Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MEMILIH BENTUK STRUKTUR YANG TEPAT (THE


PROFESSIONAL BUREAUCRACY)

LOGO

DOSEN PENGAMPU

DISUSUN OLEH:

NAMA
NIM

JURUSAN
FAKULTAS
UNIVERSITAS
KOTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
Nya sehingga makalah yang berjudul “Memilih Bentuk Struktur Yang Tepat (The
Professional Bureaucracy)” ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa
saya mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan, baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya.
Untuk itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kota, 16 September 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan ............................................................................. 2
BAB II. PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
2.1. Konsep Profesionalisme Birokrasi .................................................. 3
2.1.1. Pengertian Profesionalisme ................................................... 3
2.1.2. Pengertian Birokrasi .............................................................. 3
2.1.3. Ciri Pokok Birokrasi ............................................................. 4
2.1.4. Kelebihan dan Kelemahan Birokrasi .................................... 5
2.1.5. Peluang dan Tantangan Birokrasi ......................................... 5
2.2. Struktur Organisasi .......................................................................... 6
2.2.1. The Simple Structure ............................................................. 6
2.2.2. The Machine Bureaucracy .................................................... 7
2.2.3. The Professional Bureaucracy .............................................. 8
2.2.4. The Divisionalized Form ....................................................... 9
2.2.5. Adhocracy ........................................................................... 10
2.3. Memilih Struktur Birokrasi yang Tepat ........................................ 11
2.3.1. Pembagian Kerja ................................................................. 12
2.3.2. Pembagian Wewenang ........................................................ 12
2.3.3. Pengelompokkan Pekerjaan ................................................ 12
2.3.4. Pembentukan Kelompok Kerja ........................................... 13
BAB III. PENUTUP ............................................................................................ 14
3.1. Kesimpulan .................................................................................... 14
3.2. Saran .............................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

ii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesan pertama bagi kebanyakan orang mendengar kalimat birokrasi adalah


sebuah organisasi pemerintah yang sarat dengan masalah diantaranya, korupsi,
lamban, dan berbelit-belit dalam melayani masyarakat. Beberapa masalah tersebut
dikenal dengan sebutan bureaupathologies. Birokrasi dimaksudkan untuk
mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan orang banyak.
Namun dalam kenyataannya yang sering kita saksikan bahwa birokrasi pemerintah
tidak bisa dilepaskan dari proses dan kegiatan politik dimana organisasi diorganisir
oleh kelompok-kelompok kepentingan dan berusaha mencoba mempengaruhi
pemerintah untuk mengambil dan melaksanakan suatu kebijakan serta tindakan
yang bisa mengangkat kepentingannya dan mengesampingkan kepentingan
kelompok lainnya (Dewi, 2013).
Ada 178 patologi birokrasi, salah satunya pada struktur. Bila menggarah pada
perubahan struktur organisasi maka arahnya menuju bagaimana perilaku sebuah
organisasi ketika strukturnya diubah apakah lebih efektif atau tidak. Struktur
organisasi mencerminkan faktor yang penting dalam praktik organisasi. Struktur
menjadi sebuah entitas keberadaan organisasi, dan struktur organisasi merupakan
faktor yang sangat penting dalam organisasi swasta ataupun organisasi pemerintah.
Ketika struktur menjadi masalah, maka akan memengaruhi karakteristik lainnya
seperti hierarki, dan prosedur. Besarnya struktur birokrasi dapat memperlambat
kegiatan dan memengaruhi kinerja birokrasi. Peran birokrasi begitu penting dalam
pembangunan nasional (Andhika, 2018).
Birokrasi di Indonesia merupakan birokrasi peninggalan penjajah.
Karakteristik struktur tradisional merupakan ide dari struktur yang ideal, asumsi
yang ditemukan lebih kepada penemuan prinsip struktur organisasi secara
universal. Struktur organisasi akan memberikan keuntungan pada inovasi
sementara beberapa argumentasi menyebut interaksi antara struktur organisasi dan
inovasi bisa membentuk hubungan strategis. Oleh karena begitu pentingnya
identitas birokrasi dengan segala atribut didalamnya, birokrasi patut menjadi

