LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI BLOK 22 NEUROLOGY AND BEHAVIOR SCIENCE MORFIN
KELOMPOK: C XI SITI HALIMAH BT MARIANI : 102009306
MARSILAH BINTI MOHAMMAD KAMARULZAMAN : 102009312 HENI EZZAWINA BINTI HASSAN : 102009316 MUHAMAD FAZRIN BIN RAMAN : 102009319 SITI NURJAWAHIR BINTI ROSLI : 102009323 AMEER RIDHWAN BIN OSMAN : 102009327 THIRUMURUGAN A/L NYANASEGRAM : 102009334 NUR ANIS BINTI MOHD ANUAR : 102009337 MEGALA A/P BALAKRISHNAN : 102009343
PENDAHULUAN Dalam blok neuroscience, untuk ilmu farmakologi mahasiswa akan belajar mengenai obat-obat yang dipakai untuk penyakit syaraf dan jiwa, serta penyalahgunaan obat (drug abuse) Masalah drug abuse merupakan masalah besar bagi generasi usia remaja dan kematian akibat over dosis (OD) kian bertambah setiap tahun. Untuk itulah, dipilih praktikum mengenai morfin yang metodenya telah dikenal melalui praktikum selama ini. Dalam praktikum ini digunakan kelinci sebagai hewan coba yang memperlihatkan efek depresi nafas yang dapat timbul pada kelebihan dosis morfin (OD), serta pemberian antidotum yang dapat segera mengatasi depresi nafas tersebut. Juga akan diperlihatkan efek morfin yang berlainan pada berbagai spesies (spesies difference) antara lain kucing, tikus dan mencit. Praktikum ini juga bertujuan supaya mahasiswa menguasai teori tentang morfin, reseptor- reseptornya, efek farmakologisnya, indikasinya, sifat agonis, agonis partial, antagonis partial dan antagonis murni.
SASARAN BELAJAR 1. Melihat efek morfin terutama depresi nafas, miosis dan gejala lain yang terjadi pada over dosis (OD) pada manusia yang diperlihatkan pada kelinci 2. Memperlihatkan efek species difference akibat morfin pada berbagai hewan coba 3. Memperlihatkan efek antidotum pada keracunan atau overdosis morfin 4. Melatih mahasiswa menghitung dosis yang tepat yang akan diberi pada masing-masing hewan coba dan memberi suntikan yang tepat sesuai petunjuk.
PERSIAPAN 1. Hewan coba: kelinci, mencit, tikus putih dan kucing 2. Obat-obat: larutan morfin 4%, kafein benzoate 4% dan larutan nalokson. 3. Alat-alat: timbangan hewan coba, baskom plastic, penggaris, semprit dan kandang hewan 4. Dosis larutan morfin 4% yang akan diberikan pada hewan coba: a. Kucing : 20mg/kgBB b. Kelinci : 0.5ml/kgBB c. Tikus : 40-60 mg/kgBB d. Mencit : 40mg/kgBB *Nalokson untuk kelinci 0.01mg/kgBB (=0.2ml) 5. Cara penghitungan dosis yang akan disuntikkan: Misalnya: bb mencit= X gram X/1000 x 40mg = Y mg Larutan 4% ialah 40mg/100ml Yang akan disuntikan = Y/ 40 x 100 ml = Z ml
TATALAKSANA 1. Efek overdosis morfin dan antidoktumnya Untuk memperlihatkan efek morfin pada manusia seperti sedasi, lemas, dan miosis terutama gejala overdosis (OD) morfin dimana terjadi trias intoksikasi akut : depresi nafas, miosis hebat dan koma, maka observasi pada kelinci paling tepat menggambarkan hal tersebut. A. Kelinci 1. Ambillah seekor kelinci, perlakukan hewan coba dengan baik dan tidak kasar. 2. Timbanglah kelinci anda dengan timbangan hewan coba dengan akurat dan catat. 3. Lakukan observasi parameter dasar: sikap kelinci, reflex otot, diameter pupil kanan dan kiri, hitung frekuensi pernafasan dan denyut jantung, kelakukan kelinci. Sikap kelinci : biasanya lincah, jalan-jalan di meja laboratorium Refleks otot: tariklah (jangan terlalu keras) tungkai kaki depannnya, normal biasanya ada tahanan Diameter pupil diukur dalam kondisi cahaya yang constant Frekuensi nafas dapat dihitung dengan meraba dada kelinci atau dengan menghitung kembang-kempinya cuping hidungnnya.Karena frekuensi nafas kelinci cepat maka hitunglah menit kemudian kalikan 4. Denyut jantung dihitung dengan meraba bagian dada bawah tubuh kelinci. 4. Setelah seluruh parameter dasar selesai, hitunglah berapa ml, larutan morfin yang akan disuntik pada kelinci dengan cara perhitungan diatas. 5. Mintalah pada instruktur larutan morfin 4% yang akan disuntik, dalam semprit yang telah disediakan. 6. Lakukan tindakan asepsis, dengan mengosok tempat suntikan dengan larutan alcohol 70%. 7. Suntikan larutan morfin 4% yang sesuai dengan perhitungan untuk kelinci anda secara subkutan di daerah subscapula.Pastikan seluruh cairan morfin tadi masuk ke dalam tubuh kelinci dan tidak ada yang tercecer keluar. 8. Biarakan kelinci tetap diatas meja laboratorium, dan lakukan observasi seluruh parameter tiap 5 menit. 9. Bila frekuensi pernafasan telah 20X/menit, laporkan pada instruktur dan mintalah larutan kafien benzoate 0,5ml dan suntikan secara subkutan pada daerah subscapula. 10. Bila frekuensi pernafasan tetap turun sampai kurang dari 15X/menit, laporkan pada instruktur agar disuntikan nalorfin 0,2ml pada vena marginalis kelinci. 11. Perhatikan pada saat terjadi overdosis pada kelinci yang ditandai dengan : depresi pernafasan, miosis, dan sikap kelinci menjadi cemas, tonus otot sangat menurun, maka beberapa detik setelah penyuntikan nalorfin, maka kelinci akan pulih seperti semula; aktif, tonus otot baik, frekuensi nafas normal.
2. Efek spesies difference morfin Selanjutnya untuk memperlihatkan adanya spesies difference pada morfin, kita menggunakan beberapa hewan coba yang akan memperlihatkan efek yang berlawanan dari kelinci yang mengalami depresi, beberapa jenis binatang seperti kucing, kuda, mencit dan tikus akan mengalami efek eksitasi.Efek muntah oleh morfin yang disebabkan rangsangan pada medulla oblongata dapat diperhatikan pada anjing, namun sudah tidak dilakukan lagi karena anjing tersebut akan sangat menderita. A. Tikus 1. Ambil dan timbanglah berat badan tikus putih dan taruh dalam baskom plastic. 2. Hitunglah dosis larutan morfin 4% yang akan diberikan sesuai berat badan tikus dengan menggunakan rumus perhitungan diatas. 3. Laporkan hasil perhitungan dosis anda pada instruktur dan ambil larutan morfin 4% dalam semprit dengan jumlah yang tepat. 4. Lakukan tindakan asepsis pada suntikan. 5. Peganglah kuduk tikus dengan hati-hati, suntikan larutan morfin secara subkutan di daerah interskapula.Lakukan dengan baik sehingga seluruh larutan dalam semprit masuk ke dalam tubuh tikus dan tidak tercecer keluar. 6. Biarkan tikus tetap dalam baskom plastic dan lakukan observasi sampai timbul sikap katatonik, tikus akan tetap bertahan pada sikap yang diberikan oleh anda, misalnya sikap duduk.Sikap katatonik disebabkan karena kekakuan otot tubuh tikus. B. Mencit 1. Ambil dan timbanglah seekor mencit dengan menggunakan timbangan surat. 1. Hitung dosis larutan morfin 4% seperti rumus diatas. 2. Laporkan perhitungan dosis anda apada instructor dan mintalah larutan morfin 4% sebanyak dosis yang harus disuntikan 3. Lakukan tindakan asepsis pada daerah yang akan disuntik. 4. Peganglah kuduk mencit dengan halus, suntikan larutan morfin secara subkutan pada daerah interskapula, perhatikan jangan sampai ada larutan morfin yang tidak masuk ke dalam tubuh tikus. 5. Letakkan mencit dalam baskom plastic dan lakukan observasi sampai timbul efek rangsangan otot diafragma pelvis dan sfingter ani, yang akan terlihat sebagai efek Straub, yaitu ekor mencit menjadi tegang dan terangkat membentuk huruf S atau lurus ke atas. C. Kucing 1. Hanya dilakukan dalam bentuk demonstrasi. 2. Ambil dan timbang kucing. 3. Hitung dosis larutan morfin yang harus diberikan. 4. Lakuakan tindakan asepsis pada daerah yang akan disuntik. 5. Suntikan larutan morfin 4% sesuai perhitungan dosis secara subkutan pada daerah interskapula. 6. Masukan kucing ke dalam kandang dan lakukan observasi sampai terjadi efek eksitasi dimana kucing akan terlihat liar, pupilnya midriasis, keluar saliva dan gelisah.
