OLEH :
KELAS B KELOMPOK 7
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
OKTOBER 2018
NAMA ANGGOTA KELOMPOK 7
1.1 Pendahuluan
1. Mula kerja (onset of action): jumlah waktu yang diperlukan oleh suatu
obat untuk mulai bekerja. Obat yang diberikan secara interperitoneal
secara umum mempunyai mula kerja lebih cepat dibanding obat-obat
yang diberikan secara peroral karena obat yang diberikan sevara peroral
harus mengalammi absorbsi terlebih dahulu di usus.
3. Lama kerja obat (duration of action): lamanyna waktu suatu obat bersifat
terapeutik. Durasi biasanya sesuai dengan waktu paruh obat tersebut
BAB III
3.1. Alat
1. Analgetic meter
2. Spuit 1 ml
3. Sonde
4. Stop watch
3.2. Bahan
1. 2 Tikus
2. Antalgin tablet 500 mg
3. Metamizol Na (Antrain)
Tikus 2 (Peroral)
Berat bedan : 141 mg
Dosis :
250 . 0,141 = 35.25 mg/tikus,
35.25/25 = 1.41 ml
Membalik posisi tikus 1 hingga kepala berada di bawah dan
ekor di atas untuk menurunkan usus tikus 1
Memberi obat peroral pada tikus 1 sebanyak cc. Diberikan
melalui sonde yang dimasukkan melalui mulut tikus hingga
lambung tikus
Memberi obat per-intraperitonial pada tikus 2 melalui injeksi
di bagian perut kiri bawah
Cara/ Waktu
Dosis 5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60’
Per-oral
V11 - - - - - - + + + + + +
VIII - - - - - - - + + + - -
IX - - - - + + + + + - - -
X + + - - - + + - - + + -
XI - - - - - - + + + - - -
XII - + + - - + + + + - - -
33, 16,
16,6 33,3 16,6 16,6 50,0 83,3 83,3 83,3 50,0
% efek 0% 34 67
7% 4% 7% 7% 1% 5% 5% 5% 1%
% %
Cara/Do Waktu
sis 5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60’
Intraperi
toneal
V11 - - - - - - + + + + + +
VIII - - + + + + - - - - - -
IX - - - - + + + - - - - -
X + - - - - - - - - - - -
XI - - - - - + + - - - - -
XII + - - - + + + + - - - -
%efek 33,3 0% 16,6 16,6 50,0 66,6 66,6 33,3 16,6 16,6 16,6 16,6
4% 7% 7% 1% 8% 4% 4% 7% 7% 7% 7%
3.5 Grafik Pengamatan
90.00%
80.00%
70.00%
60.00%
Oral
50.00%
Intraperitoneal
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
5' 10' 15' 20' 25' 30' 35' 40' 45' 50' 55' 60'
3.6 Pembahasan
Dari hasil praktikum yang dilakukan kelompok kami didapatkan data bahwa
pada pemberian analgetik secara peroral dan Intraperitonial tikus tidak
menunjukkan rasa nyeri (+) sama-sama pada menit ke 35. Hasil onset yang sama
antara tikus yang diberi analgenik peroral dan intraperitonial
Pada salah satu kelompok lain pada menit ke 5 dan ke 10 ada tikus yang
sudah tidak merasakan rasa nyeri (+) namun pada menit selanjutnya tikus kembali
merasakan rasa nyeri. Hal ini menunjukkan bahwa pengambilan data di menit ke 5
dan 10 tidak valid sehingga nilai yang sehausnya adalah (-).
Dari hasil pengamatan data dari seluruh kelompok diketahui onset obat
peroral adalah pada menit ke 30 (50%) sedangkan pada pemberian intraperitonial
onset terjadi pada ke menit 25 (50%) hal ini menunjukkan bahwa onset obat yang
diberikan dengan cara intraperitonial lebih cepat daripada obat yang diberikan
secara peroral.
Obat yang masuk peroral akan mengalami perjalanan yang lebih panjang
karena akan melewati sistem pencernaan dahulu sebelum diserap. Selain itu
beberapa obat bisa mengalami first pass effect ataupun mengalami kerusakan
karena perbedaan pH yang bisa terjadi di usus maupun lambung. Di usus pun
terdapat bakteri – bakteri yang mampu menghasilkan enzim sehingga
memetabolisme obat menjadi tidak aktif. Namun, di sinilah mulai terjadi proses
absorbsi secara maksimal. Hal diatas menyebabkan jumlah obat aktif yang masuk
ke pembuluh darah (bioavailabilitas) dari jalur per oral kurang dari 100 %. Setelah
dari usus obat akan diangkut menuju hati oleh vena porta hepatica. Sebagai organ
metabolit hati akan melakukan memetabolisme obat sehingga presentase obat
yang akan diangkut ke organ target semakin sedikit. Hal tersebut akan
menyebabkab onset obat semakin lama dan durasinya semakin pendek karena
sedikitnya obat aktif yang bekerja pada sel jaringan target.
BAB IV
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Dalam keadaan tertentu ataupun keadaan darurat maka pemberian obat yang
lebih efektif untuk pasien secara farmakokinetik adalah intraperitonal. Dengan
cara ini bioawaibilitas obat akan meningkat dan mampu untuk meminimalisir
jumlah obat yang terbuang.
DAFTAR PUSTAKA
Olsol, James. 2004. Belajar Mudah Farmakologi (Lydia I. Mandera ed.). Jakarta:
Penerbil Buku Kedokteran EGC.