Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRATIKUM

FARMAKOLOGI II

DISUSUN OLEH :

LUTHFI NAURA SALSABILA 1900021

D3 – 4A

KELOMPOK 4

DOSEN PENGAMPU :

apt. MIRA FEBRINA, M.Sc

ASISTEN DOSEN :

DECHANIA SAMURA

GUSWAN FERDIAN

JADWAL PRATIKUM :

Rabu, 26 Mei 2021 (08:00 – 11:00) (ONLINE)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIV RIAU

PEKANBARU

2021
OBJEK VI

SKRINING HIPOKRATIK

I. TUJUAN
 Memahami dan terampil melakukan skrinning farmakodinamik
obat menggunakan teknik skrinning hipokratik.
 Memahami dan mampu menganalisa hasil-hasil skrinning
farmakologi obat.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Skrining hipokratik adalah salah satu cara untuk menapis aktivitas


suatu obat atau bahan yang belum diketahui sebelumnya baik yang
berasal dari bahan alami maupun senyawa sintetis atau semisintetis.
Cara ini didasarkan atas bahwa obat bila berinteraksi dalam materi
biologis dalam tubuh akan menghasilkan efek tertentu tergantung pada
dosis yang diberikan. Penapisan farmakologi pendahuluan dilakukan
menurut metode Malon-Robichoud mengenai penapisan hipokratik
yang dimodifikasi. Prinsipnya adalah melihat gejala-gejala yang timbul
pada hewan percobaan setelah diberi suatu obat Skrining ini dapat
membedakan suatu obat atau bahan yang berguna dan yang tidak
berguna dengan cepat dan biaya yang relatif murah. Darinya akan
dihasilkan profil farmakodinamik obat/bahan. Selain itu dapat
diketahui efek farmakologi pada suatu obat yang belum diketahui
sebelumnya, sehingga diperoleh perkiraan efek farmakologi
berdasarkan pendekatan data parameter-parameter yang diketahui.

Penelitian ini menggunakan metode penapisan hipokratik yang


dipertajam dengan uji-uji spesifik diantaranya seperti uji viskositas, uji
aktivitas motorik, uji perpanjangan waktu tidur, uji anti konvulsi dan
uji efek hipotensi.
Skrining atau penapisan farmakologi adalah suatu metode untuk
mengetahui aktivitas farmakologik suatu zat. Prinsipnya adalah
melihat gejala-gejala yang timbul pada hewan coba setelah diberi zat
uji. Penapisan atau skrining farmakologi dilakukan untuk mengetahui
aktivitas farmakologi suatu zat yang belum diketahui efeknya.Hal ini
dilakukan dengan melihat gejala-gejala yang timbul pada hewan coba
setelah diberi zat uji. Zat atau obat yang disediakan dalam praktikum
ini antara lain yang memberikan efek depresan SSP, perangsang SSP,
simpatomimetik, parasimpatomimetik, simpatolitik, muscle relaxant,
analgesik, vasokonstriktor, dan vasodilator. Pada percobaan ini akan
dilakukan evaluasi dan pengelompokan efek-efek yang timbul pada
hewan uji (tikus) berdasarkan efek yang dapat ditimbulkan oleh zat
atau obat tersebut.

Prinsip dasar penapisan atau skrining farmakologi ini ialah mencari


persen aktivitas yang terjadi pada setiap kelompok efek–efek tersebut,
kemudian dapat ditarik kesimpulan berdasarkan persen aktivitas yang
paling besar.Semakin besar persen aktivitas pada suatu efek maka zat
atau obat uji semakin mempunyai kecenderungan berasal dari
kelompok efek tersebut.

Uji ini merupakan tahap awal penelitian farmakologi atau zat-zat


yang belum diketahui efeknya serta untuk mengetahui apakah obat
tersebut memiliki efek fisiologis atau tidak sehingga disebut sebagai
penapisan hipokratik (penapisan awal).Penapisan ini masih merupakan
prediksi.

