Anda di halaman 1dari 51

PERCOBAAN I

PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan

Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa diharapkan :

1. Mampu menangani hewan mencit, tikus, kelinci, marmot dan katal untuk
percobaan farmakologi.
2. Mengetahui cara menangani hewan secara manusiawi serta faktor-faktor
yang mempengaruhi responnya.
3. Mengetahui sifat-sifat hewan percobaan

Teori

Dalam praktikum farmakologi, percobaan dilakukan terhadap


hewan hidup, karena itu hewan harus di perlakukan secara manusiawi, yaitu
antara lain dengan mengetahui sifat-sifat hewan tersebut. Perlakuan yang
tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat menimbulkan penyimpangan-
penyimpangan dalam hasil pengamatan.

Karakteristik beberapa hewan percobaan yang sering digunakan dalam


praktikum farmakologi.

1. Mencit
- Penakut dan fotofobik
- Cenderung sembunyi dan berkumpul dengan sesamanya
- Mudah ditangani
- Lebih aktif pada malam hari
- Aktifitas terganggu dengan adanya manusia
- Suhu normal badan 37,4 ᵒC
- Laju respirasi : 163 / menit

Laboratorium Farmakologi 1
2. Tikus
- Sangat cerdas
- Mudah ditangani
- Tidak begitu bersifat fotofobik
- Lebih resisten terhadap infeksi
- Kecenderungan berkumpul dengan sesama sangat kurang
- Jika makanan kurang atau diperlakukan secara kasar akan menjadi
liar, galak dan menyerang si pemegang
- Suhu normal badan 37,5ᵒC
- Laju respirasi 210 / menit

3. Kelinci
- Jarang bersuara kecuali merasa nyeri
- Jika merasa tak aman akan berontak
- Suhu rektal umumnya 38 - 39,5˚C
- Suhu berubah jika ada perubahan lingkungan
- Laju respirasi 38 - 65 / menit, umumnya 50 / menit pada kelinci
dewasa normal
4. Marmot
- Jinak, mudah ditangani, jarang menggigit
- kulit halus dan berkilat
- bila dipegang, bulu tebal dan kuat tapi tidak kasar
- tidak mengeluarkan cairan di hidung dan telinga
- laju denyut jantung 150 – 160 / menit
- laju respirasi 110 – 150 / menit
- suhu rektal 39 – 40ᵒC
5. Katak
- kulit lembab dan licin

Volume pemberian obat pada hewan percobaan


Volume cairan yang diberikan pada hewan percobaan harus
diperhatikan tidak melebihi jumlah tertentu.

Laboratorium Farmakologi 2
Dalam Tabel 1 diberikan beberapa jumlah batas volume yang dapat diberikan
pada hewan percobaan.
Tabel 1. Batas Maksimal volume untuk rute pemberian pada hewan
percobaan
Hewan Batas maksimal (ml) untuk rute pemberian
percobaan
Iv Lm Ip Sc Po
Mencit 0,5 0,05 1 0,5 1
Tikus 1 0,1 3 2 5
Kelinci 5-10 0,5 10 3 20
Marmot 2 0,2 3 3 10
( M. Boucard, et al, Pharmacodynamics, Guide de Travaux Pratiques, 1981 –
1982)
Untuk senyawa yang tidak larut di buat suspensi dengan gom arab dan
diberikan dengan rute pemberian oral.

Penggunaan dosis pada hewan percobaan


Untuk memperoleh efek farmakologis yang sama dari suatu obat
pada setiap spesies hewan percobaan, diperlukan data mengenai penggunaan
dosis secara kuantitatif. Hal demikian akan lebih diperlukan bila obat akan
dipakai pada manusia, dan pendekatan terbaik adalah dengan menggunakan
perbandian luas permukaan tubuh. Beberapa spesies hewan percobaan yang
sering digunakan, dipolakan perbandingan luas permukaannya seperti terlihat
pada Tabel 2.

Laboratorium Farmakologi 3
Tabel 2. Perbandingan Luas Permukaan Tubuh Hewan Percobaan
(Untuk Konversi Dosis)
20g 200 g 400 g 1,5 kg 2 kg 4 kg 12 kg 70 kg

Mencit Tikus Marmot Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia

20 g
Mencit 1,0 7,0 12,29 27,8 23,7 64,1 124,2 387,9
200 g
Tikus 0,14 1,0 1,74 3,3 4,2 9,2 17,8 56,0
400 g
Marmot 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5

1,5 kg
Kelinci 0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2
2 kg
Kucing 0,03 0,23 0,41 0,92 1 2,2 4,1 13,0
4 kg
Kera 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
12 kg
Anjing 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1
70 kg
Manusia 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,13 0,16 0,32 1,0

( Laurence and Bacharach, A.L., Evalution o, Drug Activities :


Pharmacometris, 1964)
Cara penggunaan tabel :
Bila diinginkan dosis absolut pada manusia 70 kg dari data dosis
pada anjing 10 mg/kg (untuk anjing dengan bobot badan 12 kg), maka
dihitung terlebih dahulu dosis absolut pada anjing, yakni (10 x 12) = 120 mg.
Dengan mengambil faktor konversi pada Tabel 2, diperoleh dosis untuk
manusia, yaitu ( 120 x 3,1 ) = 372 mg. Dengan demikian dapat diramalkan

Laboratorium Farmakologi 4
efek farmakologis suatu obat yang timbul pada manusia dengan dosis 372 /
70 kg BB adalah sama dengan yang timbul pada anjing dengan dosis 120 / 12
kg BB dari obat yang sama.

Faktor- faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan:


1. Faktor Internal
- Variasi biologik ( usia,jenis kelamin )
- Ras dan sifat genetik
- Status kesehatan dan nutrisi
- Bobot tubuh
- Luas permukaan tubuh
2. Faktor Eksternal
- Suplai oksigen
- Pemelihara lingkungan fisiologik dan isoosmosis
- Pemelihara keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau organ
untuk percobaan
3. Faktor lainnya
- Keadaan kandang
- Suasana asing atau baru
- pengalaman hewan dalam penerimaan obat
- keadaan ruang tempat hidup (suhu, kelembaban, ventilasi, cahaya,
kebisingan)
- penempatan hewan

Bahan dan alat


Hewan percobaan : -mencit - sarung tangan
- tikus - alat suntik

Laboratorium Farmakologi 5
Prosedur
1 Mencit
1.1 Cara Perlakuan
- Mencit diangkat ujung ekornya dengan tangan kanan, letakan pada
permukaannya tidak licin misalnya kasa, ram kawat, sehingga
kalau ditarik mencit akan mencengkram, seperti terlihat pada
Gambar 1.1.
- Telunjuk dan ibu jari tangan kiri menjepit kulit tengkuk sedangkan
ekornya masih di pegang dengan tangan kanan. Kemudian posisi
tubuh mencit dibalikan sehingga permukaan perut menghadap kita
dan ekor di jepitkan antara jari manis dan kelingking tangan kiri,
seperti terlihat pada Gambar 1.1 di bawah ini.

Gambar 1.1
Sumber : The Laboratory Mouse

Laboratorium Farmakologi 6
1.2 Cara pemberian obat
- Oral : Diberikan dengan sonde oral yang ditempelkan
pada langit-langit atas mulut mencit, kemudian
masukan pelan- pelan sampai ke esopagus.

Gambar 1.2.1
Sumber : The Laboratory Mouse

- Sub kutan : Diberikan di bawah kulit dan di daerah tengkuk


dengan suntikan.

