Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

BIROKRASI DALAM ADMINISTRASI PUBLIK


MATA KULIAH
“PENGANTAR ILMU ADMINISTRASI PUBLIK”
DOSEN PENGAMPUH :

Drs. WELSON YAPPI ROMPAS M.Si

Dr.Dra. FEMMY M G TULUSAN M.Si

RULLY MAMBO S. Sos, M.Si

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 7

▪ ARIO ABIMAYU TESS


▪ FENTI KAMBUNO TANDIDATU
▪ APRILICHA VERONIKA MONTOLALU
▪ BERNARDO RAFHAEL WONDAL
▪ ARIYANTI TARUMAMPEN
▪ BRIGITA KEZIA SINGAL
▪ PINGKAN PUILI
▪ ANASTASIA SEPERTINA MALESE
▪ INELIA HARIEL LEMBANG
▪ AFNI OMEGA LUMOINDONG

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok mata
kuliah Pengantar Ilmu Administrasi Publik dengan judul “Birokrasi Dalam Administrasi
Publik” tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hal ini kami selaku penyusun menyadari masih banyak kesulitan dan kendala
dalam membuat makalah ini, untuk itu kami meminta maaf atas segala keterbatasan
kemampuan kami dalam menyelesaikan makalah ini. Segala kritik dan saran yang
membangun senantiasa kami harapkan demi peningkatan kualitas makalah ini.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................ 3
A. LATAR BELAKANG.................................................................................................... 3
B. RUMUSAN MASALAH .............................................................................................. 3
C. TUJUAN ................................................................................................................... 3
BAB 2 PEMBAHASAN........................................................................................................... 4
A. DEFINISI BIROKRASI................................................................................................. 4
B. CIRI-CIRI DAN KARAKTERISTIK BIROKRASI .............................................................. 5
C. CARA KERJA BIROKRASI........................................................................................... 6
D. KONTEKS SEJARAH BIROKRASI ................................................................................ 8
E. HUBUNGAN BIROKRASI DENGAN ADMINISTRASI PUBLIK ...................................... 12
F. BIROKRASI DALAM UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK ........................ 13
BAB 3 PENUTUP .................................................................................................................. 14
KESIMPULAN ....................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 15

2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Administrasi Publik adalah proses pengelolaan sumber daya publik untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat. Birokrasi adalah unsur pelaksana dari
administrasi publik agar tujuan pelayanan kepada masyarakat tercapai secara efektif,
efisien dan rasional.
Birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat yang
kehadirannya tak mungkin terelakkan. Birokrasi merupakan instrumen untuk
bekerjanya suatu administrasi, dimana birokrasi bekerja berdasarkan pembagian
kerja, hirarki kewenangan, impersonalitas hubungan, pengaturan perilaku, dan
kemampuan teknis dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara
administrasi pemerintahan.
Bekerjanya birokrasi berdasarkan hirarki kewenangan memungkinkan
terjadinya kontrol yang efektif dan kinerja yang positif. Apalagi jika kewenangan
yang dimiliki oleh pimpinan puncak didesentralisasikan kepada pimpinan pelaksana.
Struktur yang telah didesentralisasikan tersebut memungkinkan terciptanya birokrasi
profesional yang berdampak kepada peningkatan kinerja organisasi dimana birokrasi
dapat menjadi bertanggung-gugat dengan adanya kewenangan yang didelegasikan
tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan birokrasi?
2. Apa saja ciri-ciri dan karakteristik birokrasi?
3. Bagaimana cara kerja birokrasi?
4. Uraikan konteks sejarah birokrasi?
5. Apa hubungan birokrasi dengan administrasi publik?
6. Apa saja upaya birokrasi dalam meningkatkan pelayanan publik?

C. TUJUAN
1. Agar dapat mengetahui arti dari birokrasi
2. Mengetahui ciri-ciri dan karakteristik birokrasi
3. Mengetahui dan memahami cara kerja birokrasi
4. Mengetahui konteks sejarah birokrasi
5. Mengetahui dan memahami hubungan birokrasi dengan administrasi publik
6. Mengetahui upaya birokrasi dalam meningkatkan pelayanan publik

3
BAB 2
PEMBAHASAN

A. DEFINISI BIROKRASI

Secara etimologi kata birokrasi berasal bahasa prancis ‘bureau’ yang


berarti ‘meja tulis’. Istilah ini selalu diartikan sebagai tempat para pejabat bekerja.
Tambahan sisipan ‘cracy’ yang bersumber dari bahasa Yunani ‘kratien’ yang berarti
mengatur (to rule) gabungan kata itu melahirkan istilah yang memiliki kekuatan
sangat dasyat. (Martin Albrow 2004;4)
Dalam kamus akademik bahasa Prancis tahun 1798, kata birokrasi dimasukan
dalam suplemen, dan mengartikannya sebagai ‘kekuasaan’, pengaruh dari para
kepala dan staf biro pemerintahan’. Sementara dalam kamus bahasa Jerman edisi
1813 mendefinisikan birokrasi sebagai wewenang atau kekuasaan yang oleh
berbagai departemen pemerintah dan cabang-cabangnya diperebutkan untuk diri
mereka sendiri atas warga negara. Sedangkan birokrasi dalam kamus teknik bahasa
Italia yang terbit tahun 1828 mendefinisikan birokrasi sebagai kekuasaan pejabat di
dalam administrasi pemerintahan.
Dari beberapa definisi tentang birokrasi di atas dapat disimpulkan bahwa
birokrasi adalah sebuah sistem kerja yang mendasari jalannya kegiatan kerja
berlandaskan pada kekuasaan legal-rasional.

Adapun birokrasi menurut para ahli, antara lain:

1. Menurut Max Weber


seorang ahli politik dan sosiolog asal Jerman, berpendapat bahwa birokrasi adalah
suatu bentuk organisasi yang penerapannya berhubungan dengan tujuan yang
hendak dicapai. Birokrasi ini dimaksudkan sebagai suatu sistem otoritas yang
ditetapkan secara rasional oleh berbagai macam peraturan untuk mengorganisir
pekerjaan yang dilakukan oleh banyak orang.

2. Menurut Fritz Morstein Marx


Ilmuwan administrasi dan politik Jerman-Amerika, berpendapat bahwa birokrasi
adalah suatu tipe organisasi yang digunakan oleh pemerintah modern untuk
melaksanakan tugas-tugasnya yang bersifat spesialis, dilaksanakan dalam sistem
administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah.

3. Menurut Peter M. Blau dan Charles H. Page


Sosiolog asal Amerika, berpendapat bahwa birokrasi adalah suatu tipe organisasi
yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar, yaitu
dengan cara mengoordinir secara sistematik pekerjaan yang dilakukan oleh banyak
orang.

4
Ilmuwan yang sangat berpengaruh dalam pengembangan konsep birokrasi
adalah Max Weber, seorang sosiolog Jerman yang juga ahli politik. Weber pernah
menulis buku wirtschaft und gesellchaft (teori organisasi sosial dan ekonomi) yang di
dalamnya terdapat salah satu bab mengenai birokrasi. Karya itu sampai sekarang
dikenal konsep tipe ideal birokrasi.

B. CIRI-CIRI DAN KARAKTERISTIK BIROKRASI

Ciri-Ciri Birokrasi Menurut Max Weber Adalah:

1. Para anggota staf bersifat bebas secara pribadi, dalam arti hanya menjalankan tugas-
tugas impersonal sesuai susunan jabatannya.
2. Terdapat hirarki jabatan yang jelas dan setiap organisasi memiliki hierarki wewenang.
3. Fungsi-fungsi jabatan diketahui secara jelas; adanya pembagian kerja.
4. Para pejabat diangkat berdasarkan sistem kontrak.
5. Para pejabat dipilih berdasarkan kualifikasi profesional, idealnya berdasarkan pada
suatu dimploma (ijazah) yang diperoleh melalui ujian.
6. Para pejabat memiliki gaji dan biasanya juga dilengkapi dengan hak-hak pension. Gaji
bersifat berjenjang menurut kedudukan dalam hierarki.
7. Pos jabatan adalah lapangan kerja yang pokok bagi para pejabat.
8. Suatu struktur karir dan promosi atas dasar merit system serta pertimbangan
keunggulan
9. Pejabat sangat mungkin tidak sesuai dengan pos jabatannya maupun dengan sumber-
sumber yang tersedia di pos tersebut.
10. Pejabat terikat pada sistem disiplin dan control yang seragam.
Itulah sepuluh ciri-ciri dari Birokrasi menurut Weber. Menurutnya birokrasi
adalah suatu bentuk organisasi modern yang paling efisien, dan sistematis dalam
proses kerjanya. Birokrasi merupakan perwujudan dari rasionalitas instrumental.
Memilih cara-cara yang tepat dan sistematis untuk mencapai tujuan. Struktur
organisasi dibentuk oleh otoritas legal-rasional yang serba diatur oleh seprangkat
peraturan. Hal ini sangat berbeda dengan organisasi yang dibentuk berdasarkan
otoritas tradisional di mana otoritas dimiliki berdasarkan tradisi kepercayaan lokal
yang dianut oleh suatu masyarakat tradisional secara turun-temurun, ataupun tipe
otoritas kharismatik yang diperoleh sesorang karena memiliki kualitas pribadi yang
tinggi atau memiliki bakat alamiah dalam mengatur sekumpulan orang.

