Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN BENIGNA PROSTATE HYPERPLASIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Yang dibina oleh Ns. Ginanjar Sasmito Adi.,M.Kep.,Sp.Kep.M.B

oleh :

1. Bagus Dwi Setiawan (1701021001)


2. Riska Agustin Isrofi (1701021007)
3. Dwi ayu safitri (1701021008)
4. Yoga Aries S (17010210011)
5. Irma Oktaviana (17010210014)
6. Nabilla Putri Lestari (17010210015)
7. Diajeng Lenggah P (17010210016)
8. Nabella Astrina P (17010210017)
9. Hildawati (17010210021)
10.Istib Syaro (17010210023)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

i
ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji bagi Allah yang telah membantu


kami dalam menyelesaikan Tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
tentang “Asuhan Keperawatan Pasien dengan BPH” ini dengan penuh
kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam juga semoga selalu
tercurah limpahkan kepada Baginda tercinta Nabi Muhammad SAW.
Tugas ini dibuat berdasarkan tugas yang diberikan oleh Dosen
Pembimbing saya, Bapak Ns. Ginanjar Sasmito Adi.,M.Kep.,Sp.Kep.M.B.
Semoga tugas ini dapat memenuhi nilai mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah,
walaupun kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna . Oeh
karena itu, kritik dan saran dari bapak sangat kami harapkan. Terima kasih.
Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Jember, Mei 2019


3

DAFTAR ISI

3
4

BAB I

TINJAUAN MEDIS

A. Definisi

Benigna prostate hyperplasia adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab
kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria di atas usia 60 tahun (Brunner & Suddarth,
2005).

Benigna prostate hyperplasma adalah pertumbuhan nodul-nodel fibriadenomatosa mejemuk


dalam prostate, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliperasi yang terbatas dan
tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa (Sylvia A. Price, 2006).

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang terjadi sebagai hasil dari
pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat (Yuliana elin, 2011).
BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada
pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretra dan pembiasan aliran
urinarius. (Doenges, 1999).
Pendapat lain mengatakan bahwa BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
(secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000).
Kesimpulan dari keempat pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa BPH adalah
pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasi beberapa
atau semua komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan prostatika dan umumnya
terjadi pada pria dewasa lebih dari 50 tahun.

4
5

B. Etiologi

Secara pasti penyebab prostat hiplasia belum diketahui. Tetapi ada beberapa hipotesis menyebutkan
bahwa hyperplasia prostate erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestoteron (DHT) dan proses
menjadi tua (aging). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostate
adalah :

1. Teori DTH
Pembesaran prostat diaktifkan oleh testosteron dan DHT. Testosteron dikonversi menjadi
dihydrotestos oleh enzim alpha-5 reduktase yang dihasilkan oleh prostat. DHT jauh lebih aktif
dibandingkan dengan testosteron dalam mesntimulus pertumbuhan proliferasi prostat.
2. Faktor usia
Peningkatan usia akan membuat ketidakseimbangan rasio antara estrogen dan testosteron.
Dengan meningkatnya kadar estrogen diduga berkaitan dengan terjadinya hiperplasia stroma,
sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel
tetapi kemudian estrogen lah yang berperan untuk perkembangan stroma.
3. Faktor growth
Cuncha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostate secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah
sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DTH dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu
growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan
atuokrim, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya proliperasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
4. Meningkatnya masa hidup sel-sel prostate
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostate adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostasis kelenjar prostate. Pada apoptosisi terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel
disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian
sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostate pada prostate dewasa, penambahan jumlah sel-sel
prostate baru dengan yang mati dengan keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel secara
keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan masa prostate.

C. Patofisiologi

Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk


dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi
yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan
hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang
jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostad terjadi secara perlahan-lahan
sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap

5
6

awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-buli dan daerah
prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul
sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan
berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien
tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin.
Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
( Baradero, dkk 2007).
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan aliran
urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing terputus-
putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan untuk
memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika
urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga
pasien merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang
mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan
adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi
dan nyeri saat berkemih /disuria ( Purnomo, 2011).
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan
terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko ureter,
hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi
infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan
menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan
terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan
iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan
bila terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).

