DISUSUN OLEH :
1. April 5. Maura
2. Dewi 6. Neng
3. Fajarullah 7. Putri Septy
4. Heri 8. Rachma
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….……. 1
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………..…….3
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………….4
2.1 Sejarah hukum K3………………..…………………………………………………………..……...…………….4
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………...…………………………..15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………....………………………...16
2
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia belum begitu banyak dikenal oleh
masyarakat. Memang disadari bahwa Indonesia belum mempunyai kemampuan yang cukup
untuk melakukan kegiatan secara luas dibidang K3 seperti di beberapa negara maju. Hal ini
terlihat dari banyaknya industri yang kurang memperhatikan masalah keselamatan pekerjanya,
sedangkan K3 merupakan aspek yang penting dalam aktivitas dunia industri. Untuk itu akan
dibahas tentang sejarah hukum K3, produk hukum K3, struktur hukum K3 dan hukum manajemen
K3.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Lahirnya Undang-undang keselamatan kerja sebagaimana yang kita kenal dengan UUK3
tidak lepas dari sejarah pahit perjuangan bangsa. Dalam literatur hukum perburuhan yang ada,
riwayat hubungan perburuhan di Indonesia diawali dengan suatu masa yang sangat suram yakni
zaman perbudakan, rodi dan poenali sanksi. Menurut Abduh (dalam Labib, 2012: 2) “di Indonesia
tingkat kecelakaan kerja merupakan salah satu yang tertinggi di dunia, sedikitnya pada tahun 2007
terjadi 65.000 kasus kecelakaan kerja. Data tersebut diperkirakan 50% yang tercatat oleh
Jamsostek dari jumlah sebenarnya”. Menyadari akan pentingnya peranan pekerja bagi
perusahaan, maka perlu dilakukan pemikiran agar pekerja dapat menjaga keselamatannya dalam
menjalankan pekerjaan.
Menurut Mangkunegara (2002: 163) “K3 adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan, baik jasmaniah maupun rohaniah. Keutuhan dan
4
Kesempurnaan tersebut ditujukan secara khusus terhadap tenaga kerja, sehingga menghasilkan
suatu hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur”.
Penerapan konsep K3 muncul sejak manusia mengenal suatu pekerjaan. Keselamatan kerja
bertujuan dalam melakukan pekerjaan agar diperoleh suatu cara yang mudah dan menjamin
keselamatan dari gangguan alam, binatang maupun gangguan dari manusia lainnya. Masalah
K3 juga merupakan bagian dari suatu upaya perencanaan dan pengendalian proyek sebagaimana
halnya dengan biaya, perencanaa, pengadaan serta kualitas. Hal itu saling mempunyai keterkaitan
yang sangat erat (Barrie, 1995: 365).
Dimulai dari perkembangan desain peralatan yang aman dan nyaman digunakan untuk
si pengguna pada zaman manusia batu dan goa ketika membuat peralatan berburu seperti
kapak dan sebagainya. Pada fase ini berkembang safety engineering.
Perkembangan selanjutnya diikuti dengan perkembangan kesehatan kerja dan sanitasi
lingkungan.
Selanjutnya terjadi pergeseran-pergeseran konsep K3 mulai dari factor manusia sampai
kepada elaborasi faktor manusia dalam sistem manajemen terpadu. Pada era ini mulai
berkembang pola koordinasi antar unit terkait safety, health dan environment, sehingga
munculah konsep “integratedHSE management system”.
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa K3 ternyata mempunyai ruang lingkup yang
lebih luas lagi tidak hanya terbatas di dalam dunia industri.
5
2.2 Dasar Hukum K3 Di Tempat
Setiap perusahaan yang memperkerjakan seratus tenaga kerja atau lebih dan atau yang
mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang
dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran lingkungan
dan penyakit akibat kerja (PAK).
· Permenaker No 4 Tahun 1987 Tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(P2K3) :
1. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus memperkerjakan 100 orang atau lebih.