HASIL PERCOBAAN Hitungan dosis morfin untuk hewan coba:
Hewan Berat badan (g) Dosis (ml) Kelinci 1400 0,5 x 1,4 = 0,7 Tikus 200 200 x 60 1000 = 0,3 Mencit 25 25 x 40 1000 = 0,025
A. Kelinci Sebelum pemberian morfin Selepas pemberian morfin Masa(menit) 0 5 10 15 20 Denyut Jantung 134 100 80 93 180 Frekuensi nafas 204 78 20 24 32 Diameter pupil kanan (cm) 0.6 0.5 0.4 0.5 1.0 Diameter pupil kiri (cm) 0.6 0.5 0.4 0.5 1.0 Refleks otot Kuat Kuat Lemah Lemah Kuat Sikap Aktif Kurang Aktif Lemas Lemas Aktif Kelakuan Lincah Kurang lincah Pasif Pasif Lincah
Setelah menit ke-10, disuntik larutan kafein benzoat 0.5ml karena frekuensi nafas sudah mencapai 24x/menit .Setelah suntikan, hasilnya: Frekuensi nafas kembali meningkat perlahan ke 24x/menit Refleks otot masih lemah. Sikap kelinci tetap terlihat lemas. Kelakuan kelinci pasif. Larutan nalorfin 0.2ml disuntik pada vena marginalis kelinci pada menit ke-20 dan perubahan pada kelinci terlihat beberapa detik setelah disuntik. Frekuensi nafas kembali meningkat ke 32x/menit Refleks otot semakin kuat Sikap kelinci semakin aktif. Kelakuan kelinci tampak lincah dan kelinci mulai makan. B. Tikus Terlihat sikap katatonik yaitu tikus yang bertahan pada sikap yang dilakukan oleh mahasiswa. Contohnya efek duduk,efek berdiri serta efek berpegang pada pensil. C. Mencit Terlihat efek Straub Ekor mencit menjadi tegang dan terangkat membentuk huruf S atau lurus ke atas. D. Kucing (demonstrasi) Kucing terlihat gelisah,liar, pupil midriasis.
PEMBAHASAN 1. Morfin adalah salah satu obat golongan opioid yang biasa digunakan sebagai analgesik pada nyeri yang hebat. Obat ini diketahui merangsang beberapa reseptor opioid dalam tubuh dengan afinitas yang berbeda-beda. Akibatnya efek yang ditimbulkan juga akan berbeda 2. Perbedaan efek suatu obat dapat disebabkan oleh perbedaan jenis hewan, misalnya morfin menyebabkan eksitasi pada kucing dan kuda, tetapi pada kelinci menyebabkan depresi. Suatu peristiwa yang menyerupai spesies difference ini ialah, peristiwa idiosinkrasi efek obat yang terjadi pada individu tertentu tetapi berbeda dengan efek yang terjadi umumnya, disebabkan kelainan genetik. Misalnya morfin pada kebanyakan orang menyebabkan efek depresi, pada orang tertentu menyebabkan eksitasi. 3. Derivat morfin yang digunakan untuk penggunaan non-analgesik ialah apomorfin dan nalokson. Apomorfin merupakan obat emetic kuat cara kerjanya adalah merangsang chemoreceptor trigger zone di area postrema medulla oblongata. Rangsangan tersebut diteruskan ke pusat muntah hingga terjadi muntah. Sesekali obat ini digunakan untuk mengatasi keracunan. Nalokson ialah derivat morfin yang bersifat antagonis murni. Sangat berguna untuk mengatasi depresi napas oleh analgesic narkotik. 4. Efek morfin pada sistem syaraf pusat berupa analgesia yang dapat meredakan rasa nyeri pada dosis terapinya menjadikan dasar indikasi morfin untuk meredakan dan menghilangkan nyeri hebat yang tidak bisa diobati dengan analgesik non-opioid. Morfin digunakan untuk nyeri yang menyertai infark miokard, neoplasma, kolik renal atau kolik empedu, oklusio pembuluh darah perifer, koroner, atau pulmoner. Juga untuk nyeri yang menyertai perikarditis akut, pleuritis, dan pneumotoraks spontan, serta nyeri akibat trauma. 