Hiperplasi Prostat

Kelnjar stoma fibrosa otot polos


Pembesaran prostat

Retensi leher buli-buli & daerah prostat meningkat &

6
7

otot destrusor menebal& meregang

fase destrusor/kompensasi sakulasi/divvertikel

tekanan vesika lebih keadaan berlanjut retensi kronik


tinggi daripada tekanan
sfingter&obstruksi relfik vesikoureter,
destrusor lelah hidroureter, gagal ginjal
inkontenensia paradoks
dekompensasi
px miksi mengejan
retensi urin
hernia/hemoroid
obstruksi urin statis urin

kandung kemih belum aliran urin tidak deras


kosong/urin tersisa atau setelah berkemih alkalin
masih ada urin yang menetes,
terbentuknya batu endapan kencing terputus-putus pertumbuhan bakteri

keluhan iritasi&hematuria px kesulitan untuk berkemih resiko infeksi

vesika urinaria mengalami iritasi

interval disetiap berkemih menjadi


pendek (nokturi&frekuensi)

nyeri

D. Manifestasi klinis
LUTS (lower urinary tract symtom)
Pembesaran prostate menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran
urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan
urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus
menerus menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut,
oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract
symptom (LUTS).

7
8

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk mengeluarkan
urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatuque) sehingga jatuh kedalam fase
dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urine akut.

Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostate Hipertrofi:

1. Retensi urin
2. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing
3. Miksi yang tidak puas
4. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)
5. Pada malam hari miksi harus mengejan
6. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)
7. Massa pada abdomen bagian bawah h. Hematuria
8. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin)
9. Kesuliatan mengawali dan mengakhiri miksi
10. Kolik renal
11. Berat badan turun
12. Anemia kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih
sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Kerana urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka
mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.

E. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan colok dubur

Pemeriksaan colok dubur adalah memasukan jari telunjuk yang sudah diberi pelicin kedalam
lubang dubur. Pada pemeriksaan colok dubur dinalai :

a. Tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernosus (BCR) A


b. Mencari kemungkinan adanya masa didalam lumen rectum.
c. Menilai keadaan prostate.
2. Laboratorium
a. Urinalisa untuk melihat adanya infeksi, hematuria.
b. Ureum, creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal
3. Pengukuran derajat berat obstruksi
a. Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan (normal sisa urin kosong
dan batas intervensi sisa urin lebih dari 100 cc).
b. Pancaran urin (uroflowmetri)
Syarat : jumlah urin dalam vesika 125 s/d 150 ml. Angka normal rata-rata 10 s/d 12
ml/detik, obstruksi ringan 6-8 ml/detik.
4. Pemeriksaan lain
a. BNO/VP untuk menentukan adanya ventrikel, penebalan bladder.
b. USG dengan transuretal ultrasonografi prostat (TRUS P) untuk menentukan volume
prostat

8
9

c. Trans-abdominal USG : untuk mendeteksi bagian prostat yang menonjol ke buli-buli


yang dapat dipakai untuk meramalkan derajat berat obstrukis apabila ada batu dalam
vesika
d. Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada dinding bladder.

F. Penatalaksanaan
1. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien dianjurkan untuk
mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar tidak terjadi nokturia,
menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan
tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Pasien dianjurkan
untuk menghindari mengangkat barang yang berat agar perdarahan dapat dicegah.
Ajurkan pasien agar sering mengosongkan kandung kemih (jangan menahan kencing
terlalu lama) untuk menghindari distensi kandung kemih dan hipertrofi kandung kemih.
Secara periodik pasien dianjurkan untuk melakukan control keluhan, pemeriksaan
laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur (Purnomo, 2011).
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat menurut Purnomo (2011) dapat diperkirakan
dengan mengukur residual urin dan pancaran urin:
a Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat diukur dengan
cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan
USG setelah miksi.
b Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah urin
dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat urofometri
yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin.
2. Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada penderita BPH
adalah :
a Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk
mengurangi tekanan pada uretra
b Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa blocker
(penghambat alfa adrenergenik)

