Anda di halaman 1dari 11

Qolamuna : Jurnal Studi Islam

Vol. 08 No. 03 (2020)


Available online at https://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/qolamuna

HUKUM JUAL BELI KUCING MENURUT PANDANGAN


ISLAM
Ressy Wulandari1, Ganjar Eka Subakti2
1 Departemen Pendidikan Teknik Arsitektur, Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia.
2 Departemen Pendidikan Agama Islam, Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia.

Email : ressywulandari@upi.edu1 , ganjarekasubakti@upi.edu2

DOI:
Received: Accepted: Published:

Abstract :
Jual beli sudah tidak asing lagi bagi kita sebagai makhluk hidup. Kegiatan tersebut
merupakan hal yang lumrah kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan jual
beli dapat dideskripsikan sebagai kegiatan transaksi antara dua orang yaitu pembeli
sebagai konsumen dan pedagang sebagai pemilik usaha. Terdapat berbagai macam
kegiatan jual beli yang seri dilakukan, seperti jual beli barang dan jasa, jual beli
makanan, bahkan sekarang ini yang sedang ramai diperbincangkan adalah jual beli
hewan peliharaan terutama kucing. Banyak orang melakukan jual beli kucing untuk
dijadikan hewan peliharaan ataupun teman bermain, namun banyak juga orang-orang
yang membeli kucing hanya karena kesenangan semata saja sehingga pada akhirnya
kucing tersebut terlantar. Jual beli kucing ini sebenarnya menimbulkan pro dan kontra
dikalangan masyarakat terutama menurut pandangan agama islam. Adanya hadist
mengenai larangan jual beli kucing semakin menimbulkan perdebatan diantara ulama
dan masyarakat awam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman apakah
jual kucing itu diperbolehkan atau tidak dan pemahaman mengenai hadist yang ada.
Metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur yang dimana penulis
menggunakan berbagai jurnal dan sumber terpercaya lalu dianalisis dengan sebaik
mungkin. Penelitian ini menunjukkan bahwa transaksi jual beli itu diperbolehkan atau
halal hukumnya, karena kucing bukan merupakan hewan najis.
Kata Kunci: jual beli, kucing, hadist

PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk hidup yang tidak dapat berdiri sendiri atau
dengan kata lain manusia hidup dengan saling membutuhkan satu sama lain.
Tanpa bantuan dari orang lain manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan
mereka sendiri. Manusia saling membantu untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka setiap harinya baik itu saling bertukar barang dengan cara barter
ataupun jual beli. Dengan jual beli dapat terjalin hubungan sesama manusia yang
baik.
Menurut istilah fiqh jual beli dikatakan sebagai al-bay’ yang artinya adalah
menjual, dana atau menukar sesuatu dengan yang lain (Syafei, 2001). Tentu saja
jual beli ini merupakan kegiatan yang halal hukumnya menurut agama Islam,
sebagaimana firman Allah SWT didalam surat Al-Baqarah ayat 275 yang
berbunyi:

Al-Tanzim : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


Vol. 04 No. 01 (2020) : 1-12
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena
mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat
peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya
dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa
mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”.