Karakteristik Birokrasi

Salah satu karakteristik utama dari birokrasi ialah biasanya digunakan oleh
organisasi besar, seperti pemerintahan, dan sifatnya formal. Selain karakteristik
tersebut, birokrasi memiliki sejumlah karakteristik lainnya, yaitu:

5
1) Pekerjaannya sangat ketat dan berorientasi pada peraturan.
2) Tugasnya bersifat spesialisasi atau khusus atau spesifik.
3) Biasanya bersifat kaku dan sederhana.
4) Penyelenggaraannya dilakukan secara resmi.
5) Bersifat sentral atau terpusat.
6) Biasanya tidak melanggar ketentuan yang telah disepakati.
7) Bentuknya terstruktur. Artinya memiliki susunan organisasi yang jelas.
8) Taat dan patuh terhadap peraturan atau ketentuan yang ada.
9) Adanya kewenangan hierarki secara vertikal.
10) Terkadang prosedur pelayanannya berbelit-belit sehingga menyulitkan proses
pengambilan keputusan.

C. CARA KERJA BIROKRASI

1. Cara Kerja Tradisional

Cara kerja tradisional ini mewarnai kehidupan manajemen baik di


pemerintahan maupun di masyarakat, cara seperti ini sudah tidak efisien lagi, karena
sangat lamban dan menghambat perubahan. Menurut J.C Tukiman Taruna pada suatu
seminar yang dimuat di Surat MEDIA tanggal 10 April 1994 menyebutkan antara lain
bahwa masyarakat Indonesia masih bersifat feodalistik, ketat pada peraturan, lebih
menyenangi tertutup, lebih suka mempersulit pelayanan kepada orang lain,
menghadapi orang lain dengan penuh curiga, dalam keadaan tertentu suka main
hakim sendiri, suka membuat peraturan untuk memperkuat diri.

Keadaan seperti itu seharusnya berubah karena tantangan sudah lain dan oleh
Prof. Dr. Muladi dari UNDIP pada Surat Kabar yang sama menyatakan perlu paradigma
baru seperti dalam menentukan tujuan itu harus fleksibel, komunikasi harus terbuka,
kebijaksanaan harus rasional dan bersifat partisipatif.

Lebih lanjut dikatakan oleh Dr. Lukman Sutrisno dari UGM ciri tuntutan masa
depan tersebut antara lain berorientasi pada demokrasi dan hak-hak asasi manusia
serta prestasi, menghomati hukum, tidak cepat puas dan solidaritas sosial tinggi.

Menurut Prof. Dr. Warren Bennis keadaan yang dikemukakan oleh J. C.


Tukiman Taruna tersebut disebut matinya birokrasi karena bersifat kaku dan lamban,
sehingga tidak mampu lagi untuk mengakomodasi tuntutan-tuntutan baru yang
bersifat cepat dan mendasar.

Disebut mendasar karena menyangkut perubahan sikap dan perilaku SDM


dalam upaya merubah perilaku manajemen baru yang lebih dinamik dan fleksibel.
Namun perubahan sikap dan perilaku SDM tersebut memerlukan proses waktu yang
cukup lama agar benar-benar menjadi budaya baru.

6
2. Cara Kerja Baru

Untuk mengatasi tantangan globalisasi diperlukan perubahan cara kerja baru


yang lebih efektif dan efisien, lebih demokratis dan terbuka, lebih rasional dan
fleksibel dan lebih bersifat terdesentralisasi. Hal itu dikemukakan oleh Bapak Presiden
RI di depan para Gubernur pada 10 Juni 1993 dengan maksud agar diadakan
perubahan manajemen untuk mengantisipasi pengaruh globalisasi yang akan
menerpa semua negara di dunia termasuk Indonesia.

Bilamana perubahan manajemen tersebut dapat dikelola dengan baik maka


akan dipetik keuntungan yang berupa tumbuhnya banyak prakarsa, aneka ragam
kreativitas dan dorongan partisipasi yang makin besar. Pertumbuhan semacam itu
akan mendorong terwujudnya kemandirian yang harus menjadi ciri utama
pembangunan dalam rangka menghadapi kehidupan masa depan.

Untuk itu manajemen harus berorientasi pada tujuan agar lebih efektif dan efisien,
dengan cara seperti:
a. Merumuskan tujuan dan sasaran organisasi secara jelas dan rinci.
b. Tujuan dan sasaran tersebut dijabarkan dalan bentuk kebijaksanaan dan
strategi yang operasional.
c. Dilaksanakan dengan penuh peran serta semua pihak, baik yang berupa
kerjasama maupun koordinasi.
d. Pelaksanaan tersebut harus dikendalikan, temuannya dianalisis, kemudian
ditindaklanjuti berupa perbaikan atau penyempurnaan secara terus menerus.

Perubahan tersebut akan dapat terlaksana bilamana didahului oleh perubahan


sikap dan perilaku SDM yang akan menjadi pendukung utama perubahan manajemen
tersebut. Untuk itu diperlukan langkah kegiatan yang berupa mencari nilai-nilai baru,
kemudian dimasyarakatkan atau dilatihkan, dilaksanakan, disempurnakan terus,
menjadi kebiasaan kerja dan akhirnya baru menjadi budaya baru yang dimilikinya.
Unsur yang terkandung dalam upaya perubahan tersebut meliputi kekuatan motivasi,
motivasi tidak akan berarti kalau tidak memiliki keterampilan atau profesional,
memiliki motivasi-keterampilan-kepribadian tidak cukup kalau bisa berperan atau
berbuat, memiliki motivasi-keterampilan-kepribadian-peran tidak bisa optimal
bilamana tidak memperhatikan faktor manusiawi berupa kejenuhan.

Oleh karena itu, yang dimaksud dengan produktivitas Budaya Kerja adalah sikap
mental yang selalu mancari perbaikan atau penyempurnaan apa yang telah dicapai
dengan menerapkan teori-teori dan metode-metode serta yakin akan kemajuan umat
manusia. Dalam hal ini dapat dilihat kaitan antara kepribadian dan hasil kerja, dimana
kepribadian itu terkandung unsur bakat, keterampilan, minat sifat, gairah dan nilai-
nilai kepribadian tersebut menjadi sikap, kemudian menjadi perilaku yang
mengandung unsur semangat, disiplin, rajin, jujur, tanggung jawab, hemat, integritas,
sehingga hasil kerja akan mencapai kualitas yang tinggi atau memuaskan.

Perilaku manajemen yang menghasilkan poduk bermutu tinggi dapat dinilai dari
unsur antara lain, kepemimpinan, perencanaan, pengorganisasisn, penentuan

7
prioritas, pendelegasian, pengendalian, pemecahan masalah, pengambilan
keputusan, komunikasi lisan, komunikasi tertulis, keterampilan administrasi,
hubungan antar pribadi, pemeliharaan keselamatan, kerumahtanggarn, ketepatan
waktu dan kehadiran.

D. KONTEKS SEJARAH BIROKRASI

1. Birokrasi Masa Kerajaan

Sebagian besar wilayah Indonesia sebelum kedatangan bangsa asing pada abad 16
menganut sistem dan pengaturan masyarakat yang berbentuk sistem kerajaan.
·Raja adalah pucuk pimpinan
·Pemegang kekuasaan absolut/ tunggal
·Segala keputusan ada di raja, rakyat harus tunduk dan patuh

Birokrasi kerajaan pada masa dulu bercirikan sebagai berikut :

1) Penguasa menganggap dan menggunakan administrasi publik sebagai urusan


pribadi.
2) Administrasi adalah peluasan rumah tangga istananya.
3) Tugas pelayanan ditujukan kepada pribadi sang raja.
4) Gaji dari para pegawai kerajaan pada hakikatnya adalah anugerah yang juga
dapat ditarik sewaktu-waktu sekehendak Sang raja.
5) Para pejabat kerajaan dapat bertindak sekehendak hatinya terhadap rakyat,
seperti hal nya yang dilakukan oleh raja.

Birokrat dalam kerajaan (Jawa), di dalam pemerintahan pusat (keraton).

▪ Urusan pemerintahan diserahkan kepada 4 pejabat setingkat menteri (wedana


lebet) yang dikoordinasikan kepada setingkat menteri koordinator (pepatih
lebet). Pejabat-pejabat kerajaan tersebut membawahi masing-masing
pegawai (abdi dalem) yakni orang yang mencurahkan pengabdianya kepada
raja.

▪ Untuk urusan di luar keraton (Mancanegara), raja menunjuk Bupati. Bupati


adalah raja-raja daerah sekitar yang telah ditaklukan oleh raja, dapat juga
kerabat raja ataupun pemuka masyarakat daerah tersebut. Untuk menjaga
dari pengkhianatan, biasanya Raja memberikan hukuman mati, bisa juga
mengikat persaudaraan dengan pernikahan, serta nyantrik (diajak masuk ke
lingkungan kraton selama beberapa hari). Dan secara konsisten menghadap
selama 3 kali dalam setahun pada Grebeg Mulud, Grebeg Syawal, Grebeg Besar
disertai membawa Upeti.

Beberapa Kementrian yang ada di Kerajaan/Kanayakan (Jawa), yang merupakan


dewan menteri (Nayaka) dan diketuai oleh Perdana Menteri (Pepatih Dalem). Dalam
tiap kementrian terdapat fungsi rangkap yakni Militer, sehingga dalam keadaan yang

8
diperlukan semua kementrian dapat berperang membela Kerajaanya, adapun
kementriannya sebagai berikut :

1) Kementrian yang mengurusi yayasan dan pekerjaan umum (Kanayan Keparak


Kiwo dan Kanayakan Keparak Tengen).
2) Kementrian yang mengurusi penghasilan dan keuangan kraton/Kemenkeu
(Kanayakan Gedhong Kiwo dan Kanayakan Gedhong Tengen).
3) Kementrian Dalam Negeri/ yang mengurusi masalah tanah dan pemerintahan
(Praja) yakni (Kanayakan Siti Sewu dan Kanayakan Bumi Ijo).
4) Kementrian Pertahanan(Kanayakan Panumping dan kanayakan Numbakanyar)

2. Masa Kolonial

Kolonial Belanda tidak serta merta dalam membentuk Birokrasi di Indonesia,


selaku daerah jajahan. Mereka melakukan pendekatan kepada raja-raja sekitar,
dengan maksud mereka untuk menumpang supaya masyarakat juga menghormati
keberadaan kolonial tersebut. Pada dasarnya pendekatan itu bermaksud untuk
menanamkan pengaruh politiknya terhadap elite politik kerajaan.

Kemudian dalam perkembanganya,birokrasi di masa itu terjadi dualisme


sistem birokrasi pemerintahan. Yang pertama Sistem Administrasi Kolonial
(Binnenlandsche Bestuur) dan Sistem Administrasi Tradisional/Kerajaan (Inhemsche
Bestuur) masih tetap dipertahankan Belanda.

Birokrasi Kolonial Belanda pada Puncaknya pada Raja Belanda, sedangkan yang
menjalankan pemerintahan di daerah jajahan kewenanganya pada Gubernur
Jenderal. Sultan tetap berperan hanya dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang
berkaitan dengan adat istiadat urusan pemerintahan keraton, yang masih sarat
dengan adat istiadat. Sedangkan keuanganya berasal dari Pemerintah Kolonial atas
dasar kontrk politik manakala seorang sultan tersebut dinobatkan menjadi raja.

Kedudukan Sultan semakin tersingkir. Patih yang menjadi pelaksana kegiatan


tata pemerintah tidak terlepas dari kontrol pihak kolonial. Segala kegiatan harus
sepengetahuan dan sepertujuan pihak kolonial. Pada dasarnya anggota birokrasi
pemerintahan kolonial tidak begitu besar, akan tetapi ramping, efisien, dan ditopang
dengan kekuatan militer kolonial yang kuat dan profesional. Hal ini dilatar belakangi
karena masyarakatnya masih berpendidikan sangat rendah, dan masih bodoh.

Birokrasi dibentuk pemerintah kolonial sebagai perpanjangan tangan dari


Birokrasi pemerintah pusat. Sehingga lahirlah istilah Pangreh Praja, yang semula pada
masa kerajaan di gaji dengan tanah bengkok sekarang digaji dengan uang. Guna
menjamin loyalitas kepada pemerintah kolonial. Pangreh Praja berperan sebagai alat
pemerintah kolonial/pemberi perintah kepada masyarakat bukan pelayanan dari
masyarakat. Sebenarnya tugas utama Pangreh Praja adalah melakukan Instruksi
Pemerintah Kolonial, terutama tugas-tugas yan erat kaitanya dengan pemungutan
pajak kepada masyarakat.

9
Adapun pelayanan yang diselengarakan oleh Birokrasi kolonial meliputi :
Pembangunan Jalan dan jembatan, air minum, rumah sakit, pendidikan transportasi,
dan pertahanan. Pembangunan fisik difokuskan dalam menjamin akses bagi
pemerintah kolonial dalam mengambil kekayaan alam daerah jajahan. Sedangkan
pelayanan kesehatan dan pendidikan hanya diperuntukan oleh pemerintah kolonial
dan keluarga serta para priyayi-priyayi/bangsawan. Jadi pelayanan ini bersifat Private
buka Publik. Hanya pada kasultanan Jogjakarta sajalah yang memiliki kedudukan
politik yang lebih tingg (politik yang riil) daripada daerah otonom biasa. Yogya
mengatur pemerintahan sendiri lewat kontrak politik tahun 1877, 1921, dan 1940.
Kolonial Belanda menghormati kedudukan yogya, dan mengakui keberadaanya dalam
hal mengurus rumah tangganya sendiri dengan hukum adatnya yang telah
dicantumkan dalam kontrak politik. Berbeda dengan kerajaan yang ada di Sumatera
barat (Sawah Lunto), (Gowa) Sulawesi Selatan maupun juga di Bone (Ingat Perjanjian
Bongaya) yang berisi :

1) Kerajaan Gowa sebagai pihak yang kalah perang, waji membayar biaya perang
yang telah dikeluarkan Belanda (VOC).
2) Wilayah-wilayah Kerajaan Gowa yang diduduki pasukan Arung Palakka dan
VOC selama perang diserahkan pada kerajaan Bone.
3) Raja-raja Makasar yang ingin bertemu Belanda wajib didampingi oleh Arung
Palakka.