Gambar 1.2.2
Sumber : The Laboratory Mouse

- Intravena : Diberikan melalui vena ekor dengan jarum suntik


no.24

Gambar 1.2.3
Sumber : The Laboratory Mouse

Laboratorium Farmakologi 7
- Intramuskular : Disuntikan pada paha posterior seperti Gambar
1.2.4
- Intraperitonial : Mencit dipegang dengan cara seperti Gambar 1.2.5
tetapi kepala agak kebawah abdomen. Jarum suntik
dengan sudut 10ᵒ dari abdomen agak ke pinggir,
untuk mencegah tertekannya kandung kemih dan
apabila terlalu tinggi akan mengenai hati.

1.3. Anestesi

Gambar 1.2.4. Intramuskular Gambar 1.2.5. Intraperitonial


(Sumber : The Laboratory Mouse

Volume penyuntikkan untuk mencit umumnya 1ml/100 gBB. Kepekatan


larutan obat yang disuntikkan disesuaikan dengan volume yang dapat disuntikkan
tersebut.

1.1. Anastesi
Senyawa-senyawa dan cara yang dapat digunakan adalah: eter dan
karbondioksida. Letakan obat dalam wadah deksikator, kemudian hewan
dimasukan kedalam wadah tertutup. Bila hewan sudah kehilangan kesadaran
maka hewan dikeluarkan dan siap dibedah. Penambahan selanjutnya bisa
diberikan dengan bantuan kapas sebagai masker.

Halotan
Didigunakan untuk anestesi yang lebih lama.

Pentobarbital natrium dan heksobarbital natrium.


Dosis pentobarbital natrium adalah 45 mg – 60 mg / kg untuk pemberian
intraperitonial, dan 35 mg / kg untuk cara pemberian intravena. Dosis
heksobarbital natrium adalah 75 mg / kg untuk intra peritonial dan 47 mg / kg
untuk pemberian intra vena.

Laboratorium Farmakologi 8
Uretan (etil karbamat)
Bentuk larutan 25% dalam air diberikan dengan dosis 1000 – 1250 mg / kg
secara intraperitonial.

1.4. Cara mengorbankan


- Pemberian dosis CO₂ YANG MEMATIKAN
- Pemberian Pentobarbital-Na tiga kali dosis normal (135 – 180 mg /
kg BB)
- Dislokasi leher
Hewan dipegang pada ekornya, kemudian ditempatkan pada
permukaan yeng bisa dijangkaunya. Dengan demikian hewan tersebut,
akan meregangkan badannya. Pada tengkuknya kemudian ditempatkan
suatu penahan, misalnya pensil yang di pegang dengan satu tangan.
Tangan lainnya kemudian menarik ekornya dengan keras, sehingga
lehernya akan terdislokasi dan mencit akan terbunuh, seperti Gambar
1.4.

Gambar 1.4.
(Sumber : The Laboratory Mouse)

2. Tikus
2.1. Cara perlakuan
- bisa dilakukan seperti ini, tetapi pegangannya pada bagian tengkuk
bukan dengan memegang kulitnya, bisa juga dengan menjepit leher
dengan jari tengah dan telunjuk. Lihat gambar 2.1 dan gambar 2.2.

Laboratorium Farmakologi 9
Gambar 2.1 Gambar 2.2

2.2. Cara pemberian obat


- oral, iv, im, ip seperti pada mencit
- sub kutan : Dibawah kulit abdomen, dibawah telapak kaki. Volume
penyuntikkan paling baik untuk tikus adalah 0,2-0,3 ml / 100gram
bobot badan.

2.3. anastesi
Senyawa dan caranya sama dengan anastesi pada mencit.

2.4. cara pengorbankan


- cara kimia : Dengan menggunakan CO₂ Eter dan pentobarbital dengan
dosis yang sesuai
- Cara fisik :
Letakkan tikuss di atas sehelai kain, kemudian bungkuslah badan tikus
termasuk kedua kaki depannya. Bunuhlah dengan salah satu cara
berikut :
Pukullah bagian belakang telinganya dengan tongkat.
Peganglah tikus dengan perutnya menghadap keatas, kemudian
pukullah bagian belakang kepalanya pada mermukaan yang keras
seperti meja atau permukaan logam, dengan sangat keras.

Laboratorium Farmakologi 10
3. Kelinci
3.1. cara perlakuan
Harus perlakuan halus tapi sigap, karena ia cenderung berontak. Untuk
menangkap atau memperlakukan kelinci jangan dengan mengangkat
pada telinganya, tetapi dengan cara memegang kulit dengan tangan kiri,
kemudian pantatnya di angkat dengan tangan kanan dan didekapkan ke
dekat tubuh seperti gambar 3.1 dan 3.2

Gambar 3.1 Gambar 3,2

3.2. Cara pemberian obat


Oral : dengan sonde oral dengan bantuan alat penahan rahang
dan feeding tube no.6-8.
Subkutan : di kulit bagian pinggang atau tengkuk. Caranya angkat
kulit dan tusukkan jarum dengan arah anterior.

Gambar 3.3
.(Sumber : The Norwegian Reference Centre for Laboratory Animal Science & Alternative)

Intravena : di vena marginalis seperti terlihat pada gambar 3.2. sebelumnya


telinganya dibasahi dengan alkohol atau air panas.

Laboratorium Farmakologi 11
Intramuskular : dilakukan pada otot kaki belakang
Intraperitoneal : posisi kelinci diatur sedemikian rupa sehingga letak
kepala lebih rendah daripada perut. Penyuntikan dilakukan
pada garis tengah di muka kandung kencing,

Gambar 3.3.
.(Sumber : The Norwegian Reference Centre for Laboratory Animal Science & Alternative)

3.3. Anastesi
Senyawa dan cara yang digunakan adalah pentobarbital natrium disuntikan
secara perlahan-lahan. Dosis untuk anastesi umum adalah 22 mg / kg BB.
Untuk anastesi singkat diambil ½ dari dosis di atas, ditambah eter.

3.4. Cara mengorbankan


- Dengan CO₂
- Injeksi pentobarbital-Na 350 mg
- Dislokasi leher
Caranya : pegang kaki belakan kelinci dengan tangan kiri sehingga
badan dan kepalanya tergantung ke bawah menghadap kekiri. Pukullah
sisi telapak tangan kanan dengan keras pada tengkuk kelinci. Seperti
terlihat pada gambar 3.3. selain itu dapat juga digunakan alat, misalnya
tongkat.

Laboratorium Farmakologi 12
4. Marmot
4.1. Cara pemberian
Marmot dapat diangkat dengan jalan memegang badan bagian atas dengan
tangan yang satu dan memegang bagian belakangnya dengan tangan yang lain
seperti pada Gambar 4.1

Gambar 4.1.
4.2. Cara pemberian obat
Oral : Dengan sonde oral (hewan harus di anastesi ) volume 5 ml
atau enam bahan makanan lain.
Intradermal : Bulu marmot pada daerah yang akan disuntikan dicukur
dulu. Suntikkan sedalam ± 2 cm ke dalam kulit.
Subkutan : Angkat bagian kulit dengan mencubit. Tusukkan jarumnya
ke bawah kulit dengan arah paralel dengan otot
dibawahnya.
Intraperitoneal : Marmot dipegang perutnya sedemikian sehingga perutnya
agak menjolok ke muka. Jarum suntik di suntikan seperti
subkutan, tetapi sesudah masuk kedalam kulit, jarum akan
ditegakkan sehingga menembus lapisan otot masuk ke
dalam daerah peritonium.
Intramuskular : jarum dimasukkan melalui kulit dan diarahkan pada
jaringan otot, jangan terlalu dalam sampai menyentuh
tulang paha. Daerah penyuntikan adalah otot paha bagian
posterior – lateral
Intravena : jarang digunakan

Laboratorium Farmakologi 13
4.3. Anastesi
Yang digunakan biasanya eter dan pentobarbital natrium. Eter digunakan
untuk anastesi singkat, setelah hewan dipuasakan selama 12 jam. Dosis
pentobarbital natrium adalah 28 mg / kg.