Adapun barang-barang yang dapat diperjual belikan merupakan barang-


barang yang yang diperbolehkan oleh islam dan bukan barang yang
diharamkan, selain itu dilarang juga untuk melakukan penipuan, menimbun
barang, mengambil laba yang besar, dan wajib memberikan zakat dari
keuntungan yang diperoleh dari hasil jual beli tersebut (Al-Qardhawi, 1996).
Selain melakukan transaksi jual beli untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, manusia juga terkadang merasa kesepian sehingga tak jarang banyak
orang yang memilih untuk memelihara binatang peliharaan untuk menemani
atau sekedar menghibur. Kucing biasanya menjadi pilihan terbanyak yang
dijadikan hewan peliharaan oleh banyak orang. Banyak orang rela
mengeluarkan banyak uang hanya untuk memanjakan kucingnya, muali dari
biaya perawatan, aksesoris, makanan, dan lain sebagainya. Apalagi semenjak
Pandemi Covid-19 menyerang, banyak orang memilih untuk membeli kucing
agar dapat mengusir kebosanan saat karantina. Hal ini cukup membnuat banyak
masyarakat pro kontra terhadap transaksi jual beli kucing, karena beberapa
masyarakat beranggapan bahwa kucing atau hewan peliharaan lainnya itu tidak
boleh diperjual belikan.
Dalam kasus ini terdapat beberapa hadist yang menyatakan bahwa
transaksi jual beli kucing itu dilarang atau haram. Namun, ada juga hadist yang
menyatakan bahwa jual beli kucing itu diperbolehkan dalam agama Islam.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hukum transakasi jual beli
kucing menurut agama Islam adalah diperbolehkan atau tidak. Pendekatan
penelitian yang digunakan adalah metode kajian pustaka yang meneliti atau
mengkaji penelitian yang sudah ada atau sudah pernah dilakukan sebelumnya.
Penelitian ini juga mengkaji berbagai sumber pustaka seperti jurnal dan buku-
buku yang sudah terpercaya.

Qolamuna : Jurnal Studi Islam Vol. 08 No. 03 (2020) 2


Available online at https://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/qolamuna
PEMBAHASAN
Manusia yang hakikatnya merupakan makhluk social tentu saja
membutuhkan bantuan orang lain dalam melaksanakan berbagai kegiatan
sehari-harinya. Hal itu membuat manusia selalu melakukan interaksi dan
komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Begitu pula dengan
transaksi jual beli merupakan suatu kebutuhan bagi setiap individu maupun
kelompok. Dalam Islam sendiri transaksi jual beli sudah diatur dan dijelaskan
ketentuan-ketentuannya pada syariat islam (Harunliyan, 2015).
1. Pengertian Jual Beli
Dalam bahasa Arab jual beli disebut dengan al-bay’. Secara etimologi
atau bahasa jual beli diartikan sebagai:

“Tukar menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain”.


Jual beli secara istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang artinya menjual,
menukar, atau mengganti sesuatu dengan yang lain baik itu barang dengan
uang, barang ditukar dengan barang lagi, ataupun menukar uang dengan uang
(Harunliyan, 2015).
Imam Nawawi mendefinisikan kegiatan jual beli kedalam dua hal.
Pertama, definisi dari jual itu sendiri adalah pemindahan kepemilikan suatu
barang dengan harga tertentu. Sedangkan definisi membeli atau beli
merupakan penerimaan suatu barang dengan harga tertentu yang sudah
ditentukan dengan menggunakan lafaz (Fauziyah, 2014).
Sayyid Sabiq berpendapat bahwa berdasarkan pengertian syari’at jual beli
merupakan pertukaran harta dengan didasari dengan saling rela atau
memindahkan kepemilikan dengan ganti lainnya yang dapat dibenarkan atau
disetujui (Sabiq, 1977).
Menurut ulama Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah jual beli adalah:

“Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan
kepemilikan”.

Dari beberepa pengertian yang sudah dikemukakan diatas, jual beli dapat
didefinisikan sebagai menukarkan barang dengan uang atau dengan barang lagi
yang sudah ditentukan dengan melepaskan status hak milik dengan syarat
kedua belah pihak rela melakukannya. Transaksi jual beli ini juga sifatnya
berbeda dengan tukar-menukar harta lainnya seperti sewa yang didalamnya
tidak terjadi pergantian hak kepemilikan.

2. Dasar Hukum Jual Beli


Jual beli yang merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh
manusia tentunya memiliki dasar yang diatur dalam Al-Qur’an, dan Sunnah
Rasul. Para ulama setuju bahwa transaksi jual beli itu halal hukumnya

Qolamuna : Jurnal Studi Islam Vol. 08 No. 03 (2020) 3


Available online at https://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/qolamuna
sedangkan riba itu haram (Harunliyan, 2015). Ulama juga sepakat jual beli yang
sah itu adalah jual beli yang dilakukan oleh orang yang sudah baligh, berakal
sehat, atas kemauan sendiri tanpa adanya paksaan dari siapapun, dan berhak
membelanjakan hartanya. Oleh karena hal itu jual beli dianggap tidak sah jika
dilakukan oleh orang gila. Jual beli hukumnya adalah sah selama jual beli
tersebut tidak riba, bahaya, dan ketidakpastian (Dimasyqi-Ad, 2010).
Dasar hukum jual beli diatur didalam al-Quran dalam surat al-
Baqarah (2) ayat 275, yang berbunyi sebagai berikut:

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti


berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena
mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat
peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya
dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa
mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”.

Dasar hukum jual beli pun tercantum didalam surat an-Nisa ayat 29 yang
berbunyi:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”

Selain di dalam al-Quran, terdapat beberapa kaidah fiqih yang dapat


dijadikan dasar hukum jual beli, yaitu:

“Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan


kecuali ada dalil yang mengharamkannya” (Dzajuli, 2006).

“Hukum asal dalam transaksi adalah keridhaan kedua belah pihak yang
berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang diakadkan”.

Qolamuna : Jurnal Studi Islam Vol. 08 No. 03 (2020) 4


Available online at https://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/qolamuna
Dari ayat-ayat dan kaidah fiqih diatas dapat dikatakan bahwa transaksi
jual beli merupakan kegiatan yang halal hukumnya serta mulia. Umat Islam dan
para ulama pun setuju bahwa jual beli diperbolehkan didalam kehidupan sehari-
hari.

3. Rukun dan Syarat Jual Beli


Jual beli tentunya memiliki rukun yang harus dilaksanakan, sehingga
jual beli tersebut dapat dianggap sah oleh syara’. Terdapat perbedaan mengenai
rukun jual beli menurut Ulama Hanafiyah dan Jumhur Ulama (Amran, 2018)
Menurut Ulama Hanafiyah rukun jual beli itu hanya ada 1 saja, yaitu
ijab Kabul. Mereka berpendapat bahwa rukun didalam jual beli itu adalah ridha
dari kedua belah pihak dalam melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi, ridha
merupakan unsur yang tidak dapat terlihat wujudnya, sehingga diperlukan hal
yang dapat menunjukkan ridha dari kedua pihak tersebut. Unsur yang dapat
menunjukkan keridhaan mereka itu dapat tercantum dalam ijab Kabul ataupun
dengan cara memberi barang dan harga barang yang setimpal (Haroen, 2007).
Menurut Jumhur Ulama yang termasuk kedalam rukun jual beli itu
ada 4, yaitu:
1. Ada orang yang melakukan akad (penjual dan pembeli)
2. Ada sighat lafal ijab dan qabul)
3. Ada barang yang akan dibeli (ma’qud alaih)
4. Ada nilai untuk pengganti barang.
Keempat rukun yang sudah disebutkan diatas merupaka rukun jual
beli menurut Jumhur Ulama. Namun, menurut Ulama Hanafiyah orang yang
berakad, barang yang akan dibeli, dan nilai tukar pengganti termasuk ke dalam
syarat-syarat jual beli (Amran, 2018)
Berikut disampaikan syarat-syarat jual beli yang dimaksud oleh
Jumhur Ulama:
a. Syarat orang berakad
- Berakal sehat
- Suka sama suka (tidak ada paksaan dari pihak manapun)
- Yang melakukan akad merupakan kedua orang yang berbeda,
yang dimana artinya adalah penjual dan pembeli bukan
merupakan orang yang sama (Amran, 2018).
b. Syarat Ijab Qabul
- Orang yang melaksanakannya telah baligh dan berakal sehat.
- Qabul sesuai dengan ijab. Jika ijab dan qabul tidak sesuai maka
transaksi jual beli tersebut tidak sah.
- Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis.
c. Syarat Barang yang Dapat Diperjual Belikan
- Suci atau dengan kata lain tidak haram, karena didalam Islam
tidak diperbolehkan melakukan transaksi jual beli
menggunakan barang haram atau najis, seperti anjing, babi, dan
sebagainya karena itu dianggap tidak sah.
- Barang yang diperjual belikan merupakan barang milik sendiri

