Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN MAKALAH

STASE KEGAWATDARURATAN

PROSES FISIOTERAPI PADA KONDISI BENCANA


GEMPA BUMI

Disusun Oleh :
Nama : Risa Tifa Sifa Putri
NIM : 2010306180

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

MAKALAH STASE DISASTER

PROSES FISIOTERAPI PADA KONDISI BENCANA


GEMPA BUMI

Disusun Oleh:

Risa Tifa Sifa Putri

2010306180

Telah memenuhi persyaratan dan disetujui oleh pembimbing lahan praktik guna
memenuhi tugas presentasi kasus program studi Profesi Fisioterapi Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta periode 23 Agustus 2021 sampai 4
September 2021.

Oleh

Pembimbing :

Hari/Tanggal :

Tanda tangan : ......................

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahiwabarakatu

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat
dan rahmat-Nya serta kerja keras dan doa orang tua, penulis dapat menyelesaikan makalah
ini. Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menempuh pendidikan Profesi
Fisioterapi Stase Disaster Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta yang berjudul “Proses
Fisioterapi Pada Kondisi Bencana Gempa Bumi”.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan penulisan makalah ini.
Semarang,

Penulis

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................................3
BAB I..................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..............................................................................................................................3
A. Latar belakang..........................................................................................................................3
B. Rumusan masalah.....................................................................................................................4
C. Tujuan.......................................................................................................................................4
BAB II.................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.................................................................................................................................5
A. Penilaian resiko.........................................................................................................................5
B. Dampak bencana.......................................................................................................................7
C. Analisis proses penanggulangan bencana.................................................................................7
D. Manajemen Korban Massal......................................................................................................8
E. Siklus Manajemen Bencana....................................................................................................12
F. Manajemen pelayanan fisioterapi tahap pre-hospital.............................................................13
G. Fisioterapi dalam manajemen bencana...................................................................................18
H. Rekomendasi untuk fisioterapis..............................................................................................20
I. Psikososial Dan Spiritual Guiding Disaster............................................................................21
J. Basic Life Support..................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................26

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 menyatakan
bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Berdasarkan definisi tersebut, penyebab bencana dikelompokkan
dalam 3 (tiga) jenis, yaitu bencana akibat faktor alam, non alam, dan sosial. Bencana
alam adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam, bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa non alam, dan bencana sosial adalah bencana
yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh
manusia.
Rangkaian peristiwa tersebut rata-rata pernah terjadi di Indonesia karena
melihat kondisi daerah yang beragam. Salah satu wilayah bagian di Indonesia dengan
kondisi tersebut adalah Provinsi Jawa Tengah. Provinsi Jawa Tengah terdiri dari
dataran rendah, banyak sungai, pegunungan, dan kemiringan lahan yang tersebar di
seluruh wilayah Provinsi Jawa Tengah. Dilihat dari aspek demografis, klimatogis,
topografi, geografis dan geologis, Provinsi Jawa Tengah memiliki kerentanan wilayah
yang cukup tinggi terhadap bencana. Kondisi tersebut mencakup luasnya dataran
rendah, kondisi sungai, dan pegunungan. Diantara Provinsi di pulau Jawa, sejarah
kejadian bencana di Jawa Tengah cukup banyak menimbulkan dampak. Frekuensi
bencana yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah terbilang tinggi.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2011 melakukan
kajian tentang kondisi kebencanaan di Indonesia dan menyusunnnya dalam bentuk
Indeks Rawan Bencana Indonesia (IRBI). Data IRBI BNPB tersebut menunjukkan
bahwa Provinsi Jawa Tengah mempunyai indeks risiko bencana tertinggi (skor 203)
dari 33 Provinsi di Indonesia. Bencana tersebut adalah gempabumi, letusan
gunungapi, cuaca ekstrim, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan,
epidemi dan wabah penyakit, serta kegagalan teknologi. Hampir dari seluruh kejadian
bencana tersebut memberikan risiko pasca terjadinya bencana. Risiko tersebut dapat

5
berupa hilangnya nyawa, lukaluka, kerugian harta benda, serta kerusakan lingkungan
dan infrastruktur wilayah.
Gempa bumi merupakan peristiwa berguncangnya bumi yang dapat
disebabkan oleh tumbukan antar lempeng tektonik, aktivitas gunung berapi atau
runtuhan batuan. Gempa tektonik disebabkan oleh pergeseran lempeng tektonik.
Posisi lempeng tektonik dunia yaitu lempeng Indo-Australia yang melewati wilayah
Jawa Tengah bagian selatan merupakan suatu kondisi yang memberikan ancaman
terhadap wilayah di Jawa Tengah. Aktivitas tumbukan lempeng tektonik Indo-
Australia yang bergerak dan menunjam ke lempeng Eurasia. Penunjaman tersebut
menyebabkan terjadinya gerakan dan terjadinya gempa bumi yang berpangaruh
terhadap wilayah Jawa Tengah terutama di wilayah Jawa Tengah Selatan. Gempa
bumi tektonik terjadi sebagai akibat aktivitas lempeng tektonik.
Selain itu gempa bumi terjadi akibat aktivitas vulkanik. Gempabumi baik yang
disebabkan oleh aktivitas lempeng tektonik yang melintasi Jawa Tengah dan
vulkanik, besarannya juga dipengaruhi oleh adanya sesar/patahan. Gempa vulkanik
relative lebih ringan getarannya dibandingkan dengan gempa tektonik.

B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari data di atas adalah sebagai berikut :
1. Penilaian resiko dan dampak bencana
2. Analisis proses penanggulangan bencana
3. Manajemen pelayanan fisioterapi dalam bencana (Pre-hospital)
4. Manajemen korban massal
5. Layanan kesehatan saat tanggap darurat
6. Pre- Disaster program
7. Post-Disaster (recovery phase)
8. Psikososial spiritual guiding disaster
9. Basic life support

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah di atas adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Penilaian resiko dan dampak bencana
2. Untuk mengetahui Analisis proses penanggulangan bencana
3. Untuk mengetahui Manajemen pelayanan fisioterapi dalam bencana (Pre-hospital)
4. Untuk mengetahui Manajemen lorban massal

6
5. Untuk mengetahui Layanan kesehatan saat tanggap darurat
6. Untuk mengetahui Pre- Disaster program
7. Untuk mengetahui Post-Disaster (recovery phase)
8. Untuk mengetahui Psikososial spiritual guiding disaster
9. Untuk mengetahui Basic life support

7
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penilaian Resiko dan Dampak Bencana


Pengkajian risiko bencana terkait dengan indeks pengkajian risiko bencana, peta
risiko bencana, dan hasil kajian risiko bencana berupa tingkat bahaya, tingkat kerentanan,
tingkat kapasitas, dan tingkat risiko bencana. Pada dasarnya, pengkajian dilaksanakan
berdasarkan pada komponen bahaya, kerentanan, dan kapasitas untuk menentukan risiko
bencana di Provinsi Jawa Tengah. Pendekatan untuk penentuan komponen tersebut
seperti berikut.

Keterangan:
R = Disaster Risk (Risiko bencana)
H = Hazard (Bahaya)
V = Vulnerability (Kerentanan)
C = Capacity (Kapasitas)

Pelaksanaan pengkajian risiko bencana didasari oleh sejarah kejadian bencana.


Dengan melihat gambaran kejadian dan risiko-risiko yang ditimbulkan oleh kejadian
bencana, maka dapat diketahui upaya yang dapat dilakukan untuk pengurangan
terhadap risiko bencana tersebut.

B. Analisis Proses Penanggulangan Bencana


Pengurangan risiko bencana meliputi disiplin seperti manajemen bencana, mitigasi
bencana dan kesiapsiagaan bencana. Manajemen Risiko Bencana adalah pengelolaan
bencana sebagai suatu ilmu pengetahuan terapan (aplikatif) yang mencari, dengan
melakukan observasi secara sistematis dan analisis bencana untuk meningkatkan
tindakan-tindakan (measures), terkaitan dengan pencegahan (preventif), pengurangan
(mitigasi), persiapan, respon darurat dan pemulihan. Manajemen dalam bantuan bencana
merupakan hal-hal yang penting bagi Manajemen puncak yang meliputi perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (directing), pengorganisasian
(coordinating) dan pengendalian (controlling).( Syarief dan Kondoatie.2006).

8
Tujuan dari Manajemen Risiko Bencana di antaranya:
1. Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang
dialami oleh perorangan atau masyarakat dan negara.
2. Mengurangi penderitaan korban bencana.
3. Mempercepat pemulihan.
4. Memberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat
ketika kehidupannya terancam.
Di dalam pelaksanaan manajemen bencana, dikenal siklus manajemen bencana,
yang menggambarkan Tahapan-tahapan atau fase-fase dalam bantuan bencana dikenal
dengan istilah siklus penanganan bencana (disaster management cycle), diantaranya :
1. Tahap Kesiapsiagaan (Prepareness)
Kegiatan pada tahap kesiapsiagaan merupakan persiapan rencana untuk
bertindak ketika terjadi (atau kemungkinan akan terjadi) bencana. Perencanaan terdiri
dari perkiraan terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam keadaan darurat danidentifikasi
atas sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Perencanaan ini
dapat mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman. Pada tahap ini pemerintah perlu
menekankan pada keselamatan jiwa masyarakat di lingkungan wilayah bencana.
Bentuk peran pemerintah pada tahap kesiapsiagaan adalah, memberikan pelatihan
atau simulasi bencana kepada masyarakat untuk meningkatkan kapasitas bencana.
2. Tahap Mitigasi
Manajemen risiko bencana bahwa kegiatan emergency memfokuskan pada
pengurangan akibat negatif bencana. Kunci response selama masa mitigasi meliputi
keputusan tentang pengembangan ekonomi, kebijakan pemanfaatan lahan,
perencanaan infrastruktur seperti jalan dan fasilitas umum dan identifikasi penemuan
sumber daya guna mendukung investasi.
3. Tahap Response
Tahap ini sangat diperlukan koordinasi yang baik dari berbagai pihak.
Koordinasi memungkinkan pemberian bantuan kepada masyarakat yang terkena
bencana dapat diberikan secara cepat, tepat dan efektif.
4. Tahap recovery
Merupakan fase aktivitas penilaian dan rehabilitasi kehancuran akibat
bencana. Pada fase ini ditekankan pada proses pendistribusian bantuan. Proses

9
tersebut meliputi penentuan dan monitoring bantuan pada masyarakat yang terkena
bencana.

C. Manajemen Pelayanan Fisioterapi Dalam Bencana (Pre-Hospital)


Fisioterapi pada saat pre-Hospital pada bencana yaitu bekerja bersama dokter ortopedi
dan darurat, perawat, dan penyedia layanan kesehatan lainnya, membantu dalam skrining
dan transfer pasien juga sebagai memberikan manajemen cedera akut. Ini termasuk
penggunaan braces, plaster casts (plester gips), backslabs plester sementara, dan traksi
kulit untuk fraktur femur dan dislokasi hip; membantu dalam perawatan luka; dan
menyediakan alat bantu. Fisioterapi juga terlibat dalam peran mereka yang lebih
konvensional dalam hal ini hari-hari awal: memobilisasi pasien, meresepkan latihan, dan
memposisikan pasien untuk mencegah potensi komplikasi sekunder setelah operasi dan
setelah berkepanjangan istirahat.
D. Manajemen korban massal
Manajemen lapangan meliputi prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengelola
daerah bencana dengan tujuan memfasilitasi korban massal.
a. Proses Penyiagaan
Proses penyiagaan merupakan bagian dari aktivitas yang bertujuan untuk
melakukan mobilisasi sumber daya secara efisien. Proses ini mencakup peringatan
awal, penilaian situasi, dan penyebaran pesan siaga. Proses ini bertujuan untuk
memastikan tanda bahaya, mengevaluasi besarnya masalah dan memastikan bahwa
sumber daya yang ada memperoleh informasi dan dimobilisasi.
b. Penilaian Awal
Penilaian awal merupakan prosedur yang dipergunakan untuk segera
mengetahui beratnya masalah dan risiko potensial dari masalah yang
dihadapi.Aktivitas ini dilakukan untuk mencari tahu masalah yang sedang terjadi dan
kemungkinan yang dapat terjadi dan memobilisasi sumber daya yang adekuat
sehingga penatalaksanaan lapangan dapat diorganisasi secara benar. Di dalam
penilaian awal dilakukan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk
mengidentifikasi:
1) Lokasi kejadian secara tepat
2) Waktu terjadinya bencana
3) Tipe bencana yang terjadi
4) Perkiraan jumlah korban

