Anda di halaman 1dari 32

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan Kesehatan Reproduksi

Standar Kurikulum dan Kompetensi Dasar (SKKD) Pendidikan Jasmani,

Olahraga dan Kesehatan, memuat materi kesehatan antara lain penanaman budaya

hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya yang terkait dengan perawatan

tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan

minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur waktu istirahat yang

tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS. Kesehatan reproduksi tidak

tercantum dalam ruang lingkup kesehatan, namun tercakup dalam kompetensi dasar

penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, yang kemudian

dijabarkan dalam beberapa indikator terkait dengan kesehatan reproduksi (Pertiwi,

2013).

Sekolah merupakan target pendidikan kesehatan reproduksi yang strategis

mengingat >50% penduduk Indonesia merupakan pelajar, generasi masa depan.

Selain itu, siswa memiliki kehidupan multi komunitas sehingga diharapkan dengan

berperilaku reproduksi sehat, seorang pelajar dapat menjadi role model di berbagai

komunitasnya seperti keluarga, tetangga maupun teman sebaya. Menurut dr. Nina

Surtiretna, 1997 (dalam dalam Pertiwi 2013), pendidikan kesehatan reproduksi bukan

hanya berupaya untuk memberikan pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi

dengan menanamkan moral, etika serta ajaran agama agar tidak terjadi

10
Universitas Sumatera Utara
penyalahgunaan terhadap fungsi reproduksi tersebut. Intinya adalah pembentukan

perilaku reproduksi yang sehat yaitu keadaan sehat jasmani, psikologi, sosial, yang

berhubungan dengan fungsi dan proses sistem reproduksi.

Pendidikan kesehatan hakekatnya adalah suatu bentuk intervensi untuk

menciptakan perilaku yang kondusif untuk kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Badan

Kesehatan Dunia WHO (World Health Organisation) menekankan bahwa program

pendidikan kesehatan sekolah dapat menunjang pengembangan keterampilan sosial

ekonomi siswa, meningkatkan produtifitas dan kualitas hidup yang lebih baik, serta

dapat meningkatkan hasil belajarnya. Secara eksplisit, pendidikan kesehatan

seharusnya bukan hanya mentransfer ilmu kesehatan (transfer of knowledge), namun

juga membangun karakter perilaku yang sehat (character building). Jika generasi

penerus bangsa memiliki perilaku sehat dan budi pekerti yang baik, maka negara

dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pula. Namun, tantangan lingkungan

seperti kemajuan teknologi informasi dan maraknya pornografi yang tidak direspon

dengan baik oleh oleh pemerintah mendorong siswa berperilaku tidak sehat seperti

narkoba dan perilaku seks yang menyimpang (Pertiwi, 2013).

Remaja memiliki kehidupan multi komunitas sehingga diharapkan dengan

berperilaku reproduksi sehat, seorang pelajar dapat menjadi role model di berbagai

komunitasnya seperti keluarga, tetangga maupun teman sebaya. Pendidikan kesehatan

reproduksi yang diberikan berupaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang fungsi

organ reproduksi dengan menanamkan moral etika serta ajaran agama agar tidak

terjadi penyalahgunaan terhadap fungsi reproduksi tersebut (Pertiwi, 2013).

Universitas Sumatera Utara


Ruang lingkup pendidikan kesehatan reproduksi antara lain mencakup

struktur fungsi organ reproduksi, tumbuh kembang reproduksi dan pubertas, siklus

menstruasi (reproduksi), fertilisasi, kontrasepsi, aborsi, penyakit yang berhubungan

dengan fungsi reproduksi seperti kelainan menstruasi, penyimpangan perilaku seksual

serta penyakit menular seksual (PMS) dan HIV-AIDS. Diantara materi tersebut yang

termuat dalam SKKD Penjaskes yaitu alat reproduksi, penyimpangan seksual dan

cara menjaga diri dari pelecehan seksual, PMS dan cara menghindarinya, seks bebas

dan HIV-AIDS. Materi tersebut dalam SKKD dimulai dari kelas V sampai kelas XI.

Berikut ini analisis kesesuaian dan kecukupan materi kesehatan reproduksi yang

termuat dalam SKKD Penjaskes ditingkat SMP :

Tabel 2.1. Materi Kesehatan Reproduksi

Standar
Tingkat Kompetensi Dasar Materi
Kompetensi
Kelas VII Menerapkan 1. Memahami berbagai penyakit PMS
Semester 2 budaya hidup menular seksual (PMS)
sehat 2. Memahami cara menghindar
penyakit menular seksual
Kelas VIII Menerapkan 1. Mengenal bahaya seks bebas Seks Bebas
Semester 1 budaya hidup 2. Menolak budaya seks bebas
sehat
Sumber : Tim Pembina UKS Pusat. 2007

Menurut Piaget (dalam Pertiwi, 2013) rerata siswa SMP berusia antara 12–15

tahun, yang bercirikan antara lain memiliki rasa ingin tahu, terikat erat/solider dengan

kelompoknya, dan memiliki idola. Usia tersebut yang juga dikenal dengan tahap

remaja dini yang sangat tepat dan efektif sebagai sasaran Pendidikan Kesehatan

Reproduksi. Fenomena yang amat miris seperti pornografi, terjangkitnya Penyakit

Universitas Sumatera Utara


Menular Seksual (PMS), HIV/AIDS, penyimpangan perilaku seks bahkan aborsi

akibat kehamilan tidak diinginkan (KTD) bersumber dari rasa ingin tahu yang

menggejolak pada usia ini. Oleh karena itu materi SKKD yang tersebut diatas yaitu

PMS dan seks bebas cukup relevan untuk diberikan pada remaja seusia SMP,

mengingat kurangnya pengetahuan dan persepsi yang benar akan kesehatan

reproduksi. Selain itu, mereka juga lebih terhanyut pada mitos-mitos menyesatkan

yang berkembang di masyarakat karena ketiadaan sumber informasi yang benar. Guru

Penjaskes, IPA, Agama dan guru Bimbingan Konseling sebaiknya tidak sekedar

memberikan pengetahuan akan penyebab, gejala tanda dan cara penyebaran berbagai

PMS seperti kencing nanah (gonorrhea/raja singa, herpes genital, dan sifilis) tetapi

juga mengkaitkannya dengan dampak PMS ini jangka pendek maupun jangka

panjang.

Kompetensi dasar kedua pada pokok bahasan ini mengisyaratkan guru

Penjaskes, Biologi, Agama dan guru Bimbingan Konseling untuk mengajarkan siswa

cara menghindari PMS ini. Selain mengajarkan tentang konsep dari materi yang ada

didalam kurikulum pendidikan, guru Penjaskes, Biologi, Agama dan guru Bimbingan

Konseling harus menanamkan nilai moral dengan mendidik siswa agar tidak

mengunjungi tempat-tempat maksiat yang mengarah ke prostitusi seperti bar, night

club, karaoke dan tempat sejenis. Selain itu di beberapa kondisi khusus seperti

lingkungan sekolah yang kebanyakan muridnya berasal dari lingkungan yang

‘permisif’ terhadap perilaku seks bebas.

Universitas Sumatera Utara


Materi mengenai seks bebas sangat menarik untuk didiskusikan dan diajarkan.

Kompetensi dasar yang menjadi acuan adalah siswa mengenal bahaya seks bebas dan

menolak budaya seks bebas. Untuk dapat menyampaikan materi tersebut, sebaiknya

siswa telah memiliki pengetahuan tentang fertilisasi (asal mula kehidupan, darimana

bayi berasal) dan hubungan seksual (HUS) yang mana juga terdapat pada SKKD IPA

tingkat SMP. Namun, yang perlu dicermati bahwa dalam SKKD IPA, pokok bahasan

reproduksi ditempatkan di kelas IX. Sehingga, diperlukan keselarasan antara mata

pelajran IPA dan Penjaskes dan harus ada komunikasi antara kedua guru tersebut.

Selain itu, istilah seks bebas sendiri diangkat dari masyarakat dan perlu

diklarifikasikan lebih lanjut agar mudah dipahami siswa. Pokok bahasan ini juga

sangat sensitif sehingga membutuhkan kejelian guru dalam menganalisis situasi kelas

dan kebutuhan siswa serta kehati-hatian dalam menyampaikannya agar tidak terjadi

salah paham dengan wali murid yang bisa menganggap guru mengajarkan siswa

tentang hubungan seksual sebelum waktunya (Pertiwi, 2013).

Setiap guru yang berhubungan dengan pemberian informasi tentang kesehatan

reproduksi sebaiknya menekankan pada dampak negatif seks bebas seperti perasaan

bersalah, KTD, penyebaran PMS, putus sekolah bahkan membahayakan masa depan

siswa sebagai harapan bangsa. Dalam memberi pemahaman pada siswa agar menolak

budaya seks bebas, ajaran nilai-nilai moral dan etika sosial perlu ditekankan agar

siswa dapat berperilaku reproduksi sehat seperti memakai pakaian yang sopan dan

mengelola gairah-khayalan seksualnya secara wajar misalnya dengan berolahraga.

Guru juga sebaiknya mendidik siswa agar tidak gampang percaya pada mitos-mitos

Universitas Sumatera Utara


hubungan seksual yang menyesatkan serta menekankan bahwa hubungan seksual

merupakan sesuatu yang sakral untuk melestarikan keturunan anak manusia (Pertiwi,

2013).

2.2. Konsep Remaja

Menurut Notoatmodjo (2007) remaja adalah anak yang berusia 13-25 tahun,

dimana pada usia 13 tahun merupakan batas usia puberitas yang secara biologis sudah

mengalami kematangan seksual dan pada usia 25 tahun adalah usia dimana mereka

pada umumnya secara sosial dan psikologis mampu mandiri.

Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak

dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan

berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluh tahun (Gordon & Chown,

2008).

Masa remaja dapat didefinisikan dalam berbagai cara, hal utama yang dapat

diingat adalah masa yang menandai perubahan dari masa kanak-kanak kedewasa dan

merupakan waktu terjadinya perkembangan yang cepat, termasuk berkembang

menuju kedewasaan seksual, menemukan diri sendiri, mendefinisikan nilai pribadi

dan menemukan fungsi sosial (Gordon & Chown, 2008).

Pada masa remaja seorang individu akan mengalami situasi pubertas dimana

terjadi perubahan yang mencolok secara fisik maupun emosional/psikologis. Secara

psikologis, masa remaja merupakan masa persiapan terakhir dan menentukan untuk

memasuki tahapan perkembangan kepribadian selanjutnya, yaitu menjadi dewasa.

Universitas Sumatera Utara


Kematangan biologis remaja perempuan pedesaan biasanya diikuti dengan

perkawinan usia belia yang dapat mengantarkan remaja pada resiko dalam kehamilan

dan persalinan, sementara kematangan biologis remaja laki-laki dan perempuan di

perkotaan dibayang bayangi kemungkinan lebih dini usia pertama aktif seksual,

kehamilan tak diinginkan, aborsi tidak aman, infeksi saluran reproduksi termasuk

penyakit menular seksual, dan akibat kecacatan yang dialami, sehingga pada saat ini

sangat diperlukan partisipasi guru untuk mencegah hal ini terjadi (Gordon & Chown,

2008).

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi

perubahan yang cepat, baik secara fisik, maupun psikologis. Perubahan yang terjadi

menimbulkan ciri-ciri yang khas pada remaja, antara lain:

1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang

dikenal sebagai masa badai dan stres. Peningkatan emosional ini merupakan hasil

dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja.

2. Perubahan yang cepat secara fisik juga disertai dengan kematangan seksual yang

dapat membuat remaja terkadang tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka

sendiri.

3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain.

4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak

menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.

5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi

karena disatu sisi mereka menginginkan kebebasan dan disisi lain mereka takut

Universitas Sumatera Utara


akan tanggung jawab yang menyertai setiap kebebasan serta meragukan

kemampuan mereka sindiri untuk memikul tanggung jawab tersebut (Gordon &

Chown, 2008).

Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja terdiri dari beberapa hal

yaitu:

1. Perubahan Fisiologis Remaja

Masa remaja diawali dengan masa puberitas, yaitu masa terjadinya perubahan-

perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi

tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-ogan seksual).

2. Perubahan psikologis pada remaja yang berkaitan dengan kejiwaan remaja yaitu

perubahan emosi sensitif atau peka, perkembangan inteligensia, cenderung

mengembangkan cara berfikir abstrak dan suka memberikan kritikan, ingin

mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku untuk mencoba-coba, dan

menstruasi (Gordon & Chown, 2008).

2.3. Konsep Guru

Menurut UU No. 14 tahun 2005 guru adalah pendidik profesional dengan

tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,

pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi

ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum

Universitas Sumatera Utara


diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak. Tugas manusiawi adalah tugas-

tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia

kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri,

identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri (Tim Pembina UKS Pusat,

2007).

Usaha membantu kearah ini seharusnya diberikan dalam rangka pengertian

bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam keseluruhan integralitasnya

seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini berarti bahwa tugas pertama dan

kedua harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Seharusnya melalui

pendidikan mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau

penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secara kreatif dalam

proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi perbaikan hidupnya sendiri

dan kehidupan seluruh masyarakat di mana dia hidup (Tim Pembina UKS Pusat,

2007).

Ketiga tugas ini jika dipandang dari segi anak didik maka guru harus

memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, masa sekarang dan masa

yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktek-praktek komunikasi. Pengetahuan

yang di berikan kepada anak didik harus mampu membuat anak didik itu pada

akhirnya mampu memilih nilai-nilai hidup yang semakin komplek dan harus mampu

membuat anak didik berkomunikasi dengan sesamanya di dalam masyarakat, oleh

karena anak didik ini tidak akan hidup mengasingkan diri. Kita mengetahui cara

manusia berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya melalui bahasa tetapi dapat

Universitas Sumatera Utara


juga melalui gerak, berupa tari-tarian, melalui suara (lagu, nyanyian), dapat melalui

warna dan garis-garis (lukisan-lukisan), melalui bentuk berupa ukiran, atau melalui

simbul-simbul dan tanda tanda yang biasanya disebut rumus-rumus (Tim Pembina

UKS Pusat, 2007).

WF Connell, 1972 (dalam Tim Pembina UKS Pusat, 2007) membedakan tujuh

peran seorang guru yang dapat dijalankan setiap hari, yaitu

1. Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan

dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas

pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan

mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah

dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan

dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh

pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas

dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggungjawab kemasya-

rakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan untuk perkawinan dan

hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan

spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan

anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap

aktivitas anak-anak agar tingkah laku anak tidak menyimpang dengan norma-

norma yang ada.

2. Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru

mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku

Universitas Sumatera Utara


pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan

norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai

dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik

harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.

3. Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap

guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar

fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar

yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di

masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial tingkah

laku sosial anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak

memiliki pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan

negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam

masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.

4. Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah

pengetahuan dan keterampilan supaya pengetahuan dan keterampilan yang

dimilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai

tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan

tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan.

5. Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru diharapkan

dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan

kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan

resmi maupun pertemuan insidental.

Universitas Sumatera Utara


6. Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru

diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang

dilakukan. Guru dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang yang

dikuasainya.

7. Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan

pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan

pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi

teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu

diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti

membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan

dokumen yang berharga bahwa telah melaksanakan tugasnya dengan baik.

Untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan siswa

atau remaja, dilakukan upaya menanamkan prinsip hidup sehat sedini mungkin

melalui pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan Trias UKS (pembinaan

lingkungan sekolah sehat) (Tim Pembina UKS Pusat, 2007)

1. Tujuan Pendidikan Kesehatan, yaitu:

a. Memiliki pengetahuan tentang ilmu kesehatan termasuk cara hidup sehat dan

teratur.

b. Memiliki nilai dan sikap yang positif terhadap prinsip hidup sehat.

c. Memiliki keterampilan dalam melaksanakan hal yang berkaitan dengan

pemeliharaan, pertolongan, dan perawatan kesehatan.

d. Memiliki kebiasaan hidup sehari-hari yang sesuai dengan syarat kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


e. Memiliki kemampuan dan kecakapan (Life Skills) untuk berperilaku hidup

sehat dalam kehidupan sehari-hari.

f. Memiliki pertumbuhan termasuk bertambahnya tinggi badan dan berat badan

secara harmonis (Proporsional).

g. Mengerti dan dapat menerapkan prinsip-prinsip pengutamaan pencegahan

penyakit dalam kaitannya dengan kesehatan dan keselamatan dalam

kehidupan sehari-hari.

h. Memiliki daya tangkal terhadap pengaruh buruk dari luar (Narkoba, arus

informasi dan gaya hidup yang tidak sehat).

i. Memiliki tingkat kesegaran jasmani yang memadai dan derajat kesehatan yang

optimal serta mempunyai daya tahan tubuh yang baik terhadap penyakit.

2. Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan, diberikan melalui:

a. Kegiatan Kurikuler

Pelaksanaan pendidikan kesehatan melalui kegiatan kurikuler adalah

pelaksanaan pendidikan pada jam pelajaran. Pelaksanaan pendidikan

kesehatan sesuai dengan Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya

pada standar isi yang telah diatur dalam peraturan Mendiknas nomor 22 tahun

2006 pada mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan,

dimana untuk pendidikan kesehatan pelaksanaannya dilakukan melalui

peningkatan pengetahuan, keterampilan, penanaman kebiasaan hidup sehat,

terutama melalui pemahaman penafsiran konsep-konsep yang berkaitan

dengan prinsip kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


Materi Pendidikan Kesehatan pada Sekolah Menengah Pertama

mencakup: memahami pola makanan sehat, memahami perlunya

keseimbangan gizi, memahami berbagai penyakit menular seksual, mengenal

bahaya seks bebas, memahami berbagai penyakit menular yang bersumber

dari lingkungan yang tidak sehat, memahami cara menghindari bahaya

kebakaran dan memahami cara menghadapi berbagai bencana alam.

b. Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan diluar jam pelajaran biasa

(termasuk kegiatan pada waktu libur) yang dilakukan disekolah ataupun diluar

sekolah dengan tujuan antara lain untuk memperluas pengetahuan dan

keterampilan siswa serta melengkapi upaya pembinaan manusia Indonesia

seutuhnya (Tim Pembina UKS Pusat, 2007).

Kegiatan ekstrakurikuler mencakup kegiatan yang berkaitan dengan

pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan

kehidupan sekolah sehat (UKS). Kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan

dengan pendidikan kesehatan antara lain: wisata siswa, kemah (persami),

ceramah (diskusi), lomba antar kelas maupun sekolah, bimbingan hidup sehat,

warung sekolah sehat, apotik hidup dan kebun sekolah sedangkan kegiatan

ekstrakurikuler yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan (sekaligus

merupakan upaya pendidikan) berupa: penyuluhan atau latihan keterampilan

(dokter kecil, kader kesehatan remaja, palang merah remaja, konselor sebaya,

pramuka, dll) dan membantu kegiatan posyandu pada masa liburan sekolah

Universitas Sumatera Utara


dan kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan pembinaan lingkungan

kehidupan sekolah sehat, seperti: kerja bakti kebersihan, lomba sekolah sehat,

lomba yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan, pembinaan

kebersihan lingkungan mencakup pemberantasan sumber penularan penyakit,

piket sekolah, dll (Tim Pembina UKS Pusat, 2007).

2.4. Proses Pembentukan Perilaku

Perilaku manusia sangat komplek dan mempunyai ruang lingkup yang

sangat luas. Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai

pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus

berupa materi atau objek diluarya. Sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada

objek tersebut dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap

(Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan hal tersebut perilaku terbentuk di dalam diri seseorang terdiri

dari dua faktor utama yakni: stimulus luas merupakan faktor dari luar diri seseorang

tersebut (faktor eksternal) yang terdiri dari lingkungan, baik lingkungan fisik dan

nonfisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya sedangkan

faktor dari dalam diri orang yang bersangkutan (faktor internal) yaitu stimulus atau

pengetahuan, perhatian, pengamatan, persepsi, dorongan, motivasi, fantasi, sugesti

dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Proses dari pembentukan perilaku seseorang dapat diuraikan secara lebih jelas

dibawah ini:

Universitas Sumatera Utara


2.4.1. Pengalaman/Pengetahuan

Pengalaman/pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang

sangat berperan dalam menginterpretasikan suatu stimulus atau informasi yang kita

peroleh. Pengalaman masa lalu atau apa yang telah dipelajari oleh seseorang akan

menyebabkan terjadinya perbedaan interpretasi.

A. Konsep Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra

manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat,

yaitu: (1) Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. ‘Tahu’ merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. (2)

Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara

benar. (3) Aplikasi (Application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). (4) Analisis

(Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut,

dan masih ada kaitannya satu sama lain (5) Sintesis (synthesis) menunjuk pada suatu

Universitas Sumatera Utara


kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. (6) Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Menurut Notoatmodjo (2011) menyatakan bahwa unsur yang mengisi akal

dan alam jiwa seseorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya.

Dalam lingkungannya ada bermacam-macam hal yang dialami oleh individu tersebut

melalui penerimaan pancainderanya, serta alat penerimaan atau reseptor. Hal-hal

yang dialami tersebut masuk kedalam sel-sel otaknya sehingga terjadi bermacam-

macam proses seperti proses fisik, fisiologi dan psikolog, kemudian dipancarkan dan

diproyeksikan individu tersebut menjadi suatu penggambaran tentang lingkungan.

Jadi, pengetahuan menurut Notoatmodjo (2011) terdiri dari (1) Penggambaran

tentang lingkungan berbeda-beda pada setiap individu. Penggambaran oleh akal

manusia hanya mengandung bagian-bagian khusus yang mendapat perhatian dari akal

si-individu, sehingga dapat terfokus pada bagian khusus saja; (2) Persepsi/pandangan;

(3) pengamatan yaitu persepsi atau pandangan setelah diproteksikan kembali oleh

individu menjadi suatu pengamatan penggambaran yang mengandung bagian-bagian

yang menyebabkan bahwa individu karena tertarik akan lebih intensif memusatkan

akal terhadap hal-hal yang khusus.

Menurut penelitian Rogers, 1974 (dalam Notoatmodjo, 2011) mengungkapkan

bahwa dalam diri seseorang terjadi suatu proses yang berurutan dalam mengadopsi

perilaku baru, namun tidak semua melewati tahapan ini yang disebut AIETA, yaitu:

(1) Awareness (kesadaran) yaitu subjek menyadari/mengetahui terlebih dahulu

Universitas Sumatera Utara


terhadap stimulus, (2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut

dan sudah mulai timbul, (3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan

tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya dan berarti sikap sudah menunjukkan sikap

yang lebih baik lagi, (4) Trial, subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai

dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus, (5) Adaption, subjek telah berperilaku

baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Teori modifikasi Rogers tentang perubahan perilaku yaitu melalui: (1)

Knowledge yang berarti pemberian pengetahuan, (2) Persuassion yaitu mulai tertarik,

(3) Decision yaitu sudah memutuskan untuk mencoba tingkah laku baru dan harus

didukung oleh motivasi yang kuat, (4) Confirmation yaitu telah mulai melaksanakan

tingkah laku baru sesuai dengan norma-norma kesehatan (Notoatmodjo, 2011).

B. Informasi

Informasi adalah pengetahuan yang di dapatkan dari pembelajaran,

pengalaman atau intruksi. Namun demikian istilah ini memiliki banyak arti

tergantung pada konteknya dan secara umum berhubungan erat dengan konsep seperti

arti, pengetahuan, komunikasi, kebenaran, dan rangsangan mental (Notoatmodjo,

2007).

Informasi adalah unsur dalam komunikasi, namun tidak semua sepakat

mengenai pengertian informasi itu sendiri ada yang mengaitkannya dengan hal-hal

yang baru, misalnya seorang yang membaca berita-berita disurat kabar dan majalah

ada yang mengatakan hal-hal yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, misalnya

informasi yang dikandung oleh sebuah buku ilmiah, bahkan ada pula menyebutkan

Universitas Sumatera Utara


isu yang tidak diketahui hubungannya disebut juga sebagai informasi (Notoatmodjo,

2007).

Dengan adanya informasi-informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat,

cara pemeliharaan kesehatan, cara-cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan

meningkatkan pengetahuan-pengetahuan tertentu serta dapat menimbulkan suatu

kesadaran, dan akhirnya akan menyebabkan orang berprilaku sesuai dengan

pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2007).

Informasi identik dengan wujud material yang dapat di kirimkan dan diterima

melalui berbagai saluran, baik melalui proses belajar mengajar, media masa seperti

surat kabar, radio dan televisi. Kuantitas informasi dapat “dihitung” dalam arti makin

banyak usaha seseorang mengumpulkan data dan fakta, makin banyak informasi yang

dimilikinya (Notoatmodjo, 2013).

2.4.2. Harapan/Expectation

Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi terhadap stimulus atau

dapat menimbulkan respon yang lebih jauh lagi yang berasal dari rangsangan obyek

yang telah diketahui yang dapat berupa suatu tindakan (action) terhadap atau

berhubungan dengan stimulus yang telah diterima. Namun pada kenyataannya

stimulus yang diterima oleh subjek dapat langsung menimbulkan tindakan. Artinya,

seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih dahulu

terhadap makna stimulus yang diterimanya atau persepsi yang timbul tanpa disadari

atau diabaikan (Notoatmodjo, 2005).

Universitas Sumatera Utara


2.4.2.1.Konsep Persepsi

Membahas tentang persepsi, meliputi apa yang ingin dilihat oleh seseorang,

belum tentu sama dengan fakta yang sebenarnya. Keinginan seseorang itulah yang

menyebabkan mengapa dua orang yang melihat atau mengalami hal yang sama

memberikan interpretasi yang berbeda tentang apa yang dilihat atau dialaminya itu

(Siagian, 2012). Sedangkan menurut Potter dan Perry, 1995 (Aruan dan Trianingsih,

2006) persepsi merupakan pandangan ataupun pendapat seseorang terhadap suatu

kejadian. Pengertian tersebut dapat dibuat kesimpulan bahwa persepsi adalah sebuah

proses yang bertujuan untuk menganalisis, menginter-pretasikan atau memberikan

penilaian terhadap stimulus yang diterima oleh indera manusia yang menghasilkan

sebuah pandangan mengenai stimulus tersebut.

Menurut Notoatmodjo (2005) persepsi merupakan salah satu hal internal yang

dapat mempengaruhi perilaku seseorang yang terjadi secara otomatis dan berlansung

dengan sangat cepat dan kadang-kadang tidak disadari, dimana bisa mengenali

stimulus yang telah diterima sehingga dapat terbentuk suatu tindakan untuk

memenuhi sutu kebutuhan atau dorongan.

Rangsangan dapat berbentuk energi fisik seperti cahaya, suara, dan panas.

Rangsangan tersebut kemudian dideteksi oleh sel reseptor yang ada pada panca indera

manusia (mata, telinga, kulit, hidung dan lidah). Setelah rangsangan diterima dan

dinyatakan oleh sel reseptor sebagai stimulus selanjutnya energi stimulus tersebut

diubah menjadi impuls electrochemical. Proses ini disebut transduction, aksi

penghantara informasi stimulus melalui sistem syaraf menuju ke otak dan infomasi

Universitas Sumatera Utara


dilanjutkan kearea yang sesuai pada cerebral cortex. Otak akan memberikan arti dari

sensi tersebut melalui persepsi. Persepsi adalah proses pengorganisasian dan

penginterpretasi informasi sensori untuk diartikan (Santrock, 2005).

2.4.2.2. Proses Pembentukan Persepsi

Proses pembentukan persepsi seseorang tidak timbul begitu saja melainkan

oleh karena beberapa faktor yang dapat menyebabkan mengapa dua orang yang

melihat sesuatu mungkin memberikan interpretasi yang berbeda tentang yang

dilihatnya itu. Secara umum terdapat tiga faktor yang mempengaruhi persepsi

seseorang yaitu: (Siagian, 2012)

1. Diri Orang yang Bersangkutan Sendiri

Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi

tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut

berpengaruh seperti: sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapannya.

Motif berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dan intensitas motif itu sangat

dipegaruhi oleh mendesak tidaknya pemuasan kebutuhan tersebut. Kepentingan

seseorang dapat mempegaruhi persepsinya. Pengalaman seseorang yang sudah

berulang kali dialami seseorang akan dipandang dengan cara berbeda dari cara

pandang orang lain yang pernah mengalaminya serta harapan yang juga dapat

mempengaruhi persepsi seseorang tentang sesuatu dan bahkan harapan sangat

mewarnai persepsi seseorang sehingga apa yang sesungguhnya dilihatnya sering

diinterpretasikan lain supaya sesuai dengan apa yang diharapkannya.

Universitas Sumatera Utara


2. Sasaran Persepsi

Sasaran bisa berupa orang, benda atau peristiwa. Sifat sasaran biasanya

berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya. Yang turut menentukan

persepsi dari cara pandang yaitu gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan ciri-ciri

lain. Persepsi tentang sasaran bukanlah sesuatu hal yang dilihat secara terisolasi

melainkan dalam kaitan atau hubungannya dengan yang lain. Karena itulah orang

cenderung mengelompokkan orang, benda atau peristiwa lain yang tidak serupa,

namun bukan hanya kesamaan ciri-ciri sasaran yang dijadikan dasar untuk

menentukan persepsi. Dekatnya sekelompok orang atau benda atau peristiwa tertentu

juga sering dipakai sebagai dasar pembentukan persepsi, padahal belum tentu

dekatnya orang, benda atau peristiwa itu berkaitan satu sama lain. Dalam persepsi

manusia membuat generalisasi dengan mengelompokkan, dari sekelompok orang,

benda atau peristiwa yang memiliki karakteristik yang serupa.

3. Faktor Situasi

Persepsi harus dilihat secara konstekstual yang berarti dalam situasi mana

persepsi timbul dan perlu mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut

berperan dalam penumbuhan persepsi seseorang (Siagian, 2012).

Preses pembentukan persepsi dapat terjadi melalui dua cara yaitu: yang

pertama merupakan proses bottom-up yaitu reseptor sensori menerima informasi dari

lingkungan luar dan mengirimkan informasi tersebut ke otak untuk dianalisa dan

diinterpretasikan. Yang kedua proses top-down, cara ini dimulai melalui cara

cognitive processing pada level yang lebih tinggi didalam otak. Proses kognitif

Universitas Sumatera Utara


tersebut meliputi pengetahuan, keyakinan dan harapan. Proses top-down ini tidak

terjadi pendeteksian stimulus seperti pada proses bottom-up (Santrock, 2005).

Objek yang sama dapat dipersepsikan berbeda oleh dua orang (atau lebih)

yang berbeda-beda, perbedaan persepsi dapat disebabkan oleh hal-hal dibawah ini:

1. Perhatian

Seseorang biasanya tidak menangkap seluruh rangsang yang disekitarnya

sekaligus, tetapi memfokuskan perhatian pada satu atau dua objek saja. Perbedaan

fokus antara satu orang dengan orang lainnya menyebabkan perbedaan persepsi

antara orang satu dengan orang yang lainnya.

2. Set

Harapan seseorang akan rangsang yang akan timbul. Misalnya pada seseorang

yang siap digaris star terdapat set bahwa akan terdengar bunyi pistol disaat ia harus

mulai berlari. Perbedaan set dapat menyebabkan perbedaan persepsi.

3. Kebutuhan

Kebutuhan sesaat maupun yang menetap pada diri seseorang, akan

mempegaruhi persepsi orang tersebut. Dengan demikian kebutuhan yang berbeda-

beda akan menyebabkan pula perbedaan persepsi.

4. Sitem Nilai

Sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat berpengaruh pula terhadap

persepsi. Suatu eksperimen di Amerika Serikat menunjukkan bahwa anak-anak yang

berasal dari keluarga miskin mempersepsikan mata uang logam dengan nilai nominal

lebih besar dari ukuran sebenarnya. Gejala ini tidak terdapat pada keluarga kaya.

Universitas Sumatera Utara


5. Ciri Kepribadian

Ciri kepribadian akan mempengaruhi pula persepsi. Misalnya A dan B

bekerja disatu kantor yang sama di bawah pengawasan satu orang atasan. A yang

pemalu dan penakut akan mempersiapkan atasannya sebagai tokoh yang menakutkan

dan perlu dijauhi, sedangkan B yang punya lebih banyak kepercayaan diri,

menganggap atasannya sebagai tokoh yang dapat diajak bergaul seperti orang biasa

lainnya (Santrock, 2005).

Menurut Walgito (2005) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

persepsi antara lain: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor

yang ada dalam individu itu sendiri, seperti perasaan, pengalaman, kemampuan

berfikir dan kerangka acuan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor stimulus itu

sendiri seperti orang tua dan guru dan faktor lingkungan di mana persepsi itu

berlangsung.

Menurut Potter dan Perry, 2001 (dalam Nurhidayat, 2012) faktor-faktor yang

mempengaruhi persepsi adalah faktor interpersonal meliputi tingkat pendidikan,

tingkat perkembangan, latar belakang sosio kultural, faktor emosi, gender, status

kesehatan fisik, nilai dan kepercayaan serta peran.

Sedangkan menurut Kozier, 2004 (dalam Nurhidayat, 2012) faktor yang dapat

mempengaruhi persepsi seseorang yaitu:

1. Variabel demografis (meliputi usia, jenis kelamin, ras dan suku banga). Etnisitas

atau suku adalah klasifikasi atau afiliasi dengan setiap kelompok dasar yang

dibedakan oleh adat, karakteristik, bahasa atau faktor pembeda lain yang sejenis.

Universitas Sumatera Utara


Perbedaan ini meluas termasuk struktur keluarga, bahasa, kesukaan makanan,

kode, moral dan ekspresi emosional emosi.

2. Variabel sosio-psikologis (sosial dan emosional yang dapat berasal dari keluarga

dan luar lingkungan keluarga). Keluarga atau orang tua mempunyai nilai-nilai

yang akan ditanamkan terhadap anak. Proses tersebut disebut proses sosialisasi,

yaitu proses ketika anak mendapat keyakinan nilai dan perilaku tertentu untuk

dapat berfungsi dalam kelompok tersebut.

3. Tekanan sosial merupakan pengaruh dari teman kelompok yang dapat

mempengaruhi dalam persepsi mengenai suatu hal.

4. Cues of action dapat berupa isyarat internal atau eksternal, seperti perasaan lemah,

gejala yang tidak menyenangkan atau anggapan seseorang terhadap kondisi orang

terdekat yang menderita suatu penyakit.

Proses terjadinya persepsi menurut Walgito (1997) yaitu suatu objek

menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai indra dan reseptor. Proses ini

dinamakan proses kealaman (fisik). Stimulus yang diterima oleh alat indera

dilanjutkan oleh syaraf sensorik keotak, sehingga individu menyadari apa yang

diterima dengan reseptor itu sebagai suatu akibat dari stimulus yang diterimanya.

Proses yang terjadi didalam otak atau pusat kesadaran itulah yang dinamakan proses

psikologis. Dengan demikian taraf terakhir dari proses persepsi adalah individu

menyadari tentang apa yang diterimanya melalui alat indera atau reseptor.

Universitas Sumatera Utara


2.4.3. Dorongan (Drive) atau Kebutuhan

Dorongan merupakan rangsangan yang sangat kuat terhadap organisme

(manusia) atau kejadian untuk bertingkah laku. Stimulus-stimulus yang sangat kuat

umumnya bersifat dorongan, seperti terjadinya kehamilan diluar nikah dan perilaku

seksual remaja yang bebas, hal ini dapat mendorong seseorang untuk mau dan harus

memberikan pendidikan kesehatan khususnya kesehatan reproduksi terhadap remaja

sehingga harapannya kejadian tersebut tidak terjadi lagi pada generasi muda atau

generasi penerus. Stimulus ini disebut dorongan primer yang menjadi dasar utama

untuk motivasi (Notoatmodjo, 2011).

Menurut Miller dan Dollard semua tingkah laku (termasuk tingkah laku

tiruan) didasari oleh dorongan-dorongan primer dan tingkah laku manusia merupakan

hasil belajar. Oleh karena itu terkandung prinsip-prinsip belajar psikologi yang terdiri

dari 4 (empat) yaitu: dorongan (drive), isyarat (clue), tingkah laku balas (response),

dan ganjaran (reward). Keempat prinsip ini saling terkait satu sama lain, yaitu

dorongan menjadi isyarat, isyarat menjadi ganjaran dan seterusnya sehingga kembali

lagi kepada dorongan (Notoatmodjo, 2011).

Kebutuhan atau dorongan tersebut akan menyebakan stimulus yang dapat

masuk dalam rentang perhatian seseorang dan kebutuhan ini akan menyebabkan

seseorang menginterpretasikan stimulus secara berbeda. Kebutuhan merupakan

ketidakseimbangan yang dialami manusia dan karena pada dasarnya manusia tidak

menyukai ketidakseimbangan, maka setiap orang akan berusaha memenuhi

kebutuhannya agar terjadinya keseimbangan (Notoatmodjo, 2005).

Universitas Sumatera Utara


2.4.4. Motivasi

Motif atau motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni “movere”yang berarti

“adanya kekuatan dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau

berperilaku”, jadi motivasi yaitu suatu tindakan yang timbul dari adanya dorongan

atau penggerak, sebagai suatu perangsang dari dalam, suatu gerak hati yang

menyebabkan seseorang melakukan sesuatu (Notoatmodjo, 2010).

Sedangkan menurut Djamarah (2002) motivasi terbagi menjadi 2 (dua) jenis

yaitu: (1) Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya

tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan

untuk melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik datang dari hati sanubari umumnya

karena kesadaran; (2) Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik.

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya

perangsang atau pengaruh dari orang lain sehingga seseorang berbuat sesuatu.

Setiawati S (2008), terdapat empat kondisi yang membentuk motivasi pada

manusia adalah :

1. Timbulnya alasan, dimana kegiatan yang dilakukan oleh individu bisa diawali

dengan berbagai motivasi. Misalnya olah raga sebagai hobi, olah raga dilakukan

untuk menghilangkan kejenuhan atau olah raga dilakukan untuk mencapai

sebuah prestasi. Alasan inilah yang menjadi beberapa pertimbangan individu

untuk melakukan suatu kegiatan.

Universitas Sumatera Utara


2. Memilih, yaitu banyak kegiatan yang bisa dilakukan oleh individu tidak mungkin

dikerjakan sekaligus, untuk itu individu berhak untuk memilih kegiatan apa yang

akan segera dilakukannya.

3. Memutuskan, yaitu faktor pendorong yang kuat dalam diri individu akan

mempercepat proses pengambilan keputusan misalnya pergi ke pelayanan

kesehatan akan mendapatkan informasi yang jelas yang terkait dengan keluhan

yang dirasakannya, diperiksa dengan alat yang sudah diteliti dengan akurat

penggunaanya, mendapatkan pengobatan yang tentunya sudah melewati

laboratorium uji obat. Faktor-faktor inilah yang memberikan keyakinan dan

motivasi untuk memutuskan berobat ke pelayanan kesehatan.

4. Timbulnya kemauan untuk bertindak dalam bentuk aktivitas/kegiatan berobat.

Dibawah ini merupakan skema alur perilaku kesehatan seseorang sampai

kepada perubahan perilakut.

Stimulus Panca indra Informasi Transformasi Persepsi

Sensoris Kombinasi Dukungan

Elaborasi Motivasi

Pembentukan Perilaku

Gambar 2.1 Skema Pembentukan Perubahan Perilaku

Universitas Sumatera Utara


Keterangan :

Transformasi : Informasi disesuaikan dengan pengalaman yang ada dalam memori

Elaborasi : Informasi yang ada diberi tambahan arti

Kombinasi : Gabungan dari transformasi dan elaborasi

Berdasarkan skema diatas dapat disumpulkan bahwa pembentukan perilaku

terjadi karena adanya stimulus yang diterima melalui panca indra dan menjadi

informasi yang harus dipilih sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang diterima

tersebut ditransformasi dengan memberikan arti dan membentuk persepsi. Persepsi

tersebut dapat diperkuat dengan adanya kebutuhan atau dorongan yang merupakan

rangsangan yang sangat kuat untuk bertingkah laku sebelum terjadinya motivasi.

Keempat hal tersebut saling berhubungan untuk terbentukanya sebuah perilaku.

2.5. Landasan Teori

Sebagai acuan dalam menentukan variabel penelitian serta menyusunnya

dalam suatu kerangka konseptual maka keseluruhan teori-teori yang telah dipaparkan

di atas dirangkum dalam suatu landasan teori seperti diuraikan berikut:

Berdasarkan teori Notoatmodjo (2010) pembentukan perilaku yang terbentuk

di dalam diri seseorang terdiri dari dua faktor utama yakni: stimulus luas merupakan

faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor eksternal) yang terdiri dari lingkungan,

baik lingkungan fisik dan nonfisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik dan

sebagainya sedangkan faktor dari dalam diri orang yang bersangkutan (faktor

Universitas Sumatera Utara


internal) yaitu stimulus atau pengetahuan, perhatian, pengamatan, persepsi, dorongan,

motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2007) bahwa dengan

adanya stimulus atau pengetahuan yang diperoleh melalui informasi-informasi

tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara-cara

menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan-pengetahuan

tertentu serta dapat menimbulkan suatu kesadaran, dan akhirnya akan menyebabkan

orang berprilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan dapat

diterima dari informasi yang diberikan oleh orang lain seperti berbagai saluran

elektronik, baik melalui proses belajar mengajar, media masa seperti surat kabar,

radio dan televisi, sehingga semakin banyak informasi yang dimilikinya maka akan

semakin banyak ilmu yang akan didapat.

Berdasarkan teori dari Siagian (2012) menyatakan bahwa persepsi, meliputi

apa yang ingin dilihat oleh seseorang, belum tentu sama dengan fakta yang

sebenarnya. Keinginan seseorang itulah yang menyebabkan mengapa dua orang yang

melihat atau mengalami hal yang sama memberikan interpretasi yang berbeda tentang

apa yang dilihat atau dialaminya itu.

Djamarah (2002) membagi motivasi yaitu menjadi: (1) Motivasi intrinsik

adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari

luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

Motivasi intrinsik datang dari hati sanubari umumnya karena kesadaran; (2) Motivasi

ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-

Universitas Sumatera Utara


motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang atau pengaruh dari orang

lain sehingga seseorang berbuat sesuatu.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2005) yang dapat

digambarkan secara skematis, maka perubahan perilaku seseorang dipengaruhi oleh:

- Persepsi
- Pengetahuan
- Dorongan
(keyakinan &
PENGALAMAN keinginan) PERILAKU
- Motivasi
- Niat
- Sikap

Eksternal Internal Respon

Gambar 2.2. Skema Perilaku menurut Notoatmodjo (2005)

Dari skema tersebut dapat dijelaskan bahwa perilaku terjadi diawali dengan

adanya pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor-faktor diluar orang tersebut

(lingkungan), baik fisik maupun non fisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan

tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini sebagai wujud dari sebuah dorongan yang

dapat menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan terjadilah perwujudan niat

tersebut yang berupa perilaku terhadap pemberian informasi kesehatan reproduksi

(Notoatmodjo, 2005).

2.6. Kerangka Konsep

Pembentukan perilaku terhadap pemberian informasi kesehatan reproduksi

dipengaruhi oleh stimulus atau pengalaman yang diterima. Dengan adanya stimulus

Universitas Sumatera Utara


tersebut dapat meningkatkan persepsi guru terhadap pendidikan kesehatan reproduksi,

karena tanpa adanya persepsi yang positif, program ini tidak akan mampu berjalan

dengan sempurna.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2005) menjelaskan

bahwa, stimulus atau pengalaman yang didapat dan diketahui akan di persepsikan

oleh seseorang, yang diyakini merupakan wujud dari sebuah dorongan yang dapat

menimbulkan suatu motivasi atau niat untuk bertindak karena motivasi merupakan

suatu tindakan yang timbul dari adanya dorongan atau penggerak, sebagai suatu

perangsang dari dalam dan suatu gerak hati yang menyebabkan seseorang melakukan

sesuatu. Keempat hal ini yaitu stimulus/pengetahuan, persepsi, dorongan dan

motivasi saling berkaitan dan berhubungan antara satu dengan yang lain untuk

terbentuknya suatu perilaku yang sesuai dengan apa yang diharapkan dari awal

mendapatkan stimulus dan mampu untuk menjalankan pemberian informasi

kesehatan reproduksi kepada siswa/i.

Berdasarkan teori tersebut, untuk lebih jelasnya dapat digambarkan kedalam

kerangka konsep dibawah ini:

Variabel Independent Variabel Dependent

Pengetahuan Guru

Persepsi Guru
Pemberian Informasi Kesehatan
Reproduksi pada siswa/i
Dorongan Guru

Motivasi Guru

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai