Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH BIROKRASI PEMERINTAHAN

BIROKRASI INDONESIA DARI MASA KE MASA


DOSEN PENGAMPUH : AGUNG WICAKSONO, S.IP., M.PA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK III
TAUFIK ISMAIL
FIDYA NURDASANAH PUTRI
DIAN SAPUTRI

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Aparatur Sipil Negara
(ASN) di Indonesia” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan kami
sangat berterima kasih kepada Bapak Agung Wicaksono S.IP., M.PA selaku Dosen mata
kuliah Birokrasi Pemerintahan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna untuk memperluas wawasan dan
pengetahuan tentang materi Aparatur Sipil Negara (ASN). Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Pekanbaru, 12 Maret 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
I.1 Pengertian Birokrasi.................................................................................................1
I.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................1
I.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2
II.1 Pengertian Birokrasi................................................................................................2
a. Menurut Para Ahli..................................................................................................2
1. Max Weber.....................................................................................................................2
2. Fritz Morstein Marx........................................................................................................2
3. Peter A. Blau dan Charles H. Page.................................................................................3
4. Riant Nugroho Dwijowijoto...........................................................................................3
5. Farel Heady.....................................................................................................................3
b. Ciri-ciri Birorkrasi..................................................................................................3
c. Fungsi Birorkrasi....................................................................................................4
1. Administrasi....................................................................................................................4
2. Pelayanan........................................................................................................................4
3. Regulasi..........................................................................................................................4
4. Pengumpul Informasi......................................................................................................5
d. Fungsi Birorkrasi....................................................................................................5
II.2 Birokrasi Orde Lama...............................................................................................6
1. Judul 3 halaman 3...................................................................................................6
a. Sub Judul 3 halaman 3............................................................................................6
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 PengertianBirokrasi

Secaraumum,
pengertianbirokrasiadalahrantaikomandoberbentukpiramidadalamsuatuorganisasidimanaposis
i di tingkatbawahlebihbanyakdaripadatingkatatas.Ada juga yang
menjelaskanartibirokrasiadalahsuatustrukturorganisasi yang memilikitataprosedur,
pembagiankerja, adanyahierarki, danadanyahubungan yang bersifat impersonal. Organisasi
yang menjalankansistembirokrasibiasanyamemilikiprosedurdanaturan yang
ketatsehinggadalam proses operasionalnyacenderungkurangfleksibeldankurangefisien.

I.2 RumusanMasalah
1. Apaitubirokrasi?
2. Kenapabirokrasiitudibutuhkan?
3. Bagaimana proses birokrasipada masa orde lama?
4. Bagaimana proses birokrasipada masa ordebaru?
5. Bagaimana proses dankinerjabirokrasisebelumdansetelahadanya UU AparaturSipil
Negara (ASN)?

I.3 TujuanPenulisan
1. Agar dapat mengetahui dan memahami tentang sejarah birokrasi Indonesia
2. Agar dapatmengetahuiperan ASN dalamberlangsungnyabirokrasipemerintahan

1
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 PengertianBirokrasi

Secaraumum,
pengertianbirokrasiadalahrantaikomandoberbentukpiramidadalamsuatuorganisasidimanaposis
i di tingkatbawahlebihbanyakdaripadatingkatatas.Ada juga yang
menjelaskanartibirokrasiadalahsuatustrukturorganisasi yang memilikitataprosedur,
pembagiankerja, adanyahierarki, danadanyahubungan yang bersifat impersonal. Organisasi
yang menjalankansistembirokrasibiasanyamemilikiprosedurdanaturan yang
ketatsehinggadalam proses operasionalnyacenderungkurangfleksibeldankurangefisien.