1
perhatian baik secara konseptual teoritik dan empirik. Mungkin saja birokrasi bukan
lagi sebagai organisasi modern tetapi birokrasi bisa saja menjadi organisasi yang
buruk dalam menghantarkan pelayanan publik yang baik,dan diperlukan gagasan
perubahan. Perubahan struktur misalnya yang berevolusi dari waktu ke waktu
sebagai sebuah organisasi yang tumbuh dan matang. Oleh sebab itu penting bagi
sebuah organisasi birokrasi untuk memilih struktur yang tepat untuk kemajuan
birokrasi tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa


permasalahan sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan profesionalisme dalam birokrasi?
2. Apa saja ciri-ciri dari birokrasi?
3. Apa saja kelebihan dan kelemahan birokrasi?
4. Apa saja peluang dan tantangan birokrasi?
5. Apa saja jenis-jenis birokrasi?
6. Bagaimana cara memilih struktur birokrasi yang tepat?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.


1. Mengetahui yang dimaksud dengan dengan profesionalisme dalam birokrasi
2. Mengetahui ciri-ciri dari birokrasi
3. Mengetahui kelebihan dan kelemahan birokrasi
4. Mengetahui peluang dan tantangan birokrasi
5. Mengetahui jenis-jenis birokrasi
6. Mengetahui cara memilih struktur birokrasi yang tepat

2
BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Konsep Profesionalisme Birokrasi

2.1.1. Pengertian Profesionalisme

Profesi menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English


adalah: Profession : Occupation, one requiring, advanced education and special
training … (Profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang menurut pelatihan mahir
dan latihan khusus). Profesional menurut kamus besar bahasa Indonesia yaitu hal-
hal yang berkaitan dengan profesi dan atau memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya; sedangkan profesionalisme menurut KBBI adalah mutu, kualitas
dan tidak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang professional.
Profesional artinya menurut pada keahlian jabatannya. Sedangkan profesionalisme
adalah aliran yang menerapkan profesi sebagai asas pokok perbuatan manusia
pendapat lain tentang profesionalisme dikemukakan oleh Robert G. Murdick dan
Joel Rooss didasarkan pada kriteria (Husin, 2015):
1. Knowledge (Pengetahuan)
2. Compotent application (aplikasi kecakapan)
3. Social Resposibility (tanggung jawab sosisal)
4. Self – Control (pengendalian diri)
5. Community Sanction (sanksi masyarakat atau sosial)

2.1.2. Pengertian Birokrasi

Istilah birokrasi sering kali dikaitkan dengan organisasi pemerintah, padahal


birokrasi itu bisa terjadi di organisasi pemerintah maupun pada organisasi non
pemerintah. Birokrasi merupakan sistem untuk mengatur organisasi yang besar agar
diperoleh pengelolaan yang efisien, rasional dan efektif. Di Indonesia apabila ada
pembahasan tentang birokrasi, maka persepsi masyarakat tidak lain adalah birokrasi
pemerintah (Dewi, 2013). Istilah birokrasi berasal dari dua akar kata yaitu bureau
(meja) dan cracy (diartikan aturan/kekuasaan). Taliziduhu Ndraha dalam bukunya

3
kybernologi mengungkapakan tiga macam arti birokrasi, birokrasi diartikan sebagai
“Goverment by bureus“ yaitu pemerintahan biro oleh aparat yang di angkat oleh
pemegang kekuasaan, pemerintah atau pihak atasan dalam sebuah organisasi formal
baik public maupun privat. Kedua, birokrasi diartikan sebagai sifat atau perilaku
pemerintahan, yaitu sifat kaku, macet, berliku, dan segala tuduhan negative
terhadap instansi yang berkuasa. Ketiga, birokrasi sebagai tipe ideal organisasi
(Husin, 2015).

