Anda di halaman 1dari 46

Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang,


pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam
penyelenggaraan penataan ruang ialah berupa kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Hal-hal
yang membahas mengenai tata ruang tersebut telah digariskan dalam Undang-
undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Rumah sakit sebagai institusi yang bergerak di bidang pelayanan


kasehatan mengalami perubahan, pada awal perkembangannya, rumah sakit
adalah lembaga yang berfungsi sosial, tetapi dengan adanya rumah sakit swasta,
menjadikan rumah sakit lebih mengacu sebagai suatu industri yang bergerak
dalam bidang pelayanan kesehatan dengan melakukan pengelolaan yang
berdasar pada manajemen badan usaha. Seiring dengan itu, terjadi persaingan
antara rumah sakit baik rumah sakit milik pemerintah maupun rumah sakit milik
swasta, semua berlomba-lomba untuk menarik konsumen agar menggunakan
jasanya (Novianto, 2004).

Pasien akan merasa puas apabila ada persamaan antara harapan dan
kenyataan pelayanan kesehatan yang diperoleh. Kepuasaan pengguna pelayanan
kesehatan mempunyai kaitan yang erat dengan hasil pelayanan kesehatan rumah
sakit baik secara medis maupun non medis, dimana salah satu pelayanan
kesehatan rumah sakit yang non medis adalah penataan ruang rawat inap (Kotler
P, 2002). Faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien yang di rawat inap yaitu
penataan ruang dan kelengkapan alat. Penataan ruang meliputi; tata ruang rawat
inap, pola penataan ruang, pencahayaan, ventilasi udara, sistem inferior, dan
kelengkapan alat meliputi; alat-alat kesehatan non medis yang ada di ruang
rawat inap (Gunadarma, 2008).

Dari indikator yang mempengaruhi kepuasan pasien tersebut dapat


menimbulkan respon yang berbeda dari pasien yaitu pasien yang merasa puas
terhadap kenyamanan penataan ruang dan kelengkapan alat ruang rawat inap.
1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah ini dirumuskan berdasarkan :

1) Pengenalan mengenai definisi Rumah Sakit

Introduction, General Planning, Bed Wards, Wards & Room 1


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

2) Peraturan pemerintah mengenai tata ruang, fasilitas kesehatan serta ruang


rawat

1.3. Tujuan Pembahasan

Tujuan pembahasan ini disusun :

1) Sebagai pemenuhan tugas Mata Kuliah Desain Fisik Dan Interior Rumah
Sakit

2) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Rumah Sakit

3) Untuk mengetahui seperti apa hal yang mengenai tata ruang berdasarkan
peraturan pemerintah

4) Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis fasilitas kesehatan yang tersedia di


Rumah Sakit

5) Untuk mengetahui berapakah pengukuran tata ruang pada ruang rawat

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1. Pengertian Ruang, Tata Ruang, dan Penataan Ruang

Introduction, General Planning, Bed Wards, Wards & Room 2


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

Menurut D.A. Tisnaadmidjaja, yang dimaksud dengan ruang adalah wujud fisik
wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi
manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas
kehidupan yang layak.1 Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.2
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.3

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.4 Hal tersebut merupakan ruang
lingkup penataan ruang sebagai objek Hukum Administrasi Negara. Jadi, hukum
penataan ruang menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 yaitu hukum yang
berwujud struktur ruang (ialah susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan ekonomi
masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional) dan pola ruang
(ialah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan
ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya).5

1 D.A Tiasnaadmidjaja dalam Asep Warlan Yusuf. Pranata Pembangunan. Bandung:


Universitas Parahiayang 1997. hlm. 6.
2 Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
3 Ibid Pasal 1 Angka 3.
4 Ibid Pasal 1 Angka 5.
5
Muhammad Akib, Charles Jackson dkk. Op.,Cit.. hlm. 33.
2.2. Asas dan Tujuan Penataan Ruang

Menurut Herman Hermit6 sebagaimana asas hukum yang paling utama yaitu
keadilan, maka arah dan kerangka pemikiran serta pendekatan-pendekatan dalam
pengaturan (substansi peraturan perundang-undangan) apa pun, termasuk Undang-
Undang Penataan Ruang, wajib dijiwai oleh asas keadilan.

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 ditegaskan bahwa


penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:7
1. Keterpaduan.
Keterpaduan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan
mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas
wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan antara lain,
adalah pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Introduction, General Planning, Bed Wards, Wards & Room 3


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

2. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan.


Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola
ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya,
keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antara
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

3. Keberlanjutan.
Keberlanjutan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin
kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan
dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang.

4. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan.


Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang
terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang
berkualitas.

6
Herman Hermit. Pembahasan Undang-Undang Penataan Ruang. Bandung: Mandar
Maju. 2008. hlm. 68.
7
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Op.,Cit. Pasal 2.

5. Keterbukaan.
Keterbukaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan
akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi
yang berkaitan dengan penataan ruang.

6. Kebersamaan dan kemitraan.


Kebersamaan dan kemitraan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan
dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

7. Perlindungan kepentingan umum.


Perlindungan kepentingan umum adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan
dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.

Introduction, General Planning, Bed Wards, Wards & Room 4


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

8. Kepastian hukum dan keadilan.


Kepastian hukum dan keadilan adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan
perundang-undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan
mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan
kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum.

9. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat
dipertanggung jawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.

Introduction, General Planning, Bed Wards, Wards & Room 5


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

2.3. Klasifikasi Penataan Ruang

Klasifikasi penataan ruang ditegaskan dalam Undang-Undang


Penataan Ruang bahwa penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan
sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan,
dan nilai strategis kawasan.8

Selanjutnya ditegaskan sebagai berikut :9

1. Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan


sistem internal perkotaan.

2. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri dari kawasan


lindung dan kawasan budi daya.

3. Penataan ruang berdasarkan wilayah administrasi terdiri atas penataan


ruang wilayah nasional, penataaan ruang wilayah provinsi, dan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

4. Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan


ruang kawasan perkotaan, dan penataan ruang kawasan perdesaan.
5. Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas
penataan ruang kawasan strategis nasional, penatan ruang kawasan
strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis
kabupaten/kota.