9
10

c Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone testosterone/


dehidrotestosteron (DHT).
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut Purnomo
(2011) diantaranya : penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa
reduktase, fitofarmaka.
1) Penghambat adrenergenik alfa
Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin,
doxazosin,terazosin,afluzosin  atau yang lebih selektif alfa 1a (Tamsulosin). Dosis
dimulai 1mg/hari sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari.
Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik karena secara selektif dapat
mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat
ini menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di
trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadi relakasi
didaerah prostat. Obat-obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan
laju pancaran urin. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika
sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien
mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu setelah ia mulai
memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing, sumbatan di
hidung dan lemah. Ada obat-obat yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin
maka perlu dihindari seperti antikolinergenik, antidepresan, transquilizer,
dekongestan, obatobat ini mempunyai efek pada otot kandung kemih dan sfingter
uretra.
2) Pengahambat enzim 5 alfa reduktase
Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari.
Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang
membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa
bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih
diperdebatkan karena obat ini baru menunjukkan perbaikan sedikit/ 28 % dari
keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila dilakukan terus menerus, hal
ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek samping dari obat
ini diantaranya adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi.

10
11

3) Fitofarmaka/fitoterapi
Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya
misalnya pygeum africanum, saw palmetto, serenoa repeus dll. Afeknya
diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1-2 bulan dapat memperkecil volum
prostat.
3. Terapi bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan pembedahan didasarkan
pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio urin berulang, hematuri, tanda penurunan
fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dan perubahan fisiologi pada prostat. Waktu
penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi.
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi :
pembedahan terbuka dan pembedahan endourologi.
a Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa
digunakan adalah :
1) Prostatektomi suprapubik
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen.
Insisi dibuat dikedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangat dari atas.
Teknik demikian dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan
komplikasi yang mungkin terjadi ialah pasien akan kehilangan darah yang
cukup banyak dibanding dengan metode lain, kerugian lain yang dapat terjadi
adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah
abdomen mayor.
2) Prostatektomi perineal
Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui suatu insisi
dalam perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat berguan untuk biopsy
terbuka. Pada periode pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena
insisi dilakukan dekat dengan rectum. Komplikasi yang mungkin terjadi dari
tindakan ini adalah inkontinensia, impotensi dan cedera rectal.
3) Prostatektomi retropubik
Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi abdomen
rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung

11
12

kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk kelenjar
prostat yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang
lebih dapat dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi
infeksi dapat terjadi diruang retropubik.
b Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral dapat dilakukan
dengan memakai tenaga elektrik diantaranya:
1) Transurethral Prostatic Resection (TURP) 
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan, reseksi
kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan cairan irigan
(pembilas) agar daerah yang akan dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi
TURP ialah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90
gr.Tindakan ini dilaksanakan apabila pembesaran prostat terjadi dalam lobus
medial yang langsung mengelilingi uretra. Setelah TURP yang memakai
kateterthreeway. Irigasi kandung kemih secara terus menerus dilaksanakan
untuk mencegah pembekuan darah. Manfaat pembedahan TURP antara lain
tidak meninggalkan atau bekas sayatan serta waktu operasi dan waktu tinggal
dirumah sakit lebih singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak enak pada
kandung kemih, spasme kandung kemih yang terus menerus, adanya
perdarahan, infeksi, fertilitas (Baradero dkk, 2007).
2) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini dilakukan
apabila volume prostat tidak terlalu besar atau prostat fibrotic. Indikasi dari
penggunan TUIP adalah keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat
normal/kecil (30 gram atau kurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan
memasukan instrument kedalam uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada
prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan
mengurangi konstriksi uretral. Komplikasi dari TUIP adalah pasien bisa
mengalami ejakulasi retrograde (0-37%) (Smeltzer dan Bare, 2002).

