Anda di halaman 1dari 28

MANAJEMEN MUTU, SDM DAN LOGISTIK KESEHATAN

Disusun untuk memenuhi nilai tugas pada mata kuliah Manajemen Mutu, SDM dan Logistik
Kesehatan

Dosen Pengampu :

Dr. Dra. Chriswardani Suryawati, M.Kes

Disusun Oleh :

Febi Rizka Eliza 25000119410013


Ainun Nadzifatul Amalia Hafidz 25000119410020
Agnes Styfani Meko 25000119410025
Afiyah Hidayati 25000119410029

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
A. Pengertian Analisis Pekerjaan (Job Analysis) dan Deskripsi Pekerjaan (Job Description)

1. Pengertian Analisis Pekerjaan (Job Analysis)


Job Analysis/analisis pekerjaan/jabatan adalah kegiatan menghimpun dan
menyusun informasi tentang tugas, jenis pekerjaan dan tanggung jawabnya yang
bersifat khusus. Menurut Ike Kusdiyah Rachmawati, Analisis jabatan adalah prosedur
untuk menetapkan tugas dan tuntutan keterampilan dari suatu jabatan dan orang macam
apa yang akan dipekerjakan. Selanjutnya menurut Mariot Tua Efendi Hariandja, bahwa
job analysis adalah usaha untuk mencaritahu tentang jabatan atau pekerjaan yang
bekaitan dengan tugas-tugas dilakukan dalam jabatan tersebut.
Menurut Gomes (2003;91) analisis jabatan adalah proses pengumpulan informasi
mengenai suatu pekerjaan yang dilakukan seorang pekerja, yang dilaksanakan dengan
mengamati atau mengadakan interview pada pekerjaan, dengan bukti-bukti yang benar
dari supervisor.Benandin & Russell dalam Gomes (2003:91) mengatakan analisis
pekerjaan ini akan menghasilkan daftar uraian pekerjaan pernyataan tertulis mengenai
kewajiban-kewajiban pekerja dan bisa juga mencakup standar kualifikasi, yang merinci
pendidikan dan pengalaman minimal yang diperlukan bagi seorang pekerja untuk
melaksanakan kewajiban dari kedudukannya secara memuaskan.
Secara umum analisis jabatan merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan
menentukan secara rinci tugas-tugas dan persyaratan dari suatu jabatan tertentu.
Stephen Robbin (1993) mendefinisikan analisis jabatan sebagai suatu bentuk
pengembangan uraian terperinci dari tugas-tugas yang harus dilakukan dalam suatu
jabatan, penentuan hubungan dari satu jabatan dengan jabatan lain yang ada, dan
penentuan tentang pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan-kemampuan lain yang
diperlukan karyawan untuk melakukan pekerjaan secara efisien dan efektif.
Jadi job analysis atau analisa pekerjaan adalah proses yang dilakukan untuk
menentukan siapa yang cocok untuk dipekerjakan pada suatu pekerjaan. Tujuan
Analisis Jabatan menurut Gomes (2003;92) Ada 12 tujuan analisis pekerjaan, yaitu:
1. Job description, yaitu untuk mengidentifikasikan pekerjaan, riwayat pekerjaan,
kewajiban-kewajiban pekerjaan, dan pertanggungjawaban, serta untuk
mengetahui spesifikasi pekerjaan atau informasi mengenai standar pekerjaan.
2. Job classification, yaitu penyusunan pekerjaan-pekerjaan kedalam kelas-kelas,
kelompok-kelompok, atau jenis-jenis berdasarkan rencana sistematika tertentu.
3. Job evaluation, yaitu suatu prosedur pengklasifikasian pekerjaan berdasarkan
kegunaan masing-masing di dalam organisasi dan dalam pasar tenaga kerja luar
yang terikat.
4. Job design restructuring, yaitu meliputi usaha-usaha untuk mengalokasikan dan
merestrukturisasi kegiatan pekerjaan kedalam berbagai kelompok.
5. Personel requirement, yaitu berupa persyaratan atau spesifikasi tertentu bagi
suatu pekerjaan.
6. Performance appraisal, yaitu merupakan penilaian sistematis yang dilakukan oleh
supervisor terhadap performan sipekerjaan dari para pekerja.
7. Worker training, yaitu pelatihan yang ditujukan kapada para pekerja.
8. Worker mobility, yaitu dinamika keluar-masuknya seseorang dalam posisi,
perkerjaan-pekerjaan, dan okupasi-okupasi tertentu.
9. Efficiency, ini mencangkup penggabungan proses kerja yang optimal dan
rancangan keamanan dari peralatan dan fasilitas, serta prosedur kerja, susunan
kerja dan standar kerja.
10. Safety / efesiensi, berfokus pada identifikasi dan peniadaan perilaku kerja yang
tidak aman, kondisi fisik dan kondisi lingkungan.
11. Human resource planning, kegiatan antisipasi dan reaktif melalui suatu
organisasi.
12. Legal, aturan dan ketentuan lain yang berkaitan dengan organisasi.

Proses dalam menganalisis pekerjaan melalui langkah-langkah sebagai berikut:


a. Menentukan penggunaan hasil informasi analisis pekerjaan
Menentukan penggunaan hasil informasi analisis pekerjaanartinya
penganalisisharus mengetahui secara jelas apa kegunaan hasil informasi analisis
pekerjaannya. Karena hasilnya akan digunakan untuk menentukan jenis data yang
akan dikumpulkan dan teknik pengumpulan datanya. Informasi hasil analisis
pekerjaan dipergunakan untuk menetapkan job description, job
specification, dan job evaluation dalam pengadaan pegawai.
b. Mengumpulkan informasi tentang latar belakang
Mengumpulkan informasi tentang latar belakang artinya penganalisis harus
mengumpulkan dan mengkualifikasikan data, meninjau informasi latar belakang
seperti bagan organisasi, bagan proses, dan uraian pekerjaan. Pengumpulan data
dilakukan dengan metode penelitian deskriptif analisis, survei, sensus,
dan sample, sedangkan teknik pengumpulan data dapat dengan cara wawancara,
observasi, kuesioner, dan angket. Data yang terkumpul dikualifikasikan, diana-
lisis, dan diaplikasikan kepada masa depan.
c. Menyeleksi calon pelaksana pekerjaan (orang yang akan diserahi) jabatan yang
akan dianalisis
Menyeleksi muwakal jabatan yang akan dianalis artinya penganalisis harus
memilih beberapa muwakal jabatan untuk dianalisis. Hal ini perlu dilakukan
untuk menghemat biaya dan waktu jika banyak pekerjaan yang akan dianalisis
d. Mengumpulkan informasi analisis pekerjaan
Mengumpulkan informasi analisis pekerjaanartinya penganalisis
mengadakan analisis pekerjaan secara aktual dengan menghimpun data tentang
aktivitas pekerjaan, perilaku karyawan yang diperlukan, kondisi kerja, dan syarat-
syarat personel yang akan melaksanakan pekerjaan.
e. Meninjau informasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan
Meninjau informasi dengan pihak pihak yang berkepentinganartinya analisis
pekerjaan menyediakan informasi tentang hakikat dan fungsi pekerjaan. Informasi
hendaknya diverifikasi dengan pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan itu
serta atasan langsung karyawan bersangkutan. Dengan memverifikasi informasi
itu akan membantu untuk menentukan kebenarannya dan melengkapinya secara
faktual serta dapat dipahami dengan mudah oleh semua pihak yang
berkepentingan. Langkah peninjauan ini juga akan dapat membantu perolehan
penerimaan seseorang atas data analisis pekerjaan yang telah dihimpun dengan
memberikan kesempatan bagi orang tersebut untuk memodifikasi uraian tentang
aktivitas yang dilaksanakannya.
f. Menyusun uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan
Menyusun uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan artinya penganalisis
pekerjaan kemudian menyusun uraian pekerjaan, uraian jabatan, dan evaluasi
pekerjaan.
g. Meramalkan dan memperhitungkan perkembangan perusahaan
Meramalkan dan memperhitungkan perkembangan perusahaan, artinya
penganalisis harus juga memperhitungkan/meramalkan perkembangan uraian
pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, apakah dikemudian hari diperlukan pengayaan
pekerjaan, perluasan pekerjaan, dan penyederhanaan pekerjaan dalam perusahaan.
Hal ini perlu guna memperhitungkan kemampuan karyawan untuk masa kini dan
masa depan supaya mereka dapat tetap melaksanakan pekerjaan walaupun ada
pemakaian teknologi canggih dan reorganisasi perusahaan.

