BAB I
PENDAHULUAN
Pasien akan merasa puas apabila ada persamaan antara harapan dan
kenyataan pelayanan kesehatan yang diperoleh. Kepuasaan pengguna pelayanan
kesehatan mempunyai kaitan yang erat dengan hasil pelayanan kesehatan rumah
sakit baik secara medis maupun non medis, dimana salah satu pelayanan
kesehatan rumah sakit yang non medis adalah penataan ruang rawat inap (Kotler
P, 2002). Faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien yang di rawat inap yaitu
penataan ruang dan kelengkapan alat. Penataan ruang meliputi; tata ruang rawat
inap, pola penataan ruang, pencahayaan, ventilasi udara, sistem inferior, dan
kelengkapan alat meliputi; alat-alat kesehatan non medis yang ada di ruang
rawat inap (Gunadarma, 2008).
1) Sebagai pemenuhan tugas Mata Kuliah Desain Fisik Dan Interior Rumah
Sakit
3) Untuk mengetahui seperti apa hal yang mengenai tata ruang berdasarkan
peraturan pemerintah
BAB II
TINJAUAN UMUM
Menurut D.A. Tisnaadmidjaja, yang dimaksud dengan ruang adalah wujud fisik
wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi
manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas
kehidupan yang layak.1 Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.2
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.3
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.4 Hal tersebut merupakan ruang
lingkup penataan ruang sebagai objek Hukum Administrasi Negara. Jadi, hukum
penataan ruang menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 yaitu hukum yang
berwujud struktur ruang (ialah susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan ekonomi
masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional) dan pola ruang
(ialah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan
ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya).5
Menurut Herman Hermit6 sebagaimana asas hukum yang paling utama yaitu
keadilan, maka arah dan kerangka pemikiran serta pendekatan-pendekatan dalam
pengaturan (substansi peraturan perundang-undangan) apa pun, termasuk Undang-
Undang Penataan Ruang, wajib dijiwai oleh asas keadilan.
3. Keberlanjutan.
Keberlanjutan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin
kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan
dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang.
6
Herman Hermit. Pembahasan Undang-Undang Penataan Ruang. Bandung: Mandar
Maju. 2008. hlm. 68.
7
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Op.,Cit. Pasal 2.
5. Keterbukaan.
Keterbukaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan
akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi
yang berkaitan dengan penataan ruang.
9. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat
dipertanggung jawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.
7
Ibid, Pasal 4.
8
Ibid, Pasal 5.
2. Potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya
buatan, kondisi ekeonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan
keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai satu kesatuan.
9
Ibid, Pasal 6.
10
Muhammad Akib, Charles Jackson dkk. Op.,Cit,. hlm. 37.
2.4. Tugas dan Wewenang Pemerintah/Pemerintah Daerah dalam Penataan
Ruang
11
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: RadjaGrafindo Persada. 2006. hlm. 13.
12
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Op.,Cit. Pasal 8 ayat 1.
3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi.
4. Kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan pemfasilitasan kerja sama
penataan ruang antarkabupaten/kota.
13
Ibid, Pasal 10 ayat (1).
14
Ibid, Pasal 11 ayat (1).
15
Ibid, Pasal 11 ayat (2).
Kewajiban negara ini diperkuat dengan dicantumkannya dalam konstitusi
negara yakni pada Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa negara
memiliki kekuasaan atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Dengan kata lain, ketentuan ini bermakna bahwa negara dengan berbagai
cara dan tanpa alasan apapun dituntut untuk dapat mensejahterakan
rakyatnya.16
16
Muhammad Akib, Charles Jackson dkk. Op.,Cit, hlm. 41.
2.5.1 Perencanaan Tata Ruang
Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata
ruang. Pada Undang-Undang Penataan Ruang, perencanaan rencana tata
ruang wilayah nasional, rencana tata ruaang wilayah provinsi, dan rencana
tata ruang wilayah kabupaten/kota mencakup ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi.17 Perencanaan Pembangunan
Nasional terbagi atas tiga jenis perencanaan yaitu : 18 Rencana Jangka
Panjang, Rencana Lima Tahunan, dan Rencana Tahunan.
8. Rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota.
17
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Op.,Cit. Pasal 15.
18
B.S . Muljana. Perencanaan Pembangunan Nasional, Proses Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional dengan Fokus Repelita V. Jakarta: UI -Press. 2001. hlm. 4.
19
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Op.,Cit. Pasal 19.
Rencana Tata Ruang Nasional nantinya akan menjadi acuan terhadap
rencana tata ruang provinsi, kabupaten/kota.
20
Ibid. Pasal 22
Mengenai apa saja yang terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi,
wilayah provinsi.
21
Ibid. Pasal 23.
(3) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20 (dua puluh)
tahun.
(4) Rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wilayah provinsi ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun.
(6) Rencana tata ruang wilayah provinsi ditetapkan dengan peraturan daerah
provinsi.
mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi.