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah :

12
13

a. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal


ginjal.
b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi
c. Hernia/homoroid
d. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu
e. Hematuria
f. Sistitis dan pielonefritis

13
14

BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengumpulan data klien baik subjek maupun objektif pada gangguan sistem pernafasan
sehubungan dengan cidera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya
komplikasi paa orga vital lainya. Pengkajian keperawatan cidera kepala meliputi anamnesis
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial

a. Data biografi
Meliputi :
1. Identitas pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, suku atau bangsa, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, catatan kedatangan.
2. Keluarga terdekat yang dapat dihubungi yaitu nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, alamat, dan sumber informasi, beserta nomor telepon.
b. Riwayat kesehatan atau perawatan
Meliputi :
1. Keluhan utama/alasan masuk rumah sakit. Biasanya klien mengeluh nyeri pada saat
miksi, pasien juga mengeluh sering BAK berulang-ulang, terbangun untuk miksi pada
malam hari, perasaan ingin miksi yang sangat mendesak, harus mengedan, kencing
terputus-putus.
2. Riwayat kesehatan sekarang
- Pasien mengeluh sakit pada saat miksi dan harus menunggu lama, dan harus
mengedan.
- Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual
- Paasien mengatakan buang air kecil tidak terasa
- Pasien mengeluh BAK berulang-ulang
- Pasien mengeluh sering terbangun untuk miksi pada malam hari.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien pernah menderita BPH sebelumnya dan apakah pasien pernah dirawat di
rumah sakit sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Mungkin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang menderita penyakit yang sama
dengan penyakit pasien sekarang
c. Pola fungsi kesehatan
Meliputi :
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi dan metabolisme, pola eliminasi, pola
aktivitas dan latihan, pola istirahat dan tidur, pola kognitif dan persepsi, persepsi diri dan
konsep diri, pola peran hubungan, pola seksual dan reproduksi, pola koping dan toleransi
stress keyakinan dan kepercayaan.
d. Pemeriksaan fisik
14
15

Pada waktu melakukan inspeksi keadaan umum pasien mengalami tanda-tanda penurunan
mental seperti neuropati perifer. Pada waktu palpasi adanya nyeri tekan pada kandung kemih.
Data dasar pengkajian pasien
1. Sirkulasi
Tanda : peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
2. Eliminasi
Gejala :
- Penurunan kekuatan/ dorongan aliran urine tetesan
- Keragu-raguan dalam berkemih awal
- Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan
dan frekuensi berkemih.
- Nokturia, dysuria, haemturia
- Duduk untuk berkemih
- Infeksi saluran kemih berulang, riwayat batu (statis urinaria)
- Konstivasi (protrusi prostat kedalam rectum.
Tanda :
- Masa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri tekan kandung
kemih
- Hernia inguinalis, henorrhoid (mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang
memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan)
3. Makanan/cairan
Gejala:
- Anoreksia, mual, muntah
- Penurunan berat badan
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala:
- Nyeri suprapublik, panggul atau punggung, tajam, kuat (pada prostates akut)
- Nyeri punggung bawah
5. Keamanan
Gejala:
- demam
6. Seksualitas
Gejala :
- Masalah tentang efek kondisi/ penyakit kemampuan seksual
- Takut inkontinentia/menetes selama berhubungan intim
- Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi

7. Penyuluhan dan pembelajaran


Gejala :
- Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal

15
16

- Penggunaan antihipersensitif atau antidefresan, antibiotik urinaria atau gen


antibiotik , obat yang dijual bebas, batuk flu/ alergi obat mengandung
simpatomimetik
8. Aktifitas/istirahat
- Riwayat pekerjaan
- Lamanya istirahat
- Aktifitas sehari-hari
- Pengaruh penyakit terhadap istirahat
9. Hygiene
- Penampilan umum
- Aktifitas sehari-hari
- Kebersihan tubuh
- Frekwensi mandi
10. Integritas ego
- Pengaruh penyakit terhadap stress
- Gaya hidup
- Masalah finansial
11. Neurosensori
- Apakah ada sakit kepala
- Status mental
- Ketajaman penglihatan
12. Pernapasan
- Apakah ada sesak napas
- Riwayat merokok
- Frekwensi pernapasan
- Bentuk dada
- Auskultasi
13. Interaksi sosial
- Status perkawinan
- Hubungan dalam masyarkat
- Pola interkasi keluarga
- Komunikasi verbal/non verbal

B. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih
b. Resti infeksi berhubungan dengan statis urin atau iritasi kandung kemih
c. Retensi urine berhubungan dengan dekompensasi otot destrusor