Sistem saraf biasanya dibagi menjadi susuna saraf pusat (otak dan
sumsum tulang belakang).Serta susunan saraf perifer, yang terbagi
menjadi 2, yaitu susunan syaraf motoris (yang bekerja sekehendak
kita) serta susuna saraf otonom yang bekerja menurut aturannya
sendiri.

Farmakodinamik adalah ilmu cabang yang mempelajari efek


biokimiawi dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya.Menurut teori
pendudukan reseptor, intensitas efek obat berbanding lurus dengan
fraksi reseptor yang diduduki atau diikatnya, dan intensitas efek
mencapai maksimal bila seluruh reseptor diduduki oleh obat.Efek obat
umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor. Pada sel suatu
organisme reaksi ini menyebabkan perubahan biokimiawi dan fisiologi
yang merupakan respon khas obat tersebut : reseptor obat merupakan
komponen mikromolekul fungsional yang mencakup 2 konsep penting.
Pertama, obat dapat merubah kecepatan kegiatan faal tubuh.Kedua,
obat tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodifikasi
fungsi yang sudah ada.

III. ALAT & BAHAN


Alat :
 Alat suntik
 Stopwatch
 Hotplate
 Rotating road
 Thermometer
 Platform
 Pinset
 Kertas saring
 Alat gelantung
 Jaring kawat
Bahan :
 Mencit
 Obat atau bahan X yang dirahasiakan jenisnya, dengan dosis 3,
10, 30, 100, 300,1000mg/kgbb.
IV. CARA KERJA
1. Timbang hewan, tandai dan tentukan dosis yang akan diberikan
2. Amati parameter - parameter seperti yang tertera pada tabel 2
dan beri skor 1 atau 0 untuk respon kualitatif dan 1,2,3 untuk
respon kuantitatif.
3. Respon kuantitatif dapat dilihat pada tabel 3. Gunakan alat
yang tersedia untuk mendeteksi gejala tertentu seperti :
- Tonus otot melalui kemampuan hewan memegang jaring
atau bergelantung pada alat gelantung.
- Laju pernafasan dihitung persatuan waktu memakai
stopwatch
- Reaksi jepit ekor menggunakan pinset
- Reaksi plat panas menggunakan hotplate
- Temperature tubuh menggunakan thermometer
- Chromodacriorea (air mata beerdarah), salvias, lakrimasi,
menggunakan kertas saring.
4. Setelah semua parameter teramati (pada keadaan tak diberi obat
= kontrol) injeksi masing - masing hewan pada dosis yang telah
ditentukan.
5. Amati lagi semua parameter diatas pada 5, 10, 15, 30 dan 60
menit serta 2 jam setelah penyuntikkan obat.
6. Evaluasi hasil saudara dengan cara sbb :
- Kumpulkan nilai menurut bobot untuk masing - masing
parameter sesuai dengan dosis.
- Lakukan hal yang sama untuk semua parameter yang lain
- Hitung skor total dengan mengalikan skor dengan faktor
bobot untuk masing - masing parameter pada tiap-tiap dosis
dan bandingkan dengan skor maksimum.
- Kumpulkan nilai parameter-parameter yang relevan untuk
aktifitas tertentu, misalnya untuk aktivitas penekan sistemm
saraf pusat (PSSP) seperti pada tabel 4 dan jumlahkan skor
actual. Hitung juga skor maksimum actual.
- Rangking % respon aktivitas yang didapat menurut dosis
dan kategori aktivitas.