7
Ibid, Pasal 4.
8
Ibid, Pasal 5.

Introduction, General Planning, Bed Wards, Wards & Room


Penyelenggaraan penataan ruang harus memperhatikan hal sebagai berikut :9

1. Kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan


terhadap bencana.

2. Potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya
buatan, kondisi ekeonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan
keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai satu kesatuan.

3. Geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan


penataan ruang wilayah kabupaten/kota harus dilakukakn secara berjenjang
dan komplementer. Komplementer yang dimaksud disini adalah bahwa
penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota saling melengkapi satu sama lain,
bersinergi, dan dalam penyelenggaraannya tidak terjadi tumpah tindih
kewenangan.10

9
Ibid, Pasal 6.
10
Muhammad Akib, Charles Jackson dkk. Op.,Cit,. hlm. 37.
2.4. Tugas dan Wewenang Pemerintah/Pemerintah Daerah dalam Penataan
Ruang

Tugas negara dalam penyelenggaraan penatan ruang meliputi dua hal,


yaitu; (a) police making, ialah penentuan haluan negara; (b) task executing,
yaitu pelaksanaan tugas menurut haluan yang telah ditetapkan oleh negara.11
Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud di atas, negara memberikan
kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada pemerintah dan
pemerintah daerah. Penyelenggaraan penataan ruang itu dilakukan dengan
tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi :12


1. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang
wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan
penataan ruang kawasan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional.
3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional.
4. Kerja sama penataan ruang antarnegara dan pemfasilitasan kerja sama
penataan ruang antarprovinsi.

Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang


meliputi :13
1. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang
wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan
ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota.
2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi.

11
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: RadjaGrafindo Persada. 2006. hlm. 13.
12
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Op.,Cit. Pasal 8 ayat 1.
3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi.
4. Kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan pemfasilitasan kerja sama
penataan ruang antarkabupaten/kota.

Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan


ruang meliputi :14
1. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan
ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota.
2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
4. Kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota.

Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan


ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi :15
1. Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota.
2. Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
3. Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

2.5. Pelaksanaan Penataan Ruang

Kegiatan pembangunan merupakan bagian terpenting dan tidak dapat


terpisahkan dari proses penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Indonesia
sebagai salah satu negara yang menganut paham Welfare state berkewajiban
untuk dapat menyelenggarakan pembangunan dengan memanfaatkan secara
optimal berbagai sumber daya yang ada guna memenuhi kebutuhan hidup
rakyatnya.

13
Ibid, Pasal 10 ayat (1).
14
Ibid, Pasal 11 ayat (1).
15
Ibid, Pasal 11 ayat (2).
Kewajiban negara ini diperkuat dengan dicantumkannya dalam konstitusi
negara yakni pada Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa negara
memiliki kekuasaan atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Dengan kata lain, ketentuan ini bermakna bahwa negara dengan berbagai
cara dan tanpa alasan apapun dituntut untuk dapat mensejahterakan
rakyatnya.16

Dalam proses penyelenggaraan pembangunan yang mensejahterakan


tersebut tentunya tidak semudah membalikan telapak tangan atau dapat
secara ideal berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh rakyat atau yang
termasuk dalam kontitusi negara. Hal ini perlu disadari dan dipahami bahwa
kegiatan pembangunan selama ini atau di negara manapun bukan tanpa
masalah atau hambatan.

Demikian juga yang terjadi di Negara Indonesia yang merupakan negara


berkembang dengan pola pemerintahan yang masih inkonsisten. Hadirnya
konsep otonomi daerah yang digulirkan sejak tahun 1999 hanya merupakan
intuisi sesaat yang terpengaruh oleh euphoria sementara mengenai pola
pemerintahan yang dianggap ideal yakni perubahan system pemerintahan
dari sentralistik ke desentralistik yang pada kenyataannya dapat dibilang
masih ragu-ragu dan belum terbukti keefektifannya.

16
Muhammad Akib, Charles Jackson dkk. Op.,Cit, hlm. 41.
2.5.1 Perencanaan Tata Ruang
Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata
ruang. Pada Undang-Undang Penataan Ruang, perencanaan rencana tata
ruang wilayah nasional, rencana tata ruaang wilayah provinsi, dan rencana
tata ruang wilayah kabupaten/kota mencakup ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi.17 Perencanaan Pembangunan
Nasional terbagi atas tiga jenis perencanaan yaitu : 18 Rencana Jangka
Panjang, Rencana Lima Tahunan, dan Rencana Tahunan.

Pada Pasal 19 Undang-Undang Penataan Ruang menyatakan bahwa


Penyusuanan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional harus memperhatikan :
19

1. Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.

2. Perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian


implikasi penataan ruang nasional.

3. Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas


ekonomi.

4. Keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah.

5. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

6. Rencana pembangunan jangka panjang nasional.

7. Rencana tata ruang kawasan strategis nasional.

8. Rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota.

17
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Op.,Cit. Pasal 15.
18
B.S . Muljana. Perencanaan Pembangunan Nasional, Proses Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional dengan Fokus Repelita V. Jakarta: UI -Press. 2001. hlm. 4.
19
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Op.,Cit. Pasal 19.
Rencana Tata Ruang Nasional nantinya akan menjadi acuan terhadap
rencana tata ruang provinsi, kabupaten/kota.

Adapun Rencana Tata Ruang Provinsi adalah sebagai berikut :20

(1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada:

a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

b. Pedoman bidang penataan ruang.

c. Rencana pembangunan jangka panjang daerah.

(2) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan:

a. Perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi


penataan ruang provinsi.

b. Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi.

c. Keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan


kabupaten/kota.

d. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

e. Rencana pembangunan jangka panjang daerah.

f. Rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan.

g. Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi.

h. Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

20
Ibid. Pasal 22
Mengenai apa saja yang terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi,

ditegaskan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, ditegaskan dalam

Pasal 23 Undang-Undang Penataan Ruang, sebagai berikut:21

(1) Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat:


a. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi.

b. Rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem

perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan

perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana

wilayah provinsi.

c. Rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung

dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi.

d. Penetapan kawasan strategis provinsi.

e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi

program utama jangka menengah lima tahunan.

f. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi

indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan,

arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

(2) Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk:


a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah.
b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah.
c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam
wilayah provinsi.
d. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
perkembangan antarwilayah kabupaten/kota, serta keserasian
antarsektor.