22
Ibid. Pasal 26.
c. Rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan
wilayah kabupaten.
(3) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan
(4) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten adalah 20 (dua
puluh) tahun.
perundang-undangan.
dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau
tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali
daerah kabupaten.
Kabupaten, yang mana di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota pada Pasal
pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi
23
Ibid.Pasal 28.
24
Ibid. Pasal 32.
(1) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan
dengan pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan ruang secara vertikal maupun
pemanfaatan ruang di dalam bumi.
dilakukan:
25
Ibid. Pasal 34.
b. Perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan
pola ruang wilayah dan kawasan strategis.
(4) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan :
welfare).
26
Muhammad Akib, Charles Jackson dkk. Op.,Cit. hlm. 45.
27
Hasni. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2010. hlm .194.
d. Memelihara/memantapkan lingkungan dan melestarikan
kualitasnya.
28
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Op.,Cit, Pasal 37 ayat (1).
29
Ibid. Pasal 37 ayat (2).
30
Hasni. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah. Op.,Cit.
hlm. 196.
Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit
31
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Op.,Cit, Pasal 38 Ayat (2).
32
http:/www.lampungtimurkab.go.id/mobile/, diakses 17 Oktober 2014.
mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, yang berupa:33
1. Pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang
ruang.
disinsentif yang mungkin diterapkan pada kawasan tersebut adalah sebagai berikut:34
4. Kawasan Pertambangan.
33
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Op.,Cit, Pasal 38
Ayat (3).
34
http:/www.lampungtimurkab.go.id/mobile/, diakses 17 Oktober 2014. Op., Cit.
2.5.3.4 Ketentuan Sanksi
BAB III
PEMBAHASAN
Rumah Sakit ini bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan
menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan rumah sakit tipe D
hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. Sama
halnya dengan rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D juga menampung
pelayanan yang berasal dari puskesmas.
Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus (special hospital) yang
menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini
banyak tipe E yang didirikan pemerintah, misalnya rumah sakit jiwa, rumah
sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit jantung, dan rumah sakit ibu dan
anak.
b. Swasta
Rumah sakit swasta diselenggarakan berasaskan kemandirian
dengan prinsip wirausaha dengan tetap melaksanakan fungsi sosial.
Kepemilikan rumah sakit berbentuk yayasan, Perseroan Terbatas
(PT), koperasi dan atau badan hukum lainnya.
Rumah sakit swasta harus memenuhi persyaratan standar
bangunan prasarana, dan peralatan sesuai dengan jenis dan
klasifikasi rumah sakit meliputi :
1. Lokasi atau letak bangunan prasarana harus sesuai dengan
rencana umum tata ruang dan terhindar dari pencemaran.
2. Bangunan, prasarana, peralatan, harus dalam kondisi terpelihara
dan memenuhi standar keamanan, keselamatan, dan
kesejahteraan kerja.
3. Persyaratan teknis bangunan, prasarana, peralatan, dan dampak
lingkungan internal dan eksternal.
4. Peralatan medik harus memenuhi persyaratan
pengujian/kalibrasi. Rumah sakit swasta dalam memberikan
pelayanan harus menjamin hak-hak pasien.
3.2.1.3. Langit-langit
1. Umum :
Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.
2. Persyaratan langit-langit :
Tinggi langit-langit di ruangan, minimal 2,70 m, dan tinggi di
selasar (koridor) minimal 2,40 m.
Rangka langit-langit harus kuat.
Langit-langit mungkin harus dari bahan kedap suara.
3.2.1.5. Lantai
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan
rata, tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan. Persyaratan
lantai pada ruang-ruang khusus. Lantai yang selalu kontak dengan air
harus mempunyai kemiringan yang cukup ke arah saluran
pembuangan.
Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus/lengkung
agar mudah dibersihkan. Lantai harus cukup konduktif, sehingga
mudah untuk menghilangkan muatan listrik statik dari peralatan dan
petugas, tetapi bukan sedemikian konduktifnya sehingga
membahayakan petugas dari sengatan listrik.
Untuk mencegah menimbunnya muatan listrik pada tempat
dipergunakan gas anestesi mudah terbakar, lantai yang konduktif harus
dipasang. Lantai yang konduktif bisa diperoleh dari berbagai jenis
bahan, termasuk vinil anti statik, ubin aspal, linolium, dan teraso.
Tahanan listrik dari bahan-bahan ini bisa berubah dengan umur dan
akibat pembersihan.
Tahanan dari lantai konduktif diukur tiap bulan, dan harus
memenuhi persyaratan yang berlaku seperti dalam NFPA 56A.
Permukaan lantai tersebut harus dapat memberikan jalan bagi
peralatan yang mempunyai konduktivitas listrik yang sedang antara
peralatan dan petugas yang berhubungan dengan lantai tersebut.
Lantai dilokasi anestesi yang tidak mudah terbakar tidak perlu
konduktif. Semacam plastik keras (vinil), dan bahan-bahan yang tanpa
sambungan dipergunakan untuk lantai yang non konduktif. Permukaan
dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk
2. Persyaratan Teknis
Jika ventilasi alami tidak mungkin dilaksanakan, maka
diperlukan ventilasi mekanis seperti pada bangunan fasilitas
tertentu yang memerlukan perlindungan dari udara luar dan
pencemaran.
Suhu Kelembaban
No. Ruang atau Unit Tekanan
(0C) (%)
1 Operasi 19 24 45 60 Positif
2 Bersalin 24 26 45 60 Positif
3 Pemulihan/perawatan 22 24 45 60 Seimbang
4 Observasi bayi 21 24 45 60 Seimbang
5 Perawatan bayi 22 26 35 60 Seimbang
6 Perawatan premature 24 26 35 60 Positif
7 ICU 22 23 35 60 Positif
8 Jenazah/Otopsi 21 24 45 60 Negative
9 Penginderaan medis 19 24 45 60 Seimbang
10 Laboratorium 22 26 35 60 Positif
11 Radiologi 22 26 45 60 Seimbang
12 Sterilisasi 22 30 35 60 Positif
13 Dapur 22 30 35 60 Seimbang
14 Gawat Darurat 19 24 45 60 Positif
15 Administrasi, 21 24 45 60 Seimbang
16 Ruang luka bakar 24 26 35 60 Positif
3.2.1.8. Pencahayaan
Pencahayan dirumah sakit pada umunya menggunakan sumber
listrik yang berasal dari PLN atau pembangkit tenaga listrik yang
dimiliki rumah sakit. Pencahyaan mengkonsumsi energi dan
memberikan pengaruh besar pada fungsi penggunaan ruang suatu
bangunan. Sistem pencahyaan harus dipilih yang mudah
penggunaanya, efektif, nyaman untuk penglihatan, tidak
menghambat kelancaran kegiatan, tidak mengganggu kesehatan
terutama dalam ruang-ruang tertentu dan menggunakan energi
yang seminimal mungkin. Dalarn pedoman pencahayaan ini kita
coba memahami sedikit mengenai sistem satuan, agar tidak
mengalami kesulitan dalam hal pengukuran pencahayaan
dilapangan serta batasan luas bidang kerja yang diukur.
Untuk menghitung keperluan penerangan dirumah sakit,
pencahayaan yang baik hams memperhatikan hal-ha1 berikut:
b. Peningkatan kecermatan.
c. Biaya instalasi.
Intensitas Cahaya
No. Ruang atau Unit Keterangan
(lux)
Ruang pasien
100 200 Warna cahaya
1 - saat tidak tidur
sedang
- saat tidur Maks. 50
2 R. Operasi umum 300 500
Warna cahaya sejuk
3 Meja operasi 10.000 20.000 atau sedang tanpa
bayangan
4 Anastesi, pemulihan 300 500
5 Endoscopy, lab 75 100
6 Sinar X Minimal 60
7 Koridor Minimal 100
8 Tangga Minimal 100 Malam hari
9 Administrasi/kantor Minimal 100
10 Ruang alat/gudang Minimal 200
11 Farmasi Minimal 200
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
DAFTAR REFERENSI
Buku :
B.S . Muljana. Perencanaan Pembangunan Nasional, Proses Penyusunan
Rencana Pembangunan Nasional dengan Fokus Repelita V. Jakarta: UI
-Press. 2001. hlm. 4.
D.A Tiasnaadmidjaja dalam Asep Warlan Yusuf. Pranata Pembangunan.
Bandung: Universitas Parahiayang 1997. hlm. 6.
Hermit, Herman. Pembahasan Undang-Undang Penataan Ruang. Bandung:
Mandar Maju. 2008. hlm. 68.
Muhammad Akib, Charles Jackson dkk. Op.,Cit.. Hukum Penataan Ruang.
2008. Bandung: Mandar Maju. hlm. 33.
Neufert, Ernst. 1970. Architechs Data. Edisi 33. Jakarta: Erlangga
Neufert, Ernst. 2002. Architechs Data alih bahasa, Tjahyadi, Sunarto;
Chaidir, Ferryanto, editor; Hardani. Wibi cet. 1. Jakarta: Erlangga.
Ridwan, HR. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Radja Grafindo Persada.
2006. hlm. 13.
Internet :
www.depkes.go.id/pedoman_instalasi_rawat_inap.pdf. (Diakses pada 07 oktober
2017)
www.google.co.id
www.hukumonline.com
www.penataanruang.com/tata-ruang2.html
Skripsi :
Setiawan, Puguh Jaya. Hubungan Penataan Ruang Dan Kelengkapan Alat
Ruang Rawat Inap Dengan Kepuasaan Pasien Di Ruang Bougenvil RSUD
dr. Soegiri Lamongan. Skripsi Prodi S1 Keperawatan STIKES
Muhammadiyah Lamongan:Tidak diterbitkan.