4.4. Cara mengorbankan


Dapat dilakukan secara kimiawi dengan CO₂, tetapi cara yang paling umum
dan cepat adalah dengan mematahkan lehernya.
Caranya :-dengan pukulan keras pada tengkuk
-dengan memukul belakang kepalanya pada permukaan horizontal
keras
-dislokasi dengan tangan

5. Katak
5.1. Cara perlakuan
Katak dipegang pada leher / punggung, karena kulit licin harus menggunakan
lap kasar.

5.2. Cara pemberian obat


Oral : dengan memakai spatula, mulutnya di tutup, diurut – urut sedikit
agar obatnya masuk
Lokal : absorpsi pada kulit, misalnya uretan
Parental : Cairan obat disuntikkan ke dalam lambung limfa ventral / dorsal
memakai jarum hipodermik no 12/177 ke bagian tengah tubuh
secara perlahan

5.3. Anestesi
Katak direndam dalam 1% uretan sampai teranestesi sempurna, atau
disuntikan larutan uretan 35% secara intra peritonial.

5.4. Cara mengorbankan


Pegang kaki belakang, peganglah pada ujung logam atau permukaan yang
keras.

Laboratorium Farmakologi 14
Pertanyaan
1. Sebutkan keuntungan serta kerugian pemakaian masing-masing hewan
tersebut diatas.

2. Mencit adalah hewan yang paling banyak digunakan dalam percobaan di


laboratorium, mengapa ?

Laboratorium Farmakologi 15
3. Faktor-faktor apa yang perlu diperhatikan dalam memilih spesies hewan
percobaan yang bersifat skrining ataupun pengujian suatu efek khusus

Telah diperiksa asisten


Tanggal :
Nilai :
Paraf Asisten :

Laboratorium Farmakologi 16
PERCOBAAN II
CARA PEMBERIAN OBAT

Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa :
1. Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian.
2. Menyadari berbagai pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya.
3. Dapat menyatakan konsekwensi dari pengaruh rute pemberian obat
terhadap efeknya

Teori
Rute pemberian obat merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan, fisiologis,
anatomis dan biokimiawi yang berbeda ini karena ada hal-hal yang berbeda
seperti :
- Suplai darah
- Struktur anatomi dari lingkungan kontak antara tubuh dan obat
- Enzim-enzim dan getah-getah fisiologi yang terdapat
Hal-hal ini menyebabkan jumlah obat yang dapat mencapai terdapat kerjanya
dalam waktu tertentu berbeda, tergantung rute pemberian obat. Meskipun rute
pemberian obat secara oral merupakan yang paling lazim, seringkali rute ini
tidak digunakan mengingat hal-hal yang dikemukakan, kondisi penerimaan
obat dan sifat-sifat obat itu sendiri.
Dalam percobaan ini yang akan dilakukan adalah pemberian obat
secara oral, intravena, intraperitoneal, intramuskular, sub kutan dan rektal.

1. Rute pemberian obat secara oral


Hewan percobaan : Mencit
Zat yang diberikan : air/Pentotal natrium
Alat : Sonde oral, Alat suntik,

Laboratorium Farmakologi 17
Prosedur
Mencit/Tikus dipegang tengkuknya. Sonde oral telah diisi air diselipkan dekat
kelangit langit tikus dan diluncurkan masuk ke esofagus.”larutan didesak
keluar dari jarum oral.

2. Rute pemberian secara subkutan


Bahan : Bahan-bahan sama seperti pada pemberian oral.
Alat : Alat suntik 1ml

Prosedur
Penyuntikan biasanya dilakukan di bawah tengkuk atau abdomen. Seluruh
jarum ditusukan langsung ke bawah kulit dan larutan obat didesak keluar dari
alat suntik.

3. Rute pemberian obat secara intravena


Bahan : Bahan sama seperti pemberian oral.
Alat : Alat suntik 1 ml

Prosedur
Tikus dimasukan kedalam tempat khusus yang memungkinkan ekornya
keluar. Sebelum disuntikan sebaliknya pembuluh vena pada ekor didilatasi
dengan cara di hangatkan atau dengan cara dioleskan dengan pelarut organik
seperti aseton dan eter. Bila jarum suntik tidak masuk vena, terasa ada
tahanan, jaringan ikat di sekitar daerah penyuntikan memutih, dan bila piston
alat suntik ditarik tidak ada darah yang masuk ke dalam. Bila harus dilakukan
penyuntikan berulang maka penyuntikan harus dimulai di daerah ekor.

4. Rute pemberian obat secara interaperitonal


Bahan dan alat yang digunakan sama seperti pada pemberian intravena.

Laboratorium Farmakologi 18
Prosedur
Larutan obat disuntikan disekitar gluteus maximus atau ke dalam otot paha
lain dari kaki belakang. Harus selalu di check apakah jarum masuk ke dalam
vena. Dengan menarik kembali piston alat suntik.

Pengamatan :
1. Untuk masing-masing rute pemberian obat, catat waktu pemberiannya.
Saat timbul dan hilangnya masing-masing efek
2. Efek yang diamati yaitu berbagai tingkat depresi diantaranya :
- Aktivitasnya spontan dan respon terhadap stimulus pada 3
- Perubahan aktivitas spontan atau dengan stimulasi ( gerakan tidak
terkoordinasi )
- tidak ada respon lokomotorik kalau didistimulasi, tetapi righting
reflex masih ada.
- Usaha untuk menegakan diri tidak berhasil
- Diam tidak bergerak, usaha untuk tidak menegakan diri tidak lagi
dicoba.
3. Buatlah tabel yang memuat hasil-hasil pengamatan saudara. Dari tabel itu
dapat dilihat secara lengkap, apa yang saudara kerjakan dan hasil
percobaan yang diamati.
4. Bahaslah hasil percobaan ini dan buatlah kesimpulannya.

Laboratorium Farmakologi 19
Pertanyaan
1. Jelaskan secara spesifik dengan contoh-contoh, mengenai karakteristik
lingkungan fisiologis, anatomis dan biokimiawi yang berada pada daerah
kontak mula antara obat dan tubuh.

Jumlah suplai darah yang berbeda :


Contoh akibatnya

Struktur anatomi yang berbeda :


Contoh akibatnya

Enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang berbeda


Contoh Akibatnya

Laboratorium Farmakologi 20
2. Uraikan secara terperinci kondisi-kondisi penerimaan obat yang
menentukan rute pemberian obat yang dipilih.

3. Sebutkan 3 contoh dimana sifat obat menentukan cara pemberiannya

4. Sebutkan implikasi-implikasi praktis dari pemberian obat ( umpamanya


persyaratan sediaan farmasi yang diberikan dengan rute tertentu , dosis
obat jika dipilih rute pemberian obat tertentu dsb).

Telah diperiksa Asisten


Tanggal :
Nilai :
Paraf asisten :

Laboratorium Farmakologi 21
PERCOBAAN III
DOSIS RESPON OBAT DAN INDEKS TERAPI

Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa :
1. Memperoleh gambaran bagaimana merancang eksperimen untuk
memperoleh DE₅₀ dan DL₅₀
2. Memahami konsep indeks terapi dan implikasi-implikasinya.