2. Pengertian Deskripsi Pekerjaan (Job Description)


Deskripsi pekerjaan merupakan produk yang pertama dan langsung dari proses
analisis pekerjaan, yaitu berupa pernyataan akurat dan ringkas tentang apa yang
diharapkan akan dilakukan oleh karyawan didalam pekerjaannya maupun tugas-tugas
yang dilaksanakan oleh pemangku jabatan. Garry Dessler (1997), deskripsi pekerjaan
(job description) ialah suatu daftar tugas, tanggung jawab, hubungan laporan, kondisi
kerja, kepedulian atas tanggung jawab suatu jabatan, serta produk dari analisis jabatan.
T. Hani Handoko (1988), deskripsi pekerjaan (job description) ialah suatu pernyataan
tertulis yang menguraikan fungsi, tugas-tugas, tanggungjawab, wewenang, kondisi
kerja, dan aspek-aspek pekerjaan tertentu lainnya.
Job description (uraian jabatan) merupakan dokumen formal organisasi yang
berisi ringkasan informasi penting mengenai suatu jabatan untuk memudahkan dalam
membedakan jabatan yang satu dengan yang lain dalam suatu organisasi. Uraian
jabatan tersebut disusun dalam suatu format yang terstruktur sehingga informasi mudah
dipahami oleh setiap pihak yang berkaitan di dalam organisasi. Pada hakikatnya, uraian
jabatan merupakan bahan baku dasar dalam pengelolaan SDM di organisasi, dimana
suatu jabatan dijelaskan dan diberikan batasan. Uraian pekerjaan (job descriptions) dan
uraian jabatan diketahui serta disusun berdasarkan informasi yang telah dihasilkan oleh
analisis pekerjaan.
Uraian pekerjaan atau jabatan harus ditetapkan secara jelas untuk setiap jabatan,
supaya pejabat tersebut mengetahui tugas dan tanggung jawab yang harus
dilakukannya. Uraian pekerjaan akan memberikan ketegasan dan standar tugas yang
harus dicapai oleh seorang pejabat yang memegang jabatan tersebut. Uraian pekerjaan
ini menjadi dasar untuk menetapkan spesifikasi pekerjaan dan evaluasi pekerjaan bagi
pejabat yang memegang jabatan itu. Uraian pekerjaan yang kurang jelas akan meng-
akibatkan seorang pejabat kurang mengetahui tugas dan tanggung jawabnya.
Uraian pekerjaan adalah informasi tertulis yang menguraikan tugas dan tanggung
jawab, kondisi pekerjaan, hubungan pekerjaan, dan aspek-aspek pekerjaan pada suatu
jabatan tertentu dalam organisasi. Uraian pekerjaan harus jelas dan persepsinya mudah
dipahami, serta menguraikan hal-hal berikut:
a. Identifikasi pekerjaan atau jabatan, yakni memberikan nama jabatan, seperti
rektor, dekan, dosen, dan kabag administrasi.
b. Hubungan tugas dan tanggung jawab, yakni perincian tugas dan tanggung jawab
secara nyata diuraikan secara terpisah agar jelas diketahui. Rumusan hubungan
hendaknya menunjukkan hubungan antara pejabat dengan orang lain di dalam
maupun di luar organisasi.
c. Standar wewenang dan pekerjaan, yakni kewenangan dan prestasi yang harus
dicapai oleh setiap pejabat harus jelas.
d. Syarat kerja harus diuraikan dengan jelas, seperti alat-alat, mesin-mesin, dan
bahan baku yang akan dipergunakan untuk melakukan pekerjaan tersebut.
e. Ringkasan pekerjaan atau jabatan, hendaknya menguraikan bentuk umum
pekerjaan dengan hanya mencantumkan fungsi-fungsi dan aktivitas utamanya.
f. Penjelasan tentang jabatan di bawah dan di atasnya, yaitu harus dijelaskan jabatan
dari mana si petugas dipromosikan dan ke jabatan mana si petugas akan
dipromosikan.
Uraian pekerjaan harus diuraikan secara jelas agar pejabat yang akan menduduki
jabatan tersebut mengetahui tugas, tanggung jawab, dan standar prestasi yang
dicapinya. Uraian pekerjaan harus menjadi dasar untuk menetapkan spesifikasi
pekerjaan, supaya pengisian jabatan didasarkan apa, baru siapa sehingga manajemen
dapat dihindari.
B. Spesifikasi Pekerjaan dan Perbedaan antara Analisis Pekerjaan, Job Deskripsi dan Job
Spesifikasi
1. Spesifikasi Pekerjaan
Spesifikasi pekerjaan menentukan persyaratan keahlian minimal bagi seorang
karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Hanry Simamora (1995)
spesifikasi pekerjaan (job specification) ialah: keahlian, pengetahuan, dan kemampuan
minimal yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan. Garry Dessler (1997)
spesifikasi pekerjaan (job specification) ialah suatu daftar tuntutan manusiawi atas
suatu jabatan, yakni pendidikan, keterampilan, kepribadian, dan lain-lain yang sesuai
dengan analisis jabatan.
Spesifikasi pekerjaan (job specification) disusun berdasarkan uraian pekerjaan
dengan menjawab pertanyaan tentang ciri, karakteristik, pendidikan, pengalaman dan
yang lainnya dari orang yang akan melaksanakan pekerjaan tersebut dengan baik.
Spesifikasi pekerjaan menunjukkan persyaratan orang yang akan direkrut dan menjadi
dasar untuk melaksanakan seleksi.
Spesifikasi pekerjaan adalah uraian persyaratan kualitas minimum orang
yang bisa diterima agar dapat menjalankan satu jabatan dengan baik dan kompeten.
Pada umumnya spesifikasi pekerjaan memuat ringkasan pekerjaan yang jelas dan
kualitas definitif yang dibutuhkan dari pemangku jabatan itu. Spesifikasi pekerjaan
memberikan uraian informasi mengenai hal-hal berikut:
a. Tingkat pendidikan pekerja.
b. Jenis kelamin pekerja.
c. Keadaan fisik pekerja.
d. Pengetahuan dan kecakapan pekerja.
e. Batas umur pekerja.
f. Nikah atau belum.
g. Minat pekerja.
h. Emosi dan temperamen pekerja.
i. Pengalaman pekerja.
2. Perbedaan antara Analisis Pekerjaan, Job Deskripsi dan Job Spesifikasi
Analisis pekerjaan merupakan proses pengumpulan dan pemeriksaan atas aktifitas
kerja. Deskripsi pekerjaan merupakan dokumen yang menyediakan informasi mengenai
kewajiban, tugas, dan tanggungjawab dari pekerjaan. Spesifikasi pekerjaan merupakan
keahlian, pengetahuan, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
pekerjaan.
Deskripsi pekerjaan lebih berhubungan dengan organisasi, struktur,
tanggungjawab, dan hubungan diantaranya. Deskripsi pekerjaan merupakan peta
organisasional yang menunjukkan tujuan pekerjaan dan apa yang harus dikerjakan
untuk mencapai tujuan organisasi. Spesifikasi pekerjaan lebih menekankan pada
persyaratan fisik, pengetahuan, pengalaman, pendidikan, kemampuan gerak, dan
fisiologis, dan kecerdasan yang diperlukan untuk melaksanakan tanggungjawab yang
dibebankan pada pekerjaan. Kaitan antara Job Analysis, Job Description dan Job
Spesification adalah job analsis merupakan proses mencari informasi sampai dengan
analisis untuk penyususunan uraian pekerjaan (job description) dan spesifikasi
pekerjaan atau persyaratan apa/siapa dari masing-masing jenis pekerjaan harus
dikerjakan.
Uraian yang diperoleh dari analisis pekerjaan diharapkan benar-benar diperoleh
sesuai dengan kebutuhan oraganisasi atau lembaga sehingga ada efektitifias dan
efisiensi SDM.