16
17

C. Rencana asyhan keperawatan

N Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


O keperawatan
1. Gangguan Setelah  Melaporkan Mandiri:  Memberikan
rasa nyaman: dilakukan nyeri  Kaji nyeri, informasi untuk
nyeri intervensi hilang/berkuran perhatikan lokasi, membantu dalam
berhubungan keperawatan, g intensitas (skala 0- menentukan pilihan
dengan diharapkan nyeri  Skala nyeri 10) lamanya atau keefektivan
distensi hilang atau ringan (0-3),  Plester selang intervensi
kandung berkurang sedang (4- drainase pada paha  Mencegah
kemih 7),berat(8-10) dan kateter pada penarikan kandung
 Pasien tampak abdomen kemih dan erosi
rileks  Pertahankan tirah pertemuan penis-
 Pasien tidak baring sekrotal
meringis  Berikan tindakan  Tirah baring
 Tanda-tanda kenyamanan, mungkin
vital dalam contoh: pijatan diperlukan pada
batas normal punggung, awal selama fase
 TD : 120/80- membantu pasien retensio akut.
130/90 melakukan posisi Namun, ambulasi
 N: 80- yang nyaman, dini dapat
100x/menit mendorong memperbaiki pola
 RR: 16- penggunaan berkemih normal
24x/menit ralaksasi/latihan dan menghilangkan
 S: 36,5-37,5°C napas dalam: nyeri kolik.
 Klien tampak aktifitas terapeotik  Meningkatkan
mendemonstras relaksasi,
ikan tehnik memfokuskan
relaksasi napas kembali perhatian,
dalam kembali perhatian,
dan dapat
meningkatkan
kemampuan koping

Kolaborasi:
 Masukan kateter
dan dekatkan untuk
kelancaran drainase
 Lakukan masase
prostate  Pengaliran kandung
 Berikan obat sesuai kemih menurunkan
indikasi: naskotik, tegangan dan
contoh: epiridin kepekaan kelenjar
(demorot)  Membantu dalam
 Anti bacterial, evakuasi duktus
comtoh: metenamin kelenjar untuk
hipurat (hiprex) menghilangkan
 Anti spamodik dan kongesti atau
sadative kandung inflamasi. Kontra

17
18

kemih, contoh: indikasi bila infeksi


flavoksat (urispas), terjadi
oksibutinin  Diberikan untuk
(ditropan) menghilangkan
nyeri berat,
memberikan
relaksasi mental
dan fisik.
 Menurunkan
adanya bakteri
dalam traktus
urinarius juga yang
dimasukan melalui
sistem drainase
 Menghilangkan
kepekaan kandung
kemih

Mandiri:
 Pertahankan sistem
kateter steril,
berikan perawatn
kateter reguler
2 Resiko tinggi  Tidak dengan sabun dan
. infeksi Setelah mengalami air, berikan salep
berhubungan dilakukan tanda infeksi anti biotik disekitar
dengan statis intervensi (rubor, dolor, sisi kateter.
urin keperawatan, kolor, tumor,  Ambulasi dengan  Mencegah
diharapkan tidak fungsio laesa) kantung drainase pemasukan bakteri
terjadi infeksi  Mencapai dependent dan infeksi/sepsis
waktu  Awasi tanda vital, lanjut
penyembuhan perhatikan demam  Menghindari reflek
optimal ringan, menggigil, balik urine, yang
 TTV normal : nadi dan pernapasan dapat memasukan
TD : 120/80- cepat, gelisah, peka, bakteri kedalam
130/90 disorentasi kandung kemih
N: 80-  Observasi drainase  Pasien yang
100x/menit dari luka, sekitar mengalami
RR: 16- kateter suprapublik. sistoskopi dan/atau
24x/menit  Ganti balutan TUR prostat
S: 36,5-37,5°C dengan sering beresiko untuk
 Nilai lab (insisupra/retropubli syok bedah/septik
normal: k dan perineal), sehubungan dengan

18
19

Leukosit: 5000- pembersihan dan manipulasi/instrum


10000 pengeringan kulit entasi
Hb : 14-16 sepanjang waktu  Adanya drain, insisi
mmHg  Gunakan pelindung suprapublik
kulit tipe ostomi meningkatkan
resiko untuk
infeksi, yang
Kolaborasi diinduksikan
Berikan anti biotik sesuai dengan eritema,
indikasi drainase purulen.
 Balutan basah
menyebabkan kulit
iritasi dan
memberikan media
untuk pertumbuhan
bakteri,
peningkatan risiko
infeksi luka.
 Memberikan
perlindungan untuk
kulit sekitar,
mencegah eksoriasi
dan menurunkan
risiko infeksi.