PRINSIP
Intensitas efek obat pada makhluk hidup lazimnya meningkatkan
jika dosis obat yang diberikan kepadanya juga ditingkatkan. Prinsip ini
memungkinkan untuk menggambarkan kurva efek obat sebagai fungsi dari
dosis yang diberikan, atau menggambarkan kerva dosis-respon. Dari kurva
demikian dapat diturunkan DE₅₀, artinya yang memberikan efek yang diteliti
pada 50% dari hewan percobaan yang digunakan. Prinsip yang sama sama
dapat digunakan untuk menurunkan DL₅₀ atau dosis yang menimbulkan
kematian pada 50% dari hewan percobaan yang digunakan.
Untuk dapat menentukan secara teliti DE₅₀ ataupun DL₅₀ lazimnya
dilakukan berbagai transformasi dengan menggunakan transformasi log –
probit. Dalam hal ini dosis yang digunakan ditransformasi menjadi
logaritmanya. Dan persentasi hewan yang memberikan respon
ditransformasikan menjadi nilai probit.

Bahan dan Alat


Hewan percobaan: Mencit
Bahan Obat : Tiopental Natrium
Alat : Alat suntik 1 ml, timbangan hewan

Prosedur
1. Mencit dibagi 6 kelompok dan masing-masing terdiri dari 5 ekor
2. Setiap mencit pada setiap kelompok diberi tanda supaya mudah dikenal.

Laboratorium Farmakologi 22
3. Obat ( Tiopental natrium ) diberikan secara interaperitonial kepada setiap
mencit dan setiap kelompok diberikan dosis yang meningkat. Dosis yang
diberikan adalah sbb :
Kelompok Dosis (mg/kg BB)
I 25
II 50
III 75
IV 100
V 125
VI Disuntikan NaCl fisiologik

4. Amati dan catat jumlah mencit yang kehilangan “righting reflex” pada
setiap kelompok dan nyatakan angka ini dalam persentase serta catat juga
mencit yang mati pada setiap kelompok tersebut.
5. Gambarkan grafik dosis-respon :
Pada kertas grafik log pada kordinat persentase hewan yang
memberikan efek ( hilang “righting reflex” atau kematian ) pada dosis yang
digunakan.
Dengan memperhatikan sebesar titik-titik pengamatan, gambarkan grafik
dosis respon yang menurut pemikiran saudara paling representatif untuk
fenomena yang diamati. Turunkan dari grafik yang diperoleh DE₅₀. Tiopental
untuk menghilangkan “righting reflex” pada mencit yang lazimnya dinilai
sebagai saat mulai tidur bila ada, juga DL₅₀ nya

Laboratorium Farmakologi 23
Pertanyaan
1. Bagaimana cara menghitung indeks terapi suatu obat

2. Diskusikan konsep indeks terdiri dari segi efektivitas dan keamanan


pemakaian obat.

3. Diskusikan implikasi suatu obat dengan kurva dosis respon yang terjal dan
yang datar.

Telah diperiksa Asisten


Tanggal :
Nilai :
Paraf Asisten :

Laboratorium Farmakologi 24
PERCOBAAN IV
OBAT SISTEM SYARAF OTONOM ( ANTIKOLINERGIK )

Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa diharapkan :
1. Menghayati secara lebih baik pengaruh berbagai obat sistem syaraf
otonom dalam pengendaian fungsi-fungsi vegetatif tubuh
2. Mengenal suatu teknik untuk mengevaluasi aktivitas obat antikolinergik
pada neoroefektor parasimpatikus.

Teori
Sistem syaraf otonom yang dikenal juga sebagai sistem syaraf
vegetatif, sistem syaraf viseral atau sistem syaraf tidak sadar, sistem
mengendalikan dan mengatur keseimbangan fungsi-fungsi intern tubuh yang
berada diluar pengaruh kesadaran dan kemauan. Sistem syaraf ini terdiri dari
serabut syaraf-syaraf, ganglion-ganglion dan jaringan syaraf yang mensyarafi
jantung, prmbuluh darah, kelenjar-kelenjar, alat-alat dalaman dan otot-otot
polos. Meskipun tata penghantaran impuls syaraf di syaraf pusat belum
diketahui secara sempurna, namun ahli-ahli farmakologidan fisiologi
menerima bahwa impuls syaraf dihantar oleh serabut syaraf melintasi
kebanyakan sinaps dan hubungan neuroefektor dengan pertolongan senyawa-
senyawa kimia khusus yang dikenal dengan istilah neurohumor-transmitor .
Obat-obat yang sanggup mempengaruhi fungsi syaraf otonom, bekerja
berdasarkan kemampuannya untuk meniru atau memodifikasi aktifitas
neurohumor-transmitor tertentu yang dibebaskan oleh serabut syaraf otonom
di ganglion atau sel-sel ( organ-organ ) efektor.
Prinsip pada percobaan ini adalah pemberian zat kholinergik pada hewan
percobaan menyebabkan salivasi dan hiversalivasi yang dapat diinhibisi oleh
zat antikholinergik.

Laboratorium Farmakologi 25
Bahan dan Alat
Hewan percobaan: Mencit jantan dengan BB 20 g di puasakan sebelum
percobaan ( 18 jam )
Bahan percobaan : - Uretan ( 1,8 g/kg BB )
- Atropin 0,40 % ( 1 mg / kg BB ) s.c.
- Pilocarpin 0,02% ( 2mg / kg BB ) s.c.
- Gom arab 3%
Alat : Papan berukuran 40 x 30 cm yang diletakan diatas papan
lain dengan ukuran yang sama. Papan pertama membuat
sudut 10⁰ dengan papan kedua, sehingga membentukan
segitiga. Papan bagian atas diberi alas 4 cm ) setelah itu
kertas saring ditaburi bubu biru metilen sebagai lapisan
tipis.

Prosedur
1. Persiapkan alat untuk percobaan, buatkan larutan gom dan obat
2. Hewan percobaan dipilih secara acak, amati kesehatannya, kemudian
masing-masing hewan ditimbang dan diberi tanda pengenalnya.
3. Pada waktu T = 0, satu kelompok diberi atropin p.o dan segera sesudah
pemberian urethan i.p. kelompok kontrol hanya diberikan larutan gom
dengan cara yang sama.
4. Pada waktu T = 15 menit, kelompok lain disuntikan atropin 0,015 mg/kg
BB (s.c), segera setelah disuntikan urethan.
5. Pada waktu T = 45 menit, semua mencit diberikan pilokarpin secara
subkutan
6. Kemudian masing-masing mencit diletakan diatas kertas saring pada alat (
1 mencit per kotak ). Penempatan mencit haruslah sedemikian sehingga
mulutnya berdada tepat diatas kertas, kemudian ekornya diikat dengan
seutas tali dan diberi beban sebagai penahan.
7. Setiap 5 menit setiap mencit di tarik ke kotak berikutnya yang letaknya
lebih atas. Selanjutnya diulangi hal yang sama selama 25menit sampai
kotak paing atas,

Laboratorium Farmakologi 26
8. Amati besarnya noda yang terbentuk diatas kertas di setiap kotak dan
tandai batas noda ( pakai spidol ).
9. Diameter noda diukur dan dihitung persentase inhibisi yang diberikan oleh
kelompok atropin
Semua hasil perhitungan dimasukan kedalam tabel dan dibuatkan grafik
inhibisi persatuan waktu.

Pembahasan :
Bahas secara terperinci, singkat dan jelas hasil percobaan saudara.

Telah diperiksa Asisten


Tanggal :
Nilai :
Paraf Asisten :

Laboratorium Farmakologi 27
PERCOBAAN V

PENGUJIAN EFEK ANALGETIK

Tujuan Percobaan

Setelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa :

1. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek


analgesik suatu obat.
2. Memahami dasar-dasar perbedaan daya analgetik berbagai obat analgetika.
3. Mampu memberikan pandangan mengenai kesesuaian khasiat yang dianjurkan
untuk sediaan-sediaan farmasi analgetika.