C. Jenis Seleksi dan Tes SDM Kesehatan


Seleksi SDM adalah usaha pertama yang harus dilakukan perusahaan untuk
memperoleh karyawan yang qualified dan kompeten yang akan menjabat serta mengerjakan
semua pekerjaan pada perusahaan tersebut. Kegiatan seleksi biasanya diadakan untuk
mengetahui informasi pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang dimiliki pelamar
dasi setiap pelamar sehingga merupakan hal mendasar dalam penempatan karyawan tersebut.
Kiranya hal inilah yang mendorong pentingnya pelaksanaan seleksi penerimaan karyawan
baru bagi setiap perusahaan. Pelaksanaan seleksi harus dilakukan secara jujur, cermat dan
obyektif supaya karyawan yang diterima benar-benar qualified untuk menjabat dan
mengerjakan pekerjaan itu (Hasibuan, 2000).
Perusahaan membutuhkan proses seleksi SDM yang efektif agar dapat mengidentifikasi
siapa yang mampu dan mau melaksanakan suatu pekerjaan selama jangka waktu tertentu. Hal
ini dilakukan sebagai proses untuk mencocokan orang-orang dengan kualifikasi yang mereka
miliki. Jenis-jenis seleksi menurut (Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, 2010 :

1. Seleksi Administrasi
Seleksi administrasi adalah seleksi yang berupa surat-surat yang dimiliki pelamar untuk
menentukan apakah sudah sesuai dengan persyaratan yang diminta organisasi
perusahaan, antara lain :
a. Ijazah
b. Riwayat hidup
c. Domisili / keberadaan status yang bersangkutan
d. Surat lamaran
e. Sertifikat keahlian
f. Pas foto
g. Copy identitas ( KTP, Pasport, SIM, dan lain-lain)
h. Pengalaman kerja
i. Umur
j. Jenis kelamin
k. Status perkawinan
l. Surat keterangan kesehatan dari dokter
m. Akte kelahiran

2. Seleksi Tertulis
Seleksi tertulis terdiri dari :
a. Tes Kecerdasan ( Intellegency Test )
b. Tes Kepribadian ( Personal Test )
c. Tes Bakat ( Aptitude Test )
d. Tes Minat ( Interest Test )
e. Tes Prestasi ( Achievement Test )
3. Seleksi Tidak Tertulis
Seleksi tidak tertulis terdiri dari :
a. Wawancara
b. Praktik
c. Kesehatan/medis

Pada proses seleksi untuk mendapatkan SDM Kesehatan dengan mutu dan kualitas
terbaik maka dilakukan beberapa tes menurut (Ardana, dkk 2012) :

1. Tes Psikolog
Tes ini diadakan dengan maksud untuk mengetahui keadaan diri calon tenaga kerja
terhadap kemungkinan dalam dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang
diserahkan kepadanya. Tes psikologi dapat digolongkan menjadi lima macam.

a. Tes kecerdasan (Intelegences test), adalah tes untuk mengetahui kemampuan


seorang memahami masalah serta mencarikan pemecahannya. Mutu kecerdasan
seseorang dinyatakan dengan intelligence quantient (IQ) yang bermanfaat untuk
mengukur kemampuan rohaniah.

b. Tes prestasi (Ahievement test), adalah tes yang dilakukan untuk mengukur hasil
kerja para pelamar. Tes demikian menjunjukkan apa yang dapat dikerjakan
sekarang. Dengan mengetahui prestasi pelamar akan dapat ditentukan apakah
mereka sesuai dengan keinginan perusahaan. Misalnya ingin mengukuh hasil
prestasi seorang sekertaris dapat dilihat melalui tugas pokok sekertaris,
kemampuan mengetik surat, mempersiapkan ruang rapat, dan lain sebagainya

c. Tes bakat (Aptitude test), adalah tes untuk mengukur bakat atau kemampuan yang
mungkin telah dikembangkan atau masih terpendam masih belum dipergunakan.
Tujuannya yaitu untuk memprediksi kecakapan bekerja para pelamar di kemudian
hari. Tes yang dilakukan yaitu tes kemampuan menimbang sesuatu bersifat
mekanis, tes kemampuan menimbang yang bersifat abstrak, tes kemampuan
menarik kesimpulan.

d. Tes minat (Interest test), adalah tes yang dilakukan untuk mengetahui minat
seseorang terhadap sesuatu. Seseorang yang mempunyai minat terhadap pekerjaan
tertentu. Berdasarkan tes ini nantinya pelamar dapat diketahui bahwa pelamar
cocok atau tidak cocok dengan pekerjaan tertentu. Biasanya pelamar ditanya
apakah ia suka atau tidak suka atau tidak ada perbedaan dalam kesukaan terhadap
sesuatu hal.

e. Tes kepribadian (Personality test), adalah tes untuk mengetahui kepribadian


seseorang yang nantinya sangat berperan dan menentukan keberhasilan seseorang.
Tes ini dirancang untung menghindari manipulasi jawaban yang diberikan
pelamar, karena kemungkinan pelamar tidak jujur. Banyak orang mempunyai
kecerdasan, bakat dan pengalaman terhadap suatu pekerjaan, tetapi dalam
pelaksanaan tidak berhasil, karena tidak mampu bekerja sama dan memimpin
orang lain. Kerjasama dan kepimimpinan ini sangat ditentukan oleh sifat
kepribadian seseorang.