Birokrasibanyakditemukandalamorganisasipemerintahan, rumahsakit, perusahaan,


sekolah, danmiliter. Meskipunadaanggapanbahwabirokrasiidentikdenganinefisiensi,
pemborosan, dankemalasan, faktanyasistembirokrasidiperlukan agar proses
operasionalberjalansesuaidenganaturan yang telahditentukan.

a. Menurut Para Ahli

1. Max Weber

Menurut Max Weber, pengertian birokrasi adalah suatu bentuk organisasi yang
penerapannya berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai. Birokrasi ini
dimaksudkan sebagai suatu sistem otoritas yang ditetapkan secara rasional oleh
berbagai macam peraturan untuk mengorganisir pekerjaan yang dilakukan oleh
banyak orang.

2. Riant Nugroho Dwijowijoto

Menurut Riant Nugroho Dwijowijoto (2004), pengertian birokrasi adalah suatu


lembaga yang sangat kuat dengan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas-
kapasitas potensial terhadap hal-hal yang baik maupun buruk dalam kebradaannya
sebagai instrumen administrasi rasional yang netral pada skala yang besar.

2
b. Ciri-ciriBirokrasi

Sistembirokrasimemilikiciritersendirisehinggamudahdikenali. Menurut Max Weber,


adapunciri-ciribirokrasiadalahsebagaiberikut:

1. Jabatan administrasi tersusun secara hirarkis (Administratice offices are


organized hierarchically).
2. Setipa jabatan diisi oleh orang yang memiliki kompetensi tertentu (Each office
has its own area of competence).
3. Pegawai negeri ditentukan berdasarkan kualifikasi teknik yang ditunjukan
dengan ijazah atau ujian (Civil servants are appointed, not electe, on the basis of
technical qualifications as determined by diplomas or examination).
4. Pegawai negeri menerima gaji tetap sesuai dengan pangkat atau
kedudukannya (Civil servants receive fixed salaries according to rank).
5. Pekerjaan merupakan karier yang terbatas, atau setidaknya, pekerjaannya sebagai
pegawai negeri (The job is a career and the sole, or at least primary,
employment of the civil servant).
6. Para pejabat tidak memiliki kantor sendiri (The official does not own his or her
office).
7. Para pejabat sebagai subjek untuk mengontrol dan mendisiplinkan (the official is
subject to control and discipline).

Promosi didasarkan pada pertimbangan kemampuan yang melebihi rata-


rata (Promotion is based on superiors judgement).

c. FungsiBirokrasi

Menurut Michael G. Roskin, et al, setidaknya ada empat fungsi birokrasi di dalam
suatu pemerintahan. Mengacu pada pengertian birokrasi, adapun beberapa fungsi
birokrasi adalah sebagai berikut:

3
1. Administrasi
Fungsi administrasi bertujuan untuk mengimplementasikan undang-undang yang
telah disusun dan ditetapkan oleh legislatif serta penafsiran atas undang-undang
tersebut oleh eksekutif. Artinya, fungsi administrasi adalah menjalankan kebijakan
umum suatu negara yang telah dirancang dan ditetapkan untuk mencapai tujuan
negara secara keseluruhan.

2. Pelayanan
Pada dasarnya birokrasi bertujuan untuk melayani masyarakat atau kelompok-
kelompok tertentu. Salah satu contohnya adalah birokrasi di korporasi negara seperti
PJKA yang bertujuan untuk menjalankan fungsi pelayanan publik.

4
3. Regulasi
Fungsi regulasi suatu pemerintahan umumnya dirancang dan ditetapkan untuk
mengamankan kesejahteraan masyarakat umum. Pada pelaksanaannya, badan
birokrasi akan dihadapkan pada dua pilihan; kepentingan individu versu
kepentingan masyarakat umum.

4. Pengumpul Informasi
Badanbirokrasisebagaipelansanakebijakannegaratentumemilikiinformasidan
data mengenaiefisiensi/efektivitaspelaksanaanberbagaikebijakanpemerintahan di
masyarakat. Misalnyaterdapatpunglisaatpembuatan KTP, KK, AkteKelahiran,
hingga SIM, dan STNKkendaraanbermotor,
makapemerintanharusmerancangprosedubarudalampembuatan KTP, KK,
AkteKelahiran, hingga SIM, dan
STNKkendaraanbermotoruntukmenghindaripungli.

d. PeranBirokrasi

Dalampelaksanaannya,
peranbirokrasisangatdiperlukandalammenjalankanaturandanpelayanan di masyarakat.
Adapunbeberapaperanbirokrasiadalahsebagaiberikut:

 Menjalankan fungsinya sesuai dengan tujuan pemerintah.


 Melaksanakan program dan kegiatan dalam rangka mencapai visi dan misi
pemerintah dan negara.
 Memberikan pelayanan kepada masyarakat serta melaksanakan pembangunan yang
profesional dan merata.
 Melaksanakan manajemen pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengawasa, koordinasi, evaluasi, sinkronisasi, dan lainnya.
 Berperan sebagai penghubung antara pemerintah/ negara dengan masyarakat
umum.

5
II.2BirokrasiOrde Lama

When Soekarno (the first president of Indonesia) and Mohammed Hatta (first vice
president), two of the country's most prominent nationalists, pronounced the proclamation of
Indonesian independence on 17 August 1945, together with the publication of a short and
provisional constitution, troubles were far from over. In fact, it would take four more years of
Revolution against the Dutch who - after being freed from the Germans in Europe - returned
to reclaim their colony.

The Dutch were stubborn to relinquish their lucrative Southeast Asian colony but
eventually had to face reality. Under international pressure they acknowledged Indonesian
independence in 1949 (except for the western half of the island of New Guinea). However,
negotiations with the Dutch resulted in the 'Republic of the United States of Indonesia'
containing a Federal Constitution that was considered to be too much influenced by the
Dutch. Therefore, it was quickly replaced by a new constitution in 1950 which stipulated that
a parliamentary system of government needs to be put in place, one that provides guarantees
for individual freedoms and makes the military subordinate to the nation's civilian leadership.
The president mainly had a ceremonial role only in this system.(Indonesia Investment
Political Journal)

Setelahmemperolehkemerdekaan, negarainibreusahamencari format pemerintahan yang


cocokuntukkondisisaatitu. Berakhirmya masa pemerintahan colonial membawaperubaha
social politik yang sangatberartibaikelangsungan system birokrasipemerintahan.Perbedaan-
perbedaanpandangan yang terjadidiantarapendiribangsa di
awalmassakemerdakaantentangbentuknegara yang akandidirikan,
termasukdalampengaturanbirokrasinya,
telahmenjuruskearahdisintegritasibangsadankeutuhanaparaturpemerintahan.

Pada masa awalkemerdekaan, negarainimengalamiperubahanbentuknegara, danini yang


berimplikasipadapengaturanaparturnegeraataubirokrasi.
Perubahanuntuknegaradarikesatuanmenjadi federal berdasarkankonstitusi RIS
melahirkandilematisdalamcarapengaturanaparaturpemerintahan.
Setidaknyaterdapatduapersoalan dilemma yang menyangkutbirokrasipadasaatitu. Pertama,

6
caramenempatkanpegawaiRepublik Indonesia yang telahberjasamempertahankan NKRI,
tetapi relative kurangmemilikikeahliandanpengalamankerja yang memadai. Kedua,
bagaimanamendapatkanpegawai yang telahbekerjapadaPemerintahanBelanda yang
memillikikeahllian, tetapidianggapberkhianatatautidak loyal terhadap NKRI.

Birokrasi di Indonesia mengalamisejarah yang cukuppanjangdanberagam, sejak masa


kemerdekaantahun 1945. Pada masa awalkemerdekaan,
adasemacamkesepakatanpendapatbahwabirokrasimerupakansaranapolitik yang
baikuntukmempersatukanbangsa. Anggapaniniberasalankarenahanyaabirokrasilahsatu-
satunyassarana yang dapatmenjangkaurakyatsampaikedesa-desa. Padasaatorde lama
adatigakekuatanpolitik yang cukupbesaryaitunasionalis, agama, dankomunis (NASAKOM)
yang berusahaberbagiwilayahkekuasaanataukaplingannyapadaberbagaidepartemen.

