oleh :
i
ii
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
3
4
BAB I
TINJAUAN MEDIS
A. Definisi
Benigna prostate hyperplasia adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab
kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria di atas usia 60 tahun (Brunner & Suddarth,
2005).
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang terjadi sebagai hasil dari
pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat (Yuliana elin, 2011).
BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada
pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretra dan pembiasan aliran
urinarius. (Doenges, 1999).
Pendapat lain mengatakan bahwa BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
(secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000).
Kesimpulan dari keempat pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa BPH adalah
pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasi beberapa
atau semua komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan prostatika dan umumnya
terjadi pada pria dewasa lebih dari 50 tahun.
4
5
B. Etiologi
Secara pasti penyebab prostat hiplasia belum diketahui. Tetapi ada beberapa hipotesis menyebutkan
bahwa hyperplasia prostate erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestoteron (DHT) dan proses
menjadi tua (aging). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostate
adalah :
1. Teori DTH
Pembesaran prostat diaktifkan oleh testosteron dan DHT. Testosteron dikonversi menjadi
dihydrotestos oleh enzim alpha-5 reduktase yang dihasilkan oleh prostat. DHT jauh lebih aktif
dibandingkan dengan testosteron dalam mesntimulus pertumbuhan proliferasi prostat.
2. Faktor usia
Peningkatan usia akan membuat ketidakseimbangan rasio antara estrogen dan testosteron.
Dengan meningkatnya kadar estrogen diduga berkaitan dengan terjadinya hiperplasia stroma,
sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel
tetapi kemudian estrogen lah yang berperan untuk perkembangan stroma.
3. Faktor growth
Cuncha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostate secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah
sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DTH dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu
growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan
atuokrim, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya proliperasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
4. Meningkatnya masa hidup sel-sel prostate
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostate adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostasis kelenjar prostate. Pada apoptosisi terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel
disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian
sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostate pada prostate dewasa, penambahan jumlah sel-sel
prostate baru dengan yang mati dengan keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel secara
keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan masa prostate.
C. Patofisiologi
5
6
awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-buli dan daerah
prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul
sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan
berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien
tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin.
Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
( Baradero, dkk 2007).
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan aliran
urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing terputus-
putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan untuk
memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika
urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga
pasien merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang
mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan
adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi
dan nyeri saat berkemih /disuria ( Purnomo, 2011).
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan
terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko ureter,
hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi
infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan
menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan
terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan
iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan
bila terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).
Hiperplasi Prostat
6
7
nyeri
D. Manifestasi klinis
LUTS (lower urinary tract symtom)
Pembesaran prostate menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran
urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan
urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus
menerus menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut,
oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract
symptom (LUTS).
7
8
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk mengeluarkan
urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatuque) sehingga jatuh kedalam fase
dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urine akut.
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostate Hipertrofi:
1. Retensi urin
2. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing
3. Miksi yang tidak puas
4. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)
5. Pada malam hari miksi harus mengejan
6. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)
7. Massa pada abdomen bagian bawah h. Hematuria
8. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin)
9. Kesuliatan mengawali dan mengakhiri miksi
10. Kolik renal
11. Berat badan turun
12. Anemia kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih
sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Kerana urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka
mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan colok dubur adalah memasukan jari telunjuk yang sudah diberi pelicin kedalam
lubang dubur. Pada pemeriksaan colok dubur dinalai :
8
9
F. Penatalaksanaan
1. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien dianjurkan untuk
mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar tidak terjadi nokturia,
menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan
tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Pasien dianjurkan
untuk menghindari mengangkat barang yang berat agar perdarahan dapat dicegah.
Ajurkan pasien agar sering mengosongkan kandung kemih (jangan menahan kencing
terlalu lama) untuk menghindari distensi kandung kemih dan hipertrofi kandung kemih.
Secara periodik pasien dianjurkan untuk melakukan control keluhan, pemeriksaan
laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur (Purnomo, 2011).
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat menurut Purnomo (2011) dapat diperkirakan
dengan mengukur residual urin dan pancaran urin:
a Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat diukur dengan
cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan
USG setelah miksi.
b Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah urin
dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat urofometri
yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin.
2. Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada penderita BPH
adalah :
a Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk
mengurangi tekanan pada uretra
b Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa blocker
(penghambat alfa adrenergenik)
9
10
10
11
3) Fitofarmaka/fitoterapi
Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya
misalnya pygeum africanum, saw palmetto, serenoa repeus dll. Afeknya
diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1-2 bulan dapat memperkecil volum
prostat.
3. Terapi bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan pembedahan didasarkan
pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio urin berulang, hematuri, tanda penurunan
fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dan perubahan fisiologi pada prostat. Waktu
penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi.