2. Tempat kerja dimana pengusaha memperkerjakan kurang dari seratus orang tetapi menggunakan
bahan, proses dan instalasi yang memiliki resiko besar akan terjadinya peledakan, kebakaran,
keracunan dan pencemaran radioaktif.
6
Mengenal Dasar Hukum K3 di Indonesia
Di dalam UU No.1 tahun 1951 tentang Kerja, mengatur tentang jam kerja, cuti tahunan,
cuti hamil, cuti haid bagi pekerja wanita, peraturan tentang kerja anak-anak, orang muda, dan
wanita, persyaratan tempat kerja, dan lain-lain. Dalam Pasal 16 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1951 yang
menetapkan, bahwa “Majikan harus mengadakan tempat kerja dan perumahan yang memenuhi
syarat-syarat kebersihan dan Kesehatan”.
Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang merupakan jenis perlindungan
prevensif yang diterapkan untuk mencegah timbulnya Kecelakaan Kerja (K2) dan Penyakit Akibat
Kerja (PAK). Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menegaskan bahwa
perlindungan terhadap Pekerja/buruh di tempat kerja merupakan hak yang harus dipenuhi oleh
setiap perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh.
7
·
Undang-undang No 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dalam Pasal 1
butir (1) memberi perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai
pengganti sebagian dan penghasilan yang hilang atau berkurang akibat peristiwa atau keadaan
yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan
meninggal dunia.
Adapun jaminan sosial tenaga kerja menurut UU No. 3 tahun 1992 mengatur empat
program pokok yang harus diselengarakan oleh Badan Penyelenggara Jamsostek. Dan kepada
perusahaan yang mempekerjakan paling sedikit sepuluh orang pekerja atau membayar upah paling
sedikit Rp 1.000.000,- sebulan wajib mengikutsertakan pekerjanya ke dalam program Jamsostek
yang tercantum dalam Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek.
Keempat program tersebut adalah:
b. Jaminan Kematian
a. Pekerja Anak
c. Pekerja Wanita/Perempuan
8
f. Tempat kerja dan perumahan buruh; untuk semua pekerjaan tidak membeda - bedakan
tempatnya, misalnya : di bengkel, di pabrik, di rumah sakit, di perusahaan pertanian, perhubungan,
pertambangan, dan lain-lain.
a. Pekerja Anak
Anak yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 26 UU No. 1 Tahun 1948 tentang Kerja adalah
“Setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun”, sedangkan menurut UU No. 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan Pasal 70 ayat 2 Anak adalah “Setiap orang yang berumur paling sedikit
14 Tahun”.
UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mengatur tentang norma kerja mulai
Pasal 68 sampai Pasal 75 yang mana pasal-pasal tersebut melarang keras pengusaha
mempekerjakan anak-anak di bawah umur 13-15 tahun, kecuali untuk melakukan pekerjaan ringan
sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial dan apabila
pengusaha mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan harus memenuhi persyaratan :
Dan secara khusus UU No. 1 tahun 1951 tentang kerja tidak memberi batasan tentang
pekerja anak batasan yang dapat digunakan antara lain:
Pekerja anak adalah anak-anak yang bekerja baik sebagai tenaga upahan maupun pekerja
keluarga
9
Pekerja anak adalah anak yang bekerja di sektor formal maupun informal dengan berbagai
status hubungan kerja
Tidak semua pekerjaan dapat diberlakukaan kepada anak, dalam hal ini ada kategori
pekerjaan tertentu yang dianggap tidak baik meliputi:
Tidak hanya pekerja anak yang mendapat perlindungan akan tetapi orang muda yang
bekerja juga harus diperhatikan baik waktu kerja maupun waktu istirahat dan tempat kerja agar
tidak terjadi kecelakaan kerja dan larangan menjalankan pekerjaan pada malam hari kecuali
larangan tersebut tidak dihindarkan karena menyangkut kepentingan atau kesejahteraan umum dan
larangan terhadap orang muda menjalankan pekerjaan berbahaya bagi kesehatan dan
keselamatannya.