10
5) Risiko potensial tambahan
6) Populasi yang terpapar oleh bencana.
c. Triase
Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang
membutuhkan stabilisasi segera (perawatan di lapangan) dan mengidentifikasi
korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan darurat (life-saving
surgery). Dalam aktivitasnya, digunakan kartu merah, hijau dan hitam sebagai kode
identifikasi korban, seperti berikut:
1) Merah, sebagai penanda korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan korban
yang mengalami:
 Syok oleh berbagai kausa
 Gangguan pernapasan
 Trauma kepala dengan pupil anisokor
 Perdarahan eksternal massif
Pemberian perawatan lapangan intensif ditujukan bagi korban yang
mempunyai kemungkinan hidup lebih besar, sehingga setelah perawatan di
lapangan ini penderita lebih dapat mentoleransi proses pemindahan ke Rumah Sakit,
dan lebih siap untuk menerima perawatan yang lebih invasif. Triase ini korban dapat
dikategorisasikan kembali dari status “merah” menjadi “kuning” (misalnya korban
dengan tension pneumothorax yang telah dipasang drain thoraks (WSD).
2) Kuning, sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi
perawatan dapat ditunda sementara. Termasuk dalam kategori ini:
 Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung trauma abdomen)
 Fraktur multipel
 Fraktur femur / pelvis
 Luka bakar luas
 Gangguan kesadaran / trauma kepala
 Korban dengan status yang tidak jelas
Semua korban dalam kategori ini harus diberikan infus, pengawasan ketat
terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi, dan diberikan perawatan sesegera
mungkin.
3) Hijau, sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau
pemberian pengobatan dapat ditunda, mencakup korban yang mengalami:
 Fraktur minor

11
 Luka minor, luka bakar minor
 Korban dalam kategori ini, setelah pembalutan luka dan atau pemasangan bidai
dapat dipindahkan pada akhir operasi lapangan.
 Korban dengan prognosis infaust, jika masih hidup pada akhir operasi lapangan,
juga akan dipindahkan ke fasilitas kesehatan.
4) Hitam, sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia.
Triase lapangan dilakukan pada tiga kondisi:
 Triase di tempat (triase satu)
 Triase medik (triase dua)
 Triase evakuasi (triase tiga)
E. Layanan kesehatan saat tanggap darurat
Proses saat darurat bencana
 Pengkajian Kerusakan dan Kerugian
 Pencarian, penyelamatan & evakuasi
 Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan kesehatan,
air bersih dan sanitasi
 Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana kritis
Standar minimal yang harus dipenuhi meliputi berbagai aspek:
1. Pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan masyarakat, kesehatan
reprodukse dan kesehatan jiwa.
2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, seperti vaksinasi,
penanganan masalah umum kesehatan di pengungsian, manajemen kasus,
surveilans dan ketenagaan.
3. Gizi dan pangan, termasuk penanggulangan masalah gizi di pengungsian,
surveilans gizi, kualitas dan keamanan pangan. Identifikasi perlu dilakukan
secepat mungkin untuk mengetahui sasaran pelayanan, seperti jumlah
pengungsi, jenis kelamin, umur dan kelompok rentan (balita, ibu hamil, ibu
menyusui, lanjut usia).
4. Lingkungan, meliputi pengadaan air, kualitas air, pembuangan kotoran
manusia, pengelolaan limbah padat dan limbah cair dan promosi kesehatan.
Beberapa tolok ukur kunci yang perlu diperhatikan adalah
5. Hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar kesehatan, seperti
penampungan keluarga, sandang dan kebutuhan rumah tangga.