2.1.3. Ciri Pokok Birokrasi

Ciri pokok birokrasi adalah (Endah dan Vestikowati, 2021):


1. Jabatan administratif yang terorganisasi/tersusun secara hirarki
2. Jabatan yang disandang sesuai kompetensinya
3. Aparatur pemerintah yang diterima dan ditempatkan dalam bertugas sesuai
dengan latar belakang ijasah dan melewati tahap ujian.
4. Aparatur sipil negara menerima penghasilan tetap disesuaikan pangkat serta
kedudukannya.
5. Pekerjaan sebagai pegawai pemerintah memiliki batas waktu bekerja atau
dibatasi masa pensiun
6. Para pejabat tidak memiliki kantor sendiri.
7. Para pejabat sebagai subyek untuk mengontrol dan mendisiplinkan.
8. Promosi didasarkan pada pertimbangan kemampuan yang melebihi rata-rata.
Sedangkan menurut ahli lain yaitu Rourke dalam Endah dan Vestikowati
(2021) mengatakan bahwa ciri-ciri dari birokrasi adalah :
1. Hirarki dan terdapat pembagian kerja yang jelas
2. Mengikat secara perseorangan dengan aturan tertulis yang jelas
3. Dikerjakan oleh pegawai yang bekerja penuh, seumur hidup serta profesional
4. Aparatur pemerintah yang bekerja tidak memiliki hak atas sarana dan prasarana
pemerintahan, keuangan, pekerjaan dan jabatan.
5. Hidup dari gaji dan pendapatan yang diterimanya tidak didasarkan secara
langsung atas dasar kinerja mereka

4
2.1.4. Kelebihan dan Kelemahan Birokrasi

Kelebihan birokrasi terletak pada power of decision, karena birokrasi


merupakan sumber informasi dan keahlian, maka sudah selayaknya setiap
persoalan yang memerlukan keputusan diperlukan preranan yang lebih banyak dari
sumber ini (birokrasi). Selain itu ada dua kekuatan yang menonjol yaitu staying
power dan policy making power yang tidak memungkinkan birokrasi bersifat netral
dalam pelayan publik, karena ia memihak pada kekuatan politik negara, sehingga
pemimpin diangkat berdasarkan mandat politis. Pejabat bukanlah birokrasi
permanen, mereka adalah responstatif transisi dari partai-partai. Oleh sebab itu
apabila sistem administrasi yang tidak didasarkan pada keahlian dan kemampuan
akan menimbulkan patronage, feodalisme dan immortal dimana kekuasaan menjadi
sentralistik yang menyuburkan praktik korupsi, kronisme dan nepotisme.
Kelemahan birokrasi adalah sulit dikontrol, karena dipengaruhi oleh dua kendala
yaitu budaya administrasi dan budaya politik. Budaya politik Indonesai diilhami
budaya Jawa yang mengenal adanya sentralisme kekuasaan dan dikatomi yang
tajam antara penguasa dan rakyat. Rakyat tidak diinginkan mengeluarkan pendapat
tanpa diminta, penguasa tidak pernah salah, rakyat dihinggapi penyakit
ketidakmampuan, seperti rukun dan harmoni, sabar (Yunus, 2002).

2.1.5. Peluang dan Tantangan Birokrasi

Birokrasi mempunyai peluang untuk memperbaiki diri yaitu dengan adanya


issue globalisasi yang menitikberatkan pembangunan kerakyatan yang demokratis
dan terdesentralisasi. Desentralisasi dalam pemerintahan dapat mempercepat laju
pertumbuhan daerah yang tertinggal serta untuk pemberian pelayanan publik,
karena warga masyarakat lebih aman dan tenteram dengan pemerintahan daerah
yang lebih dekat dengan rakyat. Sedangkan tantangan birokrasi dapat
dikelompokkan menjadi dua hambatan yakni hambatan proses, yang mencakup
aspek struktur dan prosedur dan hambatan orientasi. Struktur organisasi modern
dipandang sebagai model birokrasi yang tepat, akan tetapi tidak berhasil untuk
melaksanakan pelayanan yang berorientasi pada rakyat dan menyebabkan

5
tumbuhnya distorsi organisasi modern, menimbulkan struktur birokrasi yang amat
hirarkis dan legalistis. Hambatan orientasi terjadi karena peranan birokrasi
demikian kuat dan dominan menimbulkan mental pejabat dimana prestasi diukur
dari kemampuan "untuk memuaskan”. Faktor lain yang dapat menghambat
pertumbuhan profesionalisme birokrasi dalam pelayanan publik adanya dualisme
dalam sistem administrasi negara yaitu antara sistem administrasi tradisional yang
menekankan ritualisme administrasi yang tidak efisien dan adminsitrasi modern
yang menekankan rasionalisme dan efisiensi dan hambatan ketiga adalah lemahnya
pengawasan (Yunus, 2002).

2.2. Struktur Organisasi

2.2.1. The Simple Structure

The Simple Structure memiliki karakteristik yang paling sederhana. Biasanya


organisasi ini hampir tidak memiliki bagian technostructure, sedikit memiliki
support staff, division of labor-nya bersifat longgar, masing-masing unit kerja tidak
begitu banyak berbeda, dan hirarki kepemimpinannya rendah. Organisasi ini tidak
begitu peduli dengan perencanaan, training, maupun fungsifungsi penghubung.
Kebanyakan perilaku yang diterapkan dalam organisasi ini juga jarang yang bersifat
formal, jadi seolah-olah terkesan bahwa tidak ada struktur yang jelas, atau sering
disebut bersifat organik. Organisasi ini juga tidak memiliki spesialis atau tenaga
ahli, kalaupun ada mereka hanya dikontrak kalau sedang dibutuhkan saja
Mekanisme koordinasi yang paling menonjol pada simple structure ini adalah
direct supervision. Kewenangan untuk mengambil keputusan penting semuanya
tersentralisasi pada pimpinan tertinggi. Dengan demikian strategic apex merupakan
bagian kunci yang sangat menentukan dalam struktur organisasi. Sering yang
terjadi adalah hanya ada satu orang “bertengger” di strategic apex dan dibawahnya
langsung operating core yang bersifat organik (dalam arti tidak tertata dengan
tertib, atau sifatnya fleksibel terserah kemauan atasan). Sang pimpinan puncak
memiliki span of control yang begitu luas, sehingga hampir semua karyawan bisa
langsung melapor kepadanya.

6
Simple Structure ini merupakan bentuk organisasi yang cocok dengan kondisi
yang sifatnya juga simple, tetapi bisa sekaligus dinamis. Lingkungan yang
sederhana memungkinkan untuk dipahami oleh satu orang pimpinan, sehingga
pengambilan keputusan cukup dilakukan oleh satu orang itu saja. Di sisi lain,
karena sifatnya yang organik tadi, organisasi ini juga mampu untuk beradaptasi
dengan cepat, terutama ketika masa depan memang susah untuk diprediksi. Kondisi
seperti ini tidak mungkin dikelola dengan standardisasi, karena toh situasi akan
berubah terus dan standar akhirnya akan selalu kadaluwarsa. Apa gunanya standar
kalau setiap kali harus diubah dan diubah, artinya sama saja dengan tidak ada
standar. Dalam kehidupan suatu organisasi pasti pernah mengalami bentuk yang
sederhana ini, terutama ketika organisasi tersebut masih kecil pada tahun-tahun
awal berdirinya. Namun, ada juga organisasi yang mempertahankan bentuk
sederhana ini sampai waktu yang cukup lama. Mereka merasa komunikasi informal
nyaman dan efektif, sehingga terus dipertahankan.
Permasalahan yang mungkin timbul adalah kemungkinan rancunya antara
mana isu strategis dan mana isu yang sifatnya operasional sehari-hari, karena
semuanya menumpuk pada strategic apex, yang hanya terdiri dari satu orang.
Simple structure juga merupakan pilihan yang resikonya paling tinggi karen nasib
organisasi hanya dipegang oleh satu orang (Riyono, 2006).