V. HASIL

HASIL PERCOBAAN SKRINING HIPOKRATIK

NILAI (1-3) ATAU TERUKUR PADA WAKTU


PARAMETER
K 5' 10' 15' 30' 60'
Kelopak Mata turun 0 0 0 0 0 0
Bulu Berdiri 0 0 0 0 0 0
Ekor berdiri 0 0 0 0 0 0
Bola mata menonjol 0 0 0 0 0 0
Ekor memerah 0 0 0 0 0 0
Telinga memerah 0 0 0 0 0 0
Ekor pucat 0 0 0 0 0 0
Fasikulasi 0 1 1 1 1 1
Tremor 0 1 1 1 1 1
Aktivitas motorik meningkat 0 1 1 1 1 1
Aktivitas motorik menurun 0 0 0 0 0 0
Respirasi meningkat 0 2 3 3 2 1
Respirasi menurun 0 0 0 0 0 0
Gerak berputar 0 0 0 0 0 0
Ekor bergelombang 0 0 0 0 0 0
Agresif 1 1 1 1 1 1
Rasa ingin tahu meningkat 0 1 1 1 1 1
Rasa ingin tahu menurun 0 0 0 0 0 0
Reflex kornea hilang 0 0 0 0 0 0
Reflex telinga hilang 0 1 1 1 1 1
Reflex balik hilang 0 0 0 0 0 0
Salivasi 0 0 0 0 0 0
Lakrimasi meningkat 0 0 0 0 0 0
Lakrimasi menurun 0 0 0 0 0 0
Air mata berdarah 0 0 0 0 0 0
Paralisa kaki 0 0 0 0 0 0
Tremor 0 1 1 1 1 1
Konvulsi 0 1 1 1 1 1
Urinasi 0 0 0 0 0 0
Diare 0 0 0 0 0 0
Temprature rectum
0 0 0 0 1 1
meningkat
Temprature rectum
0 1 0 0 0 0
meningkat
Jatuh dari rotaroad 1 1 1 1 2 2
Katalepsi 0 1 1 1 1 1
Tonus tubuh menurun 2 2 2 2 2 2
Reaksi jepit ekor 0 1 1 1 1 1
Menggeliat 0 0 0 1 1 1
Pandangan tak lurus 0 0 0 0 0 0
Berat badan naik 0 0 0 0 0 0
Berat badan turun 0 0 0 0 0 0

1.      Aktivitas penekan sistem saraf pusat

PARAMETER SKOR TOTALJUMLAH SKOR MAX JUMLAH


Kelopak mata 0 x1 0 5 x0 x1 0
Aktivitas motorik 0 x1 0 5 x0 x1 0
Respirasi 0 x2 0 5 x0 x2 0
Rasa ingin tahu 0 x1 0 5 x0 x1 0

Reflex kornea hilang 0 x1 0 5 x0 x1 0

Reflex telinga hilang 5 x1 5 5 x1 x1 5


Reflex balik hilang 0 x1 0 5 x0 x1 0
Paralisa kaki 0 x1 0 5 x0 x1 0
Temperature rectum 1 x1 1 5 x1 x1 5
Jatuh dari rotaroad 7 x1 7 5 x2 x1 10
Katalepsi 5 x1 5 5 x1 x1 5
Tonus tubuh 10 x 1,5 15 5 x 2 x 1,5 15
Reaksi jepit ekor 5 x1 5 5 x1 x1 5
Pandangan tak lurus 0 x2 0 5 x0 x2 0
Jumlah
33 45
2. Simpatolitik

PARAMETER SKOR TOTAL JUMLAH SKOR MAX JUMLAH


Kelopak mata 0x1 0 5 x0 x1 0
Aktivitas motorik 0x1 0 5 x0 x1 0
Konvulsi 5x1 5 5 x1 x1 5
Temperature rectum 1x1 1 5 x1 x1 5

Jumlah 6 10

3.Relaksasi otot

PARAMETER SKOR TOTAL JUMLAH SKOR MAX JUMLAH


Kelopak mata 0 x1 0 5 x0 x1 0
Aktivitas motorik 0 x1 0 5 x0 x1 0
Respirasi 0 x2 0 5 x0 x2 0
Rasa ingin tahu 0 x1 0 5 x0 x1 0

Reflex telinga hilang 5 x1 5 5 x1 x1 5


Paralisa kaki 0 x1 0 5 x0 x1 0

Jatuh dari rotaroad 7 x1 7 5 x2 x1 10


Tonus tubuh 10 x 1,5 15 5 x 2 x 1,5 15
Reaksi jepit ekor 5 x1 5 5 x1 x1 5
Menggeliat 3 x 0,5 1,5 5 x 1 x 0,5 2,5

Jumlah 33.5 37.5


4. Simpatomimetik

PARAMETER SKOR TOTAL JUMLAH SKOR MAX JUMLAH


Bola mata menonjol 0 x 1,5 0 5 x 0 x 1,5 0
Lakrimasi 0x2 0 5 x0 x2 0
Konvulsi 5x1 5 5 x1 x1 5
Temperature rectum 2x2 4 5 x1 x2 10

Jumlah 9 15

5. Parasimpatomimetik

PARAMETER SKOR TOTAL JUMLAH SKOR MAXJUMLAH


Bulu berdiri 0 x 0,5 0 5 x 0 x 0,5 0
Fasikulasi 5 x1 5 5x1x1 5
Salivasi 0 x2 0 5x0x2 0
Lakrimasi 0 x 0,5 0 5 x 0 x 0,5 0
Air mata berdarah 0 x 1,5 0 5 x 0 x 1,5 0

Konvulsi 5 x1 5 5x1x1 5
Urinasi 0 x2 0 5x0x2 0
Diare 0 x1 0 5x0x1 0
Temperature rectum 1 x1 1 5x1x1 5

Jumlah
11 15

6. Analgetik

PARAMETER SKOR TOTALJUMLAH SKOR MAX JUMLAH


Ekor berdiri 0 x 0,5 0 5x 0 x 0,5 0
Gerak berputar 0 x1 0 5 x0 x1 0
Reaksi jepit ekor 5 x1 5 5 x1 x1 5
Jumlah 5 5
7. Vasodilatasi

PARAMETER SKOR TOTAL JUMLAH SKOR MAX JUMLAH


Ekor/ telinga merah 0x1 0 5 x0 x1 0
Jumlah 0 0

8. Vasokontriksi

PARAMETER SKOR TOTAL JUMLAH SKOR MAX JUMLAH


Ekor/ telinga pucat 0 x1 0 5 x0 x1 0
Jumlah 0 0

9. Stimulasi sistem saraf

PARAMETER SKOR TOTAL JUMLAH SKOR MAX JUMLAH


Fasikulasi 5x1 5 5 x1 x1 5
Tremor 5x1 5 5 x 1 x 0,5 5
Aktivitas motorik 5x1 5 5 x 1 x 0,5 5
Respirasi 11 x 2 22 5 x3 x2 30
Gerak berputar 5x1 5 5 x1 x1 5
Ekor bergelombang 0x1 0 5 x0 x1 0
Agresif 0x1 0 5 x0 x1 0
Rasa ingin tahu 5x1 5 5 x1 x1 5
Konvulsi 5x1 5 5 x1 x1 5
Temperatur rectum 2x2 4 5 x1 x2 10
Tonus tubuh 10 x 1,5 15 5 x 2 x 1,5 15
Jumlah 71 85

10. Parasimpatolitik

PARAMETER SKOR TOTAL SKOR MAX


Pupil melebar - -

Rumus
a. SBT (Skor Total) = Skor total x Faktor Bobot
b. SBM (Skor Max)= Jumlah Perlakuanuan x Skor
x skor tertinggi x faktor bobot
c. % aktivasi = SBT/SBM x 100%
VI. PEMBAHASAN

Pada dasarnya, percobaan skrinning hipokratik ini dilakukan untuk


mengetahui atau menapis aktivitas suatu obat atau bahan yang belum
diketahui sebelumnya baik yang berasal dari bahan alami maupun
senyawa sintetis atau semisintetis. Hal itu disebut dengan skrining
hipokratik. Obat yang diberikan belum diketahui aktifitas maupun
golongan senyawa tersebut. Oleh karena itu, pada percobaan skrining
hipokratik ini digunakan hewan uji yaitu berupa mencit. Mencit
selanjutnya disuntikan obat dengan dosis 3mg/kg BB dan konsentrasi
obat sebesar 0,3 mg/ml. Mencit disuntikkan secara oral, kanulla
dimasukkan ke dalam mulut mencit, kemudian perlahan-lahan obat
disuntikkan melalui tepi langit-langit ke belakang sampai
esophagus.Kemudian setelah itu mencit tersebut diamati berdasarkan
parameter fisiologis yang terjadi pada menit ke-5, 10, 15, 30, dan 60.

Respon kualitatif yang terjadi yaitu pada saat 5 menit pertama


terlihat ekor mencit berdiri, aktivitas motorik meningkat, agresif, rasa
ingin tahu meningkat, tremor, dan konvulsi. Selanjutnya pada menit ke
10 dan 15 efek obat lebih banyak terlihat. Efek yang teramati pada
menit tersebut diantaranya ditandai dengan menggeliat dan laju
respirasi yang semakin meningkat. Pada menit ke 30 rasa ingin tahu
menurun, tremor, refleks balik hilang, masih menggeliat, temperature
rectum meningkat dan jatuh dari rotaroad. Pada menit ke-60 efek
tremor masih dapat terlihat dan efek lain yang terjadi yaitu reflex
telinga hilang, konvulsi, temperature rectum meningkat dan katalepsi.

Respon kuantitatif agak sulit diamati, karena salah satunya faktor


yang mempengaruhi adalah alat yang terbatas. Respon yang dapat
diamati diantaranya laju pernapasan mencit yang semakin bertambah,
selain itu tonus tubuh mencit juga meningkat. Hal ini dapat dilihat
ketika mencit diletakkan di atas kawat kemudian kawat tersebut
diputar dimulai dari 450-1800mencit dapat bertahan selama beberapa
menit.Pada data pengamatan berdasarkan persentase, efek yang paling
besar adalah analgetik (100%). Efek-efek lainnya terjadi dengan
persentase bervariasi, antara lain penekan SSP (73,3%), relaksasi otot
(89,3%), parasimpatomimetik (73,33%), simpatolitik (60%),
simpatomimetik (60 %), vasokonstriksi (0%), vasodilatasi (0%),
parasimpatolitik (-%) dan stimulansi SSP (83,53%).

Berdasarkan parameter-parameter yang diamati pada percobaan,


obat yang disuntikan merupakan golongan analgetik dan relaksasi otot
(muscule relaxant). Hal ini dapat dilihat dari parameter yang paling
besar bila dikalikan dengan faktor bobot yaitu menggeliat, ekor
naik/berdiri, gerak berputar dan paralisa kaki.Efek lain yang
mendukung yang menunjukkan bahwa obat yang diberikan adalah
golongan relaksan otot adalah rasa ingin tahu menurun, reflex telinga
hilang, jatuh dari rotaroad dan tonus tubuh menurun.

Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang


mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpamenghilangkan
kesadaran.Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling
sering. Analgetika merupakan senyawa yang dapat menekan fungsi
saraf pusatsecara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit
tanpa mempengaruhikesadaran. Analgesik bekerja dengan
meningkatkan nilai ambang persepsi rasasakit. Berdasarkan
mekanisme kerja pada tingkat molekul, analgetika dibagimenjadi dua
golongan yaitu analgetika narkotik dan analgetika non narkotik 
.Meskipun sering berfungsi untuk mengingatkan, melindungi dan
sering memudahkan untuk diagnosis, tetapi pasien merasakannya
sebagai hal yang tidak mengenakkan.Kebanyakan menyiksa dankarena
itu berusaha untuk membebaskan rasa nyeri.Seluruh kulit luar mukosa
yang membatasi jaringan dan juga banyak organ dalam bagian luar
tubuh peka terhadap rasa nyeri.
Obat analgesik adalah obat yang mempunyai efek menghilangkan
atau mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran atau fungsi
sensorik lainnya.Obat analgesik bekerja dengan meningkatkan ambang
nyeri, mempengaruhi emosi (sehingga mempengaruhi persepsi nyeri),
menimbulkan sedasi atau sopor (sehingga nilai ambang nyeri naik)
atau mengubah persepsi modalitas nyeri.

Mencit yang diujicobakan dalam percobaan skrinning hipokratik


ini tidak mengalami peningkatan urinasi, maupun diare yang
mengakibatkan berat badannya menurun. Mencit tersebut juga tidak
mengalami sekresi saliva meningkat sehingga obat ini bukan golongan
parasimpatomimetik.

Ketidakakuratan hasil yang diperoleh mungkin saja terjadi dalam


percobaan ini dikarenakan kesalahan-kesalahan yang terjadi, mungkin
disebabkan karena pengamatan dari efek terapi mencit yang subjektif,
agak susah untuk dapat menentukan apakah terjadi perubahan
signifikan pada mencit. Selain juga dikarenakan keterbatasan alat yang
tersedia. Mencit tersebut juga mungkin saja kurang memberikan efek
terapi yang seharusnya ada oleh karena sifat mencit yang agak resisten.

VII. KESIMPULAN

 Skrining hipokratik adalah salah satu cara untuk menapis


aktivitas suatu obat/bahan yang belum diketahui sebelumnya
baik yang berasal dari bahan alami maupun senyawa sintetis
atau semisintetis.

 Kriteria yang digunakan sebagai parameter untuk pengamatan


ini ialah aktivitas penekan sistem saraf pusat, simpatolitik,
relaksasi otot, simpatomimetik, parasimpatomimetik, analgetik,
vasodilatasi, vasokontriksi, stimulasi system saraf pusat, dan
parasimpatolitik.
 Berdasarkan parameter-parameter yang diamati pada
percobaan, obat yang disuntikan merupakan golongan
Analgetik yang bekerja dengan cara merelaksasikan otot. Hal
ini dapat dilihat dari parameter yang paling besar bila dikalikan
dengan faktor bobot yaitu tonus tubuh meningkat dan respirasi
meningkat. Efek lain yang mendukung yang menunjukkan
bahwa obat yang diberikan adalah golongan analgetik yaitu
ekor naik/berdiri, gerak berputar dan paralisa kaki. Efek lain
yang mendukung yang menunjukkan bahwa obat yang
diberikan adalah golongan relaksan otot adalah menggeliat,
rasa ingin tahu menurun, reflex telinga hilang, jatuh dari
rotaroad dan tonus tubuh menurun.

 Mencit yang diujicobakan dalam percobaan skrinning


hipokratik ini tidak mengalami peningkatan urinasi, maupun
diare yang mengakibatkan berat badannya menurun. Mencit
tersebut juga tidak mengalami sekresi saliva meningkat
sehingga obat ini bukan golongan parasimpatomimetik.

 Faktor yang mempengaruhi hasil eksperimen dalam hal ini


kondisi mencit yaitu keadaan kandang, suasana kandang baru
yang asing, pengamatan hewan dalam kandang, dan keadaan
ruangan tempat hidup hewan percobaan ( cuaca ) dan juga
factor-faktor lainnya seperti kesalahan-kesalahan yang
mungkin dilakukan oleh praktikan (human error).
VIII. DAFTAR PUSAKA

Katzung, Bertram G, (2004), Basic & clinical pharmacology, 9th


Edition, Lange Medical Books/Mcgraw-Hill: New York, Hal
: 6, 152 (e-book version of the text).

Nurmeilis, dkk. 2009. Penuntun Praktikum Farmakologi. Program


Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tan, Hoan Tjay dan Kirana Rahardja. 2003. Obat-Obat Penting.


Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia

Woodley, Michele. 1995. Pedoman Pengobatan. Yogyakarta.


IX. LAMPIRAN
PERTANYAAN
1. Apa beda skrining buta dengan skrining spesifik ?
JAWAB :
Skrining buta adalah program skrining terhadap senyawa
baru yang tidak diketahui aktivitas farmakologinya.Sedangkan
skrining spesifik adalah program skrining yang dilakukan pada
senyawa yang telah dapat diperkirakan khasiatnya.
2. Apa kelebihan metoda skrining hipokratik dibandingkan
dengan skrining spesifik ? Apa pula kelemahannya ?
JAWAB :
a) Kelebihan
- Caranya sederhana dan peralatan yang digunakan
relative murah.
- Aktivitas bahan/obat yang diuji dapat diketahui
dengan cepat.
b) Kekurangan
- Dalam pengamatannya sedikit rumit karena waktu
pengamatan membutuhkan waktu yang singkat (5
menit) sedangkan parameter yang diamati banyak.

3. Apakah toksisitas bahan dapat diramalkan menggunakan cara


skrining ini? Jelaskan.
JAWAB :
Bisa, karena dari skrining hipokratik ini diperoleh seberapa
besar aktivitas dari berbagai kriteria yang diamati.Bila pada
skrining hipokratik ini pada dosis yang besar dapat
memberikan efek yang sangat berlebihan, maka bisa
dinyatakan berefek toksik.

4. Jelaskan tahap-tahap penelitian yang harus dilalui untuk suatu


obat baru agar ia dapat digunakan secara klinis.
JAWAB :
Pengembangan dan penilaian obat ini meliputi 2 tahap uji :
1) Uji Praklinik, Serangkaian uji praklinik yang dilakukan
antara lain :
- Uji Farmakodinamika
- Uji Farmakokinetik, Untuk mengetahui ADME, dan
Merancang dosis dan aturan pakai.
- Uji Toksikologi, untuk mengetahui keamanannya
- Uji Farmasetika
2) Uji Klinik, Uji dilakukan pada manusia. Dibagi
menjadi 4 Fase :
- Uji Klinik Fase I, Fase ini merupakan pengujian
suatu obat baru untuk pertama kalinya pada
manusia.
- Uji Klinik Fase II, Pada fase ini dicobakan pada
pasien sakit.
- Uji Klinik Fase III, Pada manusia sakit, ada
kelompok kontrol dan kelompok pembanding.
Cakupan lebih luas baik dari segi jumlah pasien
maupun keragaman (misal : intra ras). Setelah
terbukti efektif dan aman obat siap untuk
dipasarkan
- Uji Klinik Fase IV, Uji terhadap obat yang telah
dipasarkan (post marketing surveilance). Mamantau
efek samping yang belum terlihat pada uji-uji
sebelumnya

5. Jelaskan hubungan parameter - parameter yang diamati dengan


jenis aktivita-aktivitas yang ditentukan.
JAWAB :
- Piloerection atau bulu mencit berdiriu menunjukkan
adanya kompensasi temperatur yang rendah atau
aktivitas simpatomimetik.
- Skin colour atau warna kulit khususnya daun
telinga, bila berubah dari merah muda menjadi
merah maka menunjukkan adanya vasodilatasi
akibat pengaruh simpatolitik. Warna putih
menunjukkan vasikontriksi karena pengaruh
simpatomimetik.
- Heart rate yaitu detak jantung dapat dipercepat oleh
aktivitas parasimpatomimetik dan dapat
diperlambat oleh depresan pernafasan dan SSP,
khususnya pada dosis tinggi.
- Ukuran pupil dibandingkan antara sebelum dan
sesudah diberi obat. Pelebaran pupil menandakan
bahwa hewan terpengaruh obat para simpatolitik
atau simpatomimetik.

Anda mungkin juga menyukai