2. Tes Kesehatan
Perusahaan umumnya membutuhkan karyawan yang sehat jasmani dan rohani
untuk dipekerjakan pada bidang pekerjaan tertentu. Dengan alasan ini, perusahaan
akan melakukan pemeriksaan jasmani dan rohani calon karyawanTes kesehatan
dilakukan untuk memastikan kemampuan jasmani pelamar dengan persyaratan
pekerjaan. Termasuk di dalamnya kesehatan fisik, mata, pendengaran dan lain
sebagainya.
Proses ini dimaksudkan untuk mencari individu yang sesuai dengan spesifikasi
jabatan dan merupakan individu yang terbaik diantara pelamar (Budiyanto, 2013).
Proses seleksi juga harus dijalankan dengan prinsip impersonal dalam arti tidak
pandang bulu siapa yang diseleksi, materi yang diujikan dan kriteria kelulusan harus
sama.

D. Faktor-Faktor yang Diperhatikan dalam Penempatan SDM Kesehatan

Penempatan karyawan berarti mengalokasikan para karyawan pada posisi kerja


tertentu, hal ini khusus terjadi pada karyawan baru. Kepada para karyawan lama yang telah
menduduki jabatan atau pekerjaan termasuk sasaran fungsi penempatan karyawan dalam arti
mempertahankan pada posisinya atau memindahkan pada posisi yang lain.
Proses penempatan karyawan yang tepat akan menjadi salah satu kunci utama untuk
memperoleh prestasi kerja optimal dari setiap karyawan, moral maupun kreativitasnya dan
prakarsanya juga akan berkembang. Untuk itu ada beberapa factor yang harus diperhatikan
dalam penempatan karyawan menurut (Bambang Wahyudi, 2002) diantaranya :

1. Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan bisnis perusahaan akan menciptakan posisi pekerjaan baru yang
menyebabkan terjadinya pengisian posisi pekerjaan baru, baik melalui promosi
karyawan yang sudah ada atau promosi karyawan baru.

2. Latar Belakang Pendidikan


Prestasi akademis yang dimiliki tenaga kerja selama mengikuti pendidikan
sebelumnya harus dipertimbangkan, khususnya dalam penempatan tenaga kerja tersebut
untuk menyelesaikan tugas pekerjaan, serta mengemban wewenang dan tanggung
jawab. Prestasi akademis yang perlu dipertimbangkan tidak terbatas pada jenjang
terakhir pendidikan tetapi termasuk jenjang pendidikan yang pernah dialaminya.
Tenaga kerja yang memiliki prestasi akademis tinggi harus ditempatkan pada
tugas dan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya, sebaliknya tenaga kerja yang
memiliki latar belakang akademis rata-rata atau dibawah standar harus ditempatkan
pada tugas dan pekerjaan ringan dengan beban wewenang dan tanggung jawab yang
relatif rendah.
Latar belakang pendidikan pun harus menjadi pertimbangan dalam menempatkan
karyawan. Misalnya, sarjana ekonomi harus ditempatkan pada pekerjaan yang
berhubungan dalam bidang ekonomi. Latar belakang akademis ini dimaksudkan untuk
menempatkan karyawan yang tepat pada posisi yang tepat pula (The Right Man on The
Right Place).

3. Usia
Faktor usia tenaga kerja yang lulus seleksi perlu dipertimbangkan dalam
penempatan tenaga kerja. Penempatan tenaga kerja berdasarkan usia perlu dilakukan
untuk menghindari rendahnya produktivitas yang dihasilkan oleh karyawan yang
bersangkutan.

4. Keterampilan Kerja
Kecakapan atau keahlian untuk melakukan suatu pekerjaan yang harus di peroleh
dalam praktek, keterampilan kerja ini dapat di kelompokan menjadi 3 kategori yaitu:
a. Keterampilan mental, seperti menganalisis data, membuat keputusan dll.
b. Keterampilan fisik, seperti membetulkan listrik, mekanik, dll.
c. Keterampilan sosial, seperti mempengaruhi orang lain, menawarkan barang atau
jasa dll.

5. Pengalaman Kerja
Pengalaman bekerja pada pekerjaan sejenis perlu mendapatkan pertimbangan
dalam penempatan kerja karyawan. Kenyataan menunjukkan makin lama karyawan
bekerja, makin banyak pengalaman yang dimiliki karyawan yang bersangkutan,
sebaliknya semakin singkat masa kerja, semakin sedikit pengalaman yang diperoleh.
Pengalaman bekerja benyak memberikan keahlian dan keterampilan kerja.
Pengalaman bekerja yang dimiliki seseorang kadang-kadang lebih dihargai
daripada tingkat pendidikan yang menjulang tinggi. Karyawan yang berpengalaman
dapat langsung menyelesaikan tugas dan pekerjaanya. Karyawan hanya memerlukan
pelatihan dan petunjuk yang relatif singkat. Sebaliknya karyawan yang hanya
mengandalkan latar belakang pendidikan dan gelar yang disandangnya, belum tentu
mampu mengerjakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan cepat.

E. Pendayagunaan dan Pengembangan SDM Kesehatan

1. Pengertian
Sumber Daya Manusia Kesehatan adalah tenaga kesehatan profesi termasuk
tenaga kesehatan strategis dan tenaga kesehatan non profesi serta tenaga
pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya
seperti dalam upaya dan manajemen kesehatan.
Subsistem sumber daya manusia kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan
tenaga kesehatan yang bermutu dalam jumlah yang mencukupi, terdistribusi secara adil,
serta termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, sehingga upaya kesehatan
dapat diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan seluruh lapisan masyarakat. Komponen
Sumber Daya Manusia Kesehatan yaitu pengembangan dan pemberdayaan sumber daya
manusia kesehatan yang meliputi upaya perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, serta
pembinaan dan pengawasan mutu sumber daya manusia kesehatan untuk mendukung
penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mewujudkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.

a. Perencanaan SDM Kesehatan adalah upaya penetapan jenis, jumlah, kualifikasi,


dan distribusi tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan pembangunan
kesehatan.
b. Pengadaan SDM Kesehatan adalah upaya yang meliputi pendidikan tenaga
kesehatan dan pelatihan SDM Kesehatan untuk memenuhi kebutuhan
pembangunan kesehatan.
c. Pendayagunaan SDM Kesehatan adalah upaya pemerataan dan pemanfaatan serta
pengembangan SDM Kesehatan.
d. Pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan adalah upaya untuk mengarahkan,
memberikan dukungan, serta mengawasi pengembangan dan pemberdayaan SDM
Kesehatan.