Orang muda dilarang menjalankan pekerjaannya di tambang, lobang, di dalam tanah, atau
tempat mengambil logam dan bahan-bahan lain di dalam tanah, tetapi larangan tersebut tidak
berlaku terhadap buruh muda yang berhubungan dengan pekerjaannya kadang-kadang harus turun
ke bawah tanah dan tidak menjalankan pekerjaannya dengan tangan tetapi dengan menggunakan
alat-alat kerja tertentu.
10
c. Pekerja Wanita/Perempuan
Norma susila harus diutamakan agar tenaga kerja wanita tidak terpengaruh oleh perbuatan
negatif dari tenaga kerja lawan jenisnya (laki-laki) terutama kalau bekerja pada malam hari;
Para tenaga kerja wanita pada umumnya mengerjakan pekerjaan halus sesuai dengan kehalusan
sifat dan tenaganya;
Para tenaga kerja wanita yang masih gadis, telah bersuami yang dengan sendirinya mempunyai
beban rumah tangga yang harus dilaksanakan pula.
Dengan demikian UU No. 13 mulai Pasal 76 menentukan norma kerja perempuan sebagai
berikut:
Pekerja atau buruh Perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang dipekerjakan
antara pukul 23.00 WIB sampai 07.00 WIB.
Pekerja atau buruh Perempuan yang hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi
kesehatan dan keselamatan kandungannya.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja atau buruh Perempuan antara pukul 23.00 WIB
sampai pukul 07.00 WIB wajib:
Dan pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja yang berangkat kerja
antara pukul 23.00 WIB sampai 05.00 WIB.
11
d. Penyandang Cacat
Pekerja cacat oleh UU diberi perlindungan untuk melakukan hubungan kerja dengan
majikan/pengusaha. Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 67 ayat 1
“Pengusaha yang mempekerjakan penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai
dengan jenis dan derajat kecacatannya” perlindungan tersebut misalnya penyediaan aksebilitas,
pemberian alat kerja, dan alat pelindung diri (APD).
Penyandang Cacat Menurut UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat adalah
“Setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan mental yang dapat mengganggu atau merupakan
rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan selayaknya” penyandang cacat menurut
undang-undang No. 4 tahun 1997 ayat 1 angka 1 terdiri dari :
Penyandang Cacat Fisik yaitu kecacatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi tubuh,
antara lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran dan kemampuan bicara;
Penyandang Cacat Mental adalah kelainan mental atau tingkah laku baik cacat bawaan maupun
akibat penyakit;
Penyandang Cacat Fisik dan Mental adalah keadaan seseorang yang menyandang cacat dua
jenis kecacatan sekaligus.
12
2.3 Waktu Kerja, Istirahat, dan Waktu Megoso
1) 7 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu;
2) 8 jam dalam sehari dan 40 jam seminggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.
Waktu kerja harus diselingi waktu mengoso paling sedikit 30 (tiga puluh menit) setelah
pekerja bekerja 4 (empat) jam berturut-turut. Dan ketentuan tersebut tidak berlaku bagi sektor-
sektor tertentu, seperti: Pekerjaan pengoboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh,
penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal laut dan penebangan hutan.
Dalam hal demikian, pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja harus
memenuhi syarat:
2) Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam
1 minggu;
3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja untuk kerja lembur wajib membayar upah lembur
sesuai dengan upah yang berlaku.
Waktu istirahat (cuti) pekerja atau buruh hampir sama dengan waktu istirahat Pegawai
Negeri Sipil (PNS) tetapi secara yuridis, waktu istirahat bagi pekerja/buruh ada 4 macam yaitu:
1) Istirahat mingguan atau istirahat (cuti) mingguan ditetapkan satu hari untuk enam hari kerja
dalam seminggu.