Menurut Bahtiar Effendy (dalam Maliki, 2000: xxvii), sejak Indonesia mempunyai
perangkat birokrasi, sulit rasanya menemukan suatu periode pemerintahan yang
memperlakukan birokrasi sebagai institusi yang bebas dari politik. Baik pada masa demokrasi
parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila, dan periode transisional sesudahnya,
interplay antara politik dan birokrasi merupakan sesuatu yang jelas adanya. Pada masa
Demokrasi Parlementer dan terpimpin misalnya, adanya politisasi birokrasi bisa dilihat dari
adanya anggapan bahwa Kementrian Pendidikan diasosiasikan dengan PNI. Sementara itu,
Kementrian Agama dikaitkan dengan dengan kekuatan politik Masyumi atau NU.

MenurutTjokroamidjoyo (1985) ketikamenganalisisadministrassipembangunan Indonesia


menegaskanbahwaarahreformasibirokrasiperluditujukanketujuhwilayahpenyempurnaanadmin
istrasiyaitu : penyempurnaan di bidangpembiayaanpembangunan, penyempurnaan di
bidangpenyusunan program pembangunandiberbagaibidangekonomidan non
ekonomidenganpendekatang integrative (integrative approach),
reorientasikepegawaiannegerikearahprodutivitas, prestasi, danpemecahanmasalah,
penyempurnaanadministrasiuntukmendukungpembangunandaerah, administrative pastisipatif
yang mendorongkemampuanmasyarakat, kebijaknasanaan administrative
dalamrangkamenjagastabilitasdalam proses pembangunan,
danbersihnyapelaksanaanadministrasinegara (good governance)

7
8
Dari penjelasantersebutbisaadiartikanbahwapada masa orde lama,
birokrasicenderungberterbelahmenjadifaksi-faksidanmesinpolitikbagipartai-
partaipolitikseperti PNI, NI, PKI, dll. Kebijakanyagditurunkanpadabirokrasi di
tingkatbawahditentukanolehpartaiapa yang berkuasa.
Makatidakheranjikasebuahkebijakantidakdapatdilaksanakanhinggatuntasdikarenakanselaluter
jadinyapergantian cabinet.

9
II.3BirokrasiOrdeBaru

Although still president, Soekarno's powers were reduced more and more until Suharto
was formally named acting president in 1967 and inducted as Indonesia's second president in
1968. This marked the emergence of a new era which was called the 'New Order'. Policies
quickly changed a rather rigorous course from the start of Suharto's New Order. Emphasis of
the new government was put on economic development. Ties with the West, broken by
Soekarno, were restored which enabled the flow of much needed foreign aid to reach
Indonesia. Prudent fiscal management was introduced by the economic technocrats and the
hostile and costly confrontation politics towards Malaysia were stopped.

Suharto's next step was to depoliticize Indonesia. Cabinet ministers were not allowed to
make their own policies but instead had to implement the policies that were formulated
higher up. Golkar (acronym for GolonganKarya, or functional groups) was used as Suharto's
powerful parliamentary vehicle. It contained several hundreds of smaller functional groups
(such as labour unions, peasants and businesses) which made sure that the Indonesian people
were no longer to be mobilized by political parties. (Indonesia Investment Political Journal)

Pada masa 1965 sampaipada masa ordebaru(erapemerintahanSoeharto), sistem politik


tercipta dengan kestabilan yang tinggi, dengan bantuan dari kekuatan Golkar, TNI,
lembagapemikir, dandukunganinternational capital. Kemudianpada era ini juga warga
keturunan khususnya Tionghoa dibatasihinggadilarang untukberekspresi. Sejaktahun 1967,
warga keturunan dianggap sebagai warganegaraasing di Indonesia dan kedudukannya berada
di bawah warga pribumi, yang mana secara tidak langsung menghapus hak-hakasasimereka.
Kemudianpengekangan pers pada masa inijugamemberibukti bahwa sistem politik yang
dijalankan oleh Soeharto bersifat otoriter. Tujuan sistem politik pada masa orde baru adalah
Dwi Darma Kabinat Ampera yaitu menciptakan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi
sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional.