21
Ibid. Pasal 23.

e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi.


f. Penataan ruang kawasan strategis provinsi.

g. Penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

(3) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20 (dua puluh)

tahun.

(4) Rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(5) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan

bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-

undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara dan/atau wilayah

provinsi yang ditetapkan dengan undang-undang, rencana tata ruang

wilayah provinsi ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima)

tahun.

(6) Rencana tata ruang wilayah provinsi ditetapkan dengan peraturan daerah

provinsi.

Sedangkan dalam penyususnan Rencana Tata Ruang Kabupaten dan Kota

mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi.

Rencana Tata Ruang Kabupaten sebagai berikut :22

(1) Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:

a. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten.

b. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem

perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan

dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten.

22
Ibid. Pasal 26.
c. Rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan

lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten.

d. Penetapan kawasan strategis kabupaten.

e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi

program utama jangka menengah lima tahunan.

f. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten

yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan,

ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

(2) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk:

a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah.

b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah.

c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di

wilayah kabupaten.

d. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan


antarsektor.

e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi.

f. Penataan ruang kawasan strategis kabupaten.

(3) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan

perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan.

(4) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten adalah 20 (dua

puluh) tahun.

(5) Rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(6) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan

bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan

perundang-undangan.
dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau

wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan undang-undang, rencana

tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali

dalam 5 (lima) tahun.

(7) Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan peraturan

daerah kabupaten.

Terdapat perbedaan antara Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dengan

Kabupaten, yang mana di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota pada Pasal

28 Undang-Undang Penataan Ruang ada penambahan sebagai berikut :23

1. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau.

2. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau.

3. Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan

pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi

bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai

pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.

2.5.2. Pemanfaatan Ruang


Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur
ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan
dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

Ketentuan umum tentang pemanfaatan ruang ditegaskan dalam Pasal


32 Undang-Undang Penataan Ruang sebagai berikut :24

23
Ibid.Pasal 28.
24
Ibid. Pasal 32.
(1) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan
dengan pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan ruang secara vertikal maupun
pemanfaatan ruang di dalam bumi.

(2) Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) termasuk jabaran dari indikasi program utama yang termuat di
dalam rencana tata ruang wilayah.

(3) Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka


waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam
rencana tata ruang.

(4) Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat


(3) disinkronisasikan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah
administratif sekitarnya.

(5) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan


dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana
dan prasarana.

Mengenai ketentuan apa saja yang harus dilakukan dalam Pemanfaatan


Ruang Wilayah Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dinyatakan sebagai
berikut :25
(1) Dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota

dilakukan:

a. Perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah

dan rencana tata ruang kawasan strategis.

25
Ibid. Pasal 34.
b. Perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan
pola ruang wilayah dan kawasan strategis.

c. Pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang


wilayah dan kawasan strategis.

(2) Dalam rangka pelaksanaan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata


ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan kawasan budi daya yang
dikendalikan dan kawasan budi daya yang didorong pengembangannya.

(3) Pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c


dilaksanakan melalui pengembangan kawasan secara terpadu.

(4) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan :

a. Standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.

b. Standar kualitas lingkungan.

c. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

2.5.3 Pengendalian Pemanfaatan Ruang


Adanya Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah jika adanya
ketidaksesuaian pemanfaatan ruang.26 Pengendalian pemanfaatan ruang
adalah sebagai usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan
fungsi ruang yang ditetapkan rencana tata ruang. Pada Pasal 1 angka 15
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan
bahwa pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang.

Ketentuan mengenai pengendalian pemanfaatan ruang diatur dalam Pasal


78 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencanan Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Timur Tahun 2011-2031 yang
menyatakan bahwa arahan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan
melalui ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan
insentif dan disinsentif, serta ketentuan sanksi.

2.5.3.1 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi


Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan
ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona
peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang.27

Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) adalah ketentuan yang


mengatur tentang klasifikasi zona, pengaturan lebih lanjut mengenai
pemanfaatan lahan, dan prosedur pelaksanaan pembangunan. Suatu
zona mempunyai aturan yang seragam (guna lahan, intensitas, massa
bangunan), namun satu zona dengan zona lainnya bisa berbeda ukuran
dan aturan.
1. Tujuan Peraturan Zonasi.

Tujuan dari peraturan zonasi diantaranya adalah:

a. Menjamin bahwa pembangunan yang akan dilaksanakan dapat

mencapai standar kualitas lokal minimum (health, safety, and

welfare).

b. Melindungi atau menjamin agar pembangunan baru tidak

mengganggu penghuni atau pemanfaat ruang yang telah ada.

c. Memelihara nilai property.

26
Muhammad Akib, Charles Jackson dkk. Op.,Cit. hlm. 45.
27
Hasni. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2010. hlm .194.
d. Memelihara/memantapkan lingkungan dan melestarikan

kualitasnya.

e. Menyediakan aturan yang seragam di setiap zona.


2. Manfaat Peraturan Zonasi.

Manfaat dari peraturan zonasi ini adalah:

a. Meminimalkan penggunaan lahan yang tidak sesuai.

b. Meningkatkan pelayanan terhadap fasilitas yang bersifat publik.

c. Menjaga keseimbangan kehidupan masyarakat.

d. Mendorong pengembangan ekonomi.

3. Kelebihan dan Kelemahan Peraturan Zonasi.

Adapun yang menjadi kelebihan dari peraturan zonasi adalah

adanya certainty (kepastian), predictability, legitimacy,

accountability. Sedangkan kelemahan peraturan zonasi adalah karena

tidak ada yang dapat meramalkan keadaan di masa depan secara

rinci, sehingga banyak permintaan rezoning (karena itu, amandemen

peraturan zonasi menjadi penting).