2.2.2. The Machine Bureaucracy

The Machine Bureaucracy adalah bentuk organisasi yang sangat rapi dengan
fungsi-fungsi yang terspesialisasi; tugas-tugas rutin; prosedur kerja yang formal
pada bagian operating core; banyaknya aturan dan formalisasi komunikasi di
seluruh bagian organisasi; unit-unit operasi yang besar; mengelompokkan tugas
berdasarkan fungsi; relatif tersentralisasi dalam pengambilan keputusan; serta
struktur administrasi yang rinci dan tegas dalam membedakan antara lini dan staf.
Standardisasi adalah mekanisme pokok dalam koordinasi, sehingga bagian
technostructure menjadi bagian kunci dari Machine Bureaucracy ini. Walaupun
secara formal bagian technostructure tidak memiliki kekuasaan, tetapi karena
organisasi tidak bisa berjalan tanpa adanya prosedur standar, maka para analis ini

7
memiliki peran yang sangat besar dalam “mengatur” pekerjaan orang lain. Di antara
lima kemungkinan konfigurasi struktur organisasi, Machine Bureaucracy adalah
yang paling menekankan division of labor dan pembedaan unit-unit kerja, baik
secara vertikal, horizontal, lini atau staf, fungsional, hirarkikal, dan status. Machine
Bureaucracy adalah sebuah struktur yang sangat terobsesi dengan kontrol atau
pengendalian dan pengawasan. Oleh karena itu, mentalitas para anggota
organisasinya juga berorientasi pada kontrol. Dengan desain dan kondisi yang
seperti itu, maka struktur model ini adalah sebuah struktur yang rawan konflik.
Kondisi yang cocok untuk Machine Bureaucracy adalah lingkungan yang
stabil dan sederhana. Model ini sering terdapat pada organisasi yang sudah matang
dan sudah cukup besar, sehingga memang memerlukan proses yang repetitif dan
memerlukan standardisasi. Perusahaan yang memiliki produksi massal adalah
contoh Machine Bureaucracy yang paling dikenal. Kondisi lain yang menunjang
terbentuknya Machine Bureaucracy adalah adanya kontrol yang kuat dari luar
organisasi. Kontrol eksternal selalu akan menimbulkan formalisasi dan sentralisasi.
Salah satu kelemahan utama dari model ini adalah berasal dari proses
pengambilan keputusan yang tersentralisasi dan proses pelaporan yang berantai dari
bawah ke atas. Pada saat kondisi berubah, ketika pimpinan butuh waktu untuk
mengetahui fakta-fakta detil, mereka terbebani dengan tugas rutin untuk melakukan
pengambilan keputusan yang terus mengalir dan menumpuk ke atas. Akibatnya
mereka bertindak seadanya saja dan kurang adekuat dalam memikirkan alternatif
keputusan, karena informasinya terlalu abstrak (Riyono, 2006).

2.2.3. The Professional Bureaucracy

The Professional Bureaucracy menekankan mekanisme koordinasi melalui


standardisasi ketrampilan, melalui pelatihan dan indoktrinasi. Mereka akan
merekrut karyawan baru yang akan ditraining sesuai kebutuhan pekerjaan lalu
diberi kewenangan untuk bidang kerja masing-masing. Maksud kewenangan dalam
bidang kerja masing-masing adalah kondisi yang relatif independen dari rekan
kerjanya dan terfokus pada pelanggan masingmasing yang harus dilayani. Contoh
sederhananya adalah dosen yang ketika di dalam kelas tidak lagi dikontrol oleh

8
atasan atau rekan kerjanya secara langsung. Mereka memiliki kebebasan untuk
melakukan tugasnya. Kenapa disebut birokrasi, karena koordinasi dilakukan
berdasar desain atau standar tertentu yang menentukan sejak awal apa yang harus
dikerjakan.
Perbedaan mendasar dengan machine bureaucracy adalah bahwa
professional bureaucracy menekankan kewenangan yang bersumber pada
profesionalisme – the power of expetise. Sementara machine bureaucracy
bersandar pada kewenangan formal dari posisi struktural – the power of office. Di
samping itu Professional Bureaucracy juga merupakan struktur yang sangat
terdesentralisasi baik secara vertikal maupun horisontal. Power terletak pada
operating core, yaitu para profesional yang memberikan pelayanan pada klien atau
pelanggan. Kondisi yang menunjang konfigurasi professional bureaucracy ini
adalah ketika sebuah organisasi memiliki operating core yang didominasi oleh para
profesional, yang saat bekerja menggunakan prosedur yang sulit dipelajari dalam
waktu pendek. Oleh karena itu, lingkungan yang cocok adalah yang bersifat
kompleks tetapi stabil (Riyono, 2006).