 Mungkin diberikan
secara profilaktik
sehubungan dengan
3. Retensi urine peningkatan risiko
berhubungan  Menunjukan infeksi pada
dengan Setelah residu pasca Mandiri: prostatektomi
dekompensas dilakuakan berkemih  Dorong pasien
i otot intervensi kurang dari 50 untuk berkemih 2-4
destrusor keperawatan ml dengan tak jam dan bila tiba-
diharapkan adanya tiba dirasakan  Meminimalkan
retensi urine tetesan/kelebiha  Tanyakan pasien retensi urine
teratasi/berkuran n aliran. tentang distensi berlebihan
g  Berkemih inkontinensia stress pada kandung
dengan jumlah  Observasi aliran kemih
yang cukup tak urine, perhatikan  Tekanan ureteral
teraba distensi ukuran dan tinggi
kandung kemih kekuatan mengahambat
 Mampu  Awasi dan catat pengosongan
mengosongkan waktu dan jumlah kandung kemih/
kandung kemih tiap berkemih, dapat menghambat
dengan lengkap perhatikan berkemih sampai
 Tidak terjadi penurunan haluran tekanan meningkat
keraguan saat urine dan perubahan cukup untuk
miksi berat jenis mengeluarkan urine
 inkontinesia/  Perkusi/ palpasi area secara tidak sadar

19
20

menetes tidak lagi supra publik  Berguna untuk


terjadi lagi  Doorng masukan mengevaluasi
cairan 3000 ml obstruksi dan
sehati, dalam pilihan intervensi
toleransi jantung  Retensi urine
bila di indikasikan meningkatkan
 Awasi TTV dengan tekanan dalam
ketat. Observasi saluran perkemihan
hipertensi, edema atas, yang dapat
perifer/ dependen, mempengaruhi
perubahan mental, fungsi ginjal.
timbang tiap hari. Adanya defisit
 Berikan atau dorong aliran darah ke
kateter lain dan ginjal mengganggu
perineal. kemampuannya
 Berikan rendam untuk mengfilter
duduk sesuai dan
indikasi. mengkonsentrasi
subtansi
 Distensi kendung
kemih dapat
dirasakan diarea
supra publik
 Peningkatan aliran
cairan
mempertahankan
perfusi ginjal dan
membersihkan
ginjal dan kandung
kemih dari
pertumbuhan
bakteri
 Kehilangan fungsi
ginjal
mengakibatkan
penurunan
eliminasi cairan
dan akumulasi sisa
toksik ; dapat
berlanjut
kepenurunan total
 Menurunkan risiko
infeksi esenden
 Meningkatkan
relaksasi otot,
penurunan edema,
dan dapat
meningkatkan
Kolaborasi: upaya berkemih
Berikan obat sesuai indikasi:

20
21

 Antispasmodik,
comtoh : oksibutinin
klorida (ditropan)
 Fenoksibenzamin
(dibenzyline)
 Menghilangkan
Irigasi kateter sesuai spasme kandung
indikasi kemih sehubungan
 Monitor laboratory dengan iritasi oleh
studies : BUN, kateter
kreatinin, elektrolit  Diberikan untuk
 Urinalisa dan kultur membuat berkemih
lebih mudah
dengan
merelaksasikan otot
polos prostat dan
menurunkan
tahanan terhadap
aliran urine.
Digunakan dengan
kewaspadaan
karena mengecilkan
kelenjar dan
mempunyai efek
samping tak enak
seperti pusing dan
menimbulkan
uremia
 Stasis urineria
potensial untuk
pertumbuhan
bakteri,
peningkatan risiko
ISK

21
22

22
23

BAB III

PENELITIAN TERKAIT SALAH SATU INTERVENSI

23
24

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

24
25

DAFTAR PUSTAKA

25

Anda mungkin juga menyukai