Teori
Banyak, mugkin pula semua sensasi nyeri disebabkan karena pembebasan
senyawa-senyawa kimia tertentu oleh stimulus nyeri. Senyawa-senyawa kimia
yang dibebaskan ini ada yang menyerupai bradiokinin yang dapat menyebabkan
rasa nyeri, misalnya vasodilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan migrain
atau menimbulkan kejang-kejang otot viseral atau iritasi maupun kerusakan
jaringan setempat, tergantung pada serabut saraf yang menghantarkan impuls
nyeri ke korteks sensorik di otak, maka sensasi nyeri didasari sebagai nyeri yang
tajam, menusuk atau nyeri yang bersifat linu. Penyadaran sensasi nyeri sendiri
sebagai respon terhadap stimulus nyeri yang dapat sangat bervariasi dari orang ke
orang. Analgetik narkotik seperti morfin diketahui juga memodifikasi reaksi dan
respon orang terhadap nyeri, sehingga nyeri yang dideritanya dapat lebih baik.
Obat-obat analgetik adalah kelompok obat yang memiliki aktivitas
menekan atau mengurangi rasa nyeri terhadap rangsangan nyeri mekanik, termik,
listrik atau kimiawi di pusat dan perifer atau dengan cara menghambat
pembentukan prostaglandin sebagai mediator sensasi nyeri. Kelompok obat ini
terbagi kedalam golongan analgetik kuat (analgetika narkotik) yang bekerja
sentral terhadap sistem saraf pusat dan golongan analgetik lemah (analgetika non-
narkotik) yang bekerja secara perifer.

Laboratorium Farmakologi 28
Pada pemakaian yang tidak hati-hati obat-obat dalam kelompok pertama
dapat menimbulkan ketergantungan, sedangkan obat-obatan pada kelompok kedua
adakalanya memiliki efek antipiretika di samping efek analgetik seperti asetosal
dan efek antiradang seperti phenilbutazon. Di samping itu, ada beberapa obat
yang meskipun tidak digolongkan analgetik, bekerja secara spesifik untuk
meringankan penderitaan nyeri seperti ergotamin, senyawa-senyawa nitrit dan
kolkhisin. Pada waktu mengevaluasi efek obat analgetik perlu diperhatikan bahwa
metoda-metoda eksperimental yang ada tidak selalu dapat mendiskriminasikan
dengan baik antara obat yang potensial dan yang tidak potensial sebagai analgetik
pada manusia. Kesulitan disebabkan pula karena tidak semua tipe nyeri dapat
direproduksi secara eksperimental. Secara umun dianggap bahwa potensi sustu
analgetik tidak dapat dievaluasi dengan baik secara eksperimental dalam orang
sehat sehingga eksperimen-eksperimen untuk maksud ini selalu direncanakan
untuk situasi klinik. Metoda pengujian aktivitas analgetik dilakukan dengan
menilai kemampuan zat uji untuk menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang
diinduksi pada hewan percobaan (mencit, tikus dan marmot) yang meliputi
induksi secara mekanik, termik, elektrik dan secara kimia. Metode pengujian
dengan induksi nyeri secara mekanik atau termik lebih sesuai untuk mengevaluasi
obat analgetika kuat. Pada umumnya daya kerja analgetika dinilai pada hewan
dengan mengukur besarnya penigkatan stimulus nyeri yang harus diberikan
sebelum ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap stimulus
nyeri atau juga peranan frekuensi respon nyeri.
Prinsip metode pada induksi nyeri secara panas ini yaitu hewan percobaan
ditempatkan di atas plat panas dengan suhu tetap sebagai stimulus nyeri yang akan
memberikan respon dalam bentuk mengangkat atau menjilat telapak kaki depan
atau meloncat. Selang waktu antara pemberian stimulus nyeri dan terjadinya
respon yang disebut dengan waktu reaksi, dapat ditingkatkan oleh pengaruh obat-
obatan analgetika. Penigkatan waktu reaksi ini selanjutnya dapat dijadikan
parameter dalam mengevaluasi aktivitas analgetika.

Laboratorium Farmakologi 29
1. Metode Induksi Mekanik (Termik)
Bahan dan alat
Hewan percobaan : Mencit putih jantan dengan berat badan 25-30 gram yang
memberikan respon dalam waktu 3-6 detik setelah
ditempatkan pada plat panas. Mencit-mencit yang
memberikan respon kurang atau lebih dari waktu reaksi
tersebut tidak digunakan dalam percobaan.
Bahan : - Obat analgesik asetosal, asam mefenamat dan paracetamol.
- Larutan NaCl fisiologis atau larutan suspensi gom arab 1-
2%.

Alat : - Alat suntik 1 ml/sonde oral


- Plat panas suhu 550C dilengkapi thermostat
- Stopwatch
- Timbangan mencit

Prosedur
1. Mencit ditimbang, diamati waktu reaksi pada 5 dan 19 menit sebelum
pemberian obat. Rata-rata dari waktu reaksi pada kedua pengamatan ini
merupakan waktu normal.
2. Suntikan pada masing-masing mencit secara i.p obat-onatan sbb:

Kelompok I : Asetosal

Kelompok II : Paracetamol

Kelompok III : Tramadol

3. Waktu reaksi diamati pada 10, 20, 30, 45, 60, dan 80 menit setelah perlakuan.
Waktu reaksi adalah waktu dari saat hewan diletakkan di atas plat panas
(550C) sampai tepat memeberikan respon (kaki depan diangkat atau dijilat).
4. Waktu reaksi dari tiap tahap pengamatan dan tiap hewan dicatat.
5. Tabelkan hasil-hasil pengamatan dengan sebaik-baiknya.
6. Gambarkan suatu pengamatan terhadap respon mencit untuk stimulus nyeri.

Laboratorium Farmakologi 30
2. Metode Induksi Kimia
Bahan dan Alat
Hewan percobaan : Mencit putih jantan dengan berat badan 20-25 gram.
Bahan : - Asam asetat 0,7 % v/v
- Obat analgesik standar (asam asetil salisilat/aspirin)
- Obat analgesic yang diuji (asam mefenamat dan
paracetamol)
- Larutan NaCl fisiologis atau larutan suspensi gom arab 1-
2%.

Alat : - Alat suntik 1 ml/sonde oral


- Sonde oral mencit
- Stopwatch
- Timbangan mencit
- Wadah penyimpanan mencit

Prosedur

Pengujian ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Hewan dibagi atas tiga kelompok, yang terdiri atas:


a) Kelompok kontrol
b) Kelompok obat standar
c) Kelompok obat uji (dua dosis)
Setiap kelompok terdiri atas 4-5 ekor mencit.
2. Semua hewan dari setiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan
kelompoknya, yaitu:
a) Kelompok control diberi Larutan NaCl fisiologis atau larutan suspensi
gom arab 1-2%.
b) Kelompok obat standar diberi asam asetil salisilat.
c) Kelompok obat uji diberi asam mefenamat/paracetamol.
Pemberian zat/obat diberikan secara oral.
3. Setelah 30 menit, hewan diberi asam asetat 0,7 % secara i.p.

Laboratorium Farmakologi 31
4. Segera setelah pemberian asam asetat, gerakan geliat hewan diamati dan
jumlah geliat dicatat setiap 5 menit selama 60 menit jangka waktu
pengamatan.
5. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis variansi
dan kebermaknaan perbedaan jumlah geliat antara kelompok control dan
kelompok uji dianalisis dengan Student’s t-test.
6. Daya proteksi obat uji terhadap rasa nyeri dan efektivitas analgesiknya
dihitung dengan rumus berikut.