2.2.4. The Divisionalized Form

The Divisionalized Form adalah struktur organisasi yang bentuk


departementasi dari middle line tingkat atasnya didasarkan pada basis konsumen.
Misalnya divisi satu bertanggung jawab pada konsumen remaja, divisi dua pada
konsumen dewasa, dan sebagainya. Bisa juga pembagian berdasar wilayah, seperti
ada divisi Jawa Tengah dan ada divisi Jawa Barat. Mekanisme koordinasi yang
menonjol adalah standardisasi output, misalnya revenue yang dihasilkan, atau besar
keuntungan yang diperoleh pada jangka waktu tertentu. Dalam divisionalized form
terdapat pemisahan tugas yang tajam antara kantor pusat dan divisi-divisi.
Komunikasi antara keduanya terbatas dan kebanyakan bersifat formal, terbatas
pada penyampaian standar kinerja dari pusat dan informasi tentang prestasi kerja
dari divisi-divisi. Kantor pusat dicegah untuk tidak terlalu mengurusi detil
pekerjaan di divisi karena hal ini akan mengganggu kinerja divisi dan bahkan
mengingkari tujuan pembentukan divisi itu sendiri, yaitu otonomi pada divisi.

9
Dalam divisional form, divisi diberi kewenangan untuk menjalankan bisnis mereka
sendiri. Divisi langsung mengontrol operasi dan menentukan sendiri strategi untuk
melayani pasar dalam ruang lingkup bisnisnya. Kantor pusat hanya mengontrol
strategic portfolio, yaitu melihat konfigurasi divisi-divisi secara keseluruhan
apakah bisa berjalan sinergis dilihat dari perpaduan antara produk dan pasar. Jika
perlu kantor pusat bisa membentuk divisi baru, atau menjual satu divisi, dan bisa
juga menutup atau membubarkan satu divisi jika dianggap tidak menguntungkan.
Kondisi yang mendorong dibentuknya divisionalized form terutama adalah
keberagaman pasar (market diversity). Oleh karena itu divisionalized form ini juga
harus disertai dengan diversifikasi produk atau jasa, tanpa adanya itu pembentukan
divisi akan tidak maksimal keuntungannya. Lingkungan yang menunjang
divisionalized form adalah lingkungan yang tidak terlalu kompleks dan tidak terlalu
dinamik, atau mirip dengan lingkungan yang cocok untuk model machine
bureaucracy. Usia dan besarnya organisasi juga menjadi pendorong dibentuknya
divisi, karena semakin besar sebuah organisasi maka perlu diversifikasi. Salah satu
resiko dalam divisionalized form adalah kecenderungan untuk tersentralisasinya
kekuasaan baik pada level divisi maupun pada kantor pusat. Sehingga dalam
organisasi yang besar, bahkan raksasa tersebut kekuasaan yang begitu besar hanya
berada di tangan beberapa orang saja (Riyono, 2006).

2.2.5. Adhocracy

Adhocracy memiliki karakteristik sebagai berikut: sebuah struktur yang


sangat organik dengan minimal formalisasi; spesialisasi pekerjaan yang tinggi
berdasar pendidikan formal; para spesialis akan memiliki “rumah”, yaitu
departemen fungsional, tetapi mereka bekerja pada tim-tim kecil yang mengerjakan
proyek-proyek khusus yang fokus pada pasar tertentu; banyak menggunakan alat-
alat atau mekanisme penghubung untuk melakukan koordinasi yang bersifat mutual
adjustment di antara dan di dalam tim-tim tersebut. Sebuah tim dapat terdiri dari
berbagai macam ahli dan sekaligus pejabat struktural, dan mendapatkan
kewenangan pada ruang lingkup tertentu tergantung tugasnya (selective
decentralization).