5. Morfin hanya diberikan pada nyeri hebat karena : morfin dapat menimbulkan ketergantungan meningkatkan ambang rasa sakit mengubah persepsi nyeri memudahkan tidur 6. Gejala trias keracunan akut morfin : Pin point pupil Depresi napas Koma A. Efek morfin pada kelinci. 1. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik praktikum morfin pada kelinci menunjukkan adanya terjadi efek morfin seperti depresi pernafasan, miosis pupil mata, sikap kelinci yang pasif dan tonus otot yang melemah beserta frekuensi napas dan denyut jantung yang berkurang. 2. Hasil praktikum memuaskan apabila efek morfin yang terlihat dan timbulnya tanda-tanda overdosis pada kelinci seawal menit ke-5. 3. Morfin akan memberikan efek berupa depresei pernapasan, miosis dan penurunan kesadaran serta aktivitas motorik dari kelinci. 4. Setelah pemberian kafein benzoate 4% pada menit ke 10, dilihat bahwa frekuensi napas dan denyut jantung tetap menurun pada menit ke 15(terjadinya depresi pernapasan). Kafein benzoate memberi efek stimulasi sistim saraf pusat untuk mengurangi depresi pernafasan.Namun tidak begitu berhasil apabila kelinci terus mengalami depresi pernafasan. 5. Dan apabila disuntik dengan larutan nalokson pada minit ke 20, dilihat kesemuanya kembali normal semula. Pemberian nalokson ini bertujuan untuk menghindari kelinci daripada mati selepas praktikum dilakukan. Larutan nalokson disini berperan sebagai antagonis murni(anti dotum) terhadap overdosis morfin, sehingga gejala- gejala intoksikasi morfin (trias) berupa depresi pernapasan, miosis, dan penurunan kesadaran serta aktivitas motorik dapat dihilangkan pada kelinci tersebut. 6. Morfin digunakan untuk mengurangi nyeri dan sebagai cara penyembuhan dari ketagihan alkohol dan opium. Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatif selektif, yakni tidak begitu mempengaruhi unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar (vibrasi), penglihatan dan pendengaran ; bahkan persepsi nyeripun tidak selalu hilang setelah pemberian morfin dosis terapi. B. Efek morfin pada tikus. 1. Efek morfin yang dapat diobservasi pada tikus tidak sama yang ditunjukkan pada kelinci. Penyuntikan morfin pada tikus akan memberi efek katatonik, yaitu tikus akan tetap bertahan pada sikap yang diberikan oleh pemeriksa, misalnya sikap duduk. Sikap katatonik yang terjadi disebabkan oleh kekakuan otot tubuh tikus. 2. Stupor katatonik : Pada stupor katatonik penderita tidak menunjukan perhatian sama sekali terhadap lingkungan. Emosinya seperti dangkal. Gejala yang penting adalah gejala psikomotor seperti : a. Mutisme kadang-kadang dengan mata tertutup. b. Muka tanpa mimik seperti topeng. c. Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama. d. Bila diganti posisinya penderita ditantang : Negativisme. e. Makanan ditolak , air ludah tidak ditelan, sehingga terkumpul didalam mulut dan meleleh keluar, air seni dan dejection ditahan. f. Terdapat grimas dan katalepsi. Secara tiba-tiba atau pelan-pelan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan mulai berbicara dan bergerak.
C. Efek morfin pada mencit 1. Sebelum penyuntikkan mencit nampak aktif. Setelah diberi suntikkan morfin, mencit menjadi agak lebih lemas sebentar sebelum akhirnya menjadi aktif lagi. Kurang lebih 20 menit setelah penyuntikkan, mencit menjadi aktif lagi, bahkan sedikit lebih aktif dari sebelum penyuntikkan (eksitasi sedang). 2. Pada mencit yang diberi morfin pada percobaan diatas, ekornya berbentuk seperti huruf S (efek Straub). Hal ini disebabkan oleh terjadinya kontraksi dari musculus diaphragma pelvis dan musculus sphincter ani.
D. Efek morfin pada kucing 1. Pada kucing demonstrasi yang disuntik morfin, kucing menunjukkan gejala eksitasi, nampak agressif, lakrimasi, dan hipersalivasi. Gejala di atas memang seharusnya menjadi efek morfin pada kucing di samping mania, midriasis (tidak terlalu nampak pada kucing demonstrasi karna kucing bergerak terus), 2. Morfin dapat ditoleransi dengan baik pada kucing dan jarang menghasilkan eksitasi SSP bila diberikan dalam dosis yang direkomendasikan secara klinis. Pada dosis 3mg/kg pada kucing percobaan itu tidak menimbulkan tanda-tanda eksitasi, sedangkan pada pemberian dosis 5-10mg/kg timbul eksitasi SSP. 2. Pemberian morfin dengan dosis 2mg/kg IM terlihat gejala seperti midriasis, sedasi, emesis, dan tampak gelisah sebagai efek samping, tetapi SSP eksitasi dan "mania morfin" tidak dicatat dalam penelitian ini. 3. Pada dosis klinis yang relevan dari 0,2 mg / kg yang terhasil adalah muntah pada kucing sehat, tetapi sebaliknya tidak menimbulkan dysphoria atau eksitasi.Sebaliknya, kucing memperlihatkan tanda euforia dengan mendengkur dan meremas. 4. Mekanisme utama dari metabolisme morfin pada kucing adalah pembentukan konjugat sulfat kontras dengan konjugat glukuronat yang turut dihasilkan oleh sebagian besar spesies lain.Kurangnya pembentukan konjugat glukuronat pada kucing tidak dijangka tetapi metabolisme masih cepat pada kucing dan merupakan indikasi obat ekstraksi yang tinggi. 5. Studi farmakokinetik pada kucing telah menunjukkan distribusi volume yang lebih kecil dan clearance lebih lambat dibandingkan dengan anjing, dengan waktu paruh eliminasi yang hampir identik.Dengan asumsi kucing menanggapi efek analgesik morfin pada konsentrasi yang sama seperti binatang lainnya, 0.2-0.3mg/kg IV, IM, SC setiap 3-4 jam akan menghasilkan konsentrasi plasma yang sama seperti spesies hewan lainnya. Efek samping morfin pada kucing mirip dengan yang pada anjing.
PENUTUP Dari percobaan yang dilakukan, efek morfin yang diberikan kepada manusia dapat diperlihatkan pada hewan coba, yaitu kelinci manakala pada hewan coba yang lain seperti tikus, mencit, dan kucing, efek yang terlihat adalah berbeda karena adanya species difference. Efek morfin pada sistem saraf pusat manusia sebagai analgesik umumnya adalah efek depresi, tetapi dapat berbeda antara satu individu dengan yang lain. Manakala apabila terjadinya overdosis, efek yang dapat terlihat adalah pin point pupil, depresi napas dan koma. Maka, dalam pemberian morfin, dosis dan observasi adalah sangat dibutuhkan karena morfin tergolong dalam opioid kuat yang dapat menimbulkan efek samping seperti ketergantungan dan overdosis.
DAFTAR PUSTAKA 1. Nah Y.K, Rumawas M.A, Azalia A, Sudradjat S, Wijaya D. Morfin. Buku Panduan Tatalaksana Praktikum Farmakologi. Bagian farmakologi. Fakultas Kedokteran. 2. Katzung B.G, Trevor A.J, Masters S.B. Pharmacology, examination and board review. International edition. McGraw Hill Lange. 8 th edition. 2008. 3. Hardman J.G, Limbird L.E. Morfin. Dasar farmakologi terapi. Goodman & Gilman.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2008