Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .........................................................................................................................i

Daftar Isi .................................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................  1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 4
2.1 Penyebab awal terjadinya pelanggaran HAM ..................................................... 4

2.2 Penyebab Israel menyerang Palestina................................................................... 7

2.3 Pelanggaran Hukum Perang  pada Perang Israel Palestina .................................. 8


            2.4 Dampak konflik Israel-Palestina.......................................................................... 12

BAB III PENUTUP........................................................................................................... 18

Kesimpulan.............................................................................................................. 

Daftar Pustaka................................................................................................................... 21
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pandangan Dunia Barat Terhadap Islam” dengan
lancar.
Makalah ini membahas suatu pandangan yang dilakukan oleh masyarakat dunia barat terhadap
Islam. Masyarakat dunia barat menganggap bahwa Islam merupakan agama yang keras dan
kejam. Seiring dengan adanya peristiwa pengeboman yang dilakukan oleh sebagian kecil
masyarakat muslim yang mempunyai aliran keras, isu dan raspon negatif mulai muncul.
Sebenarnya para teroris itu hanya ingin membalas dendam atas perlakuan ataupun sikap
masyarakat dunia barat kepada masyarakat muslim di dunia. Muslim yang ada diseluruh dunia
adalah saudara. Tidak ada saudara yang tinggal diam saat saudara yang lain ditindak oleh kaum
lain.
Dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca lebih kritis menanggapi anggapan negatif yang
semakin marak dibicarakan, terutama menyangkut pandangan miring tentang Islam.
Makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya dukungan baik moril maupun materiil dari
berbagai pihak, oleh karena itu kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah
ini, penulis ucapkan terima kasih. Kritik dan saran yang membangun, penulis harapkan guna
kesempurnaan makalah selanjutnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
      Konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel merupakan salah satu sengketa yang
cukup panjang apabila kita menghitung waktu maupun upaya yang telah dilakukan untuk
menyelesaikan sengketa ini. Hal ini jelas memicu kembali ketegangan tidak hanya di kalangan
negara-negara Timur Tengah tetapi juga ikut menarik perhatian dari dunia. Dalam konflik antara
Israel dan Palestina telah beberapa kali dilakukan perjanjian  untuk menyelesaikan sengketa yang
terjadi antara kedua pihak  yang sama-sama menyatakan dirinya sebagai negara merdeka dan
berhak atas wilayah yang menjadi pokok sengketa antara kedua pihak. Meski telah berkali-kali
dilakukan upaya perdamaian sampai pada tingkat perjanjian Internasional yang telah dilakukan 
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sehingga menghasilkan pembagian wilayah untuk kedua
masing-masing pihak yakni Israel dan Palestina, tetapi pada kenyataannya tidak mampu secara
langsung menyelesaikan permasalahan antara Israel dan Palestina.
      Palestina dengan pasukan intifadanya dan Israel dengan kekuatan bersenjata yang cukup kuat
tetap saling menyerang dan bertahan satu sama lain. Sementara solusi riil untuk menyelesaikan
sengketa mencapai pedamaian dunia tidak juga mampu menyelesaikan permasalahan antara
kedua bangsa. Ditinjau dari segi pertanggungjawaban atas perjanjian internasional yang telah
dilanggar berkali-kali tentu harus dicermati kembali masalah yangmendasari.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa penyebab awal terjadinya konflik antara Israel dan Palestina?
2.      Apa yang menyebabkan Israel menyerang palestina ?
3.      Apa saja Hukum Perang yang dilanggar dalam perang tersebut ?
4.      Apa dampak yang di akibatkan dari konflik antara Palestina dan Israel?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui penyebab awal terjadinya konflik antara Israel dan Palestina.
2.      Untuk mengetahui penyebab Israel menyerang Palestina.
3.      Untuk mengetahui hukum perang yang dilanggar dalam konflik Palestina Israel
4.      Untuk mengetahui dampak yang diakibatkan dari konflik tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Penyebab awal terjadinya pelanggaran HAM