10
Adhocracy ini memungkinkan inovasi dengan minimnya standardisasi dalam
bekerja. Model ini juga merupakan model struktur yang paling jauh dari prinsip
manajemen klasik dari Henry Fayol maupun Frederick Taylor, terutama dalam hal
unity of command. Dalam model ini, alur komunikasi dan pengambilan keputusan
sangat fleksibel dan informal. Itulah sebabnya adhocracy lebih berfokus pada
inovasi, bukan standardisasi. Kondisi lingkungan yang membutuhkan model
adhocracy ini adalah lingkungan yang kompleks dan dinamis (Riyono, 2006).

2.3. Memilih Struktur Birokrasi yang Tepat

Dalam mendesain organisasi ada empat keputusan dasar yang perlu diambil.
Keputusan itu mencakup pembagian pekerjaan (division of labor), pendelegasian
wewenang (authority delegation), pengelompokan tugas (departmentalization),
dan yang terkait dengan span of control. Setelah pekerjaan dibagi-bagi perlu
dipertimbangkan bagaimana melakukan koordinasi. Mekanisme koordinasi ini
dapat dilakukan dengan lima cara yaitu (1) mutual adjustment, (2) direct
supervision, (3) work process standardization, (4) standardization of output, (5)
standardization of skills (input). Struktur organisasi dapat dibagi menjadi lima
bagian menurut tugas dan fungsinya, yaitu (1) strategic apex yang berfungsi
sebagai koordinator keseluruhan aktivitas organisasi, (2) operating core yang
bertugas untuk melakukan pekerjaan pokok dari organisasi, (3) middle line yang
menjembatani strategic apex dan operating core, (4) technostructure yang
berfungsi sebagai analis dan penyusun standard, serta (5) support staff yang
berfungsi sebagai pendukung kehidupan organisasi.
Desain organisasi sebagai hasil keputusan pihak manajemen yang akan
berujung pada pembentukan struktur, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sekali
jadi atau model berkembang. Model sekali jadi artinya struktur yang dibentuk sudah
dipertimbangkan masak-masak dengan memperhitungkan segala kemungkinan,
kemudian diputuskan dan tidak diubah lagi. Model berkembang akan lebih cepat
diputuskan tetapi keputusan tersebut tidaklah bersifat tetap. Dengan
mempertimbangkan perubahan situasi dan kondisi lingkungan serta perubahan
kebutuhan, struktur yang sudah dibentuk dapat diubah sewaktu-waktu sesuai

11
kebutuhan. Namun demikian, isi dari keputusan itu kurang lebih akan sama,
walaupun prosesnya bisa berbeda-beda. Ada empat macam keputusan yang harus
diambil ketika manajemen akan melakukan desain organisasi. Keempat keputusan
tersebut pada akhirnya akan membentuk suatu struktur organisasi. Dua keputusan
yang pertama akan mencakup pekerjaan individual yang berkisar pada aktivitas dan
kewenangan, sedangkan dua keputusan berikutnya akan mencakup kelompok
pekerjaan atau departemen.

2.3.1. Pembagian Kerja

Manajemen perlu memutuskan bagaimana membagi pekerjaan yang


kompleks menjadi pekerjaan-pekerjaan yang lebih simpel atau lebih kecil. Aktivitas
total dari suatu organisasi yang kompleks perlu dipecahpecah ke dalam aktivitas-
aktivitas kecil yang saling terkait. Hasil dari keputusan ini akan berupa pekerjaan
dan tanggung jawab yang khusus, atau sering disebut spesialisasi. Dari sekian
banyak karakteristik pekerjaan, salah satu yang penting adalah tingkat
spesialisasinya. Dalam istilah populer hal ini disebut sebagai Division of Labor.