Qolamuna : Jurnal Studi Islam Vol. 08 No. 03 (2020) 5


Available online at https://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/qolamuna
- Barang yang diperjualbelikan harus bermanfaat. Namun jika
kelak barang-barang yang dianggap tidak bermanfaat ternyata
dibutuhkan untuk pengobatan atau untuk perkembangan
teknologi lainnya seiring perkembangan zaman, maka barang
tersebut dapat diperjualbelikan.
- Barang jelas dan dapat dikuasai.
- Barang tersebut diketahui, jenis, kadar, sifat, dan harganya.
- Boleh diserahkan saat akad berlangsung (Djunaedi, 2008).

4. Jual Beli Kucing


Kucing merupakan hewan yang saat ini sangat digemari oleh masyarakat
luas untuk dijadikan sebagai hewan peliharaan. Selain itu kucing juga saat ini
banyak menguntungkan para pemiliknya, banyak kucing yang diikutkan pentas,
atau mungkin banyak orang membuka pet shop yang kebanyakan mereka
menjual kucing dan berhasil mendapat banyak keuntungan dari jual beli kucing
itu sendiri.
Banyak sekali jenis kucing yang terdapat didunia ini, tetapi jika kita
mendengar kata kucing biasanya merujuk kepada jenis kucing jinak yang biasa
dipelihara padahal jenis kucing sangat banyak bisa juga merujuk kepada kucing
besar atau kucing tidak jinak seperti harimau, cheetah dll.
Kurang lebih semenjak 3.500 SM orang mesir kuno telah menjadikan
kucing sebagai hewan untuk menjauhkan mereka dari hama seperti ancaman
tikus dan hewan pengerat lainnya yang dapat mengancam hasil panen mereka.
Lalu, sekitar abad ke-13 kucing dijadikan ukiran untuk cincin para Khalifah,
selain itu motif kucing juga dijadikan sebagai patung hingga mata uang (Amran,
2018).
Bahkan saat abad ke-16 SM, masyarakat di Mesir Kuno menjadikan
kucing sebagai hewan yang akrab dalam kehidupan mereka, kucing dianggap
sebagai hewan yang dilindungi dan jika ada yang membunuhnya maka
perbuatan itu dianggap perbuatan criminal (Amran, 2018).
Dilihiat dari kedudukan kucing sejak masa lampau, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa kucing merupakan hewan yang sangat dekat dengan
manusia dan sangat disayangi sejak zaman dahulu hingga sekarang. Oleh karena
itu, banyak berbagai pandangan bermunculan mengenai jual beli kucing. Ada
yang berepndapat bahwa jual beli kucing itu haram hukumnya namun banyak
juga yang berpendapat bahwa jual beli kucing itu diperbolehkan atau halal.
Berdasarkan hadist dari Jabir Ra beliau berpendapat bahwa jual beli
kucing merupakan perbuatan yang haram. Berikut bunyi dari hadistnya:

Qolamuna : Jurnal Studi Islam Vol. 08 No. 03 (2020) 6


Available online at https://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/qolamuna
“Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hujr] dan [Ali bin Khasyram]
keduanya berkata; telah memberitakan kepada kami [Isa bin Yunus] dari [Al
A'masy] dari [Abu Sufyan] dari [Jabir] Ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam melarang hasil penjualan anjing dan kucing. Abu Isa berkata; Hadits
ini sanadnya tergoncang dan tidak sah dalam kalimat; Hasil penjualan kucing.
Hadits ini telah diriwayatkan dari [Al A'masy] dari sebagian sahabatnya dari
[Jabir] dan mereka merasa bimbang terhadap Al A'masy dalam periwayatan
hadits ini, serta dan ada dari kalangan ulama' yang memakruhkan uang hasil
penjualan kucing namun sebagian mereka memperbolehkan, ini adalah
pendapat Ahmad dan Ishaq. Dan [Ibnu Fudhail] meriwayatkan dari [Al A'masy]
dari [Abu Hazim] dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
dari selain jalur ini.” (al-Bani, 2006).

