Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

TIMBULNYA EFEK OBAT DAN LAMANYA KERJA


OBAT (OOA dan DOA)

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6 - KELAS C

ANGGOTA:
PETRA ARUNG PATODING 1810202
MARIA VARANI SETYADI 1910012
SABRINA TALIZA YASMIN 1910053
TANIA FEBIOLA 1910083
YUNITA ASTARI KARAMBE 1910115
MADE ISMARY MENTIKARATIH 1910143
DAYU AMIZORA 1910172
ADITYA MAULANA ANDARUSMAN 1910175

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG 2019
Abstrak

Onset of Action ​(OOA) merupakan waktu yang diperlukan dari saat pemberian obat
hingga muncul efek obat. Panjang waktu OOA bergantung pada cara pemberian obat dan
kecepatan absorpsinya. Selain itu, ​Duration of Action ​(DOA) merupakan jangka waktu obat
bekerja secara efektif hingga obat tersebut dieliminasi.

Percobaan "Timbulnya Efek Obat dan Lamanya Kerja Obat" ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui OOA dan DOA obat Diazepam pada subjek percobaan kelinci.
Kelinci disuntikkan obat Diazepam pada vena marginalis dengan dosis 0.7mg/1.5kg BB
kelinci. Dilakukan juga pengamatan keadaan umum (denyut jantung, pernafasan, diameter
pupil, reaksi kornea, tonus, dan warna pembuluh darah) serta waktu mulai penyuntikan,
mulai anestesi, dan selesai anestesi untuk menentukan OOA dan DOAnya.

Didapatkan hasil sebagai berikut:


● BB kelinci : 2kg
● Mulai penyuntikkan : 13.35
● Mulai anestesi : 13.38
● Selesai anestesi : 14.07
● Keadaan umum

Dari percobaan ini disimpulkan bahwa obat diazepam memberikan efek hipnotik dan
anestesi pada kelinci yang ditunjukkan dengan adanya penurunan keadaan umum kelinci.
Ditemukan juga OOA selama 3 menit dan DOA selama 29 menit.
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam arti luas farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel
hidup,lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Mekanisme kerja obat melalui reseptor,
yang dikenal dengan teori pendudukan reseptor (“Reseptor Occupation”). Reseptor itu
sendiri terdiri dari:
a. Reseptor Fisiologik
b. Bukan Reseptor Fisiologik

2. Mekanisme kerja obat tanpa melalui reseptor :


a. Efek obat tersebut dapat berupa efek non spesifik dan gangguan pada membran.
b. Efek obat dapat pula melalui interaksi obat dengan molekul kecil atau ion.
c. Efek obat dapat pula berupa inkorporasi obat dalam makromolekul.

Reseptor obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati,
mendiagnosis penyakit gangguan atau menimbulkan suatu kondisi tertentu.Mayoritas obat
bekerja secara spesifik terhadap suatu penyakit. Namun tidak jarang obat yang bekerjanya
secara menyeluruh.

Hewan yang digunakan untuk percobaan ini diantaranya adalah kelinci.


Karakteristik utama kelinci : kelinci jarang sekali bersuara, hanya dalam keadaan nyeri luar
biasa ia akan bersuara. Kelinci pada umumnya cenderung untuk berontak apabila merasa
keamanannya terganggu.

Oleh karena itu Dosis obat harus diberikan pada percobaan untuk menghasilkan efek yang
diharapkan tergantung dari banyak faktor, antara lain usia, bobot badan, beratnya penyakit
dan keadaan data tangkis penderita. Takaran pemakaian yang dimuat dalam Farmakope
Indonesia dan farmakope negara-negara lain hanya dimaksudkan sebagai pedoman saja.
Begitu pula dosis maksimal (MD), yang bila dilampaui dapat mengakibatkan efek toksis,
bukan merupakan batas yang mutlak untuk ditaati. Dosis maksimal dari banyak obat dimuat
di semua farmakope, tetapi kebiasaan ini sudah ditinggalkan Farmakope Eropa dan
Negara-negara Barat, karena kurang adanya kepastian mengenai ketepatannya, antara lain
berhubung dengan variasi biologi dan factor-faktor tersebut di atas. Sebagai gantinya kini
digunakan dosis lazim, yaitu dosis rata-rata yang biasanya (lazim) memberikan efek yang
diinginkan.
Faktor-faktor yang memodifikasi aksi obat:
1. Berat badan
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Kondisi patologi
5. Idiosinkrasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Onset of action​ adalah waktu mulai dari diberikannya obat sampai obat berikatan dengan
reseptor dan menimbulkan efek pertama kali. Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi, cara
pemberian, formulasi obat dan distribusinya dalam tubuh.