2. Metode Identifikasi Kebutuhan SDM

Analisis kebutuhan pelatihan didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan dan


analisis data dalam rangka mengidentifikasi bidang-bidang atau faktorfaktor apa saja
yang ada di dalam instansi yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki agar kinerja pegawai
dan produktivitas instansi menjadi meningkat. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
memperoleh data akurat tentang apakah ada kebutuhan untuk menyelenggarakan
pelatihan.
Veithzal Rifai (2004) mendefinisikan kebutuhan pelatihan “adalah untuk
memenuhi kekurangan pengetahuan, meningkatkan keterampilan atau sikap dengan
masing-masing kadar yang bervariasi.” Sementara Suryana Sumantri (2005) 3/27
mendefinisikan ”kebutuhan pelatihan merupakan keadaan dimana terdapat kesenjangan
antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan nyata.”

2.1. Model-Model Identifikasi Kebutuhan Pelatihan


Dalam melakukan proses identifikasi kebutuhan pelatihan, ada tiga model
yang dapat dilakukan oleh "Petugas Pelatihan" (Training Officer). Masing-masing
model mempunyai kelebihan dan kekurangan. Model-model tersebut dapat
diperinci sebagai berikut di bawah ini :

Model 1
Suatu situasi yang sangat umum dimana seorang "Petugas Pelatihan"
menempatkan dirinya di manapun juga dalam organisasi atau lembaga dan
memulai melakukan identifikasi kebutuhan pelatihan. Dalam model ini pihak
manajemen seringkali bersifat pasif atau keterlibatannya sangat terbatas.
Langkah-langkah yang ditempuh, sebagaimana tertuang dalam diagram
tersebut di atas adalah sebagai berikut :
a) Langkah pertama antara lain mencari dan menemukenali berbagai gejala
atau tandatanda adanya masalah dan indikator-indikator suatu masalah.
b) Langkah kedua adalah identifikasi permasalahan riil atau nyata yang
dihadapi dan hal ini kemungkinan tergantung pada sumberdaya yang
tersedia.
c) Langkah ketiga adalah menguji dan mengkaji serta mempertimbangkan
berbagai kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi. Ada dua
kemungkinan timbul, yaitu; Pemecahan masalah melalui upaya pelatihan
dan pemecahan masalah melalui 8/27 pendekatan atau upaya lain (non
training). Hal ini tidak berarti bahwa Petugas Pelatihan harus melupakan
pemecahan masalah non training dan mengatakan bukan "tugas dan
tanggung jawabnya". Petugas Pelatihan tetap harus terlibat secara aktif
untuk membahasnya dengan pihak manajemen dan seluruh pihak terkait.
d) Langkah selanjutnya adalah adanya komitmen manajemen terhadap
langkah- langkah yang diperlukan dalam memecahkan masalah. Secara
teoritis tentu saja tidaklah mungkin melakukan identifikasi kebutuhan
pelatihan tanpa keterlibatan manajemen mengingat bahwa kebutuhan
pelatihan selalu berkaitan erat dengan tujuan lembaga atau tujuan
organisasi.

Model 2
Model kedua ini mempunyai asumsi bahwa kondisi manajemen lembaga
dalam keadaan baik, dimana pihak manajemen menyadari adanya suatu masalah
dan salah satu alternatif pemecahan masalah yang berharga adalah melalui
pelatihan, maka pihak manajemen "memanggil atau melibatkan" ahli pelatihan
untuk membantu memecahkan masalah tersebut. Sifat bantuan atau bimbingan
teknis ahli pelatihan disini mungkin hanya dalam beberapa kegiatan penting saja.
yaitu bahwa peranan Ahli Pelatihan adalah memberikan saran atau advis atau
masukan-masukan kepada manajemen dalam upaya pemecahan masalah yang
dihadapi.
Dilain pihak "pendampingan atau pembinaan" mungkin akan lebih berarti
bila dibandingkan dengan "pemberian advis" dalam memberikan bantuan yang
diberikan Dalam hal ini Ahli Pelatihan tidak hanya sekedar memberikan bantuan
untuk memecahkan masalah manajemen tetapi lebih dari itu yaitu membimbing
dan membantu pimpinan (manajemen) sehingga mampu memecahkan masalah
secara mandiri. Tentu saja, hal ini membutuhkan suatu pendekatan dan hubungan
antara Ahli Pelatihan dengan pihak manajemen yang sangat berbeda. Walaupun
disadari hal ini sangat sulit untuk kepentingan jangka waktu pendek, namun
dalam jangka panjang bentuk bantuan yang bersifat "Pendampingan dan
Pembinaan" akan memberikan suatu kontribusi yang sangat berharga. Di sinilah
letak keterlibatan semua pihak sangat penting di dalam proses identifikasi
kebutuhan pelatihan.

Model 3
Pada dasarnya dalam proses identifikasi kebutuhan pelatihan Model 3 ini
secara khusus lebih menitik beratkan pada kebutuhan pelatihan di masa yang akan
datang. Sedangkan pada Model 1 dan 2 lebih memperhatikan pada identifikasi
kebutuhan pelatihan saat ini dan saat akan datang. Pada Model 3 ini lebih banyak
digunakan untuk mengantisipasi adanya dan perlunya berbagai perubahan
lembaga yang telah direncanakan karena adanya berbagai tuntutan.
Dalam hal ini, tentu saja Ahli Pelatihan dan pihak manajemen harus dan
mutlak melakukan kerjasama yang erat Perubahan kelembagaan tersebut mungkin
saja terjadi pada berbagai jenjang; mulai dari suatu perubahan yang sifatnya
strategis atau hanya perubahan yang bersifat "teknis". Perubahan strategis disini
diartikan sebagai suatu perubahan yang sifatnya mendasar, mulai dari Perubahan
Visi, Misi, Strategi dan lain sebagainya.
Perubahan yang bersifat strategis akan menghadapi permasalahan yang lebih
kompleks dan pada umumnya hal ini terdorong karena adanya perubahan
eksternal antara lain perubahan politik, undang-undang dan lain sebagainya.
Sedangkan perubahan "teknis" merupakan perubahan yang sifatnya lebih
operasional dan lebih banyak karena faktor internal. Dengan adanya perubahan-
perubahan tersebut sangatlah diharapkan keterlibatan Ahli 9/27 Pelatihan sejak
dari awal untuk memperhitungkan berbagai implikasi dan konsekuensi serta
persyaratan "profesionalisme" yang dibutuhkan karena adanya perubahan
tersebut.

F. Manajemen Karir SDM


1. Tujuan
Manajemen karir mencakup berbagai konsep yang sampai saat ini masih sering
diperdebatkan definisinya. Meskipun demikian kita perlu mengetahui dan memahami
definisi berbagai konsep yang berhubungan dengan manajemen kerier, agar kita
mamiliki pemahaman yang lebih baik tentang manajemen karir.
Dalam hal ini, ada beberapa kata kunci yang perlu dijelaskan, yaitu :
1) Karir
2) Jalur karir
3) Tujuan / sasaran karir
4) Perencanaan karir
5) Pengembangan karir
6) Manajemen karir
7) Konseling karir