Diriwayatkan juga dalam hadist lain yang berbunyi:

"Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa Ar-Razi. (dalam jalur lain
disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Ar Rabi' bin Nafi' Abu Taubah dan
Ali bin Bahr mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Isa dan Ibrahim
telah mengabarkan kepada kami dari Al A'masy dari Abu Sufyan dari Jabir bin
Abdullah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang uang dari hasil
penjualan anjing serta kucing.” (al-Bani, 2006).

Adapun Ulama yang melarang transaksi jual beli kucing yaitu Imam Ibnu
al-Qayyim. Beliau mengatakan bahwa transaksi jual beli kucing adalah haram
hukumnya sebagaimana dijelaskan didalam kitab Zadu Al-Ma’ad:

“Dan seperti itu (Haram jual beli kucing), berfatwa Abu Hurairah RA. Hal ini
juga merupakan pendapat yang dikeluarkan oleh Mazhab Thawus, Mujahid dan
Jabir Bin Zaid dan Ulama Ahli adz-Dzahir, salah satu dari dua riwayat yang
ditulis oleh Imam Ahmad. Dan pilihan Abu Bakr. Dan ini merupakan pendapat
yang benar karena Shahihnya Hadits, dan tidak ada dalil-dalil yang menentang

Qolamuna : Jurnal Studi Islam Vol. 08 No. 03 (2020) 7


Available online at https://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/qolamuna
pendapat tersebut.Maka hukumnya adalah wajib mengikutinya.” (Qayyim,
1996).

Namun beberapa pendapat diatas berbeda dengan pendapat Imam al-


Nawawi yang menyatakan bahwa jual beli kucing itu diperbolehkan kecuali jual
beli kucing liar.

“Jawaban Abi al-Abbas bin Qash, Abi Sulaiman al-Khattaby dan Imam Qaffaal
dan Ulama lain: Al-Murad (Sebuah perkara yang dikehendaki dari hadits yang
telah diuraikan di atas) adalah kucing liar. Maka tidak sah jika menjualnya
(kucing liar), karena menjual kucing liar tersebut tidak mengandung
kemanfaatan (menurut Syara’).” (Nawawi, 2011)

Menurut dalil diatas maka sebenarnya transaksi jual beli kucing itu
diperbolehkan melihat jenis kucingnya terlebih dahulu apakah itu kucing liar
atau bukan. Kucing liar itu sendiri tidak boleh diperjual belikan karena tidak
mengandung kemanfaatan dan juga kucing liar biasanya banyak kita temukan
disekitar lingkungan kita tinggal sehingga tidak perlu diperjualbelikan. Selain
itu, ada beberapa pendapat mengatakan bahwa jual beli kucing diperbolehkan
selama kucing tersebut sudah besar atau tidak dibawah umur. Hal tersebut
dikarenakan kucing dibawah umur masih membutuhkan induknya untuk
menyusu dan mendapat kasih sayang.

Lalu ada juga hadist yang berbunyi:

Dari Abu Qatadah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda tentang kucing:
“sesungguhnya ia bukanlah hewan yang najis, ia hanyalah hewan yang
berkeliaran di sisi kalian.”

Dari hadist diatas dapat diketahui bahwa kucing bukan merupakan


hewan najis yang dapat mengahramkan hukum jual beli. Seperti yang terdapat
pada syarat jual beli hewan hewan yang tidak bersifat najis dapat diperjual
belika. Berikut syarat jual beli hewan:

1. Hewan yang diperjualbelikan bukan merupakan hewan najis, seperti


anjing, babi. Kecuali terdapat nash syariah yang memperkenankannya
seperti memelihara anjing untuk menjaga hewan ternak.
2. Hewan yang telah dibeli harus dipelihara sebaik mungkin, diberi makan
dan minum yang layak dan cukup. Nabi Muhammad SAW bersabda:

Qolamuna : Jurnal Studi Islam Vol. 08 No. 03 (2020) 8


Available online at https://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/qolamuna
“Seorang perempuan masuk neraka karena seekor kucing yang diikatnya.
Perempuan itu tidak memberinya makan dan tidak pula membiarkannya
lepas agar dapat memakan binatang-binatang bumi”

3. Hewan yang diperjualbelikan tidak membahayakan manusia.


4. Hewan yang diperjualbelikan tidak digunakan untuk melakukan sesuatu
yang haram seperti judi. (Al-Jawi, 2013).

KESIMPULAN
Meskipun Imam Ibnu al-Qayyim berpendapat bahwa hukum jual beli
kucing merupakan hal yang haram berdasarkan hadist dari Nabi Muhammad
SAW yang mengaharamkan jual beli kucing. Hadist yang diriwayatkan Sunan
Abi Daud dan Tirmidzi melalui Jabir Ra. Akan tetapi, hadist tersebut disebut
sebagai hadist idhtirab dan dhaif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jual beli
kucing itu diperbolehkan. Para ulama juga berpendapat bahwa kegiatan jual beli
kucing merupakan kegiatan yang halal hukumnya karena kucing bukan
merupakan hewan yang najis dan tidak membahayakan manusia. Dengan syarat
kucing tersebut bukan kucing liar dan tidak dibawah umur. Selama kucing
tersebut bermanfaat bagi kedua belah pihak maka transaksi jual beli kucing
tersebut diperbolehkan atau halal hukumnya.

Qolamuna : Jurnal Studi Islam Vol. 08 No. 03 (2020) 9


Available online at https://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/qolamuna
REFERENSI

Amran. Hukum Jual Beli Kucing Studi Komparatif Imam Ibnu Al-Qayyim
Dengan Imam-Al-Nawawi

Dimasyqi-Ad, Syeikh al-„allamah Muhammad bin Abdurrahman. Fiqih Empat


Mazhab, Bandung: Hasyimi Press, 2010

Djazuli, A. Kaidah-Kaidah Fikih (Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam


Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis), Jakarta:
Kencana, 2006.

Fauziyah, Umi. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Anak Kucing Ras
Dalam Masa Menyusui Di Pasar Mingguan Gading Fajar II
Sidoarjo, 2014.

Harunliyan, Fauziah. Analisis Khiyar ‘Aib Terhadap Jual Beli Kucing Persia
(Longhaired Cat) Di OLX Indonesia, 2015.

Ibnu Qayyim, Zadu Al- Maa’d, Juz ke-5, Kuwait: Maktabah Manar AlIslmiah,
1996.

Jawi (al), Muhammad Shiddiq. “Hukum Memelihara dan Menjualbelikan


Hewan Piaraan”, dalam http://hizbut-
tahrir.or.id/2013/09/05/hukum-memelihara dan-
menjualbelikan-hewan-piaraan/.

Muhammad Nasiruddin al-Abani, Sahih Sunan at-Tirmidzi, Juzuk 2,


penterjemah: Fachrurazi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2006.

MS. Wawan Djunaedi, Fiqih, Jakarta : PT. Listafariska Putra, 2008.

Nasrun Haroen, fiqh muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.

Imam Nawawi, Majmu Sarh Al-Muhazab, Juzuk 10, Beirut-Lebanon: Dar Kutub
Al-Ilmiah, 2011.

Qardhawi (al), Yusuf. Hudal Islam, Fatawa Mu’ashirah, Abdurrachman Ali


Bauzir, Fatwa Qardhawi Permasalan Pemecahan dan Himah.
Surabaya: Risalah Gusti, 1996.

Sabiq, Sayyid. Fiqh al-Sunnah. Beirut: Dar al-Fikr, 1977.

Syafei, Rahmat. Fiqh Muamalah. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001.

Qolamuna : Jurnal Studi Islam Vol. 08 No. 03 (2020)


10
Available online at https://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/qolamuna
Qolamuna : Jurnal Studi Islam Vol. 08 No. 03 (2020)
11
Available online at https://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/qolamuna

Anda mungkin juga menyukai