Pada era ini, birokrasilebih jelas keberpihakannyakepada social politikyang dominan; dalam hal
ini Golkar. Salah satu faktor yang menentukan kemenanganGolkarpadaenam kali pemilu (sampai
1997) adalah karena peranan birokrasi yang cukup kuat. Kesadaran politik di masa awal
kemerdekaan yang memandang birokrasi sebagai alat pemersatu bangsa yang sangat ampuh,
ternyanyadigunakanpada masa tersebut. Politic floating mass (masa mengambang) menjadikan
birokrasi dapat menjangkau keseluruhwilayahpelosokdesa-desa.

10
Pemerintahan Orde Baru lebih menggunakan birokrasi untuk mengurus kehidupan publik,
dalam arti fungsi regulatif daripada fungsi pelayanan publiknya. Birokrasi sebagai
kepanjangan tangan dari pelaksanaan regulasi pemerintah. Menjadikan birokrasi sangat tidak
terbatas kekuasaannyadansulitdikontrololehmasyarakat. Kultur kekuasaan yang telah
terbentuk semenjak masa birokrasi kerajaan dan kolonial ternyata masih sulit untuk
dilepaskan dari perilaku aparat atau pejabat birokrasi. Masih kuatnya kultur birokrasi yang
menempatkan pejabat birokrasi sebagai penguasa dan masyarakat sebagai pengguna jasa
sebagai pihak yang dikuasai, bukannya sebagai pengguna jasa yang seharusnya dilayani
dengan baik, telah menyebabkan perilakupejabatbirokrasi menjadi bersikapacuhdanarogan
terhadap masyarakat.

Hingga birokrasi di Indonesia, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, sepanjang
orde baru seringmendapatsorotandankritik yang tajam karena perilakunya yang tidak sesuai
dengan tugas yang diembannya sebagai pelayan masyarakat. Sehingga apabila orang
berbicara tentang birokerasi berkonotasi negatif. Birokrasi adalah lamban, urusan yang
berbelit-belit, menghalangi kemajuan, cenderung memperhatikan prosedur dibandingkan
substansi, dan tidak efesien.

Melihat realitas birokrasi di Indonesia, sedikit berbeda dengan pendapat Karl D. Jackson,
Richard Robinson dan King menyebut birokrasi di Indonesia sebagai Bureaucratic
Authoritarian. Ada juga yang menyebutnya sebagai birokrasi patrimonial dengan ciri-cirinya
adalah (1) para pejabat disaring atas dasar kriteria pribadi; (2) jabatan dipandang sebagai
sumber kekayaan dan keuntungan; (3) para pejabat mengontrol baik fungsi politik maupun
fungsi administrasi; dan (4) setiap tindakan diarahkan olehhubunganpribadidanpolitik.

Menurut Miftah Thoha (2003), birokrasi atau pemerintah yang bukan merupakan
kekuatan politik ini seharusnya dibebaskan dari pengaruh dan keterjalinan ikatan politik
dengan kekuatan-kekuatan yang sewaktu-waktu bisa masuk birokrasi. Dengan demikian
diharapkan pelayanan kepada masyarakat yang diberikan birokrasi netral, tidak memihak dan
obyektif (Kuncoro, 2007: 52). Namun dalam pelaksanaannya justru hal ini dilanggar, sebab
masih banyak kalangan birokrasi yang terlibat dalam pertarungan politik, misalnya dalam
Pemilu, sehingga dalam hal pelayanan menjadi tidak obyektif dan cenderung diskriminasi.