Jumlah geliat kelompok uji


% Proteksi = 100 – (Jumlah geliat kelompok kontrol 𝑥 100%)

% Proteksi zat uji


% Efektivitas analgesic = % Proteksi asam asetil salisilat 𝑥 100%

7. Data disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.

Pertanyaan

1. Apa perbedaan obat analgesic narkotik dan analgesik non-narkotik ?

Laboratorium Farmakologi 32
2. Bagaimana mekanisme kerja obat analgesik non-narkotik ?

3. Bagaimana mekanisme kerja obat analgesik-antipiretik dalam menurunkan


suhu tubuh ?

4. Terangkan mengapa asam asetat dapat menginduksi rasa nyeri (geliat) ?

Telah Diperiksa Asisten


Tanggal :
Nilai :
Paraf Asisten :

Laboratorium Farmakologi 33
PERCOBAAN VI

PENGUJIAN EFEK ANTIDIARE

Tujuan Percobaan

Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mengetahui


sejauhmana aktivitas obat antidiare dapat menghambat diare yang disebabkan
oleh oleum ricini pada hewan percobaan.

Teori

Diare ditandai dengan frekuensi defekasi yang jauh melebihi frekuensi


normal, serta konsistensi feses yang encer. Diare dapat bersifat akut atau kronis.
Penyebab diare pun bermacam-macam.
Diare akut dapat disebabkan oleh infeksi bakteri seperti E. coli, Shigella,
Salmonella, dan V. cholera,virus serta amuba seperti E. histolytica dan Giardia
lambia. Selain itu dapat pula disebabkan oleh toksin bakteri seperti
Staphylococcus aureus, dan Clostridium welchii yang mencemari makanan.
Diare kronis mungkin berkaitan dengan berbagai gangguan
gastrointestinal, ada pula diare yang berlatar belakang kelainan psikosomatik,
alergi oleh makanan atau obat-obat tertentu, Di samping itu, diare kronis ini dapat
disebabkan oleh kelainan pada sistem endokrin dan metabolisme, kekurangan
vitamin dan sebagai akibat radiasi.
Diare yang berkepanjangan sangat melemahkan penderitanya karena tubuh
kehilangan banyak energi cairan elektrolit tubuh, sehingga memerlukan terapi
pengganti dengan cairan dan elektrolit serta kalori, obat antibakteri atau amuba,
bergantung pada penyebab diare tersebut ataupun obat-obat lain yang bekerja
memperlambat peristaltik usus, menghilangkan spasme atau nyeri, dan
menenagkan.
Metode pengujian aktivitas antidiare di sini, ditujukan terbatas pada
aktivitas obat yang dapat memperlambat peristaltik usus, sehingga mengurangi

Laboratorium Farmakologi 34
frekuensi defekasi dan memperbaiki konsistensi feses, yaitu motode proteksi
terhadap diare oleh oleum ricini.
Oleum ricini mengandung kandungan trigliserida asam risinoleat yang
dihidrolisis di dalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan asam
risinolat. Sebagai cairan dan elektrolit serta menstimulasi peristaltik usus.
Obat yang berkhasiat antidiare dapat melindungi hewan percobaan mencit
terhadap diare yang diinduksi oleh oleum ricini.

Bahan dan Alat

Hewan percobaan : Mencit putih jantan dengan berat badan 20-25 gram. Hewan
yang digunakan untuk percobaan memiliki feses normal.
Bahan : - Loperamid Tablet (2 mg dan 4 mg)
- Suspensi gom arab 3%
- Larutan Norit 10%
- Aquades

Alat :- Alat suntik 1 ml/sonde oral

- Sonde oral mencit


- Stopwatch
- Timbangan mencit
- Bejana silinder

Prosedur
1. Pertama yang harus dilakukan adalah ditimbang semua bobot mencit.
2. Dikelompokkan secara acak menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol
diberikan larutan PGA 3%, kelompok uji diberikan Loperamid dosis I dan
dosis II secara per oral selama 15 menit.
3. Pada waktu ke- 45 menit, semua kelompok hewan mencit diberikan Larutan
Norit 10% secara per oral.
4. Pada waktu ke- 65 menit semua hewan dikorbankan dengan cara dislokasi
tulang leher.

Laboratorium Farmakologi 35
5. Setelah semua hewan dikorbankan, usus dikeluarkan secara hati-hati sampai
usus teregang.
6. Setelah itu, dihitung rasio normal jarak yang ditempuh marker terhadap
panjang usus seluruhnya dan hasil-hasil pengamatan disajikan dalam tabel
beserta grafiknya.
7. Kemudian, evaluasi hasil pengamatan pada ketiga kelompok hewan untuk
waktu muncul diare, jangka waktu berlangsung diare, bobot feses dievaluasi
masing-masing secara statistik dengan metode ANAVA dan Student’s test.

Pertanyaan

1. Terangkan bagaimana mekanisme terjadinya diare yang disebabkan oleh oleum


ricini !

2. Terangkan bagaimana kemungkinan mekanisme obat antidiare dapat


menghambat diare yang disebabkan oleh oleum ricini !

Laboratorium Farmakologi 36
3. Tuliskan paling sedikit 6 macam obat antidiare !

Telah Diperiksa Asisten


Tanggal :
Nilai :
Paraf Asisten :

Laboratorium Farmakologi 37
PERCOBAAN VII
PENGUJIAN EFEK ANTIINFLAMASI

Tujuan Percobaan:
Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa diharapkan:
1. Mampu memahami azas dasar percobaan aktivitas antiinflamasi dan
memperoleh petunjuk-petunjuk yang praktis.
2. Dapat menunjukkan beberapa kemungkinan dan batasan yang merupakan sifat
teknik percobaan.

Teori
Inflamasi didefinisikan sebagai sustu reaksi lokal organisme terhadap
suatu iritasi atau keadaan non fisiologik.
Secara sistematik dibedakan 4 fase gejala gejala-gejala inflamasi:
1. Eritem : vasodilatasi pembuluh darah menyebabkan tertahannya darah oleh
perubahan permeabilitas pembuluh sehingga plasma dapat keluar dari dinding
pembuluh.
2. Ekstravasasi : keluarnya plasma melalui dinding pembuluh darah dan
menyebabkan udema.
3. Suppurasi dan nekrosis : pembentukan nanah dan kematian jaringan yang
disebabkan oleh penimbunan leukosit-leukosit di daerah inflasi.
4. Degenerasi jaringan : tidak terdapat pembentukan sel-sel baru untuk
pembentukan pembuluh darah dan makin bertambahnya serat-serat kolagen
yang tidak berfungsi.
Masing-masing tahap di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor humoral
seperti histamin, seretonin, bradikinin, dan prostaglandin. Kebanyakan dari gejala
tersebut di atas telah dijadikan sebagai dasar berbagai metode percobaan untuk
mengevaluasi obat-obat antiinflamasi. Gejala eritem dapat diuji pada marmot
yang disinari ultraviolet: pembentukan udem dapat dilakukan pada kaki tikus
dengan penyuntikan eritem seperti karagen, kaolin, seretonin, dekstran, dll.

