuhan politik
tindakan kekerasan anti pemerintahan. terhadap individu pun dapat terjadi
Nuansa politis sangat mewarnai adanya korban sampingan yang bukan
penggunaan kata terorisme tersebut merupakan sasaran spesifik. Karena
walau, dalam kenyataan, motivasi dan adanya korban sampingan yang tidak
bersifat spesifik ini peristiwa
Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 2 No. III Desember 2002 : 30 - 38 34

pembunuhan politik seringkali pendefinisian terorisme menjadi tidak


dikategorikan sebagai terorisme. mudah. Turk menawarkan definisi
Korban sampingan ini seringkali terjadi terorisme sebagai berikut:
karena pelaku pembunuhan politik ingin
menghilangkan jejaknya. Akibatnya, “politically motivated violence, for which
orang-orang yang dikhawatirkan dapat organizations are directly or indirectly
menjadi saksi perlu dimusnahkan pula. responsible, that is intended to weaken
Sasaran dari terorisme yang the will of the opposition by using
bermacam-macam juga akan random targeting to spread the fear of
mempersulit menemukan motivasi victimization.” (Turk, 2002)
politik dari tindakan tersebut. Namun
sasaran utama dari teror sebenarnya Sementara itu Central
bukan para korban langsung tersebut. Intelligence Agency (CIA) Amerika
Para korban tersebut dikorbankan agar Serikat membuat definisi teorisme
tindakan terorisme yang dilakukan dengan memasukkan juga tindakan
memperoleh kekuatan untuk melakukan individual yaitu:
tuntutan-tuntutan politis. Para korban
tragedi World Trade Centre, misalnya, “The threat or use of violence for
bukan merupakan sasaran langsung political purposes by individuals or
dari terorisme. Sasaran utama dari groups, whether acting for, or in
tindakan tersebut adalah Pemerintah oppinion to, established govermental
Amerika Serikat. authority, when such actions are
Seorang individu bisa saja intended to shock or intimidate a target
mempercayai bahwa tindakan dirinya group wider than the immidiate victims."
dalam melakukan terorisme akan (Kerstetter, 1983).
memperoleh simpati dari orang banyak.
Individu penganut faham anti aborsi Kalau kita perhatikan, definisi
yang fanatik pernah melakukan terorisme yang dirumuskan oleh CIA
tindakan pemboman klinik aborsi di tersebut terlalu memberi peran
Amerika Serikat atas inisiatif sendiri. pemerintah untuk menafsirkan suatu
Sementara itu, bila terorisme tindakan sebagai terorisme yakni
merupakan tindakan terorganisasi, rumusan in opinion to establish
organisasi tersebut bukan lagi governmental authority. Definisi
merupakan organisasi yang terstruktur semacam ini akan sangat mudah
secara ketat tetapi lebih merupakan disalahgunakan oleh penguasa.
organisasi yang longgar. Kelompok Al Sedangkan definisi dari Turk akan
Qaeda pimpinan Osama bin Laden yang membingungkan ketika akan
dituding bertanggung jawab atas tragedi menafsirkan makna the opposition,
World Trade Centre merupakan meskipun secara sosiologis tepat.
organisasi yang longgar. Jaringan Tidak mudahnya merumuskan
terorisme yang dijalin oleh Osama bin definisi terorisme ini juga tampak dari
Laden, konon, merupakan jaringan yang usaha PBB yang membentuk Ad Hoc
masing-masing bergerak secara kuasi- Committee on Terrorism tahun 1972
independen dan semuanya merupakan yang bersidang dalam naungan PBB
kelompok militan yang memperoleh maupun di luar naungan PBB selama
inspirasi kepemimpinan dan dana dari tujuh tahun tanpa dapat merumuskan
Osama bin Laden (Turk, 2002). definisi terorisme. Hal itu disebabkan
Berdasarkan kompleksitas oleh bervariasi dan berbedanya
masalah yang berhubungan dengan pandangan negara-negara anggota
tindakan terorisme tersebut PBB maupun para pakar hukum
Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 2 No. III Desember 2002 : 30 - 38 35

internasional tentang terorisme meskipun motivasi politik dari tindakan


(Higgins, 1997). Bahkan terdapat suatu terorisme merupakan skala prioritas,
pandangan dari beberapa negara non namun dalam mengumpulkan alat bukti
blok bahwa tindakan terorisme yang yang dapat dipergunakan untuk
dilakukan oleh suatu bangsa yang menuntut pelaku secara pidana,
tertindas yang ditujukan kepada bangsa dipergunakan rumusan hukum pidana
yang menjajahnya dikategorikan dapat biasa sebagai tindakan kekerasan
dimaklumi sesuai dengan hak sah untuk konvensional dan menghindari rumusan
menentukan nasib sendiri (legitimate motivasi politik.
right to self-determination) (Bassiouni, Namun hukuman yang
1975). dijatuhkan terhadap kejahatan yang
Mengingat sulitnya mendefinisi- dikategorikan sebagai terorisme akan
kan terorisme tersebut dalam hubungan selalu lebih tinggi bila dibandingkan
internasional, untuk seterusnya lebih kejahatan biasa. Bila pelaku kejahatan
dikembangkan kerjasama bilateral kekerasan konvensional dihukum rata-
maupun multilateral dalam rata 46 bulan, kejahatan serupa yang
menanggulangi terorisme dan termasuk kategori terorisme dijatuhi
menyerahkan pendefinisian terorisme hukuman rata-rata 167 bulan (Smith,
kepada masing-masing negara. dan Damphousse, 1996).
Perjanjian semacam itu lebih
menekankan aspek sharing informasi Partisipasi masyarakat
intelejen, penahanan dan ekstradisi Bila kita ikuti definisi terorisme di
tersangka, pendidikan bersama bagi atas, yang menjadi pokok masalah bagi
polisi dan anggota tentara dalam munculnya terorisme oleh kelompok
menanggulangi terorisme. Kerjasama minoritas maupun oleh negara adalah
semacam itu dilakukan oleh negara- tidak dihargainya nilai-nilai demokrasi
negara anggota Masyarakat Eropa maupun nilai-nilai kemanusiaan.
melalui Perjanjian Maastricht 1992. Dengan demikian usaha pencegahan
Dalam hukum Amerika Serikat terorisme yang efektif adalah usaha
rumusan terorisme terdapat pada untuk menghidupkan dan melaksana-
United States Code, Section 2656f(d) kan nilai-nilai demokrasi dan nilai-nilai
sebagai: premeditated, politically kemanusiaan di masyarakat.
motivated violence perpetuated against Mengantisipasi terorisme yang
noncombatant targets, usually intended dilakukan oleh kelompok minoritas
to influence an audience (Turk, 2002). relatif mudah, sebab perasaan
Definisi ini memberi tekanan pada ketidakpuasan dari kelompok menoritas
motivasi politik, namun mengenai ini tidak secara serta merta akan
sasaran terorisme hanya diwujudkan dalam bentuk tindakan
memperhatikan sasaran sipil. Rumusan pemaksaan kehendak. Pada awalnya
ini dapat diartikan bahwa bila sasaran mereka akan berusaha memper-
terorisme adalah instalasi militer, maka gunakan jalur-jalur demokrasi atau jalur-
tindakan tersebut bukan merupakan jalur pengendalian sosial yang halal.
terorisme. Unjuk rasa, berpolemik melalui media
Menurut Hoffman (1998), definisi adalah cara-cara yang lajim untuk
terorisme tersebut hanya dipergunakan menunjukkan aspirasi dan keprihatinan
sebagai pedoman Kementerian Dalam mereka. Namun bila mekanisme ini
Negeri untuk mencatat peristiwa tidak membuahkan hasil, bahkan
terorisme dan tidak merupakan memperoleh reaksi represif dari
kerangka acuan dari Departemen penguasa, maka terbentuknya
Pertahanan dan FBI. Bagi FBI,
Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 2 No. III Desember 2002 : 30 - 38 36