11
II.4BirokrasiSebelumUndang-Undang ASN

12
II.5BirokrasiPacsaUndang-Undang ASN

Reformasi politik yang berlangsung secara cepat sejak tahun 1998, ternyata telah
menimbulkan dampak yang besar pada sistem pendukung penyelenggaraan negara.
SehinggaEffendi mengemukakan pentingnya perbaikan pada sistem tersebut jika tidak ingin
berkembang menjadi puting beliung yang dapat menghancurkan sistem administrasi
sebagaimanadibayangkan Caiden (2009: 95-96). Seperti dikemukakan Caiden, ketika disadari
bahwa sistem administrasi yang bobrok menjadi hambatan utama kemajuan, kesalahan yang
terjadi bersifat sangat fundamental, dan meluruskan kembali administrasi merupakan prioritas
utama, maka ketika itu angin kencang kebobrokan administrasi telah berubah menjadi puting
beliung (2009: 90).

Hal tersebut dapat merontokkan sendi-sendi aparatur negara yang profesional yang
menerapkan sistem manajemen aparatur negara meritokratik. Landasan hukum bagi system
kepegawaian yang meritokratik yang menjamin agar birokrasi pemerintah bersih dari
intervensi politik sebenarnya telah ada pada UU Nomor 43 Tahun 1999. Bahkan UU tersebut
telah mengenalkan konsep kelembagaan independensebagai pembantu Presiden untuk
merumuskan kebijakan-kebijakan kepegawaian yang harus dilaksanakan oleh berbagai
instansi pusat dan daerah. Pasal 13 Ayat (3) UU Nomor 43 Tahun 1999sebenarnya
telahmenetapkan adanya komisi independen yaitu Komisi Kepegawaian Negara.Namun
demikian hal tersebut menemui banyak kendala dalam implementasinya.

Untuk mewujudkan sistem kepegawaian yang profesional, netral, demokratis dan


terdesentralisir, pada November 1999 pemerintah telah mengeluarkan 6 PP, dan 1 Keputusan
Presiden (Keppres) tentang kepegawaian. Keppres Nomor 159 tahun 2000
menetapkanpedoman pembentukan Badan Kepegawaian Daerah, yaitu perangkat daerah
untukmenjalankan semua fungsi manajemen kepegawaian bagi PNS daerah. Hal ini
dimaksudkan utuk menciptakan birokrasi publik yang profesional dan bebas dari intervensi
politik yang dapat mengganggu stabilitas penyelenggaraan fungsi pemerintahan dan
pelayanan publik.

13
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang
profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme(KKN). Dengan adanya UU ASN maka seluruh PNS
menjadi profesi, dan kepala daerah tidak dapat lagi mencampuri urusan pengangkatan
kepegawaian.Alfiemencatat bahwa UU ASN telah memberikan nuansa baru yang lebih baik
dalam manajemen SDM aparatur di Indonesia, dengan beberapa perubahan signifikan sebagai
berikut (birokrasi.kompasiana.com):
a. Memberikan koridor cukup baik dalam pengaturan pegawai pemerintah dengan
perjanjian kerja (PPPK), karena selama ini manajemen pegawai honorer sering
menimbulkan masalah dalam pengelolaan pegawai.
b. Walaupun secara filosofis UU ASN hanya mengenal eselonisasi hingga tingkat ke-2
sebagai Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT), namun secara implisit eselonisasi tetap
dipertahankan dengan nama Jabatan Administrasi.
c. Memberi pengakuan dan tanggung jawab kehormatan kepada JPT yang ada dalam
birokrasi.
d. Telah mengatur kelembagaan dalam manajemen sdm aparatur, yang mungkin dapat
meminimalisir potensi tumpang tindih kewenangan antara Menpan-RB dan Menteri
Dalam Negeri (Mendagri), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Lembaga
Administrasi Negara (LAN), dan KASN.
e. Menjadi dasar pembentukan KASN sebagai manifestasi praktik governance di bidang
pendayagunaan aparatur negara.
f. Secara eksplisit menyebutkan bentuk pengembangan karier PNS dengan pemberian
kesempatan praktik kerja di instansi lain termasuk perusahaan swasta.
g. Membuka peluang diberhentikannya PNS atas alasan kinerja.
h. Memungkinkan pengisian JPT terbuka secara nasional.