Pada perkembangan selanjutnya, peraturan zonasi ditujukan untuk


beberapa hal sebagai berikut :
1. Mengatur kegiatan yang boleh dan tidak boleh ada pada suatu zona.

2. Menerapkan pemunduran bangunan di atas ketinggian tertentu agar


sinar matahari jatuh ke jalan dan trotoar dan sinar serta udara mencapai
bagian dalam bangunan.

3. Pembatasan besar bangunan di zona tertentu agar pusat kota


menjadi kawasan yang paling intensif pemanfaatan ruangnya.

Peraturan zonasi berfungsi sebagai panduan mengenai ketentuan teknis


pemanfaatan ruang dan pelaksanaan pemanfaatan ruang, serta pengendaliannya.
Berdasarkan komponen dan cakupan peraturan zonasi, maka fungsi peraturan
zonasi adalah:
1. Sebagai perangkat pengendalian pembangunan.
Peraturan zonasi sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang,
menyeragamkan arahan peraturan zonasi di seluruh wilayah provinsi untuk
peruntukan ruang yang sama, serta sebagai arahan peruntukan ruang yang
diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan dilarang, serta intensitas
pemanfaatan ruang yang lengkap akan memuat prosedur pelaksanaan
pembangunan sampai ke tata cara pembinaannya.

2. Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional.


Peraturan zonasi dapat menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata
ruang yang bersifat operasional, karena memuat ketentuan-ketentuan
tentang penjabaran rencana yang bersifat makro ke dalam rencana yang
bersifat sub makro sampai pada rencana yang rinci.

3. Sebagai panduan teknis pengembangan pemanfaatan lahan.

Indikasi arahan peraturan zonasi mencakup panduan teknis untuk

pengembangan pemanfaatan lahan.

2.5.3.2 Ketentuan Perizinan

Ketentuan perizinan diatur oleh pemerintah dan pemerintah daerah


menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.28 Izin pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh pemerintah
dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.29

Kemudian yang dimaksud dengan perizinan adalah perizinan yang


terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan
pemanfaatan ruang.

Izin dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan


kualitas ruang.30

2.5.3.3 Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan


imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana
tata ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh
pemerintah daerah. Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk
memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan

28
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Op.,Cit, Pasal 37 ayat (1).
29
Ibid. Pasal 37 ayat (2).
30
Hasni. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah. Op.,Cit.
hlm. 196.
Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

yang sejalan dengan rencana tata ruang berupa :31

1. Keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan,


sewa ruang, dan urun saham.
2. Pembangunan serta pengadaan infrastruktur.
3. Kemudahan prosedur perizinan.
4. Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau
pemerintah daerah.

Ketentuan insentif berlaku untuk kawasan yang didorong


pertumbuhannya, seperti :32
1. Kawasan perkotaan.
2. Kawasan Pertanian.
3. Kawasan Perkebunan.
4. Kawasan Pesisir.
5. Kawasan Wisata.
6. Kawasan Pusat Pengembangan Industri Olahan Hasil Perkebunan.
7. Kawasan Stategis.

Perangkat disinsentif adalah instrumen pengaturan yang bertujuan membatasi atau


mengendalikan kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang, seperti:

1. Pengenaan pajak progresif.

2. Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.

31
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Op.,Cit, Pasal 38 Ayat (2).
32
http:/www.lampungtimurkab.go.id/mobile/, diakses 17 Oktober 2014.

Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 23


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, yang berupa:33

1. Pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang

dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan

ruang.

2. Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.

Kawasan yang perlu dikendalikan dan dibatasi perkembangannya dan sekaligus

disinsentif yang mungkin diterapkan pada kawasan tersebut adalah sebagai berikut:34

1. Kawasan Rawan Bencana.

2. Kawasan Pertanian dan Perkebunan.

3. Taman Nasional Way Kambas.

4. Kawasan Pertambangan.

Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh :

a. Pemerintah kepada pemerintah daerah.

b. Pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya.

c. Pemerintah kepada masyarakat.

33
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Op.,Cit, Pasal 38
Ayat (3).
34
http:/www.lampungtimurkab.go.id/mobile/, diakses 17 Oktober 2014. Op., Cit.
2.5.3.4 Ketentuan Sanksi

Mengenai pengenaan sanksi diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 24


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

Nomor 26 Tahun 2007 yang merupakan tindakan penertiban yang


dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang dan peraturan zonasi. Pengenaan sanksi merupakan salah satu
upaya pengendalian pemanfaatan ruang, dimaksudkan sebagai perangkat
tindakan pembinaan atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki
izin dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi
pidana denda.

BAB III

PEMBAHASAN

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 25


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

3.1. Rumah Sakit

3.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah suatu fasilitas umum (public facility) yang


berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan meliputi pencegahan dan
penyembuhan penyakit, serta pemeliharaan, peningkatan dan pemulihan
kesehatan secara paripurna. Adapun pengertian Rumah Sakit lainnya, antara
lain:

a. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,


rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. (Depkes RI, 2009,
http://depkes.go.id, diakses tanggal 29 September 2016).

b. W.H.O (World Health Organization) memaparkan bahwa menurut WHO


Rumah Sakit adalah organisasi terpadu dari bidang sosial dan medis yang
berfungsi sebagai pusat pemberi pelayanan kesehatan, baik pencegahan
penyembuhan dan pusat latihan dan penelitian biologi-sosial.

3.1.2. Klasifikasi Rumah Sakit menurut kelas/tipe

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit dinyatakan bahwa rumah sakit sebagai sarana
pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat,
atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan
terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Depkes RI,
2004).

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 26


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992 pelayanan
rumah sakit umum pemerintah Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah
diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A,B,C,D dan E (Azwar, 1996) :

1. Rumah Sakit Kelas A

Rumah Sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan


pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah, rumah
sakit ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top
referral hospital) atau disebut juga rumah sakit pusat.