1) Karir
Para pakar lebih sering mendefinisikan karir sebagai proses suatu konsep
yang tidak statis dan final. Mereka cenderung mendefinisikan karir sebagai
“perjalanan pekerjaan seorang pegawai di dalam organisasi”. Perjalanan ini
dimulai sejak ia diterima sebagai pegawai baru, dan berakhir pada saat ia tidak
bekerja lagi dalam organisasi tersebut.
Haneman et al. (1983) mengatakan bahwa “Perjalanan karir seorang
pegawai dimulai pada saat ia menerima pekerjaan di suatu organisasi. Perjalanan
karir ini mungkin akan berlangsung beberapa jam saja atau beberapa hari, atau
mungkin berlanjut sampai 30 atau 40 tahun kemudian. Perjalanan karir ini
mungkin berlangsung di satu pekerjaan di satu lokasi, atau melibatkan serentetan
pekerjaan yang tersebar di seluruh negeri atau bahkan di seluruh dunia”.
Konsep karir adalah konsep yang netral (tidak berkonotasi positif atau
negatif). Karena itu karir ada yang baik, ada pula karir yang buruk. Ada
perjalanan karir yang lambat, ada pula yang cepat. Tetapi, tentu saja semua orang
mendambakan memiliki karir yang baik dan bila mungkin bergulir dengan cepat.
Karir dapat diletakkan dalam konteks organisasi secara formal, tetapi karir
dapat pula diletakkan dalam konteks yang lebih longgar dan tidak formal. Dalam
kaitan arti yang terakhir ini, kita biasa mengatakan, misalnya, “karir si A sebagai
pelukis cukup baik” dan si B mengakhiri karirnya di bidang politik secara baik”,
dan sebagainya.
Apapun artinya, karir amatlah penting bagi pegawai maupun bagi
organisasi. Menurut Walker (1980), bagi pegawai, karir bahkan dianggap lebih
penting dari pada pekerjaan itu sendiri. Seorang pegawai bisa meninggalkan
pekerjaannya jika merasa prospek keriernya buruk. Sebaliknya, pegawai mungkin
akan tetap rela bekerja di pekerjaan yang tidak disukainya asal ia tahu ia
mempunyai prospek cerah dalam karirnya.
Sebaliknya, bagi organisasi, kejelasan perencanaan dan pengembangan karir
pegawai akan membawa manfaat langsung terhadap efisiensi manajemen.
Dikemukakan oleh Walker (1980) bahwa turn over pegawai cenderung lebih kecil
di perusahaan-perusahaan yang sangat memperhatikan pengembangan karir
pegawainya. Di samping itu, penanganan karir yang baik oleh organisasi akan
mengurangi tingkah frustasi yang dialami oleh pegawai serta meningkatkan
motivasi kerja mereka. Oleh karena itu, manajemen karir bukan hanya menjadi
kewajiban bagi organisasi, tetapi juga merupakan kebutuhan yang sama
pentingnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya.

2) Jalur Karir
Jalur karir adalah pola urutan pekerjaan (Pattern of Work Sequence) yang
harus dilalui pegawai untuk mencapai suatu tujuan karir. Tersirat di sini, jalur
karir selalu bersifat formal, dan ditentukan oleh organisasi (bukan oleh pegawai).
Jalur karir selalu bersifat ideal dan normatif. Artinya dengan asumsi setiap
pegawai mempunyai kesempatan yang sama dengan pegawai lain, maka setiap
pegawai mempunyai kesempatan yang sama untuk mencapai tujuan karir tertentu.
Meskipun demikian, kenyataan sehari-hari tidak selalu ideal seperti ini. Ada
pegawai yang bagus karirnya, ada pula pegawai yang mempunyai karir buruk
meskipun prestasi kerja yang ditunjukkannya bagus.
Dalam organisasi yang baik dan mapan, jalur karir pegawai selalu jelas dan
eksplisit, baik titik-titik karir yang dilalui maupun persyaratan yang harus
dipenuhi untuk mencapai tujuan karir tertentu. Di lingkungan pegawai negeri,
misalnya, dikenal jalur karir sruktural dan fungsional. Seorang dosen di perguruan
tinggi, sebagai ilustrasi, boleh meniti karir di bidang struktural, boleh juga di
bidang fungsional. Secara struktural, ia boleh menjadikan ketua jurusan, ketua
program, pembantu dekan, dekan, pembantu rektor, dan bahkan rektor.
Namun, kalaupun ia tidak menuduki jabatan struktural tertentu, dosen
tersebut masih mempunyai kesempatan untuk meniti karir di jalur fungsional, dari
Asisten Ahli sampai ke tingkat tertinggi yaitu Guru Besar. Dalam hal ini,
persyaratan untuk naik ke jabatan struktural tertentu atau ke jenjang fungsional
tertentu telah ditentukan dengan jelas dan bahkan dilengkapi dengan ukuran-
ukuran kuantitatif (cumulativ credit point, CCP).

3) Tujuan Karir
Tujuan atau sasaran karir adalah posisi atau jabatan tertentu yang dapat
dicapai oleh seorang pegawai bila yang bersangkutan memenuhi semua syarat dan
kualifikasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan jabatan tersebut.
Yang penting dicatat, tujuan atau sasaran karir tidak otomatis tercapai bila
seorang pegawai memenuhi semua syarat yang harus dipenuhi. Misalnya seorang
kepala subagian tidak otomatis menjadi kepala bagian meskipun ia telah
memenuhi syarat untuk menjadi kepala bagian. Untuk menjadi kepala bagian, ia
harus memenuhi syarat-syarat yang seringkali di luar kekuasaannya, misalnya ada
tidaknya lowongan jabatan kepala bagian, keputusan dan preferensi pimpinan,
adanya kandidat lain yang sama kualitasnya, dan sebagainya.

4) Perencanaan Karir
Perencanaan karir adalah salah satu fungsi manajemen karir. Perencanaan
karir adalah perencanaan yang dilakukan baik oleh individu pegawai maupun oleh
organisasi berkenaan dengan karir pegawai, terutama mengenai persiapan yang
harus dipenuhi seorang pegawai untuk mencapai tujuan karir tertentu.
Yang perlu digarisbawahi, perencanaan karir pegawai harus dilakukan oleh
kedua belah pihak yaitu pegawai yang bersangkutan dan organisasi. Jika tidak,
maka perencanaan karir pegawai tidak akan menghasilkan rencana yang baik dan
realistis. Perencanaan karir ini akan dibahas lebih rinci di bab ini.

5) Pengembangan Karir
Pengembangan karir adalah salah satu fungsi manajemen karir.
Pengembangan karir adalah proses mengidentifikasi potensi karir pegawai, dan
materi serta menerapkan cara-cara yang tepat untuk mengembangkan potensi
tersebut.
Secara umum, proses pengembangan karir dimulai dengan mengevaluasi
kinerja pegawai. Proses ini lazim disebut sebagai penilaian kinerja (performance
appraisal). Dari hasil penelitian kinerja ini kita mendapatkan masukan yang
menggambarkan profil kemampuan pegawai (baik potensinya maupun kinerja
aktualnya). Dari masukan inilah kita mengidentifikasi berbagai metode untuk
mengembangkan potensi yang bersangkutan.

6) Manajemen Karir
Manajemen karir adalah proses pengelolaan karir pegawai yang meliputi
tahapan kegiatan perencanaan karir, pengembangan dan konseling karir, serta
pengambilan keputusan karir.
Manajemen karir melibatkan semua pihak termasuk pegawai yang
bersangkutan dengan unit tempat si pegawai bekerja, dan organisasi secara
keseluruhan. Oleh karena itu manajemen karir mencakup area kegiatan yang
sangat luas. Manajemen karir ini akan kita bahas secara leih rinci dalam bab ini.