Inilah kontrak politik belanda, yang secara tersirat sebenarnya menyerahakan


kepada Arung Palakka untuk mengatur tata pemerintahan yang ada di Sulawesi
Selatan (Makassar).

Wilayah pemerintah Sulawesi Selatan dibagi menjadi 7 afdelling yang dikepalai


oleh asisten residen. Diantaranya : Makassar, Bonthain, Bone, Pare-Pare, Luwu,
Mandar, dan Buton Laiwui. Sebagai tambahan sturktur Birokrasi yang ada di wilayah
kerajaan Sulawesi Selatan tidak Jauh berbeda dengan struktur Birokrasi di Kasultanan
Jogjakarta.

Kesimpulan dari Birokrasi pada masa kolonial adalah, aparat birokrasinya


cenderung memposisikan dirinya sebagai penguasa yang harus dilayani, bukannya
melayani sehingga kinerja pelayanan yang diberikan sangat tidak Public Accountable
dan jauh dari kepentingan publik. Hal inilah yang menjadikan cikal bakal dari Patologi
Birokrasi, yang berupa Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Kalau dulu memberi upeti
sekarang memberi uang rokok/pelicin dalam pelaksanaan pelayan dalam birokrasi
agar menjadi patron yang menguntungkan dalam mengakses kemudahan pelayanan
birokrasi atau untuk memperoleh hak istimewa lainnya dalam berurusan dengan
Birokrasi Pemerintah.

SOTK Pemerintahan Jogjakarta selama Penjajahan Belanda :

Sultan – Gubernur Jenderal – Pakualam

Patih – Asisten Residen Belanda – Patih

10
Bupati – Kontroler Belanda – Bupati

Wedana – Wedana

Asisten Wedana – Asisten Wedana

Lurah – Lurah

Pembantu lurah/ Kepala Dukuh – Pembantu Lurah/Kepala Dukuh

3. Masa Orde Baru

Perlu diketahui bahwa, pada masa Orde Baru pemerintahanya ditopang oleh
ABG. ABG adalah Abri, Birokrasi, dan Golkar. Ketiga pilar itu menjadi kekuatan sentris
dalam perumusan kebijakan baik politik maupun ekonomi yang berdimensi luas bagi
kehidupan masyarakat. Hampir semua aspek kehidupan masyarakat tidak pernah
terlepas dari intervensi kebijakan birokrasi pemerintah

Ciri dari birokrasi masa orde baru :

1) Merupakan representasi keberadaan negaradalam kehidupan masyarakat.


2) Mendapat dukungan dari jaringan militer baik dari Kodam, Kodim/Korem,
Koramil hingga Babinsa. (tentara manunggal dengan rakyat. Safari senyum KB)
3) Sebagai alat kontrol publik (wujud dari politik korporatisme negara/monopoli
terhadap kepetingan tertentu).
4) Berbentuk Premium Mobile bagi program pembangunan daerah
(memindahkan wewenang dari eselon atas ke bawah, responsif terhadap
kehendak pimpinan pusat, sebagai alat konsolidasi pengendalian daerah
dalam pemujudan REPELITA, GBHN, dan APBN).

Pada masa Orde Baru terjadi penambahan PNS secara besar-besaran seolah-olah
sebagai ladang/lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. Data pada Orde lama
jumlahnya tidak lebih dari 400.000 hingga tahun 1980 mencapai 2.074.000 dan pada
tahun 1993 sejumlah 4.009.000 PNS.

Terdapat dua konsekuensi penting mengenai masalah penambahan PNS secara


besar-besaran. Pertama adalah tidak terciptanya efisiensi dalam pemberian
pelayanan kepada masyarakat. Dikarenakan penambahannya tidak sesuai Merit
system sehingga asal tidak memperdulikan kejelasan kriteria, profesionalitas, dan
kebutuhan organisasi.

Kedua, akibat dari membludaknya PNS menjadikan peran Birokrasi pada


masyarakat menjadi sangat penting. Hingga perumpamaanya, bayi yang baru lahir,
hidup, dan akhirnya mati harus selalu berurusan dengan Birokrasi. Dan itu
memerlukan perizinan yang sangat rumit. Sehingga menjadikan Birokrasi lebih
berperan untuk mengurus kehidupan publik, dalam arti fungsi regulatif daripada

11
fungsi pelayanan publiknya. Birokrasi sebagai kepanjangan tangan dari pelaksanaan
regulasi pemerintah. Menjadikan Birokrasi sangat tidak terbatas kuasanya dan sulit
dikontrolmasyarakat dan menyebabkan timbulnya Patologi Birokrasi. Seperti Korupsi
Kolusi dan Nepotisme.

Korpri digunakan sebagai alat mobilisasi Birokrasi yang pada akhirnya mempunyai
kebijakan Monoloyalitas kepada Golkar. Hal ini mengakibatkan kekuatan besar pada
parlemen yang berlangsung selama 30 Tahun. Munculnya Hegemoni Golkar yang
didukung penuh oleh Birokrasi menjadikan Stabilitas politik dan kekuasaan Orde Baru
dapat berlangsung selama 3 dekade

Alur Hierarki kebijakan Pemerintahan Orde Baru.


Presiden – menteri – Provinsi – pembantu Gubernur – Kabupaten/Kota – Pembantu
Bpuati/Walikota – Kecamatan – Desa/Kelurahan – RW/RK/Dusun/Lingkungan – Rukun
Tetangga.
Setiap perijinan harus dimulai dari bawah dan sesuai dengan petunjuk atasan. Tidak
ada yang berani menolak perintas atasan, dan bawahan harus meminta petunjuk
atasan ketika melakukan kegiatan Birokrasi.

E. HUBUNGAN BIROKRASI DENGAN ADMINISTRASI PUBLIK

Birokrasi sebagai Administrasi Publik (Bureaucracy as Public Administration).


Birokrasi dalam hal ini disama artikan dengan administrasi publik. Administrasi Publik
adalah proses pengelolaan sumber daya publik untuk dimanfaatkan bagi
kepentingan masyarakat. Birokrasi adalah unsur pelaksana dari administrasi publik
agar tujuan pelayanan kepada masyarakat tercapai secara efektif, efisien dan
rasional.
Perkembangan administrasi negara di negara-negara maju sejak tahun 1998
berlangsung sangat pesat yang mengarah pada manajemen pemerintahan baru (
new public management ). Di Indonesia sejak reformasi digulirkan sangat banyak
upaya yang telah dilakukan untuk lebih mendayagunakan administrasi negara,
antara lain melalui reformasi birokrasi berbagai upaya perbaikan birokrasi
pemerintah dalam rangka membersihkan praktek KKN dalam penyelenggaraan
pemerintah, meningkatkan kualitas pelayanan publik dan memperkuat fungsi
lembaga pengawasan.
Sesuai dengan kerangka acuan penulis sampaikan adalah konsep birokrasi
modern, reformasi birokrasi dan pelayanan publik beserta suatu paradikma
wawasan pengawasan dalam mewujudkan birokrasi modern. Pembentukan
sejumlah lembaga pengawasan tersebut adalah dalam rangka memperkuat kualitas
kontrol terhadap jalannya roda pemerintahan, hal ini karena kualitas kontrol dari
lembaga pengawasan memiliki peranan yang besar dalam menciptakan tata
kepemerintahan yang baik “ Good government “. Kontrol atau pengawasan adalah
merupakan salah satu fungsi manajemen yang memiliki fungsi untuk mengawasi.

12
F. BIROKRASI DALAM UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK

Birokrasi di Indonesia ketika persepsi yang muncul adalah suatu system


pelayanan dan administrasi pemerintahan yang terkesan aneh, berbelit-belit dan
lamban. Birokrasi merupakan penyakit menahun di tanah air yang sulit di ubah.
Namun setelah reformasi politik sekitar tahun 1998 terjadi, maka banyak upaya dan
program-program pembangunan dan pengembangan kelembagaan yang juga
direformasi menuju system yang lebih demokratis.

Birokrasi, dunia usaha dan masyarakat adalah tiga pilar utama dalam upaya
mewujudkan pelaksanaan pemerintah yang baik dikenal dengan konsep “good
governance”. Birokrasi sebagai organisasi formal memiliki kedudukan dan cara kerja
yang terikat dengan peraturan, memiliki kompetensi sesuai jabatan atau wewenang,
semangat pelayanan public, pemisahan yang tegas antara milik organisasi dan
individu serta sumber daya organisasi yang tidak bebas dari pengawasan eksternal.
Jika kondisi ini bias terpenuhi maka harapan mewujudkan cita-cita dan tujuan
Negara yang demokratis akan membawa kebaikan bagi Negara dan bangsa ini.

Upaya untuk mewujudkan system pemerintah yang demokratis dan tidak


sentralistik serta otoritarian telah diterapkan dengan konsep otonomi daerah yang
diterapkan sejak tahun 1999. Dari sisi manajemen pemerintahan, penerapan
desentralisasi dan otonomi daerah merupakan instrument utama untuk mencapai
suatu Negara yang demokratis dan pemerintahan yang menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat. Tetapi dalam pelaksanaanya selama ini, kebijakan otonomi
daerah masih menghadapi beberapa kelemahan, seperti otonomi daerah hanya
dipahami sebagai kebijakan yang bersifat institutional belaka, perhatian dalam
otonomi daerah hanya pada masalah pengalihan kewenangan dari pusat ke daerah,
tetapi mengabaikan esensi dan tujuan kebijakan terserbut, otonomi daerah tidak
dibarengi dengan peningkatan kemandirian dan prakarsa manyarakat di daerah
sesuai tuntutan alam demokrasi.
Reformasi birokrasi dalam rangka perbaikan kualitas pelayanan public
memerlukan berbagai upaya perubahan, seperti antara lain :
1. Perubahan kelembagaan yang memotong jalur-jalur hirarki
pengambilan keputusan
2. Mengurangi kekakuan hirarki
3. Mendorong inovasi
4. Transparansi dan akuntabilitas
5. Menciptakan system internal yang mampu mempercepat proses
pelayanan
6. Meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia, pemberdayaan
system pengawasan, dan perbaikan system remunerasi.

13
BAB 3
PENUTUP

KESIMPULAN

Dari beberapa definisi tentang birokrasi di atas dapat disimpulkan bahwa birokrasi
adalah sebuah sistem kerja yang mendasari jalannya kegiatan kerja berlandaskan pada
kekuasaan legal-rasional. Birokrasi ini dimaksudkan sebagai suatu sistem otoritas yang
ditetapkan secara rasional oleh berbagai macam peraturan untuk mengorganisir pekerjaan
yang dilakukan oleh banyak orang.
Ilmuwan yang sangat berpengaruh dalam pengembangan konsep birokrasi adalah
Max Weber, seorang sosiolog Jerman yang juga ahli politik. Menurutnya birokrasi adalah
suatu bentuk organisasi modern yang paling efisien, dan sistematis dalam proses kerjanya.
Hal ini sangat berbeda dengan organisasi yang dibentuk berdasarkan otoritas
tradisional di mana otoritas dimiliki berdasarkan tradisi kepercayaan lokal yang dianut oleh
suatu masyarakat tradisional secara turun-temurun, ataupun tipe otoritas kharismatik yang
diperoleh sesorang karena memiliki kualitas pribadi yang tinggi atau memiliki bakat alamiah
dalam mengatur sekumpulan orang.
Untuk mengatasi tantangan globalisasi diperlukan perubahan cara kerja baru yang
lebih efektif dan efisien, lebih demokratis dan terbuka, lebih rasional dan fleksibel dan lebih
bersifat terdesentralisasi. Bilamana perubahan manajemen tersebut dapat dikelola dengan
baik maka akan dipetik keuntungan yang berupa tumbuhnya banyak prakarsa, aneka ragam
kreativitas dan dorongan partisipasi yang makin besar.
Di Indonesia sejak reformasi digulirkan sangat banyak upaya yang telah dilakukan
untuk lebih mendayagunakan administrasi negara, antara lain melalui reformasi birokrasi
berbagai upaya perbaikan birokrasi pemerintah dalam rangka membersihkan praktek KKN
dalam penyelenggaraan pemerintah, meningkatkan kualitas pelayanan publik dan
memperkuat fungsi lembaga pengawasan. Sesuai dengan kerangka acuan penulis sampaikan
adalah konsep birokrasi modern, reformasi birokrasi dan pelayanan publik beserta suatu
paradikma wawasan pengawasan dalam mewujudkan birokrasi modern.
Pembentukan sejumlah lembaga pengawasan tersebut adalah dalam rangka
memperkuat kualitas kontrol terhadap jalannya roda pemerintahan, hal ini karena kualitas
kontrol dari lembaga pengawasan memiliki peranan yang besar dalam menciptakan tata
kepemerintahan yang baik “ Good government “.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompas.com/skola/read/2021/07/12/150000969/birokrasi--definisi-para-ahli-
karakteristik-jenis-dan-contohnya

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Birokrasi

https://anisakhasanah199.wordpress.com/2013/05/27/cara-kerja-birokrasi/

https://www.kompasiana.com/cangka/konteks-sejarah-birokrasi-di-
indonesia_5508f3f7813311831cb1e234

https://kebebasaninformasi.org/id/2010/10/26/kinerja-birokrasi-pelayanan-publik/ -
:~:text=Birokrasi%20sebagai%20Administrasi%20Publik.&text=Administrasi%20Publik%20adalah%20
proses%20pengelolaan,secara%20efektif%2C%20efisien%20dan%20rasional.

https://bengkulu.kemenag.go.id/opini/314-birokrasi-dan-upaya-meningkatkan-pelayanan-publik

15
16

Anda mungkin juga menyukai