2. Rumah Sakit Kelas B

Rumah Sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan


pelayanan kedokteran medik spesialis luas dan subspesialis terbatas.
Direncanakan rumah sakit tipe B didirikan di setiap ibukota propinsi
(provincial hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit
kabupaten. Rumah sakit pendidikan yang tidak termasuk tipe A juga
diklasifikasikan sebagai rumah sakit tipe B.

3. Rumah Sakit Kelas C

Rumah Sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan


pelayanan kedokteran subspesialis terbatas. Terdapat empat macam pelayanan
spesialis disediakan yakni pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah,
pelayanan kesehatan anak, serta pelayanan kebidanan dan kandungan.
Direncanakan rumah sakit tipe C ini akan didirikan di setiap kabupaten/kota
(regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.

4. Rumah Sakit Kelas D

Rumah Sakit ini bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan
menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan rumah sakit tipe D
hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. Sama
halnya dengan rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D juga menampung
pelayanan yang berasal dari puskesmas.

5. Rumah Sakit Kelas E

Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus (special hospital) yang
menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini
banyak tipe E yang didirikan pemerintah, misalnya rumah sakit jiwa, rumah
sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit jantung, dan rumah sakit ibu dan
anak.

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 27


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

3.1.3. Penggolongan Rumah Sakit (Peraturan Menteri Kesehatan RI


Tentang Rumah Sakit, BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1)

3.1.3.1 Berdasarkan Bentuk Pelayanan


Rumah Sakit Umum
Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan semua
jenis penyakit dari yang bersifat dasar sampai sub spedialistik.

Rumah Sakit Khusus


Rumah sakit yang melenggarakan pelayanan kesehatan
berdasarkan jenis penyakit tertentu atau disiplin ilmu.

3.1.3.2. Berdasarkan Jumlah Tempat Tidur, Pemilik, dan


Pengelola :
Rumah sakit kelas A
1000-1500 tempat tidur, pemilik dan pengelola Pemerintah
(Depkes).

Rumah sakit kelas B


400-1000 tempat tidur, pemilik dan pengelola Pemerintah Dati
1 (di Ibukota propinsi).

Rumah sakit kelas C


100-300 tempat tidur, pemilik dan pengelola Pemerintah Dati
II/III, memiliki minimal 4 cabang spesialis.

Rumah sakit kelas D


25-100 tempat tidur, pemilik dan pengelola Pemerintah Dati
I/II/III, umum.

Rumah sakit kelas E


Pelayanan kesehatan tertentu (kusta, paru-paru, bersalin, dan
lain-lain).

0 Berdasarkan Kepemilikan dan Penyelenggaraan

Rumah Sakit Pemerintah


Rumah sakit yang dibiayai, dipelihara, dan diawasi oleh
Departemen Kesehatan, Pemerintah Daerah, ABRI, dan
departemen lain, termasuk BUMN. Misalnya Rumah Sakit

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 28


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit
Umum Pusat, Provinsi, Kabupaten dan lokal. Usaha ini
dijalankan berdasarkan usaha sosial.

Rumah Sakit Swasta


Rumah sakit yang dijalankan oleh suatu yayasan atau swasta
lain yang umumnya juga berdasarkan sosial serta tujuan
ekonomi (mencari keuntungan).

3.1.4. Persyaratan Penyelenggaraan Rumah Sakit menurut Menteri


Departement Kesehatan

Berdasarkan kepemilikannya, rumah sakit dapat dibedakan


menjadi 2 (dua), yaitu Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit
Swasta. Pada dasarnya, peraturan yang dilakukan pada kedua jenis
rumah sakit tersebut sama, namun ada beberapa peraturan yang
membedakannya. Misanya penyelenggarakan rumah sakit bertujuan
untuk memberikan pelayanan penyembuahn penyakit, peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, dan pemulihan kesehatan individu yang
bermutu, efisiensi, efektif, dan merata; Rumah sakit wajib mempunyai
ruangan untuk penyelenggaraan rawat jalan. Rawat inap minimal 25
tempat tidur, rawat darurat, penunjang medik dan non- medik; Kelas
pelayanan rumah sakit terdiri dari kelas VIP, kelas I, kelas II, kelas III.

3.1.5. Perbedaan persyaratan penyelenggaraan Rumah Sakit Pemerintah


Dan Rumah Sakit Swasta menurut Undang-undang
a. Pemerintah
Rumah sakit pemerintah dimiliki dan diselenggarakan oleh:
Departemen Kesehatan
Pemerintah Daerah
ABRI
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Klasifikasi
Rumah Sakit Umum Pemerintah terdiri dari:
a) Kelas A mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medic spesialistik luas dan sub-spesialistik luas.
b) Kelas B II mempunyai fasilitas dan kemapuan pelayanan
medik spesialistik luas dan sub-spesialistik terbatas.
c) Kelas B I mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik spesialistik sekurang-kurangnya 11
jenis spesialistik.
d) Kelas C mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-
kurangnya pelayanan medik 4 dasar lengkap.
e) Kelas D mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-
kurangnya pelayanan medik dasar.

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 29


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah ditentukan


berdasarkan tingkat fasilitas dan kemampuan pelayanan dan bidang
kekhususannya dan ditetapkan tersendiri oleh Menteri Kesehatan.

b. Swasta
Rumah sakit swasta diselenggarakan berasaskan kemandirian
dengan prinsip wirausaha dengan tetap melaksanakan fungsi sosial.
Kepemilikan rumah sakit berbentuk yayasan, Perseroan Terbatas
(PT), koperasi dan atau badan hukum lainnya.
Rumah sakit swasta harus memenuhi persyaratan standar
bangunan prasarana, dan peralatan sesuai dengan jenis dan
klasifikasi rumah sakit meliputi :
1. Lokasi atau letak bangunan prasarana harus sesuai dengan
rencana umum tata ruang dan terhindar dari pencemaran.
2. Bangunan, prasarana, peralatan, harus dalam kondisi terpelihara
dan memenuhi standar keamanan, keselamatan, dan
kesejahteraan kerja.
3. Persyaratan teknis bangunan, prasarana, peralatan, dan dampak
lingkungan internal dan eksternal.
4. Peralatan medik harus memenuhi persyaratan
pengujian/kalibrasi. Rumah sakit swasta dalam memberikan
pelayanan harus menjamin hak-hak pasien.

Rumah sakit swasta wajib menyelenggarakan peningkatan mutu


pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Rumah sakit
swasta wajib mempunyai komite medik dan komite keperawatan.
Rumah sakit swasta wajib merujuk pasien ke rumah sakit yang
lebih mampu pelayanannya apabila rumah sakit tersebut mampu
menangani pasien tersebut. Bentuk pelayanan rumah sakit swasta
adalah rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Setiap rumah
sakit swasta wajib melaksanakan fungsi sosial.
Rumah sakit swasta yang memilki yayasan, perhimpunan,
perkumpulan sosial, dan rumah sakit BUMN yang melayani pasien
umum minimal 25% dan rumah sakit swasta yang dimiliki pemilik
modal minimal 10%.

3.1.6. Jenis pelayanan Rumah Sakit


Kegiatan utama suatu rumah sakit adalah penyembuhan pada diri
seseorang atau banyak orang, sehingga orang tersebut dapat kembali
melakukan kegiatannya sehari-hari tanpa terganggu oleh keadaan
kelainan atau tidak normalnya fungsi fisik atau jiwanya. Oleh karena
besar dan banyaknya kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu rumah sakit,
maka kegiatan rumah sakit dibagi dalam beberapa kelompok pelayanan.

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 30


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit
Kelompok ini ditunjang oleh sarana pelayanan sebagai pelengkap
kegiatan kelompok tersebut. Dengan berpedoman pada rumah sakit yang
terlengkap, kegiatan kelompok pelayanan adalah sebagai berikut :
Pelayanan Administrasi, antara lain :
Gedung administrasi rumah sakit, pendidikan dan latihan dan
sebagainya.

Pelayanan Medis, antara lain :


Rawat jalan (Poliklinik), Gawat darurat (Emergency), Bedah sentral
(Central Operating Theater), Obstetric & Gynocolog, dan
sebagainya.

Pelayanan penunjang medis, antara lain :


Radiology, Instalasi Farmasi, Instalasi Laboratorium, Instalasi Gizi,
Kamar Jenazah,

Pelayanan Perawatan, antara lain :


ICCU, ICU, Phisiotherapy, Rawat Nginap dan sebagainya.Patologi
dan sebagainya.

Pelayanan Penunjang Non Medis, antara lain :


CSSD, Laundry, Instalasi Pemeliharaan Sarana, Genset, Incenerator,
Halaman/parkir, Selasar dan sebagainya.

3.2. Peraturan Pemerintahan Mengenai Tata Ruang Rumah Sakit


3.2.1. Persyaratan Teknis Sarana Rumah Sakit
(PERMENPU No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Bangunan Gedung Negara.)

3.2.1.1. Pembagian Area atau Zonasi.


Pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit adalah zonasi
berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit, zonasi berdasarkan
privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan.

A. Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit terdiri


dari:
o Area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan
administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang arsip/rekam
medis.
o Area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non-penyakit
menular, rawat jalan.
o Area dengan risiko tinggi, yaitu ruang isolasi, ruang ICU/ICCU,

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 31


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit
laboratorium, pemulasaraan jenazah dan ruang bedah mayat, ruang
radiodiagnostik.
o Area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD, ruang
bersalin, ruang patolgi.

B. Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari :


o Area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung dengan
lingkungan luar rumah sakit, misalkan poliklinik, IGD, apotek.
o Area semi publik, yaitu area yang menerima tidak berhubungan
langsung dengan lingkungan luar rumah sakit, umumnya merupakan
area yang menerima beban kerja dari area publik, misalnya
laboratorium, radiologi, rehabilitasi medik.
o Area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah sakit,
umumnya area tertutup, misalnya seperti ICU/ICCU, instalasi bedah,
instalasi kebidanan dan penyakit kandungan, ruang rawat inap.

C. Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari :


o Zona Pelayanan Medik dan Perawatan yang terdiri dari : Instalasi
Rawat Jalan (IRJ), Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Rawat
Inap (IRNA), Instalasi Perawatan Intensif (ICU/ICCU/PICU/NICU),
Instalasi Bedah, Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), Instalasi
Kebidanan dan Penyakit Kandungan.
o Zona Penunjang dan Operasional yang terdiri dari: Instalasi Farmasi,
Instalasi Radiodiagnostik, Laboratorium, Instalasi Sterilisasi Pusat
(Central Sterilization Supply Dept./CSSD), Dapur Utama, Laundry,
Pemulasaraan Jenazah, Instalasi Sanitasi, Instalasi Pemeliharaan
Sarana (IPS).
o Zona Penunjang Umum dan Administrasi yang terdiri dari: Bagian
Kesekretariatan dan Akuntansi, Bagian Rekam Medik, Bagian
Logistik/ Gudang, Bagian Perencanaan dan Pengembangan
(Renbang), Sistem Pengawasan Internal (SPI), Bagian Pendidikan
dan Penelitian (Diklit), Bagian Sumber Daya Manusia (SDM),
Bagian Pengadaan, Bagian Informasi dan Teknologi (IT).

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 32


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

Gambar 2.1. Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS


Pola Pembangunan Horisontal

3.2.1.2. Kebutuhan luas lantai


Kebutuhan luas lantai untuk rumah sakit pendidikan disarankan +
110 m2 setiap tempat tidur. 2) Sebagai contoh, rumah sakit pendidikan
dengan kapasitas 500 tempat tidur, kebutuhan luas lantainya adalah
sebesar + 110 (m2/tempat tidur) x 500 tempat tidur = + 55.000 m2.
Kebutuhan luas lantai untuk rumah sakit umum (non pendidikan)
saat ini disarankan 80 m 2 sampai dengan 110 m2 setiap tempat tidur.3)
Sebagai contoh, rumah sakit umum (non pendidikan) dengan kapasitas
300 tempat tidur, kebutuhan luas lantainya adalah sebesar 80 (m
2
/tempat tidur) x 300 tempat tidur = + 24.000 m2

3.2.1.3. Langit-langit
1. Umum :
Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.

2. Persyaratan langit-langit :
Tinggi langit-langit di ruangan, minimal 2,70 m, dan tinggi di
selasar (koridor) minimal 2,40 m.
Rangka langit-langit harus kuat.
Langit-langit mungkin harus dari bahan kedap suara.

3.2.1.4. Dinding dan Partisi


Dinding harus keras, tidak porous, tahan api, kedap air, tahan karat,
tidak punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan. Disamping itu
dinding harus tidak mengkilap.

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 33


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

Persyaratan dinding pada ruang-ruang khusus.


o Pelapisan dinding dengan bahan keras seperti formika, mudah
dibersihkan dan dipelihara. Sambungan antaranya bisa di seal
dengan filler plastik. Polyester yang dilapisi (laminated
polyester) atau plester yang halus dan dicat, memberikan
dinding tanpa kampuh (tanpa sambungan = seamless).
o Dinding yang berlapiskan keramik/porselen, mengumpulkan
debu dan mikro organisme diantara sambungannya. Semen
diantara keramik/porselin tidak bisa halus, dan kebanyakan
sambungan yang diplaster cukup porous sehingga mudah
ditinggali mikro organisme meskipun telah dibersihkan.
Keramik/porselin bisa retak dan patah.
o Cat epoksi pada dasarnya mempunyai kecenderungan untuk
mengelupas atau membentuk serpihan. Pelapis lembar/siku baja
tahan karat (stainless steel) pada sudut-sudut tempat benturan
membantu mengurangi kerusakan.

3.2.1.5. Lantai
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan
rata, tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan. Persyaratan
lantai pada ruang-ruang khusus. Lantai yang selalu kontak dengan air
harus mempunyai kemiringan yang cukup ke arah saluran
pembuangan.
Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus/lengkung
agar mudah dibersihkan. Lantai harus cukup konduktif, sehingga
mudah untuk menghilangkan muatan listrik statik dari peralatan dan
petugas, tetapi bukan sedemikian konduktifnya sehingga
membahayakan petugas dari sengatan listrik.
Untuk mencegah menimbunnya muatan listrik pada tempat
dipergunakan gas anestesi mudah terbakar, lantai yang konduktif harus
dipasang. Lantai yang konduktif bisa diperoleh dari berbagai jenis
bahan, termasuk vinil anti statik, ubin aspal, linolium, dan teraso.
Tahanan listrik dari bahan-bahan ini bisa berubah dengan umur dan
akibat pembersihan.
Tahanan dari lantai konduktif diukur tiap bulan, dan harus
memenuhi persyaratan yang berlaku seperti dalam NFPA 56A.
Permukaan lantai tersebut harus dapat memberikan jalan bagi
peralatan yang mempunyai konduktivitas listrik yang sedang antara
peralatan dan petugas yang berhubungan dengan lantai tersebut.
Lantai dilokasi anestesi yang tidak mudah terbakar tidak perlu
konduktif. Semacam plastik keras (vinil), dan bahan-bahan yang tanpa
sambungan dipergunakan untuk lantai yang non konduktif. Permukaan
dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 34


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit
pembersihan dengan penggelontoran (flooding) dan pemvakuman
basah.

3.2.1.6. Sistem Penghawaan (Ventilasi) dan Pengkondisian Udara


Sistem Penghawaan (Ventilasi)
1. Umum.
Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai ventilasi alami
dan/atau ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya.
Bangunan rumah sakit harus mempunyai bukaan permanen, kisi-
kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat
dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.

2. Persyaratan Teknis
Jika ventilasi alami tidak mungkin dilaksanakan, maka
diperlukan ventilasi mekanis seperti pada bangunan fasilitas
tertentu yang memerlukan perlindungan dari udara luar dan
pencemaran.

Persyaratan teknis sistem ventilasi, kebutuhan ventilasi, mengikuti


Persyaratan Teknis berikut:

SNI 03 6572 - 2000 atau edisi terbaru; Tata cara


perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara
pada bangunan gedung.

SNI 03 6390 - 2000 atau edisi terbaru; Konservasi energi


sistem tata udara pada bangunan gedung.

3.2.1.7. Sistem Pengkondisian Udara


Umum :
Untuk kenyamanan termal dalam ruang di dalam bangunan
rumah sakit harus mempertimbangkan temperatur dan kelembaban
udara. Menurut Fungsi Ruang atau Unit.

Tabel 1. Fungsi Standar Suhu, kelembabab, dan Tekanan Udara

Suhu Kelembaban
No. Ruang atau Unit Tekanan
(0C) (%)
1 Operasi 19 24 45 60 Positif
2 Bersalin 24 26 45 60 Positif

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 35


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

3 Pemulihan/perawatan 22 24 45 60 Seimbang
4 Observasi bayi 21 24 45 60 Seimbang
5 Perawatan bayi 22 26 35 60 Seimbang
6 Perawatan premature 24 26 35 60 Positif
7 ICU 22 23 35 60 Positif
8 Jenazah/Otopsi 21 24 45 60 Negative
9 Penginderaan medis 19 24 45 60 Seimbang
10 Laboratorium 22 26 35 60 Positif
11 Radiologi 22 26 45 60 Seimbang
12 Sterilisasi 22 30 35 60 Positif
13 Dapur 22 30 35 60 Seimbang
14 Gawat Darurat 19 24 45 60 Positif
15 Administrasi, 21 24 45 60 Seimbang
16 Ruang luka bakar 24 26 35 60 Positif

3.2.1.8. Pencahayaan
Pencahayan dirumah sakit pada umunya menggunakan sumber
listrik yang berasal dari PLN atau pembangkit tenaga listrik yang
dimiliki rumah sakit. Pencahyaan mengkonsumsi energi dan
memberikan pengaruh besar pada fungsi penggunaan ruang suatu
bangunan. Sistem pencahyaan harus dipilih yang mudah
penggunaanya, efektif, nyaman untuk penglihatan, tidak
menghambat kelancaran kegiatan, tidak mengganggu kesehatan
terutama dalam ruang-ruang tertentu dan menggunakan energi
yang seminimal mungkin. Dalarn pedoman pencahayaan ini kita
coba memahami sedikit mengenai sistem satuan, agar tidak
mengalami kesulitan dalam hal pengukuran pencahayaan
dilapangan serta batasan luas bidang kerja yang diukur.
Untuk menghitung keperluan penerangan dirumah sakit,
pencahayaan yang baik hams memperhatikan hal-ha1 berikut:

a. Keselamatan pasien dan tenaga medis/paramedis.

b. Peningkatan kecermatan.

c. Kesehatan yang lebih baik.

d. Suasana yang lebih nyaman.

Pemilihan sistem penerangan yang sebaiknya dipergunakan,


ditentukan oleh beberapa faktor antara lain :

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 36


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit
a. Intensitas penerangan dibidang kerja.

b. Intensitas penerangan umum dalam ruangan.

c. Biaya instalasi.

d. Biaya pemakaian energi.

e. Biaya penggantian instalasi termasuk penggantian lampu-


lampu.

Pedoman pencahayaan dirumah sakit ini memuat beberapa


penjelasan dan teori pencahayaan serta katagori pencahayaan pada
ruangan-ruangan dirumah sakit yang disesuaikan dengan bidang
kerjanya.Katagori pencahayaan diberikan nilai dengan notasi huruf A,
B, C, D, E, F, G, H, I. Masing-masing notasi huruf mempunyai nilai
intensitas penerangan 3 (tiga) macam yaitu nilai minimal, yang
diharapkan dan maksimal.

Tabel 2. Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit

Intensitas Cahaya
No. Ruang atau Unit Keterangan
(lux)
Ruang pasien
100 200 Warna cahaya
1 - saat tidak tidur
sedang
- saat tidur Maks. 50
2 R. Operasi umum 300 500
Warna cahaya sejuk
3 Meja operasi 10.000 20.000 atau sedang tanpa
bayangan
4 Anastesi, pemulihan 300 500
5 Endoscopy, lab 75 100
6 Sinar X Minimal 60
7 Koridor Minimal 100
8 Tangga Minimal 100 Malam hari
9 Administrasi/kantor Minimal 100
10 Ruang alat/gudang Minimal 200
11 Farmasi Minimal 200

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 37


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit
12 Dapur Minimal 200
13 Ruang cuci Minimal 100
14 Toilet Minimal 100
15 R. Isolasi khusus 0,1 0,5 Warna cahaya biru
16 Ruang luka baker 100 200

3.2.1.9. Sistem Pengolahan dan Pembuangan Limbah

Persyaratan Pengolahan dan Pembuangan Limbah Rumah Sakit


dalam bentuk padat, cair dan gas, baik limbah medis maupun non-
medis dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit. (Pedoman Teknis Sarana Dan Prasarana
Rumah Sakit Kelas C).

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh


hasil kerja keras dari sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi oleh hasil
kerja keras serta konstribusi positif dari berbagai sektor pembangunan
lainnya.

Rumah sakit sebagai salah satu penyedia fasilitas pelayanan kesehatan


perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat
diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Pada
hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan. Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab
yang sepatutnya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan
taraf kesejahteraan masyarakat. Dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit pasal 10 ayat (2) menyebutkan, bangunan rumah sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas ruang:
bangunan ruang rawat inap.

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 38


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit
Perencanaan dan pengelolaan bangunan ruang rawat inap rumah sakit
pada dasarnya adalah suatu upaya dalam menetapkan fasilitas fisik, tenaga
dan peralatan yang diperlukan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat sesuai dengan kebutuhan.

4.2. Saran

Dengan membuat perencanaan tata ruang akan menghasilkan rencana


umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang yang demikian pemanfaatan
ruang oleh siapa pun tidak boleh bertentangan dengan rencana tata ruang.
Melalui Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit perhatian terhadap kaidah-
kaidah pelayanan kesehatan, sehingga bagunan ruang rawat yang akan dibuat
dapat menampung kebutuhan-kebutuhan pelayanan dan dapat digunakan oleh
pemakai, pengelola serta tidak berakibat buruk bagi keduanya.

DAFTAR REFERENSI

Buku :
B.S . Muljana. Perencanaan Pembangunan Nasional, Proses Penyusunan
Rencana Pembangunan Nasional dengan Fokus Repelita V. Jakarta: UI
-Press. 2001. hlm. 4.
D.A Tiasnaadmidjaja dalam Asep Warlan Yusuf. Pranata Pembangunan.
Bandung: Universitas Parahiayang 1997. hlm. 6.
Hermit, Herman. Pembahasan Undang-Undang Penataan Ruang. Bandung:
Mandar Maju. 2008. hlm. 68.
Muhammad Akib, Charles Jackson dkk. Op.,Cit.. Hukum Penataan Ruang.
2008. Bandung: Mandar Maju. hlm. 33.
Neufert, Ernst. 1970. Architechs Data. Edisi 33. Jakarta: Erlangga
Neufert, Ernst. 2002. Architechs Data alih bahasa, Tjahyadi, Sunarto;
Chaidir, Ferryanto, editor; Hardani. Wibi cet. 1. Jakarta: Erlangga.
Ridwan, HR. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Radja Grafindo Persada.
2006. hlm. 13.

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 39


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

Internet :
www.depkes.go.id/pedoman_instalasi_rawat_inap.pdf. (Diakses pada 07 oktober
2017)
www.google.co.id
www.hukumonline.com
www.penataanruang.com/tata-ruang2.html

Skripsi :
Setiawan, Puguh Jaya. Hubungan Penataan Ruang Dan Kelengkapan Alat
Ruang Rawat Inap Dengan Kepuasaan Pasien Di Ruang Bougenvil RSUD
dr. Soegiri Lamongan. Skripsi Prodi S1 Keperawatan STIKES
Muhammadiyah Lamongan:Tidak diterbitkan.

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 40


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 41


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 42


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 43


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 44


Desain Fisik dan Interior Rumah Sakit

Introducing,General Planning,Bed Wards, Wards & Room 45

Anda mungkin juga menyukai