7) Konseling Karir
Konseling karir adalah proses mengidentifikasi masalah-masalah yang
berhubungan dengan karir seorang pegawai serta mencari alternatif jalan keluar
dari berbagai masalah tersebut.
Dalam organisasi, terdapat berbagai masalah yang berhubungan dengan
karir pegawai. Ada yang tidak terlampau serius sehingga dapat dipecahkan dalam
tempo relatif cepat. Ada pula yang sangat serius sehingga mengganggu pekerjaan
si pegawai sendiri maupun pekerjaan rekan sekerja lainnya. Dalam keadaan
seperti ini, konseling karir sangat diperlukan, baik oleh pegawai maupun oleh
organisasi. Bahkan organisasi yang cukup besar seringkali merasa perlu
mempekerjakan seorang pakar (konselor) yang khusus menangani masalah-
masalah karir ini.
2. Ruang Lingkup
Secara luas, manajemen karir meliputi seluruh kegiatan yang berkenaan dengan
pekerjaan pegawai. Kegiatan ini di mulai dari proses penarikan (rekrutmen) pegawai,
penempatan pegawai, pengembangan pegawai, dan berakhir pada pemberhentian
pegawai. Walker (1980) misalnya, membuat sederetan issue dalam manajemen karir. Ia
mengkaitkannya dengan berbagai kegiatan perencanaan ketenagakerjaan. Berikut
adalah tabel Walker (sesuai penyesuaian seperlunya oleh penulis).

Tabel 1.1 Ruang Lingkup Manajemen Karir


Aspek Manajemen Kegiatan Perencanaan
Karir Tenaga Kerja
Rekrutmen - Mengetahui jumlah calon pegawai yg tersedia
- Menarik pelamar kerja - Memanfaatkan biro iklan Depnaker
- Menentukan persyaratan penerimaan - Menentukan kebutuhan staf
pegawai - Menentukan persyaratan kepegawaian
- Seleksi calon pegawai - Membuat pengumuman perekrutan
- Orientasi dan latihan pra jabatan - Menentukan proses seleksi
- Menentukan strategi orientasi
- Mencari cara meminimalkan biaya perekrutan

- Menentukan persyaratan kerja jalur kerja


Penempatan rumpun pekerjaan
- Menentukan persyaratan kerja dan jalur - Menentukan cara pembuatan sistem penempatan
karir pegawai
- Menetukan sistem penempatan - Menentukan derajat keterlibatan pegawai dalam
- Menentukan pekerjaan yang proses penempatan
membutuhkan pegawai baru - Memvalidasi prosedur selesksi pegawai
- Menentukan prosedur seleksi - Mengelola pegawai yang berpotensi tinggi untuk
- Mendesain manajemen/program seleksi meniti karir secara tepat
- Menentukan seleksi relokasi - Mencari cara meminimalkan akibat buruk dari
relokasi pegawai

- Menyediakan sarana dan prasarana bagi pegawai


untuk melakukan perencanaan karir mereka sendiri
- Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan
Pelatihan dan Pengembangan
pengembangan
- Menentukan mekanisme
- Mencari strategi pengembangan yang paling
- Perencanaan karir individual
efektif-efisien
- Merancang dan mengembangkan
- Mengevaluasi prog pengembangan
program
- Riset dan evaluasi
- Menentukan kebijakan dan filosofi tentang
perjenjangan karir
- Menentukan kebiajakn tentang pemberhentian
Rekrutmen pegawai
- Pemberhentian - Menentukan kebijakan tentang pensiun pegawai
- Pensiun
- Demosi dan transfer

Kita lihat dari tabel tersebut bahwa manajemen karir dapat meliputi segala urusan
yang bersangkutan dengan pegawai dan tugas yang diberikan kepadanya. Lebih jauh
lagi, manajemen karir sesungguhnya juga menjangkau hal-hal yang bersifat kualitatif
dan sukar diukur seperti keinginan dan harapan pegawai dalam hidup dan
pekerjaannya.
Organisasi mempunyai rencana dan tujuan yang harus dicapai. Untuk mecapai
tujuan ini diperlukan sumber daya manusia (disamping sumber daya lain). Di pihak
lain, pegawai juga mempunyai rencana dan tujuan (karir) yang ingin dicapainya. Untuk
itu diperlukan suatu sistem pengembangan karir pegawai.
Untuk menyatukan kebutuhan organisasi dam kebutuhan pegawai ini, diperlukan
suatu manajemen yang menguntungkan kedua belah pihak. Manajemen yang baik dan
saling mengungtungkan ini terangkum dalam suatu sistem SDM yang terdiri dari
banyak komponen (subsistem).

G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Karir Seseorang / Pengembangan


Karir
1. Pengertian Pengembangan Karir
Pengertian pengembangan karir menurut Matutina, dkk (1992) adalah suatu
proses usaha untuk meningkatkan kualitas kemampuan manajerial yang meliputi
pengetahuan, keterampilan, sifat-sifat pribadi, kewibawaan serta sikap dan perilaku
kepemimpinan. Sedangkan Rivai & Sagala (2004) menjelaskan bahwa pengembangan
karir adalah suatu proses peningkatan kemampuan kerja individu yang di capai dalam
rangka mencapai karir yang diinginkan.
Siagian (1989) mengatakan bahwa pengembangan karir terdiri dari pemberian
program pendidikan dan pelatihan formal kepada karyawan dan juga pengembangan
yang sifatnya informal, yaitu antara lain dengan meningkatkan kemampuan pekerja
dengan memberikan petunjuk, menunjukkan cara yang benar, perbaikan kesalahan yang
diperbuat tanpa saksi yang bersifat punitive dan lain sebagainya. Sedangkan Mondy &
Noe (1996) mendefinisikan pengembangan karir sebagai sebuah pendekatan formal
yang diambil oleh organisasi untuk memastikan seseorang dengan ketepatan kualifikasi
dan pengalaman yang ada ketika dibutuhkan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan karir
merupakan tindakan seorang karyawan dalam mencapai karir.yang diinginkan, seperti
peningkatan tanggung jawab, peningkatan status atau pangkat dan peningkatan
kompensasi yang didukung baik oleh organisasi, manajer atau pihak lain.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Seseorang dalam