Laboratorium Farmakologi 38
Udem dengan karagenan
Berbagai teknik percobaan antiinflamasi telah diketahui, tetapi yang paling
sering dilakukan adalah pembentukan udem dengan karagen, suatu polisakarida
sulfat yang berasal dari tanaman Chondrus crispus. Pembentukan udem oleh
karagen tidak menyebabkan kerusakan jaringan meskipun udem dapat bertahan
selama 6 jam dan berangsur-angsur akan berkurang dan setelah 24 jam
menghitung tanpa meninggalkan berkas.
Prinsip percobaan ini dengan penyuntikan secara subkutan karagenan pada
telapak kaki belakang tikus menyebabkan udem yang dapat diinhibisi oleh obat
antiinflamasi yang diberikan sebelumnya. Volume udem diukur dengan alat
Plethysmometer dan dibandingkan terhadap udem yang tidak diberikan obat.
Aktivitas obat antiinflamasi dinilai dari persentase proteksi yang diberikan
terhadap pembentukan udem.

Bahan dan Alat


Hewan percobaan : Tikus putih, BB 150 – 200 gram, dipuasakan 10 jam
sebelum percobaan (air minum ad libitum)
Alat : - Plethysmometer air raksa, yang prinsip kerjanya berdasarkan
Hukum Archimedes.
- Jarum suntik 1 ml
Bahan : - Larutan karagenan 1 % dalam air suling (dibuatkan sehari
sebelum percobaan)
- Larutan gom arab 3 %
- Acetosal 150mg/kg BB
- Natrium Diclofenac

Rute pemberian obat : intraperitoneal

Prosedur
1. Sebelum mulai percobaan, masing-masing tikus dikelompokkan dan
ditimbang bobot badannya, kemudian diberikan tanda pengenal.
2. Berikan tanda batas pada kaki belakang kaki untuk setiap tikus dengan spidol,
agar pemasukan kaki ke dalam air raksa setiap kali selalu sama.

Laboratorium Farmakologi 39
3. Pada tahap pendahuluan volume kaki diukur dan dinyatakan sebagai volume
dasar. Pada setiap kaki pengukuran volume, tinggi cairan air raksa pada alat
diperiksa dan dicatat sebelum dan sesudah pengukuran, usahakan jangan
sampai ada air raksa yang tertumpuk.
4. Tikus diberi obat atau larutan kontrol secara i.p atau oral. Satu jam kemudian
telapak kaki kanan diukur volume pembengkakan dengan alat Plethysmometer
dengan mencatat kenaikan air raksa pada alat tersebut (Vo). Selanjutnya 0,05
ml larutan karagenan diberikan pada telapak kaki kiri tikus secara subkutan.
5. Volume kaki yang diberi karagenan diukur setiap 1 jam sampai jam ke-5.
Catat perbedaan volume kaki untuk setiap jam pengukuran (Vt).
6. Hasil-hasil pengamatan dicantumkan dalam tabel untuk setiap kelompok.
Tabel harus berisi persentase kenaikan volume kaki setiap jam untuk masing-
masing tikus. Perhitungan persentase kenaikan volume kaki dilakukan dengan
membandingkannya terhadap volume dasar sebelum menyuntikan karagenan.
7. Selanjutnya untuk setiap kelompok dihitung persentase rata-rata dan
bandingkan persentase yang diperoleh kelompok yang diberi obat terhadap
kelompok kontrol pada jam yang sama.

Persentase radang dihitung dengan rumus sbb:

Vt − Vo
𝑥 100%
Vo

Persentase inhibisi radang dihitung dengan rumus sbb:

% radang kontrol − % obat


𝑥 100%
% radang kontrol

8. Gambarkan grafik persentase inhibisi radang terhadap waktu.

Laboratorium Farmakologi 40
Pertanyaan
1. Jelaskan mekanisme terbentuknya radang !

2. Sebutkan obat-obat antiinflamasi dan apakah ada di antara obat-obat tersebut


yang juga kerjanya menghilangkan rasa nyeri ?

Telah Diperiksa Asisten


Tanggal :
Nilai :
Paraf Asisten :

Laboratorium Farmakologi 41
PERCOBAAN VIII
PENGUJIAN AKTIVITAS LOKOMOTOR

Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan mengetahui efek obat teradap aktivitas lokomotor
hewan percobaan yang dimasukkan ke dalam “roda putar” (wheel cage),
berdasarkan pengamatan jumlah putaran roda

Teori
Neuron atau sel saraf adalah unit dasar sistem saraf yang mempunyai
kemampuannya untuk dieksitasi. Dalam keadaan diam, membran sel saraf
terpolarisasi, bagian dalam lazimnya lebih negatif daripada bagian luar.Dalam
neuron,energi dialihkan dengan penghantaran saraf, yang melibatkan proses
elektrik murni. Proses hantaran sinaptik melibatkan pengalihan energi dari ujung
cabang akson pada neuron yang satu ke neuron yang lain yang tidak saling
berhubungan. Penghantaran impuls saraf melalui sambungan sinaptik adalah suatu
proses kimia.
Perubahan aktivitas listrik disebabkan oleh perubahan permeabilitas
membran sel pascasinaptik dan ini disebabkan pula oleh pelepasan transmitter.
Bila zat transmitter bereaksi dengan reseptor pasca sinaptik, zat itu dapat
menimbulkan eksitasi atau hambatan. Kerja transmitter itu meningkatkan atau
menurunkan secara selektif penghantaran ion atau permeabilitas mebran terhadap
ion.
Obat yang mempengaruhi susunan saraf pusat (SSP) dapat bersifat
merangsang atau mendepresi. Berdasarkan kegunaan terapeutiknya, obat SSP
dapat dibagi dalam tiga golongan
1. Depresi SSP umum
Obat-obat ini menimbulkan efeknya dengan mendepresi secara tak
selektif struktur sinaptik,, termasuk jaringan prasinaptik, termasuk jarigan
prasinaptik dan prasinaptik. Obat-obat ini menstabilkan membran neuron

Laboratorium Farmakologi 42
dengan mendepresi struktur pascasianptik, disertai dengan pengurangan
jumlah transmitter kimia yang dilepaskan oleh neuron prasinaptik.
2. Perangsang SSP umum
Obat-obat ini melakukan kerjanya secara tak selektif dengan salah satu
mekanisme berikut merintangi hambatan pascasinaptik atau mengeksitasi
neuron secra langsung. Eksitasi neuron secara langsung dapat dicapai
dengan mendepolarisasi sel prasinaptik, meningkatkan pelepasan
prasinaptik akan transmitter, melemahkan kerja transmitter, melabilkan
mebran neuron, atau menurunkan waktu pulih sinaptik.

3. Obat-obat SSP selektif


Obat golongan ini dapat berupa depresan atau perangsang. Kerjanya
melalui berbagi mekanisme, dan mencakup obat abti kejang, pelemas otot
yang bekerja sentral, analgetika da sedativa.

Bahan dan Alat


Hewan percobaan : mencit putih jantan dengan berat badan antara 20-25 gram
Bahan : - Caffein 200 mg
- Caffein 400 mg
- Larutan suspensi gom arab 2%
Alat : - Alat suntik 1 ml
- Sonde oral mencit
- Stopwatch
- Timbangan mencit
- Alat roda putar (wheel cage)
Prosedur
Pengujian dilakukan dengan “metode roda putar” (Wheel Cage Method)
yang dimodifikasi dengan prosedur sebagai berikut
1. Hewan dibagi atas tiga kelompok yang terdiri atas
a. Kelompok kontrol
b. Kelompok obat uji dosis 1

Laboratorium Farmakologi 43
c. Kelompok obat uji dosis 2
Setiap kelompok terdiri atas lima ekor mencit
2. Semua mencit dari setiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan
kelompoknya
a. Kelompok kontrol diberi larutan gom arab 2%
b. Kelompok obat uji dosis 1 diberi Caffein dengan dosis 200 mg
c. Kelompok obat uji dosis 2 diberi Caffein dengan dosis 400 mg
Pemberian zat/obat dilakukan secara oral
3. Dua puluh menit kemudian mencit dimasukkan ke dalam alat roda putar
4. Aktivitas mencit dicatat selama 30 menit dengan interval 5 menit
5. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis variansi
dan kebermaknaan perbedaan lama waktu tidak bergerak antara kelompok
kontrol dan kelompok uji dianalisis dengan Student’s t-test
6. Data disajikan dalam bentuk tabel atau grafik

Pertanyaan
1. Tuliskan paling sedikit 6 contoh obat sedatif-hipnotik masing-masing
untuk golongan benzodiazepin dan barbiturat !