Duration of action​ adalah waktu dari saat timbulnya efek pertama kali sampai hilangnya efek
obat. Dipengaruhi dari waktu paruh obat dalam plasma, adanya zat zat yang bersifat agonis
atau antagonis dan kecepatan tubuh mengeliminasi obat. Eliminasi esensial adalah jumlah
total dari semua proses yang mengakhiri kerja obat.

Zat yang bersifat ​agonis​ artinya bekerja secara sinergis dengan obat yang dipakai, dengan
demikian memperkuat efek obat, sedangkan yang bersifat ​antagonis​ ia kerjanya berlawanan
atau menghambat kerja obat yang dipakai.

Adapun waktu dimana obat anestesi mulai bekerja serta kapan pengaruhnya berkurang
hingga pada akhirnya hilang.

● Efek Anestesi Umum:


A. Efek Utama
Keadaan dibawah sadar, hipnosis, analgesia.
B. Efek Samping
Tergantung dari bagaimana cara obat itu diberikan. Efek samping sendiri
dapat dikurangi dengan adanya obat-obat medikasi preanestetik (Narkotik,
sedatif barbiturat, sedatif non barbiturat, antikolinergik dan penenang)

● Jenis Obat anastesi


Umumnya obat anestesi umum diberikan secara inhalasi atau suntikan intravena.
1. Anestetik Inhalasi.
Nitrogen aksida yang stabil pada tekanan dan suhu kamar merupakan salah
satu anestetik gas yang banyak dipakai karena dapat digunakan dalam bentuk
kombinasi dengan anestetik lainnya. Halotan, enfluran, isofluran,desfluran dan
metoksifluran merupakan zat cair yang mudah menguap.Sevofluran
merupakan anestesi inhalasi terbaru tetapi belum diizinkan beredar di USA.
Anestesi inhalasi konvensional seperti eter, siklopropan,dan kloroform
pemakaiannya sudah dibatasi karena eter dan siklopropan mudah terbakar
sedangkan kloroform toksik terhadap hati.
2. Anestetik intravena.
Beberapa obat anestetik diberikan secara intravena baik tersendiri maupun
dalam bentuk kombinasi dengan anestetik lain nya untuk mempercepat
tercapainya stadium anestesi atau pun sebagai obat penenang pada penderita
gawat darurat yang mendapat pernafasan untuk waktu yang lama, yang
termasuk:
● Barbiturat (tiopental, metoheksital)
● Benzodiazepine (Midazolam, diazepam)
● Opioid analgesik dan neuroleptik
● Obat-obat lain (profopol, etomidat)
● Ketamin, arilsikloheksilamin yang sering disebut disosiatif anestetik.

● Obat-obat anestesi inhalasi


Teknik pemberian obat inhalasi:
A. Sistem Terbuka
Cairan terbang(eter, kloroform, trikloretilen) diteteskan tetes demi tetes ke
atashelai kain kasa dibawah suatu kap dari kawat yang menutupi mulut dan
hidung pasien. b.
B. Sistem Tertutup
Suatu mesin khusus menyalurkan suatu campuran gas dengan oksigen
kedalam suatu kap dimana sejumlah CO2 dari ekshalasi dimasukkan
kembali.c.
C. Insuflasi
Gas atau uap ditiupkan kedalam mulut atau tenggorok dengan perantaraan
suatu mesin.
Obat yang tergolong obat Anestesi Inhalasi adalah: Halotan, enfluran, isofluran,sevofluran,
desflurane, dan methoxyflurane merupakan cairan yang mudah menguap.

● Anestesi umum dapat dibagi menjadi empat stadium, yaitu:


1. Stadium I. Stadium Analgesia. Penderita tetap sadar tetapi telah mengalami
pengurangan kesadaran akan nyeri.
2. Stadium II. Stadium Eksitasi. Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai
stadium operasi. Penderita mengalami amnesia setelah kejadian tersebut,tetapi
refleks dan otonomik jadi tidak teratur serta kontrol respirasimeningkat selama
stadium ini. Dapat disertai dengan aritmia jantung,spasme bronkus, spasme
laring dan muntah
3. Stadium III. Stadium Anestesia Operasi. Penderita tidak sadar dan
tidakmemiliki reflek nyeri. Ditandai dengan adanya relaksasi otot rangka,
tetapirespirasi teratur dan tekanan darah dapat dipertahankan dengan baik.
4. Stadium IV. Stadium Depresi Medular. Penderita mengalami depresi
pernafasan (paralisis diafragma) dan depresi tekanan darah yang berat.Tanpa
fentilasi mekanik dan bantuan farmakologi terhadap tekanan darah, pasien
akan meninggal
BAB III
METODE DAN BAHAN

1. Metode
a. Timbang berat badan kelinci
b. Perhatikan keadaan umum dan aktivitas kelinci
c. Hitung denyut jantung kelinci setiap 5 detik, lakukan sebanyak 3 kali, lalu
dikalikan 4
d. Hitung pernafasan kelinci, dengan memperhatikan pergergerakan pada
cuping hidungnya
e. Ukur diameter pupil kelinci dengan menggunakan penggaris
f. Cek reaksi pada kornea kelinci
g. Cek reaksi tonus pada kelinci
h. Cek warna pembuluh darah kelinci
i. Hitung obat yang akan diberikan dengan dosis diazepam 0,7 mg / 1,5 kgBB
kelinci
j. Baringkan kelinci pada papan kelinci, lalu ikat pangkal paha kelinci pada
papan kelinci tersebut
k. Suntikkan obat ke dalam vena marginalis sebelah dorsal dari dari salah satu
daun telinga kelinci dengan menggunakan wing needle
l. Arahkan jarum suntik ke arah pangkal telinga dengan kemiringan yang sesuai
dan hati-hati
m. Jika sudah tercapai keadaan anestesi dengan tanda pernapasan yang
semakin melambat, hentikan penyuntikkan
n. Kemudian catat waktu penyuntikkan, saat kelinci mulai teranestesi, jumlah
obat yang terpakai, dan lama nya kelinci teranestesi
2. Bahan
a. Wing needle
b. Kapas kering
c. Kapas dengan alkohol
d. Papan kelinci
3. Hewan coba: kelinci
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Berat Badan kelinci : 2000 gram atau 2 kg

Dosis : 0.9333 mL

Dosis yang diberikan : 0.9333 mL

Hasil:

Denyut Pernafasan Diameter Reaksi Tonus Warna


jantung pupil kornea pembuluh
darah

Sebelum 252/menit 252 1 cm + + Merah

Sesudah 184/menit 64 0.5 cm - + Pucat

Mulai penyuntikan : 13.35 p.m


Mulai anestesi : 13. 38 p.m
Selesai anestesi : 14.07 p.m
Onset of Action : 13.38 - 13.35 (3 menit)
Duration of Action : 14.07 - 13.38 (29 menit)

Pembahasan

Penghitungan dosis obat


Dosis = 0.7mg/1.5kg BB kelinci
Jadi:
Dosis= BB kelinci/1.5 * 0.7
= 2/1.5)*0.7
= 0.9333

Penghitungan Onset of Action


Waktu mulai penyuntikkan-waktu muncul efek anestesi
=13.38 - 13.35
=3 menit

Penghitungan Duration of Action


=14.07 - 13.38
=29 menit

BAB V
SIMPULAN

Timbulnya efek obat serta lamanya kerja obat dipengaruhi oleh cara pemberian
obat, kecepatan absorpsi obat serta kecepatan eliminasi obat atau ekskresi obat.
Setiap obat memiliki OOA (Onset Of Action) dan DOA (Duration Of Action) yang
berbeda-beda juga. Pada percobaan ini dilakukan penyuntikan obat Diazepam
dengan cara intravena (IV) pada kelinci dan mencatat denyut jantung, pernafasan,
diameter pupil, reaksi kornea, tonus, dan warna pembuluh darah sebelum dan
setelah diberi obat. Pada percobaan anestesi, kelinci akan memperlihatkan
penurunan tanda-tanda vital sehingga menghasilkan OOA (Onset Of Action) selama
3 menit dan DOA (Duration Of Action) selama 29 menit. Dari situ kita dapat
simpulkan bahwa pemberian obat anestetik akan menghasilkan tanda-tanda vital
yang menurun seperti turunnya denyut jantung , pernafasan , diameter pupil
mengecil ,dan tidak ada reaksi kornea.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
VARIASI INDIVIDU TERHADAP OBAT

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6 - KELAS C

ANGGOTA:
PETRA ARUNG PATODING 1810202
MARIA VARANI SETYADI 1910012
SABRINA TALIZA YASMIN 1910053
TANIA FEBIOLA 1910083
YUNITA ASTARI KARAMBE 1910115
MADE ISMARY MENTIKARATIH 1910143
DAYU AMIZORA 1910172
ADITYA MAULANA ANDARUSMAN 1910175

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG 2019
Abstrak

Suatu obat dengan dosis yang sesuai dan cara pemberian yang sama dapat memberikan
reaksi yang berbeda pada individu yang berbeda. Contoh dari variasi individu meliputi alergi
(hipersensitivitas) dan perbedaan dosis terapeutik.