2.3.2. Pembagian Wewenang

Manajemen perlu membagi kewenangan dalam jabatan-jabatan yang telah


dibentuk. Kewenangan dapat diartikan sebagai hak untuk mengambil keputusan
tanpa menunggu petunjuk dari atasan dan untuk memerintah pihak lain yang sudah
ditentukan. Hak untuk mengambil keputusan dimiliki oleh semua jabatan,
sedangkan hak untuk memerintah pihak lain hanya dimiliki oleh posisi manager
atau supervisor. Istilah yang sering dipakai adalah Authority Delegation.

2.3.3. Pengelompokkan Pekerjaan

Keputusan berikutnya yang harus diambil adalah cara mengelompokkan


pekerjaan-pekerjaan tersebut. Hal ini merupakan sejenis klasifikasi pekerjaan yang
dapat menghasilkan kelompok pekerjaan yang homogen atau sebaliknya bisa juga

12
memunculkan kelompok pekerjaan yang heterogen. Dalam disiplin ilmu organisasi,
aktivitas ini disebut Departmentalization.

2.3.4. Pembentukan Kelompok Kerja

Akhirnya hal keempat yang dijadikan pertimbangan dalam membentuk


struktur organisasi adalah besarnya satu kelompok kerja yang diinginkan, atau
banyaknya anggota yang proporsional untuk dikelola oleh seorang supervisor.
Ukuran ini disebut span of control yang perlu ditentukan apakah akan banyak atau
sedikit, tergantung kebutuhan dan kondisi yang ada.

Secara garis besar keempat keputusan tersebut dapat digambarkan dalam


diagram berikut ini.

Gambar 1. Empat keputusan pokok dalam mendesain struktur organisasi


(berdasarkan klasifikasi dari Gibson, 1993)

13
BAB III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Birokrasi merupakan sistem untuk mengatur organisasi yang besar agar
diperoleh pengelolaan yang efisien, rasional dan efektif. Profesional artinya
menurut pada keahlian jabatannya
2. Beberapa diantara ciri birokrasi adalah jabatan administratif yang
terorganisasi/tersusun secara hirarki, jabatan yang disandang sesuai
kompetensinya dan aparatur pemerintah yang diterima dan ditempatkan dalam
bertugas sesuai dengan latar belakang ijasah dan melewati tahap ujian.
3. Struktur birokrasi dibedakan menjadi lime yakni the simple structure, the
machine bureaucracy, the professional bureaucracy, the divisionalized form dan
adhocrcy
4. Tahapan dalam memilih struktur yang tepat adalah pembagian kerja, pembagian
wewenang, pengelompokkan pekerjaan dan pembentukan kelompok kerja.

3.2. Saran
Perlu untuk memastikan transparansi dalam pengambilan keputusan dan
proses struktur birokrasi. Hal ini dapat dicapai dengan mempublikasikan informasi
secara lebih terbuka, termasuk anggaran, kebijakan, dan keputusan penting. Selain
itu, perlu juga untuk memastikan ada mekanisme yang kuat dalam pengambilan
keputusan untuk memilih struktur birokrasi yang tepat.

14
DAFTAR PUSTAKA

Andhika, L. R. (2018). Dari Struktur Birokrasi Tradisional ke Model Adhocracy


(Struktur Organisasi Inovatif). Publisia: Jurnal Ilmu Administrasi
Publik, 3(1), 25-32.
Dewi, R. (2013). Membangun Birokrasi Yang Profesional. PERSPEKTIF, 2(1).
Endah, K., & Vestikowati, E. (2021). Birokrasi Pemerintahan dalam
Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu
Pemerintahan, 7(3), 647-656.
Husin, N. (2015). Profesionalisme Birokrasi Aparat Pemerintah dalam Pelaksanaan
Pelayanan Publik (suatu Studi di Kecamatan Kaidipang Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara). Politico: Jurnal Ilmu Politik, 2(6), 1110.
Riyono, B. (2006). Konsep dasar dalam mendesain organisasi. Buletin
Psikologi, 14(1).
Yunus, Y. (2002). Profesinalisasi Birokrasi dalam Pelayanan Publik. Jurnal
Demokrasi, 1(1).

15

Anda mungkin juga menyukai