14
i. Memperkenalkan sistem kontrak pada JPT yang berlaku lima tahun, sehingga tidak
ada pengkaplingan jabatan oleh seseorang atau sekelompok orang. Beberapa catatan
terhadap manajemen ASN di atas, telah menumbuhkan banyak harapan baru bagi
penyelenggaraan sistem manajemen kepegawaian negara yang lebih baik. Terutama
adalah harapan untuk memiliki ASN yang netral dan bersih dari muatan politis serta
memiliki profesionalitas dan kompetensi di bidangnya sejak mulai dari rekrutmen
sampai dengan pengangkatan dalam jabatan, karena harus didasarkan pada sistem
merit. Dalam Pasal 1 UU ASN disebutkan bahwa sistem merit adalah kebijakan dan
manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara
adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit,
agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi
kecacatan.Dengan demikian harapan terhadap kinerja ASN juga akan lebih baik,
sehingga mampu memberikan dukungan terhadap reformasi birokrasi. Bahkan
dikemukakan Effendi (2014), bahwa setidaknya UU ASN akan cukup memberikan
landasan hukum yang kuat untuk melaksanakan reformasi aparatur negara yang lebih
luas dari reformasi birokrasi yang dilaksanakan pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) 2010-2014.

Selain beberapa harapan tersebut, pengaturan kelembagaan dalam manajemen sdm


aparatur, yang selama ini sering diwarnai terjadinya tumpang tindih kewenangan berbagai
lembaga, memiliki potensi untuk diminimalisir. Keberadaan KASN menurut UU ASN juga
telah membuka peluang bagi berkembangnya penyelenggaraan manajemen PNS secara
efektif, karena dalam prosesnya telah melibatkan unsur non PNS. Hal tersebut sejalan dengan
paradigma governance dalam penyelenggaraan negara.

Menurut Pasal 27 UU ASN, KASN merupakan lembaga nonstruktural yang mandiri dan
bebas dari intervensi politik untuk menciptakan pegawai ASN (PNS, PPPK, dan anggota
TNI/Polri yang ditugaskan dalam jabatan ASN) yang profesional dan berkinerja, memberikan
pelayanan secara adil dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa. KASN terdiri
atas 1 orang ketua merangkap anggota, 1 orang wakil ketua merangkap anggota, dan 5
anggota yang ditetapkan dan diangkat oleh presiden untuk masa jabatan 5 tahun dan hanya
dapat diperpanjang untuk 1 kali masa jabatan.

15
Anggota KASN terdiri dari unsur pemerintah dan/atau nonpemerintah, yang diseleksi dan
diusulkan oleh tim seleksi yang dipimpin oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (PAN-RB). Menurut Pasal 32 Ayat (3) UU ASN, KASN berwenang
untuk memutuskan adanya pelanggaran kode etik dan kode perilaku pegawai ASN untuk
disampaikan kepada pejabat pembinakepegawaian dan pejabat yang berwenang untuk wajib
ditindaklanjuti. Dalam melaksanakan tugasnya, KASN dapat melakukan penelusuran data
dan informasi terhadap sistem merit dalam kebijakan dan manajemen ASN pada instansi
pemerintah. Adanya sistem merit dalammanajemen ASN juga merupakan asa baru terhadap
pengelolaan PNS yang lebih baik, karena selama ini banyak terkooptasi oleh kepentingan
politik. Namun kemudian yang harus mendapatkan pemikiran lebih lanjut adalah bagaimana
mengawal pelaksanaan UU ASN dengan peraturan pelaksanaan yang mendukung karena UU
ASN masih merupakan UU yang masih bersifat fleksibel.

16
1. Judul 3 halaman 3

Bala bla bla....

a. Sub Judul 3 halaman 3

Bla bla bla

17

Anda mungkin juga menyukai