Sejak negara Israel lahir secara ilegal, rakyat Palestina dan tanah Palestina telah menjadi
subyek dari pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran yang dilakukan oleh Israel. Konflik
yang berkepanjangan yang disebabkan oleh pendudukan Israel sampai sekarang (2011) telah
menghasilkan tidak hanya krisis politik, tetapi juga pelanggaran hak asasi manusia, pelanggaran
berat terhadap hukum kemanusiaan dan kejahatan besar terhadap kemanusiaan.
Khususnya di Jalur Gaza. Blokade atau pengepungan Jalur Gaza sejak tahun 2006 dan
tindakan selanjutnya yang dilakukan oleh Israel seperti Operasi Cast Lead pada 27 Desember
2008-18 Januari 2009 dan intersepsi bantuan kemanusiaan armada Kebebasan (Freedom Flotilla)
yang merupakan kejahatan hak asasi manusia dan pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa
1949. Menurut Konvensi Jenewa, penduduk sipil dan pejuang yang sakit atau menjadi Tahanan
Perang (Prisoner of War) jelas bukan target militer. Oleh karena itu, harus dilindungi oleh
kekuatan pelindung.[4]
Orang-orang Palestina yang hidup di tenda-tenda pengungsian menghadapi kesulitan
untuk memenuhi kebutuhan. Mereka hanya bisa menggunakan air dan listrik jika orang Israel
mengizinkannya, dan berjalan bermil-mil untuk bekerja demi upah yang amat rendah. Bagi
mereka yang pergi bekerja atau mengunjungi kerabat yang tinggal di dekat kamp pengungsian,
perjalanan itu seharusnya tidak lebih dari lima belas menit saja. Akan tetapi, kejadiannya sering
berubah menjadi mimpi buruk karena pemeriksaan identitas di tempat-tempat pemeriksaan yang
sering dilakukan, di mana para tentara yang bertugas melakukan kepada mereka pelecehan,
penghinaan, dan perendahan. Mereka tidak dapat berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya
tanpa passport. Dan karena tentara-tentara Israel sering menutup jalan dengan alasan keamanan,
orang-orang Palestina sering tidak dapat pergi bekerja, pergi ke tempat yang ingin mereka tuju,
atau bahkan untuk menuju rumah sakit ketika mereka jatuh sakit. Bahkan, orang-orang yang
hidup di tenda-tenda pengungsian tiap hari hidup dalam rasa takut akan dibom, dibunuh, dilukai,
dan ditahan, karena pemukiman orang-orang Yahudi.
Konflik Palestina – Israel menurut sejarah sudah 31 tahun ketika pada tahun 1967 Israel
menyerang Mesir, Yordania dan Syria dan berhasil merebut Sinai dan Jalur Gaza (Mesir),
dataran tinggi Golan (Syria), Tepi Barat dan Yerussalem (Yordania).. Sampai sekarang
perdamaian sepertinya jauh dari harapan. Ditambah lagi terjadi ketidak sepakatan tentang masa
depan Palestina dan hubungannya dengan Israel di antara faksi-faksi di Palestina sendiri. [5]
Banyak sekali pelanggaran ham yang dilakukan oleh Israel. Terdapat bukti pelanggaran
yang dilakukan oleh angkatan pertahanan Israel (IDF):
1. Pembunuhan yang disengaja
2. Penyiksaan dan perlawanan secara tidak manusiawi
3. Dengan sengaja menyebabkan penderitaan besar atau cedera serius pada tubuh dan kesehatan,
4. Menyita secara tidak sah properti milik Freedom Frotilla.
Dari semua pelanggaran yang dilakukan Israel, terdapat beberapa hak yang dijamin
dalam hukum hak asasi manusia internasional yaitu:
1. Hak untuk hidup. Yang terdapat dalam pasal 6 konvenan internasional[6]tentang hak sipil dan
politik (ICCPR) “perlindungan hak hidup”,
2. Penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi atau tindakan merendahkan atau hukuman.
Terdapat dalam pasal 7 ICCPR dan konvensi menentang penyiksaan (CAT)[7] “larangan
penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan
martabat manusia”,
3. Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi dan kebebasan dari penangkapan sewenang-wenang
atau penahanan. Terdapat dalam pasal 9 ICCPR “larangan penahanan atau penangkapan secara
sewenang-wenang”,
4. Hak tahanan harus diperlakukan secara manusiawi dan menghormati martabat yang melekat
pada manusia. Terdapat dalam pasal 10 ICCPR “hak semua orang yang berasal dari
kebebasannya untuk diperlakukan secara manusiawi”,
5. Kebebasan berekspresi. Terdapat dalam pasal 19 ICCPR”kebebasan berekspresi dan
berpendapat dan kebebasan untuk mencari dan menerima informasi”,
6. Hak atas pemulihan yang efektif[8]
Pelanggaran ham yang dilakukan Israel tampaknya diabaikan oleh pengadilan
Internasional. Bagaimana tidak, semua yang dilakukan Israel tidak ada tanggapan sama sekali,
hanya meliput semua aktifitas yang dilakukan Israel.
Tudingan bahwa “Israel is the Real Terrorist” memberikan pembenaran terhadap
penggunaan istilah Israel sebagai Negara terorisme (State Terrorism) sepertinya masuk akal.
Sikap pembangkannya terhadap kesepakatan kesepakatan atas perjanjian internasional, juga
karena berlapis-lapisnya perilaku negara dalam tindakan kejahatan Israel terhadap Palestina.
Misalnya, kejahatan jenosida (genocide) kejahatan perang (war crime), kejahatan kemanusiaan
(crime against humanity), dan kejahatan agresi yang mengancam perdamaian dan tata tertib
dunia (crime of aggression that threatens world peace). Sekaligus tindakan dan kebijakan
pemerinthan Israel yang bertentangan dengan nilai-nilai universal HAM tidak dapat dipungkiri.
Ada beberapa alasan untuk menempatkan kedudukan Israel sebagai Negara berdaulat
pembangkang hukum internasional. Tindakan agresi militer Israel ke Gaza sebagai kejahatan
perang. Antonio Cassese memaknai sebagai kejahatan berat terhadap hukum kebiasaan (War
crimes are serious violations of customary or treaty rules) khususnya terkait dengan pelanggaran
dalam hukum perang, Geneva Convention 1949, dilengkapi dengan protocol tambahan 1977.
Fakta tersebut di atas menujukan bahwa pertama, perbuatan peperangan tersebut
merupakan bentuk dari kejahatan karena telah memenuhi syarat adanya pelanggaran berat yang
telah diatur oleh peraturan hukum internasional. Tempat-tempat yang seharusnya bukan menjadi
sasaran bagi militer malah menjadi terlibat dari serangan militer. Sehingga nilai-nilai
kemanusiaan yang mestinya dilindungi justru telah menjadi korban peperangan.
Kedua, tindakan militer Israel dikualifikasikan sebagai pelanggaran dalam hukum perang
internasional yang membebankan adanya suatu pertanggung jawaban hukum secara individual.
Mengingat kebijakan penyerangan atas keputusan politik Perdana Menteri, Menteri Pertahanan
yang didukung oleh sebagian besar anggota parlemen, maka terdapat hak bagi masyarakat
internasional untuk memidanakannya secara internasional atas perencana, pembuat kebijakan
dan pelaku di lapangan. Dalam ILC (International Law Commission) 1996, dirumuskan
rancangan konvensi bahwa, petanggungjawaban dapat dibebankan pada seseorang yang menjadi
pemimpin, atau pengorganisir yang secara aktif terlibat di dalamnya memerintahakan untuk
membuat perencanaan, persiapan, permulaan untuk melakukan agresi peperangan yang
dilakukan oleh Negara harus bertanggungjawab atas tidakan agresi.
Ketiga, tindakan yang dilakukan oleh militer Israel ke Palestina merupakan kejahatan
yang melibatkan masyarakat sipil yang mana alasan untuk membela diri menjadi tidak relevan.
Di satu pihak, tindakan militer Israel telah melanggar tiga prinsip funademental dalam hukum
humaniter yaitu, melakukan tindakan balasan tidak proporsional atau tidak pantas dan melebihi
apa yang seharusnya (necessity). Pihak yang bukan anggota militer atau combattan telah
dijadikan sandra atau subyek dalam peperangan untuk mencari musuh musuh sebenarnya.
Sehingga pemukiman-pemukiman dan warga warga sipil tidak luput dari serangan dn
investigasi kekuatan militer.
Keempat, kejahatan kemansiaan dan agresi militer Israel semakin nyata ketika
mereka menggunakan serangan laut udara dan darat dengan menggunakan alat-alat
senjata bom-bom yang sangat berbahaya.
Kelima, Israel sebagai pelaku kejahatan juga karena tidak tunduk pada kewajiban hukum
internasional. Sehingga perbuatan agresi militer terhadap Gaza tersebut telah mengabaikan
tegaknya perdamaian dan nilai HAM Universal. Dengan kata lain Israel telah melalikan
kewajiban yang dibebankan pasal 1 ayat (2) yaitu tidak melaksanakan hubungan persahabatan
berdaasarkan prinsip kesederjatan, dan beruaya untuk menegakan terselenggaranya perdamaian
universal. Selain itu, tindakan militer Israel dengan jelas telah melaikan ketentuan pasal 2 ayat
(4) yaitu Israel tidak berupaya untuk mengendalikan dirinya dalam hubungan internasional untuk
tidak mengancam dan menggunakan kekerasan terhadap integritas wilayah negara berdaulat
lainnya atau negera yang seara politis telah merdeka.
Tindakan yang tidak berkesesuaian dengan tujuan didirikannya Paiagam PBB 1945 dan
Deklarasi HAM 1948. Penyiksaan dilakukan militer terhadap warga Negara Palestina,
penyiksaan dan berbagai prosedur. Penyerangan secara sistematis dan massif di wilayah-wilayah
pemukiman, termasuk terbunuhnya wartawan dan beberapa orang yang non combatan
menujukan bahwa tindakan militer Israel tidak mempertimbangkan pri-kemanusiaan.[9]
      Konflik ini dimulai setelah perang dunia kedua, ketika masyarakat Israel (yahudi) berpikir
untuk memiliki negara sendiri. Menurut sejarah mereka keluar dari tanah Israel setelah Perang
Salib karena dituduh pro-Kristen oleh tentara Islam, yang kemudian ditinggali oleh orang-orang
Filistin atau Palestine, pikiran berbentuk zionisme yang didorong oleh genosida oleh Nazi pada
perang dunia kedua. Pilihan letak negara itu tentu saja adalah tanah leluhur mereka yang pada
saat itu merupakan tanah jajahan Inggris karena secara leluhur mereka memilikinya tapi juga
secara religius beberapa tempat keagamaan Yahudi ada disana.
      Meskipun tidak secara terbuka, negara-negara barat setuju dan mendukung alasannya karena
sebelum orang Palestina tinggal disana, tanah itu adalah milik Israel. sebaliknya negara-negara
Arab berargumen bahwa adalah karena Jerman yang melakukan genosida maka tanah Jerman lah
yang harus disisihkan untuk dijadikan negara Yahudi. Dibalik semua intrik politik dan
keuntungan dan kerugian politik, strategis, dan sebagainya. Inggris secara sukarela mundur dari
negara dan memberikan siapa saja untuk mengklaimnya. berhubung Isreal lebih siap maka
mereka lebih dahulu memproklamirkan negara.
      Sebaliknya orang-orang Palestina yang telah tinggal dan besar disana tidak mau terima
mejadi bagian negara Yahudi (Dalam literatur doktrin Islam pemimpin negara harus seorang
Muslim), sehingga bangsa Israel kemudian melihat orang Palestina sebagai ancaman dalam
negeri, begitu juga dengan bangsa Palestina yang menganggap Israel sebagai penjajah baru.
Tiga Alasan Dasar Perebutan Kota Suci Jerusalem :
1.      Alasan Ekonomi
Presiden Bill Clinton sudah menjelaskan hal ini di Gedung Putih dalam wawancaranya
dengan koran Otto Citizen Canada pada tanggal 1 Desember 2000, bahwasanya “kota Jerusalem
akan menjadi tempat tujuan utama para turis internasional dan para pelancong dunia dalam
sejarah keparawisataan” dan karenanya pula ia berusaha merayu Presiden Yasir Arafat agar mau
memindahkan masjid Al-Aqsho dari sana.
Pada realitasnya, sesungguhnya musuh Israel dengan usaha keras mereka untuk
menguasai kota Jerusalem dan kota Jerusalem yang lama dengan seluruh masjid dan gereja yang
ada di dalamnya, mereka ingin menguasai dan menjadi koordinator tunggal untuk mengurusi
para Haji dan Kristiani ke sana dan mereka pula yang mengurusi kunjungan umat Islam untuk
menyempurnakan Hajinya. Dan ini akan mendatangkan pendapatan devisa yang sangat besar
yang mereka dapat dari kunjungan umat Kristiani dan umat Islam, bukan kunjungan para turis
internasional seperti yang diungkapkan Bill Clinton.
2.      Alasan Politis                                                
           Alasan ini terealisasikan lewat program mereka untuk menjadikan kota Jerusalem lama
yang memiliki posisi yang strategis dan sejarah panjang  menjadi Ibu Kota Negara yang Abadi
menurut keyakinan mereka), yang dari sanalah mereka akan menguasai seluruh wilayah
sekitarnya.
           Bariz, seorang politisi Libanon pernah bercerita ketika ada pertemuan di PBB setelah
Zionis Israel mencaplok Libanon pada tahun 1982, ketika Perdana Menteri Israel pada waktu itu
Manahen Begin, mengundang mantan Perdana Mentri Libanon Kamil Syam`un untuk
mengunjungi kota suci Jerusalem,(seperti diceritakan oleh Kamil Syam`un dalam otobiografinya
dalam bahasa Prancis) Manahen Begin berprilaku seolah-olah ia Raja Sulaiman sedangkan
Kamil Syam`un diberlakukan seolah-olah salah satu raja Al-guwaiyiim (buta huruf /bodoh) di
masa mendatang. Yang datang dari kota Shuur untuk menyembahkan rasa tunduk dan loyal
kepada raja Israel yang baru.
           Penggalan cerita ini sudah cukup sebagai simulasi untuk menjelaskan alasan yang sangat
esensi yang terwujud lewat aturan yang ada di Timur Tengah. Sebuah aturan dan undang-undang
yang ingin diberlakukan secara paksa oleh Amerika Serikat kepada seluruh wilayah itu, dengan
kerja keras untuk menyamakan aturan bagi warga Arab bagaimanapun caranya.
3.      Alasan Historis
           Dengan alasan perang budaya, maka merebut kota suci Jerusalem dan menguasai seluruh
barang bersejarah umat Islam dan Kristen di kota itu merupakan kemenangan budaya Barat atas
budaya Arab Islam, dengan keunggulan dan hegemoni politik Barat mengajak sekutunya untuk
mengusik dendam sejarah masa lalu yang berkobar dalam jiwa dan dada mereka atas budaya
Arab Islam yang mengalahkan mereka dalam perang orang-orang Barat delapan abad yang lalu.

B.     Penyebab Israel menyerang Palestina


      Konflik antara Palestina dan Israel telah berlangsung lama sejak tahun 1947. Pada masa itu
tepatnya pada bulan Mei, dilakukan pembagian wilayah antara Israel dan Palestina yang
dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hasil dari pembagian wilayah adalah 54%
dari wilayah diserahkan untuk Israel sedangkan sisanya untuk Palestina yakni 46%. Apabila
ditinjau dari segi jumlah penduduk yang ada antara Israel dan Palestina, prosentase masyarakat
Israel yakni bangsa Yahudi hanya berkisar 31,5 % dari populasi yang ada.
      Hal inilah yang menimbulkan reaksi balik dari rakyat Palestina yang memperjuangkan
kemerdekaan di tanah mereka sendiri. Sementara bangsa Yahudi menganggap pembagian yang
telah dilakukan itu tidaklah cukup. Mereka menginginkan wilayah yang lebih luas. Sejak itulah
terror yang meluas terhadap rakyat Palestina berlangsung. Pada tanggal 9 April 1948 dilancarkan
pembantaian massal, serangan yang dilakukan milisi Irqun dan sebanyak 259 penduduk tewas.
      Selanjutnya pada tanggal 14 Mei 1948  bangsa Yahudi mendeklarasikan kemerdekaannya
sebagai negara Israel. Tanah yang menjadi sengketa antara kedua bangsa merupakan koloni dari
Inggris setelah perang dunia I. bangsa Yahudi menginginkan negerinya berdiri sendiri diatas
tanah tersebut sementara di tanah tersebut juga didiami bangsa Palestina. Populasi bangsa
Yahudi saat itu hanya 56.000 sedangkan Palestina mencapai satu juta.
      Sengketa ini terus berjalan seiring dengan tekanan yang dilakukan oleh penguasa Israel.
Tentara Israel melakukan penyerangan  salah satunya adalah Ramallah, di kawasan Tepi Barat ,
Palestina. Israel mengawali blokade di Ramallah dengan mengirim anggota
      Batalion Egoz. Tentara Israel memburu warga Palestina khususnya yang dianggap sebagai
teroris Kondisi seperti itu membuat warga dan petinggi pemerintah Palestina meradang. Apalagi
respon dunia khususnya Amerika Serikat sangat lambat. Bahkan hampir dapat dikatakan tidak
ada tindakan berarti untuk menyetop pendudukan di jantung Palestina. Di kota itu, sejak tahun
1996, seiring ditariknya pasukan Israel otoritas Palestina di bawah Arafat mengatur dan
mengendalikan roda pemerintahan layaknya sebuah negara. Kota ini dipilih sebelum ibu kota
definitive Palestina yaitu Yerussalem terwujud.Selain mengepung dan menyerang kota Ramallah
pasukan Israel juga melakukan serangan kilat ke Tepi Barat. Hanya dalam waktu kurang dari tiga
hari, Kota Jenin, Tulkarem, Betlehem Qalqilya dan Nablus di Tepi Barat secara de facto berada
dalam kontrol Israel.
      Rakyat Palestina yang merasa terusir dari daerah yang mereka diami selama ratusan tahun
tidak tinggal diam saja. Mereka terus melancarkan perang terhadap Israel sehingga muncullah
perang yang terjadi antara tahun 1948, 1967 dan tahun 1971.  Perjuangan rakyat Palestina untuk
merebut kembali wilayahnya bergabung dalam suatu organisasi yaitu PLO. September tahun
1982 terjadi pembantaian besar-besaran atas pengungsi Palestina di kamp pengungsian Sabra dan
Shatila yang menewaskan 2700 pengungsi hanya dalam waktu 1 jam. Palestina sendiri akhirnya
membentuk milisi yang dikenal dengan Intifada.Perlawanan dari rakyat Palestina bergulir sejak
tahun 1987. Israel sendiri berusaha untuk meredam dengan upaya memberikan konsensi pada
perjanjian Oslo di tahun 1993 mengenai kesepakatan antara Israel dan Palestina yang akan
memberikan kesempatan kemerdekan bagi bangsa Palestina telah dilanggar pada tahun 1998.
      Harapan rakyat Palestina atas kemerdekaannya dengan berdirinya Palestina di Tepi Barat dan
Jalur Gaza dengan ibukota Yerusalem Timur ternyata mengalami kegagalan karena perjanjian
tersebut dilanggar oleh Israel. Sebaliknya dengan perjanjian tersebut semakin memperjelas
kuatnya kontrol Israel atas daerah Tepi Barat dan Jalur Gaza.  Kebijakan apartheid yang
membedakan waran dan bersifat sangat diskriminatif diterapkan. Israel sendiri telah menguasai
perekonomian di daerah Tepi Barat baik tanah maupun sumberdaya alamnya, dengan ditopang
dengan kekuatan militer yang berfungsi untuk terus mengawasi rakyat Palestina. Perlawanan
Intifada bergolak pada akhir September 2001 setelah terjadiya bentrokan antara Palestina dan
Israel dipicu oleh kedatangan Ariel Sharon yang dianggap bertanggungjawab atas pembantaian
di kamp pengungsian Sabra dan Shatila. Pada bentrokan ini 7 orang Palestina tewas dalam
Mesjid Al Aqsa.

C.    Pelanggaran Hukum Perang  pada Perang Israel Palestina


      Kekerasan demi kekerasan terus terjadi di Jalur Gaza. Hari Sabtu dan Ahad pekan pertama
Maret 2008 ini tentara Israel kembali menuai darah melalui operasi militer berskala besar ke
bagian utara wilayah Palestina tersebut. Sebanyak 67 orang Palestina tewas sementara 320 orang
lagi cedera (Republika, 03/03/08).
      Dr. Sami Abu Zuhri, Dosen Sejarah di Jamiah Islamiyah Ghaza menyebutkan kekerasan
Israel terhadap bangsa Palestina di awal Maret 2008 ini adalah tragedi pembantaian Palestina
paling berdarah sejak 1967, karena memakan jumlah korban paling banyak. Menurut Abu Zuhri,
dari total korban meninggal akibat serangan Israel itu, dua puluh lima persennya adalah anak-
anak dan kaum wanita (eramuslim, 02/03/08)).
      Kejahatan perang dalam bentuk lain terjadi pada pertengahan Januari 2008. Selama lima hari
Israel menyetop suplai listrik, bensin, dan bantuan kemanusiaan ke Gaza, suatu kekejian yang
oleh Amnesty International (2008) disebut sebagaicollective punishment (hukuman kolektif). 
      Akibat pemutusan ini, Gaza gelap gulita. Rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, hingga
perumahan hanya mengandalkan lilin dan alat penerang seadanya.  Padahal, di wilayah sesempit
360km2 ini tinggal 1.5 juta rakyat Palestina (1 juta diantaranya adalah pengungsi), dimana
hampir 50% diantaranya adalah kaum perempuan dan 48% diantaranya adalah anak-anak berusia
kurang dari 14 tahun.
      Dan ini bukan pertama kalinya. Perseteruan antara Israel dengan Palestina, embargo ekonomi
barat terhadap Palestina, dan konflik internal warga Palestina sendiri baik di jalar Gaza maupun
di Tepi Barat Sungai Yordan (West Bank) telah mengorbankan   sekian banyak anak-anak,
perempuan non combatant  (yang tak ikut berperang), para orang tua, dan orang sakit. Apa salah
mereka sehingga harus dikorbankan? Bukankah ini termasuk pelanggaran hukum perang (hukum
humaniter?)

1) Kekerasan terhadap Warga Sipil di Gaza


           Kekerasan dan penderitaan warga sipil di Gaza, utamanya perempuan dan anak-anak telah
berlangsung sama tuanya dengan penjajahan Israel di Palestina. Studi yang dilakukan oleh John
Hopkins University (USA) dan Al Quds University (Jerusalem) untuk CARE International pada
2002 menyebutkan bahwa warga Palestina memiliki problem kesehatan dan kekurangan gizi
yang tinggi. Tujuh belas setengah persen (17.5%) dari anak-anak usia 6 hingga 59 bulan
menderita kekurangan gizi kronis (chronic malnutrition). Lima puluh tiga persen (53%)
perempuan pada usia reproduktif dan 44% anak-anak didapati menderita anemia.
           Kendati demikian, apa yang terjadi setahun terakhir ini sungguh luar biasa. Luar biasa
karena dilakukan secara kolektif (collective punishment) oleh Israel bersama-sama quartet of
Middle East (PBB, Uni Eropa, AS, dan Federasi Rusia) pasca kemenangan HAMAS pada pemilu
legislatif 2006 yang menghantarkan pemimpin HAMAS, Ismail Haniya, sebagai PM Otoritas
Palestina.
           Kuartet Timur Tengah dan Israel menolak mengakui kepemimpinan HAMAS, kendati
terpilih dalam pemilu yang demokratis. Dasar utama penolakan ini, menurut mereka, adalah
karena HAMAS menolak mengakui Israel, menolak mengakui perjanjian dengan Israel yang
dilakukan sebelumnya yang mengatasnamakan otoritas Palestina, dan menolak menghentikan
kekerasan.
           Akibat penolakan ini, maka kuartet Timur Tengah dan Israel menjatuhkan sanksi ekonomi
terhadap pemerintahan HAMAS dalam bentuk menahan pendapatan pajak (tax revenues) rakyat
di dalam Otoritas Palestina, menghentikan bantuan internasional dari kuartet tersebut kepada
Otoritas Palestina, Israel membatasi pergerakan barang masuk dan keluar teritori Palestina dan
pembatasan oleh perbankan US terhadap otoritas Palestina
           Ketika pemerintahan koalisi HAMAS dan FATAH pecah pada Juni 2007 yang berujung
HAMAS menjadi penguasa de facto Jalur Gaza dan FATAH menguasai Tepi Barat, maka sanksi
ekonomi yang dijatuhkan kepada Jalur Gaza semakin ketat. Sebaliknya, sanksi ekonomi terhadap
Tepi Barat yang secara de facto dan de juredikuasai FATAH diperingan.
           Kendati sanksi ekonomi ini ditujukan kepada HAMAS, pada kenyataannya berdampak
luas pada warga sipil, utamanya perempuan dan anak-anak.  Dampak yang paling jelas adalah
terjadinya darurat kesehatan.  Malcolm Smart dari Amnesty International (2008) menyebutkan
bahwa lebih dari 40 pasien telah tewas sejak otoritas Israel menutup perbatasan dengan Gaza
pada Juni 2007. Situasi diperburuk oleh Mesir yang juga turut menutup pintu perbatasannya
dengan Gaza di daerah Rafah. Akibat penutupan ini, warga Gaza terkunci di negerinya. Tak
dapat pergi kemana-mana.  Akses pasien ke rumah sakit di luar Gaza menjadi tertutup.
Kesempatan bersekolah ataupun bekerja di luar Gaza menjadi hilang. Sementara itu Israel tetap
leluasa mengontrol Gaza, karena perjanjian yang dilakukan sebelumnya memberikan hanya
wilayah darat kepada otoritas nasional Palestina. Sebaliknya, wilayah udara dan laut Gaza tetap
dikuasai Israel.
           Penghentian pasokan listrik dan bahan bakar selama lima hari pada pertengahan Januari
2008 nyata-nyata telah mengancam  kesehatan dan keselamatan seluruh penduduk Gaza. Tidak
hanya rumah sakit yang menderita, warga-pun menderita kekurangan air bersih, karena listrik
dan bahan bakar diperlukan untuk memompa air.  Wargapun kesulitan menyimpan makanan,
karena ketiadaan listrik membuat kulkas tak dapat dihidupkan.  Bisa dipahami bila akhirnya
warga membobol tembok perbatasan Gaza dengan Mesir hanya untuk membeli makanan dan
barang keperluan sehari-hari (Yahoonews, 23/01/08).
           Kekerasan dan sanksi ekonomi yang terjadi membuat warga Gaza kini hidup di bawah
garis kemiskinan. Mereka menggantungkan hidup hanya dari bantuan internasional. Yang itupun
turut terjegal oleh blokade Israel.
           Amnesty International (2008) berpendapat bahwa Israel memiliki hak untuk membela
dirinya dari serangan roket maupun serangan bersenjata lainnya yang diluncurkan dari Gaza,
namun adalah suatu kesalahan untuk juga turut mengorbankan orang-orang yang tak turut
bertanggungjawab atas serangan roket tersebut, yaitu orang sakit, para orang tua, wanita yang tak
ikut berperang, dan anak-anak.
2)      Pelanggaran Hukum Humaniter
           Tak diragukan lagi, apa yang dilakukan Israel, kuartet Timur Tengah, maupun faksi
Palestina yang bertikai, dalam bentuk sanksi ekonomi maupun kekerasan terhadap warga
sipil non combatants adalah suatu bentuk pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional.
           Hukum humaniter atau hukum perikemanusiaan internasional adalah serangkaian
kompilasi hukum dan aturan-aturan yang berusaha untuk mengurangi dampak dari sengketa
bersenjta.  Hukum humaniter internasional memberi perlindungan hukum terhadap orang-orang
yang tidak ikut ataupun tidak lagi dapat berperang.  Hukum humaniter juga mengatur sarana dan
metode dalam berperang. Maka, hukum ini tidak melarang perang namun mengatur bahwa ketika
perang tak dapat dicegah maka sedapatpun tetap harus memperhatikan perikemanusiaan, seperti
halnya perlindungan terhadap warga sipil, tawanan perang, tentara yang terluka, dan batasan
penggunaan senjata yang diperbolehkan dalam berperang (ICRC, 2008).
           Hukum humaniter terdiri dari dari serangkaian perjanjian internasional yang diinisiasikan
sejak lahirnya gerakan palang merah internasional (1863). Di antara sumber hukum humaniter
terpenting adalah Konvensi Den Haag (1899 & 1907) dan Konvensi Geneva (1949 dan Protokol
Tambahan 1977).
           Terkait dengan perlindungan terhadap warga sipil, Konvensi Geneva ke III tahun 1949
mengatur perlindungan terhadap warga sipil yang tak ikut berperang (non combatants), termasuk
para tentara yang terluka. Mereka wajib diperlakukan sesuai standar kemanusiaan tanpa
memandang SARA. Dalam arti, pembunuhan, penyiksaan, penyanderaan, penghinaan,
perendahan martabat (degrading treatment) dan penghukuman sama sekali dilarang dilakukan
terhadap mereka.
            Konvensi ini telah diratifikasi oleh negara-negara seluruh dunia, termasuk Israel, AS,
Rusia, dan negara-negara Eropa Barat.  Disamping itu, Pasal 38 Konvensi Hak Anak (Children
Rights Convention) 1989 juga mengatur bahwa anak-anak adalah subyek dari hukum humaniter
internasional (Konvensi Geneva III 1949) yang sekali-sekali tak dapat dikorbankan ataupun
dijadikan sebagai kelompok bersenjata (combatants).
           Maka, kekerasan yang dilakukan oleh Israel, ketika mengorbankan warga sipil di Gaza,
adalah bentuk pelanggaran berat terhadap hukum humaniter, utamanya Konvensi Geneva 1949.
Hukum humaniter tidak mempersoalkan apa penyebab perang. Karena perang memang
seringkali tak dapat dicegah. Namun bahwa perang, kalaupun tetap terjadi, tak boleh sekali-
sekali mengorbankan warga sipil di Gaza.  Yaitu, perempuan, anak-anak, dan orang tua yang tak
ikut berperang. Kuartet Timur Tengah (AS, Uni Eropa, Rusia dan PBB) juga turut
bertanggungjawab dan melanggar hukum humaniter secara tidak langsung. Utamanya ketika
mereka bersetuju atas sanksi ekonomi dan membiarkan terjadinya kekerasan Israel di bumi Gaza

D.    Dampak konflik Israel-Palestina


      Seragan Israel terhadap Palestina di jalur Gaza telah banyak memakan korban, ribuan nyawa
tak berdosa melayang dengan sia-sia. Jumlah warga sipil yang tewas terus meningkat dari waktu
ke waktu. Semantara itu, konflik antar kedua negara tersebut memberikan dampak negatif pada
Israel, begitu juga Palestina.
Berikut dampak yang diakibatkan :
1.      Mendapatkan kecaman dunia internasional
Mengingat serangan Israel adalah agresor ke Hamas tak ada hentinya, memicu berbagai
penduduk di belahan dunia kian marah atas perilaku Israel. Seperti negeri Venezuela, mengusir
Duta Besar Israel Shlomo Cohen dan sejumlah stafnya. Insiden tersebut dilakukan untuk
mendesak Israel agar menghormati hukum Internasional. Negara di Amerika latin juga ikut serta
mendesak Israel menghentikan serangan ke jalur Gaza. Seperti ekuador, Colombia, dan
Guatemalapun ikut berkiprah agar dapat tercapainya gencatan senjata antar kedua Negara itu.
Disisi lain di Jakarta, kecaman juga dilontarkan oleh delegasi tokoh Masyarakat Madani
Indonesia yang terdiri atas berbagai agama. Tak hanya itu, para budayawan, artispun ikut
mendatangi kantor PBB di Jakarta. Kedatangnya tak lain adalah untuk mendesak agar Agresi
Israel segera dihentikan. Kebrutalan Israel atas Gaza sudah menyeret Israel sebagai penjahat
kemanusiaan, dan menjadikan Israel Negara abominasi oleh dunia.

2.      Dampak konflik terhadap nasib anak-anak


Perang memang tak membawa kedamaian, tapi hanya membawa kehancuran. Fenomena
seperti inilah yang terjadi sekarang ini, seperti konflik yang terjadi kian marak di Israel-
Palestina. Agresi militer itu, sedikitnya telah mengakibatkan Gedung-gedung bertingkat rubuh
seketika, masjid-masjid hancur, rumah penduduk rata dengan tanah, banyak nyawa
bergelimpanan, menambah Susana disitu semakin memilukan, beragam duka meyelimuti warga
palestina, isak tangis keluar dari wanita, pria, maupun anak-anak, darahpun berceceran. Sungguh
tragis nasib mereka alami, dan kini yang tersisa hanya puing-puing bangunan,yang masih berdir,
Tak hanya itu, dampak konflik ini juga berpengaruh dikalangan anak-anak, sekitar 59
persen penduduk jalur Gaza adalah anak-anak. Dari 220 korban tewas adalah anak-anak berusia
di bawah 17 tahun. Kejadian ini sangat menprihatinkan nasib anak-anak dipalestina.
Nasib anak-anak Palestina sangat mengenaskan, banyak anak-anak yang trauma, mereka
harus kehilangan tempat tinggal, tidak bisa sekolah, gedung sekolah hancur. Sebagai tulang
punggung negara, nasib mereka terancam, tindakan brutal para pionir-pionir Israel itu, telah
merenggut masa depan para generasi penerus palestina. Di sini Dewan Keamanan PBB harus
bertindak tegas dalam menangani masalah konflik antar dua negara ini, serta memperhatikan
nasib dan masa depan mereka.
3.      Dampak dalam bidang ekonomi
Dampak perang Jalur Gaza mengakibatkan kerusakan yang cukup besar, bukan saja
membuat warga Palestina menjadi pengungsi di tanah air mereka, namun seluruh populasi 1,8
juta Jalur Gaza kini membutuhkan bantuan makanan dan pemulihan sektor pertanian di daerah
ini tanpa bantuan jangka panjang juga tidak mungkin dilakukan.
4.      Jalur Gaza
Hujan bom dan roket di Jalur Gaza telah menghancurkan lebih dari 10 rumah sakit, sekolah,
masjid dan lembaga milik PBB serta pusat pembangkit listrik dan sistem perairan di daerah ini.
Dana yang dibutuhkan untuk merekonstruksi bangunan dan infrastruktur yang hancur tersebut
diprediksi mencapai puluhan juta dolar.
Jalur Gaza lebih dari itu adalah kawasan yang kerap dilanda perang dan tuan rumah satu
juta pengungsi Palestina, kini menyakskan penderitaan dan arus pengungsian warga yang sejak
bertahun-tahun hidup sebagai pengungsi di Gaza.
Rezim Zionis Israel di perang tahun 1948, perang pertama Arab-Israel, memaksa sejumlah
warga Palestina mengungsi dan Gaza sejak tahun itu telah menjadi tuan rumah bagi pengungsi
dan berubah menjadi kawasan rawan perang
Setelah 66 tahun pendudukan Palestina, sekitar satu juta warga Palestina hidup di kamp-
kamp pengungsi yang diawasi oleh UNRWA. Perang Gaza kali ini juga menjadi mimpi buruk
bagi rezim Zionis. Meski perang ini menimbulkan korban jiwa dan kerusakan yang cukup besar,
namun perlawanan heroik warga Palestina membuat ambisi penjajah ilegal ini tidak terealisasi.
      Rezim Zionis Israel di Gaza telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan anti
kemanusiaan. Israel kini telah menggantikan posisi rezim Apharteid Afrika Selatan. Setelah 8
tahun blokade Jalur Gaza, keluarga di daerah terisolir ini dengan perlawanan heroik mereka telah
mengirim pesan kepada para pemimpin Israel bahwa mereka akan membangun kembali rumah-
rumah mereka dan akan mengusir penjajah dari tanah air mereka.
      Berbagai analisis politik soal keuntungan dan kerugian dari masing-masing pihak ‘Israel’ dan
Palestina dari sisi politik dan militer dalam agresi ‘Israel’ ke Jalur Gaza sejak Selasa, 7 Juli lalu,
meski warga Gaza menunjukkan sikap tegar yang melegenda. Namun ada dampak dan implikasi
berupa bencana bagi warga dan infra struktur. Hal itu disimpulkan oleh Kyung-wha Kang,
asisten Sekjen PBB untuk urusan kemanusiaan dan wakil koordinasi bantuan gawat darurat di
Majlis Umum bulan lalu. Imbas dan efek yang merusak yang ditinggalkan oleh serangan militer
‘Israel’ itu sangat berbahaya. Dunia, kata Kyung sangat khawatir terhadap pengaruh agresi bagi
anak-anak dan sipil Gaza termasuk sock di masa mendatang.

     Di antara dampak agresi bersifat bencana bagi warga Jalur Gaza kerusakan lingkungan dan
unsur-unsurnya dalam segala sektor, terutama tempat tinggal, pertanian, kesuburan tanah, air dan
lain penopang kehidupan lainnya. Para pakar menyatakan, bahwa agresi ‘Israel’ telah
meninggalkan tanah menjadi terbakar. Sebagian besar wilayah Jalur Gaza tidak layak ntuk
ditinggali dan ditanami serta tidak mungkin dipulihkan. Ini akibat pencemaran akibat agresi
berulang-ulang di Jalur Gaza. Bahkan harus ada analisis kimia dan mengukur radiasi untuk
memastikan bahayanya di masa mendatang bagi kesehatan lingkungan dan manusianya di Jalur
Gaza

(Kerusakan di Gaza)

      Selain itu, lalu lintas peralatan berat militer ‘Israel’ dan dampak kerusakannya di Jalur Gaza
menyebabkan kerusakan fisik tanah dan mengurangi oksigen dan tingkat serapan air serta
mematikan tanah. Ini membutuhkan rehabilitasi jangka panjang dan biaya besar. Dimana setiap
centimeter tanah membutuhkan 100 tahun ke kondisi semula.
      Sebelum bicara kerugian dan dampak ekonomi, meski ‘Israel’ sudah menarik diri dari Jalur
Gaza dan membekukan pemukiman Yahudinya di tahun 2005 setelah menjajahnya dalam waktu
lama. Namun militer ‘Israel’ menjadi Jalur Gaza seperti penjara besar bagi lebih dari 1,6 juta
warga Palestina di wilayah yang tidak lebih dari 365 km2 , menjadi sasaran pembunuhan dan
penghancuran setiap hari secara sistematis.

      Kemiskinan, kelaparan menjadi pemandangan umum di antara warga Jalur Gaza akibat
blokade dan penutupan perlintasan terutama sejak musim panas tahun 2007. Pengangguran 60%
dari total tenaga kerja, lebih dari 2/3 penduduk Palestina di Jalur Gaza berada di bawah garis
kemiskinan.

(Kemiskinan di Gaza)

      Agresi juga menciptakan bencana ekonomi dan social. Data Palestina dari pusat HAM
internasional dan sumber-sumber pemerintah memperkirakan, disamping 2000 lebih korban
tewas, 400 di antaranya anak-anak, 10 ribu luka, kerugian ekonomi dan penghancuran sistematis
infrastruktur di Jalur Gaza akibat 51 hari agresi sangat besar. Total rumah yang menjadi target
penghancuran adalah 10.604, 1724 lainnya dihancurkan total, 8.880 rumah lainnya rusak
sebagian.

      Data lain menunjukkan 12 mobil ambulan hancur, 10 pusat pelayanan kesehatan rusak, 34
pusat kesehatan ditutup, 13 rumah sakit rusak, 16 pekerja sector kesehatan gugur, 38 luka.
Sekolah dan kampus tak selamat dari serangan, 188 sekolah rusak,152 ribu pelajar dirugikan, 6
kampus Palestina rusak dan 10 ribu mahasiswa dirugikan.

      Total kerugian ekonomi akibat agresi ke Gaza mencapai 2,4 milyar dolar US, 1.960 milyar
dolar US kerugian langsung, 440 juta dolar US kerugian tidak langsung. Belum lagi 19 fasilitas
perusahaan listrik rusak total dan sebagian. Sebagian laporan menunjukkan bahwa biaya
rekonstruksi Jalur Gaza akan menelan 5 milyar dolar US.

      Selain itu, akibat agresi ‘Israel’ ke Jalur Gaza, sebanyak 22 lembaga sosial rusak, 180 ribu
penerima santunan, 475 ribu orang terlantar akibat kekerasan ‘Israel’ dan 310 ribu orang terlantar
dan terusir dari rumah mereka dan 165 ribu terusir karena rumah mereka hancur.

      Meski kini sedang dilakukan usaha rekontruksi, namun pertanyaan terpenting adalah kapan
blockade Jalur Gaza dibebaskan? Kapan perlintasan-perlintasan dibuka? Apakah Gaza akan
memiliki pelabuhan dan bandara udara dengan penuh? Semuanya tergantung sikap bersatu
Palestina, dukungan Arab dan dunia internasional. Apalagi kesadaran barat akan citra ‘Israel’
sebagai Negara rasis makin terkuak.

     

      Peperangan Israel dan Palestina di Jalur Gaza dalam sepekan terakhir tidak saja
menimbulkan banyak korban jiwa, tapi juga menciptakan bencana ekonomi. Total kerugian
ekonomi akibat agresi ke Gaza mencapai 2,4 milyar dolar US, 1.960 milyar dolar US kerugian
langsung, 440 juta dolar US kerugian tidak langsung. Belum lagi 19 fasilitas perusahaan listrik
rusak total dan sebagian. Sebagian laporan menunjukkan bahwa biaya rekonstruksi Jalur Gaza
akan menelan 5 milyar dolar US. Selain itu, akibat agresi ‘Israel’ ke Jalur Gaza, sebanyak 22
lembaga sosial rusak, 180 ribu penerima santunan, 475 ribu orang terlantar akibat kekerasan
‘Israel’ dan 310 ribu orang terlantar dan terusir dari rumah mereka dan 165 ribu terusir karena
rumah mereka hancur.

      Selain itu konflik juga mengguncang ekonomi dunia. Yaitu harga minyak di pasar
internasional sudah mulai naik di saat perekonomian global belum pulih dari resesi. Para investor
sudah mulai menghkhawatirkan berkurangnya pasokan minyak dari Timur Tengah. Apalagi bila
konflik Israel-Palestina di Gaza terus berlanjut. Naiknya harga minyak bisa menjadi masalah
besar bila muncul sikap yang frontal dari negara-negara Arab penghasil minyak di Timur
Tengah.

      Meski dampak ekonomi di level internasional belum terlalu nampak, di tingkat regional
sudah terasa. Setidaknya, sektor wisata di wilayah Israel dan Palestina langsung drop akibat
konflik yang disebut Israel sebagai operasi militer 'Pillar of Defense' untuk menghantam
kelompok Hamas di Gaza yang bersenjatakan roket itu. Saat ini, banyak turis yang berpikir dua
kali untuk mengunjungi kota-kota wisata di dekat zona perang, seperti Yerusalem di Israel dan
Betlehem di Tepi Barat, Palestina. Tidak saja Israel yang mengalami kerugian di sektor wisata
akibat konflik. Turisme menyumbang 12 persen dari produk domestik bruto Palestina. Kota
Betlehem, yang berada di wilayah Palestina, memiliki situs-situs suci bagi umat Kristen. Gereja
Kelahiran Yesus Kristus, misalnya, selama ini menarik minat banyak umat Kristen di penjuru
dunia untuk ziarah ke sana. Sejak konflik berlangsung, Betlehem kehilangan hampir setengah
dari total turisnya. Kerugian juga melanda para pebisnis di Jalur Gaza. Tidak sedikit tempat
usaha maupun rumah mereka dan pegawai mereka hancur karena serangan udara militer Israel.
Target mereka adalah para militan Hamas, namun rudal-rudal mereka juga menembaki
bangunan-bangunan warga sipil.Kerugian total di segi ekonomi akan tergantung pada seberapa
lama konflik ini berlangsung.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
      Konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel merupakan salah satu sengketa yang
cukup panjang apabila kita menghitung waktu maupun upaya yang telah dilakukan untuk
menyelesaikan sengketa ini. Hal ini jelas memicu kembali ketegangan tidak hanya di kalangan
negara-negara Timur Tengah tetapi juga ikut menarik perhatian dari dunia.
      Konflik ini dimulai setelah perang dunia kedua, ketika masyarakat Israel (yahudi) berpikir
untuk memiliki negara sendiri, pikiran berbentuk zionisme yang didorong oleh genosida oleh
Nazi pada perang dunia kedua. Konflik antara Palestina dan Israel telah berlangsung lama sejak
tahun 1947. Pada masa itu, dilakukan pembagian wilayah antara Israel dan Palestina yang
dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hasil dari pembagian wilayah adalah 54%
dari wilayah diserahkan untuk Israel sedangkan sisanya untuk Palestina yakni 46%. Bangsa
Yahudi menganggap pembagian yang telah dilakukan itu tidaklah cukup. Mereka menginginkan
wilayah yang lebih luas. Sejak itulah terror yang meluas terhadap rakyat Palestina berlangsung.
      Seragan Israel terhadap Palestina di jalur Gaza telah banyak memakan korban, ribuan nyawa
tak berdosa melayang dengan sia-sia. Jumlah warga sipil yang tewas terus meningkat dari waktu
ke waktu. Semantara itu, konflik antar kedua negara tersebut memberikan dampak negatif pada
Israel, begitu juga Palestina.
      Sudah menjadi pemahaman umum bahwa konflik antara Palestina dan Israel seringkali
disebut sebagai konflik abadi dan tidak mungkin terselesaikan. Banyaknya keraguan akan
hadirnya perdamaian di bumi Jerussalem ini muncul dikarenakan semenjak Israel mengklaim
haknya di bumi palestina serta memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1948, sudah
banyak perjanjian yang dilakukan oleh kedua negara dengan ataupun menggunakan pihak
mediator.

DAFTAR PUSTAKA

Tauhid, Darmadi Iman.2010.Misteri Tanah yang Dijanjikan.IRCisoD : Yogyakarta.


Yahya, Harun.2005.Palestina: Zionisme dan Terorisme Israel.Dzikra : Bandung.
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik_Israel_dan_Palestina
www.tempo.co/topik/masalah/132/Konflik-Palestina-Israel-Jalur-Gaza-Gaza
Simomot.com/2014/07/14/sejarah-dan-latar-belakang-konflik-israel-palestina-dari-2000sm-
sampai-sekarang/

Anda mungkin juga menyukai