2) Istirahat (cuti) tahunan (Pasal 76 ayat (2) UU No. 13 tahun 2003), cuti tahunan sekurang-
kurangnya 12 hari setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan, dan harus
dimohonkan kepada pengusaha dan harus ada persetujuan pengusaha.
13
3) Istirahat (cuti) panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ke 7 dan 8
masing-masing 1 bulan yang sudah bekerja selama 6 tahun berturut-turut pada perusahaan yang
sama dengan ketentuan pekerja tidak berhak lagi untuk istirahat tuhunan dalam dua tahun berjalan.
4) Istirahat (cuti) haid, hamil, dan bersalin bagi pekerja perempuan yang merasa sakit sewaktu
mengalami “datang bulan” harus diberitahukan kepada pengusaha dan tidak wajib bekerja untuk
hari pertama dan kedua masa haidnya.
Dasar-dasar hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia telah banyak
diterbitkan baik dalam bentuk undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri dan Surat Edaran (Sugeng, 2005), sebagai berikut :
6. Keputusan Presiden tentang Penyakit yang timbul Karena Hubungan Kerja No.22/1993
7. Peraturan Menteri Perburuhan tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam
Tempat Kerja No.7/1964
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja No.2/1980
9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Kewajiban melaporkan Penyakit Akibat Kerja No.1/1981
10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pelayanan Kesehatan Kerja No.3/1982
11. Keputusan Menteri Tenaga Kerja tentang NAB faktor fisika di tempat kerja No.51/1999
12. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja tentang NAB faktor kimia di udara lingkungan kerja
No.1/1997.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1) Sejarah kelahiran K3 sudah ada pada zaman batu. Pada saat itu masyarakat sudah menerapkan K3
dalam kehidupannya. Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman, serta akibat dari
banyaknya kecelakaan yang terjadi di tempat kerja, membuat masyarakat sadar akan pentingnya
pengelolaan K3.
2) Dalam rangka mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja
yang aman membuat masyarakat mulai memikirkan bahwa perlindungan ketenagakerjaan
sangat diperlukan, sehingga pemerintah membuat payung hukum ketenagakerjaan tentang K3.
Adapun produk hukumnya adalah Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan
Menteri dan Keputusan Menteri tentang K3.
3) Pelaksanaan hukum K3 diawasi oleh direktur yaitu Menteri Tenaga Kerja dan direktur menunjuk
atau membentuk Panitia Pengawas, Tenaga Ahli K3, Panitia Banding, P2K3. Pengawasan
dilakukan oleh staf-staf/tenaga-tenaga yang bermutu dan memiliki banyak pengalaman di
bidangnya.
4) Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber
daya yang dibutuhkan pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman dan produktif. Hukum manajemen
K3 berlandaskan pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1966 tentang sistem
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
15
DAFTAR PUSTAKA
o http://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/09/pengertian-dan-
definisi-k3-keselamatan.html
o http://website-inspirasi.blogspot.com/2014/01/pengertian-peran-dan-tujuan-k3-
dalam.html
o http://navale-engineering.blogspot.com/2013/02/pengertian-k3-keamanan-
kesehatan-dan.html
o http://iman-nurzaman.blogspot.com/2012/05/posisi-peran-fungsi-dan-tujuan-
k3.html
o http://www.slideshare.net/robirananda/posisi-peran-fungsi-tujuan-k3
o http://careernews.web.id/issues/view/2353-pentingnya-keselamatan-dan-
kesehatan-kerja-di-semua-sektor
o http://nazhar26.blogspot.com/2012/09/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-
k3_18.html
o http://arbelprasetyo.blogspot.com/2009/02/hukum-keselamatan-dan-kesehatan-
kerja.html
o http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.html
o http://millarosd.blogspot.com/2015/11/hukum-k3.html
o file:///C:/Users/User/Downloads/HUKUM-
HUKUM_KESEHATAN_DAN_KESELAMATAN_KE.pdf
16