2. Amfetamin merupakan salah satu obat yang merangsang SSP, coba


terangkan bagaimana mekanisme kerjanya !

Laboratorium Farmakologi 44
3. Coba terangkan bagaimana mekanisme kerja obat golongan benzodiazepin
dan barbiturat !

Telah diperiksa asisten


Tanggal :
Nilai :
Paraf Asisten :

Laboratorium Farmakologi 45
PERCOBAAN IX
PENGUJIAN EFEK ANTIKONVULSI

Tujuan
Percobaan ini bertujuan mengetahui efek obat terhadap konvulsi pada
hewan yang diberi striknin, berdasarkan pengamatan waktu timbulnya dan
lamanya konvulsi

Teori
Konvulsi dapat dianggap sebagai gerak motorik yang abnormal karena
kontraksi otot yang berlebihan dan tak terkendali. Kontraksi otot tersebut
diakibatkan oleh meningkatnya eksitabilitas sistem sarafnya sampai pada suatu
ambang kritis tertentu. Tetapi selama tingkat eksitabilitasnya masih di bawah
ambang kritis ini tidak akan menimbulkan konvulsi.
Konvulsi dapat disebabkan oleh berbagai hal misalnya suhu badan yang
tinggi, induksi listrik, atau aktivitas zat-zat kimia tertentu seperti striknin atau
pentetrazol. Mekanisme eksitasi neuron dari kedua zat tersebut berbeda.
Striknin dapat menghambat inhibisi pasca sinaps dengan cara
mengantagonis kerja neurotransmiter glisin pada medula spinalis, sehingga
neuron tersebut akan mengalami eksitasi. Striknin bekerja sebagai anti inhibisi
pasca sinaps yang spesifik. Telah diadakan penelitian bahwa striknin secara
reversibel menghambat aksi inhibisi dari glisin tetapi tidak menghasilkan efek
terhadap aksi inhibisi GABA. Pentetrazol dapat menimbulkan eksitasi neuron
dengan mekanisme lain. Pentetrazol dapat menimbulkan rangsangan motorik
daerah kepala dan tungkai depan. Kejang yang diakibatkan pentetrazol ini mirip
dengan perangsangan listrik pada otak. Menurut literatur efek utama pentetrazol
mungkin dengan menurunkan penghambatan sistem GABA-ergik, dengan
demikian akan meningkatkan eksitabilitas susunan saraf pusat.
Selain kedua zat tersebut ada zat-zat lain yang dapat merangsang SSP
seperti pirotoksin,toksin tetanus, doksapram, nikethamin, metil penidat, dalam
merangsang SSP. Pirotoksin contohnya mengantagonis neurotransmiter GABA

Laboratorium Farmakologi 46
dan menghambat inhibisi prasinaps, sedangkan doxapram merangsang pada
berbagai tingkat SSP.
\
Bahan dan Alat
Hewan percobaan : Mencit (Mus musculus) putih jantan dengan berat badan
antara 20-25 gram
Bahan : - Diazepam 0,2 mg/kg BB
- Amitriptilin 25 mg/kg BB
- Larutan suspensi gom arab 2%
Alat : - Alat suntik 1 ml
- Stopwatch
- Timbangan mencit

Prosedur
1. Hewan dibagi atas tiga kelompok yang terdiri atas :
a. Kelompok kontrol negatif
b. Kelompok uji 1
c. Kelompok uji 2
Setiap kelompok terdiri atas 5 ekor mencit
2. Semua mencit dari setiap kelompok diberi perlakuan sesuai kelompoknya
a. Kelompok kontrol negatif diberi larutan suspensi gom arab 2%
b. Kelompok uji 1 diberi Diazepam 0,2 mg/kg BB
c. Kelompok uji 2 diberi Amitriptilin 25 mg/kg BB
Pemberian zat/obat dilakukan secara intra peritonial (i.p)
3. Setelah 30 menit hewan diberi striknin (1,5 mg/kg BB) secara subkutan
Segera setelah pemberian striknin, timbulnya efek konvulsi (onset) dan
waktu mati (death time) mencit diamati. Onset didefinisikan sebagai
selang waktu antara pemberian striknin sampai timbulnya gejala kejang
yang pertama, sedangkan death time adalah panjang waktu antara
timbulnya kejang pertama sampai terjadinya kematian.

Laboratorium Farmakologi 47
4. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis variansi
dan kebermaknaan perbedaan lama waktu tidak bergerak antara kelompok
kontrol dan kelompok uji dianalisis dengan Student’s t-test
5. Data disajikan dalam bentuk tabel atau grafik

Pertanyaan
1. Bagaimana mekanisme terjadinya konvulsi yang disebabkan oleh striknin
?

2. Obat-obat apa saja yang bekerja sebagai anti konvulsi

Telah diperiksa asisten


Tanggal :
Nilai :
Paraf Asisten :

Laboratorium Farmakologi 48
PERCOBAAN X
EFEK ANTI DEPRESI

Tujuan
Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat
mengetahui sampai sejauh mana aktivitas obat anti depresi pada hewan percobaan.

Bahan dan alat


Hewan percobaan : Mencit putih, Swiss Webster, sehat
Bahan : - NaCl fisiologis
- Aquadest
- Diazepam 5 mg
- Diazepam 10 mg
Alat : - Alat suntik 1 ml
- Tabung gelas panjang 20 cm diameter 10 cm
- Stopwatch
- Timbangan mencit

Prosedur
1. Dalam percobaan in digunakan alat berupa tabung silinder gelas (tinggi:
20 cm. Diameter: 10 cm) yang berisi air denga ketinggian sekitar 8 cm
pada suhu 25OC
2. Setiap mencit dimasukkan ke dalam tabung silinder tersebut selama 5
menit dan dibiarkan berenang untuk mengadaptasikan diri dengan
lingkungan.
3. Tes berenang dilakukan terhdap mencit dengan perlakuan sebagai berikut
a. Mencit dibagi ke dalam kelompok kontrol dan kelompok uji
b. Mencit diberi lar NaCl fis (untuk kelompok kontrol) atau bahan uji
(unutk kelompok uji) secara intra peritonial dan 1 jam kemudian
mencit dimasukkan ke dalam tabung silinder yang berisi air. Mencit
akan berenang secara aktif

Laboratorium Farmakologi 49
c. Dalam saat-saat tertentu mencit akan menunjukkan sikap yang pasif,
sama sekali tidak bergerak menunjukkan bahwa mencit tersebut
mengalami keputusasaan yang dianggap menyerupai keadaaan depresi
4. Pada saat itu, lamanya mencit tidak bergerak dicatat dan diamati setiap 3
menit selama waktu pengamatan 15 menit
5. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis variansi
dan kebermaknaan perbedaan lama waktu tidak bergerak antara kelompok
kontrol dan kelompok uji dianalisis dengan Student’s t-test
6. Data disajikan dalam bentuk tabel atau grafik

Pertanyaan
1. Jelaskan mekanisme kerja imipramin sebagai antidepresi !

Telah diperiksa asisten


Tanggal :
Nilai :
Paraf Asisten :

Laboratorium Farmakologi 50
Laboratorium Farmakologi 51

Anda mungkin juga menyukai