12
F. Pre- Disaster program
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang
berperan sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau usaha-usaha yang
dilakukan untuk megurangi korban ketika bencana terjadi, baik korban jiwa maupun
harta. Berikut merupakan beberapa upaya mitigasi bencana gempa bumi berdasarkan
Kochi International Association (2008) dan BMKG (n.d). 36
1. Mengenali lokasi bangunan tempat tinggal atau bekerja, yakni kemungkinan berada
pada patahan gempa, serta seberapa kuat potensi gempa yang terjadi di wilayah
tersebut berdasarkan pemetaan wilayah rawan gempa bumi.
2. Membangun rumah dengan konstruksi tahan gempa sesuai dengan standar yang
berlaku
3. Melakukan renovasi terhadap bangunan yang belum tahan gempa serta yang
kondisinya sudah tua atau buruk. Hal tersebut penting untuk dilakukan terutama bagi
bangunan publik yang digunakan banyak orang, seperti sarana pendidikan, fasilitas
kesehatan, dan gedung pemerintahan.
4. Mengurangi risiko pergeseran dan robohnya perabot ketika terjadi gempa. Perabot
yang bergeser, roboh, atau terjatuh dapat menghalangi jalan keluar serta menimpa dan
melukai orang.
5. Membentuk organisasi mandiri berbasis masyarakat dalam penanggulangan bencana
gempa bumi.
G. Post-Disaster (recovery phase)
Upaya Penanggulangan Yang Dilakukan Oleh Pusat Penanggulangan Krisis
Kesehatan Akibat Bencana Gempa Di Yogyakarta
a. Penilaian Kesehatan
Melakukan koordinasi dengan jajaran direktur dan tim ahli bedah untuk mengatasi
permasalahan serta untuk melaporkan secara lisan adanya masalah yang dihadapi
seperti korban meninggal, luka-luka, luasnya kejadian serta persediaan logistik,
memberikan pelayanan dan melakukan evakuasi pada korban jika dilakukan
rujukan kasusnya.
b. Pusat Pengendalian Operasi

13
Sebagai pihak yang mengendalikan kesehatan baik sebagai penerima atau
Memiliki fungsi: Sebagai pengendali operasional pelayanan kesehatan
pendistribusi, Pusat informasi kesehatan Pemantauan dan evaluasi
c. Pelayanan Kesehatan Penanganan Jenazah
Untuk menghindari timbulnya masalah seperti masalah lingkungan dan masalah
kesehatan akan dilakukan pemberian fogging dan desinfektan Penanganan
Korban Luka ditempat penemuan jenazah korban. Korban luka-luka akan
langsung mendapatkan perawatan dirumah sakit pemerintah maupun swasta,
puskesmas, serta tempat pelayanan kesehatan lainnya seperti, rumah sakit
lapangan, posko kesehatan dan mobile clinic.
d. Pengendalian penyakit menular dan sanitasi
Training Singkat oleh BTKLPPM untuk petugas kesehatan cara penggunaan
menghindari potensi KLB penyakit. Pengambilan dan pemeriksaan sample air
tanah untuk pemeriksaan desinfektan dan pendistribusiannya untuk mencegah
diare.
e. Penanganan Gizi Untuk mengantisipasi masalah kurang gizi Depkes RI
memberikan bantuan berupa MP- ASI bubur dan MP-ASI biscuit sebanyak 20 ton.
Pemerintah Daerah juga membuatkan dapur umum disetiap lokasi penampungan
agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan makanannya. Sistem Informasi
Kesehatan.
f. Sistem Informasi Dan Koordinasi
Untuk memberikan informasi tentang bencana gempa bumi, dan untuk
memberikan informasi kesehatan seperti pelaporan data korban jiwa dari rumah
sakit lapangan, puskesmas keliling, dan pos kesehatan.
g. Bantuan Tenaga dan Logistik
Bantuan tenaga kesehatan Mengirimkan tenaga medis dan non medis kedaerah
pasca gempa. Dimana tenaga medis dan non medis ini berasal dari seluruh
propinsi di Indonesia.

14
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Tengah. Rencana Penanggulangan


Bencana (Rpb) Provinsi Jawa Tengah 2019 – 2023
Deputi Bidang Pencegahan Dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana
2015. Kajian Risiko Bencana Jawa Tengah 2016 – 2020.
Jiwandono Dkk, 2019. Pendampingan Rehabilitasi Psikososial Penyintas Gempa Lombok
Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Warta Desa Vol. 1 No. 3 Desember 2019. Mataram
Nepal Physiotherapy Association, 2015. The Role Of Physical Therapists In The Medical
Response Team Following A Natural Disaster: Our Experience In Nepal. Journal Of
Orthopaedic & Sports Physical Therapy Volume 45 Number. Nepal
Purnama S G, 2017. Modul Manajemen Bencana. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Widayatun1 Dan Fatoni Z, 2013.Permasalahan Kesehatan Dalam Kondisi Bencana: Peran
Petugas Kesehatan Dan Partisipasi Masyarakat. Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8
No.1 Tahun 2013 (Issn 1907-2902). Bantul

15

Anda mungkin juga menyukai