radikalisasi menjadi sesuatu yang wadah yang efektif untuk


mungkin. mengidentifikasi keamanan lingkungan.
Bila suatu kelompok militan Sebab, beban partisipasi masyarakat
terbentuk, maka sifat ekslusif dari hanya dapat diberikan sebatas wilayah
kelompok menjadi menonjol. komunitas tersebut. Kelak perasaan
Kendatipun eksklusifitas belum tentu kewilayahan akan dapat direkayasa
menghasilkan radikalisme, namun apabila komunitas tersebut mempunyai
sebagai cikal bakal radikalisme persamaan kepentingan menjaga
sesungguhnya akan dapat diidentifikasi integritas wilayahnya.
oleh masyarakat sekitarnya. Yang Partisipasi sosial menghadapi
menjadi masalah adalah, partisipasi terorisme oleh negara dapat juga
masyarakat dalam mengidentifikasi cikal dikembangkan melalui usaha-usaha
bakal kelompok radikal sangat kritis terhadap praktik penyelenggaraan
tergantung pada tipe masyarakatnya. negara. Pengendalian sosial tidak
Bila tipe masyarakat tertentu adalah cukup hanya diserahkan kepada
masyarakat yang terintegrasi, maka lembaga legislatif atau perwakilan
partisipasi tadi akan lebih dapat rakyat yang dalam realitas sosial
diharapkan dibandingkan tipe sekarang ini tidak mampu menampung
masyarakat yang terdisintegrasi. aspirasi seluruh kelompok kepentingan
Sesungguhnya, dalam rangka sosial di masyarakat. Bahkan
partisipasi sosial, yang paling potensial ketidakpekaan lembaga perwakilan
berpartisipasi adalah komunitas dengan dalam menyuarakan aspirasi
kohesi sosial yang tinggi. masyarakat yang beraneka ragam di
Secara teoritis, komunitas satu sisi akan dapat menghasilkan
dengan kohesi sosial yang tinggi masih radikalisme kelompok masyarakat yang
merupakan ciri dari masyarakat merasa terdiskriminasi. Di lain pihak hal
Indonesia. Namun dalam tataran itu akan melanggengkan kebijakan
realitas, komunitas dengan kohesi represif dari negara.
sosial yang tinggi hanya dapat Kendala yang terbesar yang kita
ditemukan dalam masyarakat hadapi dalam rangka menggalang
pedesaan,kota kecil atau pinggiran kota partisipasi sosial sekarang ini adalah
saja. Partisipasi yang dapat diberikan bahwa masyarakat kita sekarang ini
oleh komunitas adalah memberikan sedang dalam gerak kearah
informasi kepada aparat keamanan disintegrasi. Menurut Durkheim, setiap
yang berwenang yaitu polisi. Namun masyarakat akan menghadapi dorongan
peran serta komunitas ini harus diikuti disintegrasi dan integrasi karena
oleh profesionalisme polisi dalam semakin beranekanya masyarakat dan
menindaklanjuti informasi masyarakat. semakin beranekanya kepentingan
Melihat kenyataan bahwa masyarakat (Durkheim, 1951).
komunitas di perkotaan cenderung Sementara itu, mekanisme politik yang
bersifat individual, sementara tindakan ada tidak mapan dan tidak mampu
terorisme lebih cenderung dilakukan di melayani berbagai tuntutan tersebut
perkotaan, maka membangun kembali (Huntington, 1968:5).
jaringan komunitas menjadi komunitas Oleh karena itu partisipasi sosial
dengan kohesi sosial yang tinggi, yang diharapkan dalam realitas sosial
merupakan suatu keharusan. seperti ini adalah menggalang adanya
Secara formal, memang telah kesadaran kebersamaan yang
terdapat pranata Rukun Tetangga dan fungsional sebagai suatu bangsa
Rukun Warga. Wadah ini harus (Matullada, 1978). Dan itu tidak mudah.
direvitasilasi sehingga dapat menjadi Janji-janji konstitusi yang sesungguhnya
Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 2 No. III Desember 2002 : 30 - 38 37