Pengembangan Karir
Kesuksesan proses pengembangan karir tidak hanya penting bagi organisasi
secara keseluruhan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pengembangan karir menurut
Hasto dan Meilan (dalam Sunyoto 2013) meliputi: hubungan pegawai dan organisasi,
personalitas karyawan, faktorfaktor eksternal, politicking dalam organisasi, sistem
penghargaan, jumlah karyawan, ukuran organisasi, kultur organisasi, dan tipe
manajemen.
a. Hubungan Pegawai dan Organisasi
Pada situasi ideal karyawan dan organisasi berada dalam hubungan yang
saling menguntungkan. Keadaan ideal akan mampu menciptakan kondisi yang
harmonis antara karyawan dan organisasi sehingga menghasilkan produktivitas
kerja yang tinggi. Sebaliknya, jika keadaan ideal ini gagal dicapai, maka yang
terjadi adalah karyawan dan organisasi cepat atau lambat akan mempengaruhi
proses pengembangan karir.
b. Personalitas Karyawan
Personalitas karyawan yang menyimpang menyebabkan terganggunya
manajemen karir karyawan seperti: terlalu emosional, apatis dan ambisius.
Karyawan yang apatis akan sulit dibina, karena karyawan tidak peduli dengan
karirnya sendiri. Karyawan yang cenderung ambisius yaitu dengan memaksakan
kehendak untuk mencapai tujuan karir yang terdapat dalam manajemen karir.
c. Faktor-faktor Eksternal
Aturan dalam manajemen karir di suatu organisasi menjadi kacau karena
ada intervensi dari pihak luar. Karyawan yang mempromosikan untuk jabatan
yang lebih tinggi, akan dibatalkan karena ada orang yang di- drop dari luar
organisasi. Dengan demikian masalah ini dapat mengacaukan manajemen karir
yang telah dirancang oleh organisasi.
d. Politicking dalam Organisasi
Faktor-faktor seperti intrik-intrik, kasak-kusuk, hubungan antar teman, dan
nepotisme yang lebih dominan dapat mempengaruhi karir seseorang.
e. Sistem Penghargaan
Sistem manajemen sangat mempengaruhi banyak hal termasuk manajemen
karir karyawan. Organisasi yang tidak mempunyai sistem penghargaan yang jelas
akan cenderung memperlakukan karyawannya secara subjektif.
f. Jumlah Karyawan
Jumlah karyawan yang dimiliki sebuah organisasi sangat mempengaruhi
manajemen karir yang ada. Jika jumlah karyawan sedikit, maka manajemen karir
akan sederhana dan mudah dikelola.
g. Ukuran Organisasi
Ukuran organisasi dalam konteks ini berhubungan dengan jumlah jabatan
yang ada dalam organisasi tersebut, termasuk jumlah jenis pekerjaan, dan jumlah
personel karyawan yang diperlukan untuk mengisi berbagai jabatan dan pekerjaan
tersebut. Biasanya semakin besar organisasi, semakin kompleks urusan
manajemen karir karyawan. Namunkesempatan untuk promosi dan rotasi
karyawan juga lebih banyak.
h. Kultur Organisasi
Organisasi juga mempunyai kultur dan kebiasaan-kebiasaan. Ada organisasi
yang cenderung berkultur profesional, objektif, rasional, dan demokratis. Ada
juga organisasi yang cenderung feodalistik, rasional,dan dmokratis, tetapi ada
juga organisasi yang cenderung menghargai prestasi kerja dan mementingkan
senioritas karyawan.
i. Tipe Manajemen
Jika manajemen cenderung tertutup maka keterlibatan karyawan dalam hal
pembinaan karirnya cenderung minimal. Sebaliknya jika cenderung terbuka,
demokratis maka keterlibatan karyawan dalam pembinaan karir cenderung besar.

3. Aspek-Aspek Pengembangan Karir


Aspek-aspek pengembangan karir ini terdiri dari delapan aktivitas pengembangan
karir. Diantaranya peneliti rangkum dari beberapa tokoh yang menyusun aspek
pengembangan karir yaitu berdasarkan pada (Glueck 1986, Noe, dkk 1994 dan
Handoko 1998) sebagai berikut:
a. Aspek pertama adalah aktivitas individu, yaitu karyawan itu sendiri dalam
pekerjaannya. Aktivitas individu berupa perencanaan individu dalam menyusun
dan menetapkan tujuan dalam pekerjaanya. Tujuan apa yang ingin diraih menjadi
acuannya dalam menyusun dan menentukan langkah-langkah yang harus
ditempuhnya.
b. Aspek kedua adalah konseling karir. Aktivitas konseling karir berupa pemberian
nasehat dan bimbingan kejuruan dengan memberikan tes bakat dan minat,
memberikan feed back kepada karyawan, menyediakan informasi jabatan, pasaran
kerja yang sesuai dan teknik mendapatkannya (Glueck,1986).
c. Aspek ketiga adalah pendidikan karir yang berupa pemberian pendidikan
pelatihan, kursus, seminar dan lainnya kepada karyawan yang berguna dalam
pekerjaannya maupun pengembangan dirinya dalam organisasi yang disediakan
dan diselenggarakan oleh organisasi.
d. Aspek keempat adalah penyediaan informasi. Perusahaan secara terbuka dan adil
memberikan informasi mengenai peluang peningkatan karir, jabatan yang sedang
ataupun akan kosong, kualifikasi dari jabatan yang sedang ataupun akan kosong
(Noe, dkk,1994).
e. Aspek kelima adalah kesempatan untuk tumbuh. Aktivitas kesempatan untuk
tumbuh berupa kesempatan untuk mengikuti program peningkatan kualitas diri
misalnya mengikuti pelatihan yang diadakan perusahaan, pemberian beasiswa
ataupun dispensasi untuk mengikuti kegiatan pendidikan di luar perusahaan serta
kesempatan naik.
f. Aspek keenam adalah dukungan manajemen. Berbagai usaha untuk mendorong
pengembangan karir akan mempunyai dampak kecil tanpa dukungan dari para
manajer.
g. Aspek ketujuh adalah feedback.Umpan balik berupa pemberitahuan secara
berkala mengenai prestasi kerja karyawan, program penempatan dan produksi
sangat dibutuhkan dalam organisasi. Tanpa umpan balik upaya pengembangan
karir akan sulit untuk karyawan mampu meneruskan persiapan bertahun-tahun
yang terkadang dibutuhkan untuk mencapai sasaran karir.
h. Aspek terakhir adalah kelompok kerja kohesif. Kelompok atau rekan kerja yang
saling mendukung sangat penting dalam pengembangan karir seseorang
(Handoko, 1998).
DAFTAR PUSTAKA

A, Sihotang. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Pertama, Jakarta: PT Pradnya
Paramitha.

Ambar, Teguh dan Rosidah. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan, Vol.17, No. 2.

Ardana, Komang dkk. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Bambang Wahyudi. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi, Bandung: Sulita
Bandung.

Budiyanto, Eko. (2013). Sistem Informasi Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
Graha Ilmu.

D. Anggraini. (2015). Hubungan Self-Efficacy dan Work Family Conflict dengan Pengembangan Karir
pada Pegawai Wanita.

Faustino, Cardoso, Gomes. (1995). Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi Yogyakarta.

Hasibuan, Malayu. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia: Dasar dan Kunci Keberhasilan.
Edisi Revisi. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Ike Kusdaya, Rachmawati. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia, Andy Yogyakarta.

Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta. Penerbit: CV. Andi Offset Ghozali, Imam
(2008).

Manajemen Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta. Jurnal Ilmu Manajemen,
Revitalisasi, Vol.2 No 3 Desember 2010.

Marihot, Tua, Efendi, Hariandja. (2009). Manajemen Sumber Daya manusia, Grasindo.

Rivai, Veithzal dan Sagala, Ella Jauvani. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk
Perusahaan dari Teori ke Praktik. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Simmamora, Henry. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Ed. 3, cetakan ke-2.
Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Anda mungkin juga menyukai