Percobaan "Variasi Individu Terhadap Obat" ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
perbedaan tingkat pengaruh obat pada subjek percobaan 12 ekor mencit setelah 1 jam
penyuntikkan 0.5mL Diazepam IP (Intra Peritoneal) dengan cara pengamatan tingkah laku
mencit (relaksasi otot, respon terhadap nyeri, ataksia, dan pernapasan).
Tingkat pengaruh obat tersebut beserta hasilnya meliputi:
+ (pengaruh kecil sekali): 3 ekor mencit
++ (tidur tapi masih bereaksi terhadap rangsang): 9 ekor mencit
+++ (mencit lemah rileks tapi tidak bereaksi terhadap rangsang): 0 ekor mencit
++++ (mencit mati): 0 ekor mencit

Dengan hasil tersebut disimpulkan bahwa mencit menunjukkan variasi biologis (dengan
dosis yang sama menghasilkan rentang intensitas pengaruh obat yang berbeda), dengan
hasil pengaruh kecil sekali sebanyak 3 mencit, dan pengaruh tidur tapi masih bereaksi
terhadap rangsang sebanyak 9 mencit.
BAB I
PENDAHULUANPAPER
ABOUT
RELATED

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI


PERCOBAAN 1
PENANGANAN HEWAN PERCOBAANDisusun Oleh :Shinti Kusu!
De"i#1$K1%1%&'SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN
FARMASIPROGRAM STUDI STRATA 1 FARMASIBOGOR (%1)

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan,
sebagai mahasiswa kedokteran sudah seharusnya untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan
dengan obat baik dari segi,farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi
dan toksikologinya. Farmakologi sebagai ilmu yang berbeda dari ilmu lain secara umum
pada keterkaitan yang erat dengan ilmu dasar maupun ilmu klinik sangat sulit mengerti
farmakologi tanpa pengetahuan tentang fisiologi tubuh, biokimia, dan ilmu kedokteran klinik.
Jadi, farmakologi adalah ilmu yang mengintegrasikan ilmu kedokteran dasar dan
menjembatani ilmu praklinik dan klinik. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan
farmasi, yaitu cara membuat, memformulasi, menyimpan, dan menyediakan obat.

Penggunaan hewan percobaan terus berkembang hingga kinipegunaan hewan percobaan


tersebut antara lain sebagai pengganti dari subyek yang diinginkan, sebagai model.
Hewan yang digunakan untuk percobaan ini diantaranya adalah mencit. karakteristik utama
mencit yaitu hewan mencit di laboratorium mudah ditangani ia bersifat penakut,
fotofobia,cenderung berkumpul sesamanya, mempunyai kecenderungan untuk bersembunyi
dan lebih aktif dimalam hari dari pada siang hari. Kehadiran manusia akan menghambat
aktivitas mencit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Variasi individu adalah variasi dalam respon terhadap dosis obat yang sama dan populasi
yang sama. Hubungan antara dosis dan efek obat digambarkan dalam kurva sigmoid Variasi
individu digambarkan dengan garis horizontal dan vertikal. ​Garis horizontal​ menunjukkan
bahwa untuk menimbulkan efek obat dengan intensitas tertentu pada suatu populasi
diperlukan rentang dosis atau dapat dikatakan dosis berbeda tetapi efek sama, sedangkan
Garis vertikal​ bahwa pemberian obat dengan dosis tertentu pada populasi akan menimbulkan
suatu rentang intesitas efek atau juga dapat dikatakan dosis sama tetapi efek berbeda.

● Faktor-faktor yang mempengaruhi variasi biologis :


a. Dosis yang diberikan
- Kepatuhan penderita
- kesalahan medikasi
b. Dosis yang diminum
● Faktor-faktor farmakokinetik​ :
- absorbsi (jumlah dan kecepatan)
- distribusi
- biotransformasi
- ekskresi
● Faktor-faktor farmakodinamik :
- interaksi obat-reseptor.
- keadaan fungsional
- mekanisme homeostatik
● Yang mempengaruhi variasi individu adalah:
- usia
- jenis kelamin
- berat badan
- faktor genetik
- cara pemberian obat
- absorbsi
- ekskresi
- biotransformasi
- kecepatan absorbsi
- saat pemberian
- faktor lingkungan.