merupakan rumus yang relatif baik bagi Daftar Pustaka


usaha mengurangi diskriminasi dan
ketidakadilan, tidak disikapi oleh Barak, G.
penyelenggara negara dalam bentuk 1990 “Crime, criminology, and human
tindakan konkrit. Sebaliknya, hanya rights: Toward an understanding
disikapi secara terbatas dalam bentuk of state criminality”, Journal of
penjabaran undang-undang saja. Human Justice. 2 (1), 3-4.
Seolah-olah, dengan undang-undang
semua persoalan dapat diselesaikan. Bassiouni, M.C. (Ed).
Persoalan utama adalah, bagaimana itu 1975 International Terrorism and
diwujudkan. Kita tidak butuh undang- Political Crime: Proceedings
undang tapi butuh bukti dari janji of the Third Conference on
konstitusi. Terrorism and Political
Crimes, Siracusa, Italy 1973.
Penutup Springfiled : Thomas.
Kesulitan dalam pendefinisian
terorisme harus dijadikan pertimbangan Ben-Yehuda, N.
utama dalam merumuskan undang- 1993 Political Assassination by
undang anti terorisme. Kalau kita Jews. Albany: Stae Univ. of New
mengabaikan hal itu, akan sangat York.
mungkin undang-undang tersebut tidak
akan dapat diterapkan. Selain itu Durkheim, E.
tindakan represif yang merupakan
1951 Suicide A Study in Sociology.
tindakan utama dalam menghadapi
Glencoe: Free Press.
terorisme selama ini oleh berbagai
negara ternyata merupakan tindakan
yang sia-sia.
Franck, T.M.
Tindakan sampingan berupa
1978 “International Legal Action
pengendalian investasi dan pembatasan
Concerning Terrorism”.
alih teknologi juga tidak akan membawa
Terrorism, I, No.2., pp. 187-197.
hasil memuaskan. Tindakan sampingan
ini bahkan akan menghambat kegiatan
Higgins, R.
ekonomi yang lebih menekankan asas
1997 “The General International Law
kepercayaan (trust).
of Terrorism”, dalam R. Higgin,
Terorisme yang bermotivasikan
M. Flory (Eds.), Terrorism and
ideologi agama, tidak akan mudah
International Law. New York:
dihancurkan dengan tindakan militer,
bahkan akan memperkuat militansi. Routledge.
Upaya Amerika Serikat menangkap
hidup atau mati Osama bin Laden Huntington, S.P.
dengan melakukan pemboman 1968 Political Order in Changing
Afganistan, maupun menyebutkan Societies. New Haven: Yale
adanya jaringan terorisme internasional Univ. Press.
bernama Jamaah Islamiyah, justru
memperkokoh stereotipe yang dibangun Hoffman, B.
terhadap Amerika Serikat sebagai 1998 Inside Terrorism. New York:
perwujudan dari "setan." Columbia University Oress.

Laqueur, W.
1999 The New Terrorism:
Fanaticism and the Arms of
Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 2 No. III Desember 2002 : 30 - 38 38

Mass Destruction. New York: Schwendinger, H., and J. Schwendinger


Oxford University Press. 1975 “Defenders of order or guardians
of human rights”, dalam Ian
Kerstetter, Wayne A. Taylor, Paul Walton, Jock
1983 “Terrorism”, dalam Sanford H. Young. Critical Criminology.
Kadish (Editor in Chief), London: Routledge & Kegal Paul
Encyclopedia of Crime and Ltd.
Justice. Vol.4, New York: The
Free Press. Smith, B., and K.L. Damphousse
1996 “Punishing Political Offenders:
Matullada The Effect of Political Motive on
1978 “”Integrasi Nasional Dalam Federal Sentencing Decisions”,
Proses Pembangunan dan Criminology, 34, No. 3. pp. 289-
Perubahan Sosial, Makalah. 321.
Seminar Pengembangan
Kebudayaan Dalam Rangka Quinney. R.
Pembangunan Nasional. 1977 Class, State, and Crime. New
Jakarta: LIPI 17-20 Juli. York: McKay.

Turk, Austin T.
2002 “Terrorism”, dalam Joshua
Dressler (Editor in Chief),
Encyclopedia of Crime and
Justice. Edisi Kedua, Vol. 4,
New York: Macmillan Reference
USA.

Weber, M.
1978 Economy and Society. Edited by:
Guenther Roth and Claus
Wittich. Berkely: University of
California Press.

Anda mungkin juga menyukai