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi :
pembedahan terbuka dan pembedahan endourologi.
a Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa
digunakan adalah :
1) Prostatektomi suprapubik
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen.
Insisi dibuat dikedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangat dari atas.
Teknik demikian dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan
komplikasi yang mungkin terjadi ialah pasien akan kehilangan darah yang
cukup banyak dibanding dengan metode lain, kerugian lain yang dapat terjadi
adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah
abdomen mayor.
2) Prostatektomi perineal
Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui suatu insisi
dalam perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat berguan untuk biopsy
terbuka. Pada periode pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena
insisi dilakukan dekat dengan rectum. Komplikasi yang mungkin terjadi dari
tindakan ini adalah inkontinensia, impotensi dan cedera rectal.
3) Prostatektomi retropubik
Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi abdomen
rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung
11
12
kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk kelenjar
prostat yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang
lebih dapat dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi
infeksi dapat terjadi diruang retropubik.
b Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral dapat dilakukan
dengan memakai tenaga elektrik diantaranya:
1) Transurethral Prostatic Resection (TURP)
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan, reseksi
kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan cairan irigan
(pembilas) agar daerah yang akan dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi
TURP ialah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90
gr.Tindakan ini dilaksanakan apabila pembesaran prostat terjadi dalam lobus
medial yang langsung mengelilingi uretra. Setelah TURP yang memakai
kateterthreeway. Irigasi kandung kemih secara terus menerus dilaksanakan
untuk mencegah pembekuan darah. Manfaat pembedahan TURP antara lain
tidak meninggalkan atau bekas sayatan serta waktu operasi dan waktu tinggal
dirumah sakit lebih singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak enak pada
kandung kemih, spasme kandung kemih yang terus menerus, adanya
perdarahan, infeksi, fertilitas (Baradero dkk, 2007).
2) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini dilakukan
apabila volume prostat tidak terlalu besar atau prostat fibrotic. Indikasi dari
penggunan TUIP adalah keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat
normal/kecil (30 gram atau kurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan
memasukan instrument kedalam uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada
prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan
mengurangi konstriksi uretral. Komplikasi dari TUIP adalah pasien bisa
mengalami ejakulasi retrograde (0-37%) (Smeltzer dan Bare, 2002).
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah :
12
13
13
14
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subjek maupun objektif pada gangguan sistem pernafasan
sehubungan dengan cidera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya
komplikasi paa orga vital lainya. Pengkajian keperawatan cidera kepala meliputi anamnesis
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial
a. Data biografi
Meliputi :
1. Identitas pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, suku atau bangsa, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, catatan kedatangan.
2. Keluarga terdekat yang dapat dihubungi yaitu nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, alamat, dan sumber informasi, beserta nomor telepon.
b. Riwayat kesehatan atau perawatan
Meliputi :
1. Keluhan utama/alasan masuk rumah sakit. Biasanya klien mengeluh nyeri pada saat
miksi, pasien juga mengeluh sering BAK berulang-ulang, terbangun untuk miksi pada
malam hari, perasaan ingin miksi yang sangat mendesak, harus mengedan, kencing
terputus-putus.
2. Riwayat kesehatan sekarang
- Pasien mengeluh sakit pada saat miksi dan harus menunggu lama, dan harus
mengedan.
- Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual
- Paasien mengatakan buang air kecil tidak terasa
- Pasien mengeluh BAK berulang-ulang
- Pasien mengeluh sering terbangun untuk miksi pada malam hari.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien pernah menderita BPH sebelumnya dan apakah pasien pernah dirawat di
rumah sakit sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Mungkin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang menderita penyakit yang sama
dengan penyakit pasien sekarang
c. Pola fungsi kesehatan
Meliputi :
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi dan metabolisme, pola eliminasi, pola
aktivitas dan latihan, pola istirahat dan tidur, pola kognitif dan persepsi, persepsi diri dan
konsep diri, pola peran hubungan, pola seksual dan reproduksi, pola koping dan toleransi
stress keyakinan dan kepercayaan.
d. Pemeriksaan fisik
14
15
Pada waktu melakukan inspeksi keadaan umum pasien mengalami tanda-tanda penurunan
mental seperti neuropati perifer. Pada waktu palpasi adanya nyeri tekan pada kandung kemih.
Data dasar pengkajian pasien
1. Sirkulasi
Tanda : peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
2. Eliminasi
Gejala :
- Penurunan kekuatan/ dorongan aliran urine tetesan
- Keragu-raguan dalam berkemih awal
- Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan
dan frekuensi berkemih.
- Nokturia, dysuria, haemturia
- Duduk untuk berkemih
- Infeksi saluran kemih berulang, riwayat batu (statis urinaria)
- Konstivasi (protrusi prostat kedalam rectum.
Tanda :
- Masa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri tekan kandung
kemih
- Hernia inguinalis, henorrhoid (mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang
memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan)
3. Makanan/cairan
Gejala:
- Anoreksia, mual, muntah
- Penurunan berat badan
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala:
- Nyeri suprapublik, panggul atau punggung, tajam, kuat (pada prostates akut)
- Nyeri punggung bawah
5. Keamanan
Gejala:
- demam
6. Seksualitas
Gejala :
- Masalah tentang efek kondisi/ penyakit kemampuan seksual
- Takut inkontinentia/menetes selama berhubungan intim
- Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi
15
16
B. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih
b. Resti infeksi berhubungan dengan statis urin atau iritasi kandung kemih
c. Retensi urine berhubungan dengan dekompensasi otot destrusor
16
17
Kolaborasi:
Masukan kateter
dan dekatkan untuk
kelancaran drainase
Lakukan masase
prostate Pengaliran kandung
Berikan obat sesuai kemih menurunkan
indikasi: naskotik, tegangan dan
contoh: epiridin kepekaan kelenjar
(demorot) Membantu dalam
Anti bacterial, evakuasi duktus
comtoh: metenamin kelenjar untuk
hipurat (hiprex) menghilangkan
Anti spamodik dan kongesti atau
sadative kandung inflamasi. Kontra
17
18
Mandiri:
Pertahankan sistem
kateter steril,
berikan perawatn
kateter reguler
2 Resiko tinggi Tidak dengan sabun dan
. infeksi Setelah mengalami air, berikan salep
berhubungan dilakukan tanda infeksi anti biotik disekitar
dengan statis intervensi (rubor, dolor, sisi kateter.
urin keperawatan, kolor, tumor, Ambulasi dengan Mencegah
diharapkan tidak fungsio laesa) kantung drainase pemasukan bakteri
terjadi infeksi Mencapai dependent dan infeksi/sepsis
waktu Awasi tanda vital, lanjut
penyembuhan perhatikan demam Menghindari reflek
optimal ringan, menggigil, balik urine, yang
TTV normal : nadi dan pernapasan dapat memasukan
TD : 120/80- cepat, gelisah, peka, bakteri kedalam
130/90 disorentasi kandung kemih
N: 80- Observasi drainase Pasien yang
100x/menit dari luka, sekitar mengalami
RR: 16- kateter suprapublik. sistoskopi dan/atau
24x/menit Ganti balutan TUR prostat
S: 36,5-37,5°C dengan sering beresiko untuk
Nilai lab (insisupra/retropubli syok bedah/septik
normal: k dan perineal), sehubungan dengan
18
19
Mungkin diberikan
secara profilaktik
sehubungan dengan
3. Retensi urine peningkatan risiko
berhubungan Menunjukan infeksi pada
dengan Setelah residu pasca Mandiri: prostatektomi
dekompensas dilakuakan berkemih Dorong pasien
i otot intervensi kurang dari 50 untuk berkemih 2-4
destrusor keperawatan ml dengan tak jam dan bila tiba-
diharapkan adanya tiba dirasakan Meminimalkan
retensi urine tetesan/kelebiha Tanyakan pasien retensi urine
teratasi/berkuran n aliran. tentang distensi berlebihan
g Berkemih inkontinensia stress pada kandung
dengan jumlah Observasi aliran kemih
yang cukup tak urine, perhatikan Tekanan ureteral
teraba distensi ukuran dan tinggi
kandung kemih kekuatan mengahambat
Mampu Awasi dan catat pengosongan
mengosongkan waktu dan jumlah kandung kemih/
kandung kemih tiap berkemih, dapat menghambat
dengan lengkap perhatikan berkemih sampai
Tidak terjadi penurunan haluran tekanan meningkat
keraguan saat urine dan perubahan cukup untuk
miksi berat jenis mengeluarkan urine
inkontinesia/ Perkusi/ palpasi area secara tidak sadar
19
20
20
21
Antispasmodik,
comtoh : oksibutinin
klorida (ditropan)
Fenoksibenzamin
(dibenzyline)
Menghilangkan
Irigasi kateter sesuai spasme kandung
indikasi kemih sehubungan
Monitor laboratory dengan iritasi oleh
studies : BUN, kateter
kreatinin, elektrolit Diberikan untuk
Urinalisa dan kultur membuat berkemih
lebih mudah
dengan
merelaksasikan otot
polos prostat dan
menurunkan
tahanan terhadap
aliran urine.
Digunakan dengan
kewaspadaan
karena mengecilkan
kelenjar dan
mempunyai efek
samping tak enak
seperti pusing dan
menimbulkan
uremia
Stasis urineria
potensial untuk
pertumbuhan
bakteri,
peningkatan risiko
ISK
21
22
22
23
BAB III
23
24
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
24
25
DAFTAR PUSTAKA
25