● Kondisi fisiologis
1. Usia
pada prematur terdapat perbedaan respon yang terutama disebabkan oleh belum sempurnanya
berbagai fungsi farmakokinetik tubuh, Sedangkan pada usia lanjut, perbedaan respon
disebabkan oleh beberapa faktor seperti penurunan fungsi ginjal, perubahan faktor-faktor
farmakodinamik, adanya berbagai macam penyakit, dan penggunaan banyak obat sehingga
meningkatkan kemungkinan terjadinya interaksi obat.
2. Berat Badan
penting digunakan untuk menghitung dosis yang dinyatakan dalam mg/kg.
● Kondisi Patologis.
1. Penyakit saluran cerna
2. Penyakit kardiovaskular
3. Penyakit hati
4. Penyakit ginjal.

● Reaksi Individu Terhadap Obat


- Alergi :reaksi yang tidak diharapkan dalam hubungan dengan imunologi.
- Hipereaktif:efek yang timbul berlebihan. Dosis rendah sekali sudah
memberikan efek.
- Toleransi:hiporeaktif akibat penggunaan obat bersangkutan sebelumnya.
- Idiosinkrasi: efek obat yang aneh (Bizarre), ringan maupun berat, tidak
tergantung dosisi dan sangat jarang terjadi. Biasanya dipengaruhi oleh genetik
dalam metabolisme obat atau mekanisme imunologik.
- Hiporeaktif :efek baru timbul setelah diberikan dosis yang tinngi sekali
BAB III
METODE DAN BAHAN
1. Metode
a. Ambil 3 ekor mencit, lalu masukkan masing-masing ke dalam beaker glass
b. Ambil 2 mL atau 1 cc diazepam dengan menggunakan spuit tuberkulin
c. Pegang mencit dengan posisi terlentang dan posisi kepala berada lebih
rendah daripada badannya, agar obat tidak masuk ke usus
d. Suntikkan diazepam 1 mL secara intraperitoneal di sebelah kiri dari perut
mencit
e. Lalu masukkan kembali mencit ke dalam beaker glass
f. Perhatikan pergerakan dan respon mencit terhadap rangsangan selama 1
jam
g. Beri tanda + bila mencit masih aktif terhadap rangsang
h. Beri tanda ++ bila mencit dalam keadaan tidur namun masih bereaksi
terhadap rangsang
i. Beri tanda +++ bila mencit tidur dan tidak memberi reaksi terhadap rangsang
j. Beri tanda ++++ bila mencit dalam keadaan mati
k. Kemudian catat hasilnya, lalu buatlah grafik yang menggambarkan hubungan
antara tingkat pengaruh obat dalam garis horizontal dengan jumlah mencit
yang berada dalam pengaruh obat dalam garis vertikal
2. Bahan
a. Diazepam 1 cc atau 2mL
b. 3 beaker glass
c. Spuit tuberkulin 1 cc
3. Hewan coba : mencit
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berat badan mencit : 25 gram


Dosis yang diberikan : 0.5 cc atau 1 ml

Mencit Tingkat pengaruh obat

Kelompok 5 1 ++
2 ++
3 ++

Kelompok 6 4 ++
5 +
6 ++

Kelompok 7 7 ++
8 ++
9 ++

Kelompok 8 10 +
11 +
12 ++

Tingkat pengaruh obat Jumlah mencit yang terpengaruh obat

+ 3

++ 9

+++ -

++++ -

Keterangan:

+ : Untuk pengaruh sedikit sekali


++ : Untuk pengaruh sedang tidur tetapi masih bereaksi terhadap rangsang.
+++ : Untuk mencit yang lemah relaks dan tak dapat dibangunkan
++++ : Untuk mencit yang mati

● Grafik

○ Dapat dilihat variasi individu dari tingkat pengaruh obat dan jumlah mencit yang
mengalami efek obat tersebut
BAB V
SIMPULAN
Pemberian suatu obat dengan dosis yang sama dan cara pemberian yang sama
terhadap suatu individu dengan adanya perbedaan berat badan, tinggi badan, atau
sifat-sifat lain individu akan memberikan reaksi berbeda terhadap pemakaian obat ,
atau yang disebut sebagai Variasi Individu Terhadap Obat. Pada percobaan
penyuntikan Diazepam terhadap mencit akan terlihat bahwa obat akan
menghasilkan efek yang berbeda-beda dimana mencit dengan pengaruh tidur tetapi
masih bereaksi itu lebih banyak dibandingkan mencit dengan pengaruh sedikit
sekali.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai