Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI 1

Anggota kelompok 3:
• Siti adiyanti
• Renanda syaputri
• Devira fitriani
• Gunawan akbar setiabudi

POLTEKES TNI AU CIUMBULEUIT BANDUNG


JL. CIUMBULEUIT NO. 203 TELP/FAX (022) 2036550 BANDUNG 40142 PERIODE
2022/2023
Daftar isi

Daftar isi ................................................................................................................................... 2


kata pengantar ......................................................................................................................... 3
PERCOBAAN 1 ....................................................................................................................... 4
Penanganan hewan percobaan ............................................................................................... 4
A. Tujuan ............................................................................................................................. 4
B. Teori ................................................................................................................................ 4
C. Pembahasan..................................................................................................................... 7
D. Kesimpulan ................................................................................................................... 10
PERCOBAAN 2 ..................................................................................................................... 11
Cara Pemberian Obat............................................................................................................ 11
A. Tujuan Percobaan ...................................................................................................... 11
B. Teori .......................................................................................................................... 11
C. Pengamatan : ............................................................................................................. 12
D. Prosedur kerja ............................................................................................................ 13
E. Data pengamatan ....................................................................................................... 13
F. Pembahasan ............................................................................................................... 13
G. Kesimpulan................................................................................................................ 15
H. Dafar Pustaka ............................................................................................................ 15
I. Foto dokumentasi ...................................................................................................... 15
PERCOBAAN III................................................................................................................... 16
DOSIS RESPON OBAT DAN INDEKS TERAPI .............................................................. 16
Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 21
kata pengantar
Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehinggga penulis dapat menyelesaikan laporan ini
guna memenuhi tugas.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga laporan ini dapat
terselesaikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak. Penulis berharap semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia Pendidikan.

Bandung, Desember 2023


PERCOBAAN 1
Penanganan hewan percobaan
A. Tujuan
Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa di harapkan:
1. Mampu menangani hewan mencit, tikus, kelinci, marmot dan katak untuk percobaan
farmakologi.
2. Mengatahi cara menangani hewan secara manusiawiseta faktor faktor yang
mempengarahi responya.
3. Mengatahui sifat sifat hewan percobaan.

B. Teori
Dalam praktikum farmakologi,percobaan dilakukan terhadap hewan hidup, karena itu
hewan harus di perlakukan secara manusia, yaitu antara lain dengan memgatahui sifat sifat
hewan tersebut. Perlakukan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat menimbulkan
penyimpanan-penyimpanan dalam hasil pengamatan.
Karekteristik beberapa hewan percobaan yang sering di gunakan dalam praktikum
farmakologi:
1. Mencit
• Penakut dan fotofobik
• Cenderung sembunyi dan berkumpul dengan sesamanya
• Mudah di tangani
• Lebih aktif pada malam hari
• Aktivitas terganggu dengan adanya manusia
• Suhu normal badan 37,4 derajat celcius
• Laju respirasi: 163/menit
Volume pemberian obat pada hewan percobaan
Volume cairan yang diberikan pada hewan percobaan harus di perhatikan, tidak boleh
melebihi jumlah tertentu.
Tabel 1. Batas maksimal volume untuk rute pemberian pada hewan percobaan
Batas maksimal (ml) untuk rute pemberian
Hewan percobaan i.v i.m i.p s.c p.o
Mencit 0.5 0,05 1 0,5 1
Tikus 1 0,1 3 2 5
Kelinci 5-10 0,5 10 3 20
Marmot 2 0,2 3 3 10
Untuk senyawa yang tidak larut di buat dengan gom arab dan di berikan dengan rute
pemberian oral
Penggunaan dosis pada hewan percobaan
Untuk memperoleh efek farnakologis yang sama dari suatu obat pada setiap spesies
hewan percobaab, di perlukan data mengenai penggunaan dosis secara kuantitatif. Hal
demikian akan lebih di perlukan bila obat akan di pakai pada manusia, dan pendekatan terbaik
adalah dengan menggunakan perbandingan luas permukaan tubuh. Beberapa spesies hewan
percobaan yang sering di gunakan, di polakan perbandingan luas permukaan tubuh.
Table 2. perbandingan luas permukaan tubuh hewan percobaan (untuk konversi dosis)
20g 200g 400g 1,5kg 2kg 4kg 12kg 70kg
Mencit Tikus Marmot Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia
20g 1 7 12,29 27,8 23,7 64.1 124,2 378,9
Mencit
200g 0.14 1 1,74 3,3 4,2 9,2 17,8 56
Tikus
400g 0,08 0,57 1 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
Marmot
1,5kg 0,04 0,25 0,44 1 1,08 2,4 4,5 14,2
Kelinci
2kg 0,03 0,23 0,41 0,92 1 2,2 4,1 13
Kucing
4kg 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1 1,9 6,1
Kera
12kg 0,008 0,06 0,1 0,22 0,24 0,52 1 3,1
Anjing
70kg 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,13 0,16 0,32 1
Manusia

Faktor faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan


1. Faktor internal
• Variasi biologi (usia, jenis kelamin)
• Ras dan sifat geneti
• Status Kesehatan dan nutrisi
• Bobot tubuh
• Luas permukaan tubuh
2. Faktor ekternal
• Suplai oksigen
• Pemelihara lingkungan fisiologi dan isoosmosis
• Pemeliharaan keutuhan struktur Ketika menyiapkan jaringan atau organ untuk
percobaan.
3. Faktor lainnya
• Keadaan kandang
• Suasana asing atau baru
• Pengalaman hewan dalam penerimaan obat
• Kedaan ruangan tempat hidup (suhu, kelembaan, ventilasi, Cahaya, kebisingan)
• Penempatan hewan
Bahan
Hewan percobaan:
• Mencit
• Tikus
• Marmot
• Kelinci
• Katak
Mencit
1) Cara perlakuan
➢ Mencit di angkat ujung ekornya dengan tangan kanan, letakan pada suatu
tempat yang permukaan tidak licin misalnya kasa,ram kawat, sehingga kalau
ditarik mencit akan mencengkram.
➢ Telunjuk dan ibu jari tangan kiri menjepit kulit tengkuk sedangkan ekornya
masih di pegang dengan tangan kanan. Kemudian posisi tubuh mencit di balikan
sehingga permukaan perut menghadap kita dan ekor di jepitkan antara jari manis
dan kelingking tangan kiri.
Cara pemberian obat
• Oral: diberikan dengan sonde oral yang ditempelkan pada langit langit atas mulut
mencit, kemudian masukan pelan pelan sampai ke esopagus.
• Sub kutan: diberikan di bawah kulit dan di daerah tengkuk dengan suntukan
• Intravena: diberikan melalui vena ekor dengan jarum suntik no.24
• Intramuscular: disuntikan pada paha posterior
• Intraperitonial:kepala agak kebawah adgomen. Jarum di suntikan dengan sudut 10
derajat celcius dari adgomen agak kepinggir, untuk mencegah terkenanya kandung
kemih dan apabila terlalu tinggi akan menggenai hati.
Anestesi
Senyawa – senyawa dan cara yang dapat digunakan adalah eter dan karbondioksida.
Letakkan obat dalam suatu wadah desikator, kemudian hewan dimasukkan ke dalam wadah
tertutup. Bila hewan sudah kehilangan kesadaran maka hewan dikeluarkan dan siap dibedah.
Penambahan selanjutnya bisa diberikan dengan bantuan kapas sebagai masker.
Halotan
Digunakan untuk anastesi yang lebih lama.
Pentobarbital natrium dan heksobarbibatal natrium
Dosis pentobarbital natrium adalah 45 mg – 60 mg/kg untuk pemberian intraperitonial, dan 35
mg/kg untuk cara pemberian intravena. Dosis heksobarbital natrium adalah 75 mg/kg untuk
intra peritonial dan 47 mg/kg untuk pemberian intra vena.
Uretan (etil karbamat)
Bentuk larutan 25% dalam air diberikan dengan dosis 1000 – 1250 mg /kg secara
intraperitonial.

Cara Mengorbankan
- Pemberian dosis CO2 yang mematikan
- Pemberian pentobarbital Na tiga kali dosis normal (135 – 180 mg/kgBB)
- Dislokasi leher
Hewan dipegang pada ekornya, kemudian ditempatkan pada permukaan yang bisa
dijangkaunya. Dengan demikian hewan tsb akan meregangkan badannya. Pada
tengkuknya kemudian ditempatkan suatu penahan, misalnya pinsil yang di pegang
dengan satu tangan. Tangan lainnya kemudian menarik ekornya dengan keras,
sehingga lehernya akan terdislokasi dan mencit akan terbunuh.
C. Pembahasan
Hewan percobaan merupakan kunci di dalam pengembangan senyawa bioaktif dan
usaha usaha Kesehatan. Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa
kasih sayang dan berprikemanusiaan. Berikut cara perlakuan terhadap hewan percobaan yang
telah dipelajari dalam percobaan kali ini, antara lain :
➢ Mencit
Sifat mencit : Cendrung berkumpul bersama, penakut, fotofobik, lebih aktif pada malam
hari, aktivitas terhambat dengan kehadiran manusia, tidak mengigit.
Cara memperlakukan mencit : Mencit diangkat ekornya dengan tangan kiri, letakkan
pada suatu tempat yang permukaannya tidak licin, sehingga saat ditarik mnecit akan
mencengkram.Telunjuk dan ibu jari tangan kanan menjepit kulit tengkuk sedangkan
ekornya dengan tangan kiri. Kemudian posisi tubuh menict dibalikkan sehingga
permukaan perut menghadap kita dan ekor dijepitkan antara jari manis dan kelingking
tangan kanan.
Adapun keuntungan dan kerugian dari penggunaan hewan percobaan tersebut,
antara lain :
• Mencit
Keuntungan: mudah ditangani, mudah dikembangbiakkan, mudah dipelihara, reaksi
obat yang diberikan lebih cepat menimbulkan efek.
Kerugian: aktivitas terganggu bila ada manusia, untuk pemberian oral agak sulit,
penakut.
Dalam bidang farmakologi, hewan yang digunakan haruslah memiliki kesamaan
struktur dan sistem organ dengan manusia seperti mencit, katak, marmot,
tikus,kera,dsb. Selain itu harus juga diperhatikan variasi biologik (usia, jenis kelamin),
ras, sifat genetik, status kesehatan, nutrisi, bobot dan luas permukaan tubuh, serta
keadaan lingkungan fisiologiknya.
Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif dengan hewan
percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai fartor, yaitu :
a. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri adalah umur, jenis kelamin, bobot
badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
b. Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana kandang,
populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan, pengalaman hewan
percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang pemeliharaan,dan cara
pemeliharaan. Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon
hewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak
wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan,
memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu, cara pemberian senyawa bioaktif
terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa
bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian
yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang akan
digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa bioaktif
dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi
terlebih dahulu kemudian sifat fisiologi yang berpengaruh.
• Distribusi.
• Absorpsi suatu senyawa bioaktif di samping ditentukan oleh sifat senyawa bioaktifnya
sendiri juga ditentukan oleh sifat/keadaan daerah kontak mula oleh senyawa bioaktif
dengan tubuh. Sifat–sifat fisiologis seperti jumlah suplai darah dan keadaan biokimia
daerah kontak mula senyawa bioaktif dengan tubuh menentukan proses absorpsi
senyawa bioaktif yang bersangkutan. Jumlah senyawa bioaktif yang akan mencapai
sasaran kerjanya dalam jangka waktu tertentu akan berbeda.
• Cara atau rute pemberian senyawa bioaktif menentukan daerah kontak mula senyawa
bioaktif dengan tubuh dan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek
senyawa bioaktif. Penanganan umum beberapa hewan coba berbeda dengan bahan
kimia yang merupakan bahan mati, percobaan dengan hewan percobaan yang hidup
memerlukan perhatian dan penganan/perlakuan yang khusus.
Adapun beberapa pertimbangan saat memilih hewan percobaan, diantaranya
alasan mengapa hewan jantan yang dipilih untuk percobaan.
Penjelasannya:
Dipilih jantan karena sistem imun pada mencit jantan cenderung lebih tidak
dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Hal ini disebabkan karena kadar hormon estrogen
pada hewan jantan relatif rendah dibanding betina dan adanya stres akut dapat
menyebabkan penurunan kadar estrogen pada betina yang berefek imunostimulasi
sehingga dapat mengaburkan efek stress bising terhadap hormon-hormon stres yang
mempunyai efek imunodepresi, yang dihasilkan oleh aksis HPA dan sistem SMA seperti
kortisol dan adrenalin.
Lalu perlakuan pada hewan percobaan harus berberat badan standar untuk
dijadikan percobaan adalah agar: Hewan percobaan dipilih yang berberat badan standar
karena, untuk memudahkan perhitungan dosis pemberian obat, agar lebih termonitoring
bagaimana efek kerja obat terhadap berat badan yang berhubungan dengan luas
permukaan tubuh.
Dan hewan percobaan diharuskan berpuasa saat untuk tindakan percobaan
melalui oral untuk memasukkan obat uji dikarenakan: Berpuasa pada hewan coba
tentunya adalah untuk mengakuratkan hasil percobaan nantinya, agar hasil yang didapat
sebenar-benarnya tidak terpengaruh oleh makanan, minuman atau obat-obat lain
bahkan fisiologis tubuh yang mungkin mempengaruhi hasil percobaan.
Perlakuan terhadap hewan percobaan perlu diperhatikan dengan baik agar
mendapatkan hasil yang baik dan akurat. Hewan percobaan yang tidak jinak dapat
dijadikan jinak terlebih dahulu atau dapat ditenangkan terlebih dahulu agar
memudahkan proses perlakuan selanjutnya. Dan jangan memberikan gerak reflek yang
membuatnya terkejut dan menjadikannya terlalu banyak bergerak dan menjadikannya
stress.
D. Kesimpulan
1. Untuk memperoleh efek farmakologis yang sama dari suatu obat pada spesies hewan
percobaan, diperlukan data penggunaan dosis dengan menggunakan perbandingan luas
permukaan tubuh setiap spesies.
2. Terdapat factor internal dan eksternal pada hewan percobaan yang dapat mempengaruhi
hasil percobaan.
PERCOBAAN 2
Cara Pemberian Obat

A. Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa :
1. Mengenal teknik – teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian
2. Menyadari berbagai pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya
3. Dapat menyatakan konsekuensi praktis dari pengaruh rute pemberian obat
terhadap efeknya.

B. Teori
Rute pemberian obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek
obat, karena karakteristik lingkungan, fisiologis, anatomis, dan biokimiawi yang
berbeda ini. Karena ada hal – hal yang berbeda seperti :
- Suplai darah
- Struktur anatomi dari lingkungan kontak antara tubuh dan obat
- Enzim – enzim dan getah – getah fisiologis yang terdapat di lingkungan
tersebut.
Hal – hal ini menyebabkan jumlah obat yang dapat mencapai tempat kerjanya
dalam waktu tertentu berbeda, tergantung pada rute pemberian obat. Meskipun rute
pemberian obat secara oral merupakan yang paling lazim, seringkali rute ini tidak
digunakan mengingat hal- hal yang dikemukakan, kondisi penerimaan obat dan sifat-
sifat obat itu sendiri.
Dalam percobaan ini yang akan dilakukan adalah pemberian obat secara oral,
intravena, intraperitoneal, intramuscular, subkutan dan rektal.

1. Rute pemberian obat secara oral


Hewan percobaan : Mencit/tikus putih
Zat yang diberikan : Air/Pentotal natrium
Alat : Sonde oral
Prosedur : Mencit/tikus dipegang tengkuknya. Sonde oral telah diisi air diselipkan
dekat kelangit-langit tikus dan diluncurkan masuk ke esofagus. Larutan didesak
keluar dari jarum oral.

2. Rute pemberian secara subkutan


Hewan percobaan : Mencit/tikus putih
Zat yang diberikan : Air/Pentotal natrium
Alat : Alat suntik 1 ml
Prosedur : Penyuntikkan biasanya dilakukan di bawah kulit tengkuk atau abdomen.
Seluruh jarum ditusukkan langsung ke bawah kulit dan larutan obat di desak keluar
dari alat suntik.
3. Rute pemberian obat secara intravena
Hewan percobaan : Mencit/tikus putih
Zat yang diberikan : Air/Pentotal natrium
Alat : Alat suntik 1 ml
Prosedur : Tikus dimasukkan ke dalam alat khusus yang memungkinkan ekornya
keluar. Sebelum disuntik sebaiknya pembuluh vena pada ekor didilatasi dengan cara
dihangatkan atau dengan cara di oleskan dengan pelarut organik seperti aseton atau
eter. Bila jarum suntik tidak masuk vena, terasa ada tahanan, jaringan ikat di sekitar
daerah penyuntikkan memutih, dan bila piston alat suntik ditarik tidak ada darah
yang masuk ke dalam. Bila harus dilakukan penyuntikkan berulang, maka
penyuntikan harus dimulai di daerah ekor.

4. Rute pemberian obat secara intraperitoneal


Hewan percobaan : Mencit/tikus putih
Zat yang diberikan : Air/Pentotal natrium
Alat : Alat suntik 1 ml
Prosedur : Tikus dipegang pada tengkuknya sedemikian sehingga posisi abdomen
lebih tinggi dari kepala. Larutan obat disuntikkan pada abdomen bawah tikus di
sebelah garis midsagital.

5. Rute pemberian obat secara intramuskular


Hewan percobaan : Mencit/tikus putih
Zat yang diberikan : Air/Pentotal natrium
Alat : Alat suntik 1 ml
Prosedur : Larutan obat disuntikkan ke dalam sekitar gluteusmaximus atau ke dalam
otot paha lain dari kaki belakang. Harus selalu dicek apakah jarum tidak masuk ke
dalam vena, dengan menarik kembali piston alat suntik.

C. Pengamatan :
1. Untuk masing-masing rute pemberian obat, catat waktu pemberiannya, saat timbul
dan hilangnya masing-masing efek.
2. Efek yang diamati yaitu berbagai tingkat depresi diantaranya :
- Aktivitas spontan dan respon terhadap stimulus pada 3
- Perubahan aktivitas spontan atau dengan stiumulus(gerakan tidak terkoordinasi)
- Tidak ada responlokomotorik kalau didistimulasi, tetapi reghtingreflex masih
ada
- Usaha untuk menegakkan diri tidak berhasil
- Diam tidak bergerak, usaha untuk menegakkan diri tidak lagi dicoba
3. Buatlah tabel yang memuat hasil-hasil pengamatan saudara. Dari tabel itu dapat
dilihat secara lengkap, apa yang saudara kerjakan dari hasil percobaan yang diamati.
4. Bahaslah hasil percobaan ini dan buatlah kesimpulannya
D. Prosedur kerja
Rute pemberian obat secara oral
Penyuntikan dilakukan di bawah kulit pada daerah leher.
Prosedur : Pegang mencit pada bagian tengkuknya jarum oral yang telah diisi
dimasukkan ke mulut mencit melalui langit-langit masuk esofagu Doro larutan tersebut
ke dalam esofagus.
Rute pemberian secara intra vena
Penyuntikan dilakukan pada vena ekor. Letakkan hewan pada wadah tertutup
sedemikian rupa sehingga mencit tidak leluasa untuk bergerak-gerak dengan ekor
menjulur keluar. Pijat-pijat ekor mencit agar pembuluh darahnya melebar. Pegang
ujung ekor dengan tangan satu dan suntik dengan tangan yang lain.
Rute pemberian obat secara intra peritoneal
Penyuntikkan dilakukan pada perut sebelah kanan garis tengah, jangan terlalu
tinggi agar tidak mengenai hati dan kandung kemih. Hewan dipegang pada punggung
sehingga kulit abdomen menjadi tegang. Pada saat penyuntikan posisi kepala lebih
rendah dari abdomen. Suntikan jarum menembus kulit dan otot masuk ke rongga
peritoneal.
Rute pemberian obat secara intra muscular
Penyuntikan dilakukan pada otot gluteus maximus atau bisep femoris atau semi
tendinosus paha belakang.

E. Data pengamatan
Mencit Fotoborik Penakut Kelompok Aktif
Mencit 1 ✓ ✓ ✓ ✓
Mencit 2 ✓ ✓ ✓ ✓
Mencit 3 ✓ x ✓ ✓
Mencit 4 ✓ x ✓ ✓

F. Pembahasan
Praktikum kali ini mempelajari tentang pengaruh cara pemberian obat terhadap
absorbsi obat dalam tubuh. Pada dasarnya rute pemberian obat menentukan jumlah dan
kecepatan obat yang masuk kedalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan
terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Dalam hal ini, alat uji yang
digunakan adalah tubuh hewan. Mencit dipilih sebagai hewan uji karena metabolisme
dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai
objek pengamatan. Pemberian obat pada hewan uji pada percobaan ini
dilakukan melalui cara oral, intravena, subkutan, intraperitoneal, dan intramuscular.
Pertama, Dengan cara oral (pemberian obat melalui mulut masuk kesaluran intestinal)
digunakan jarum injeksi yang berujung tumpul agar tidak membahayakan bagi hewan
uji. Pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obat yang umum dilakukan
karena mudah, aman, dan murah. Namun kerugiannya ialah banyak faktor yang dapat
mempengaruhi bioavailabilitasnya sehingga waktu onset yang didapat cukup lama.
Sedangkan pemberian secara suntikan yaitu pemberian intravena, memiliki keuntungan
karena efek yang timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian secara
oral karena tidak mengalami tahap absorpsi maka kadar obat dalam darah diperoleh
secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita.
Sedangkan rute pemberian yang cukup efektif adalah intra peritoneal (i.p.) karena
memberikan hasil kedua paling cepat setelah intravena. Namun suntikan i.p. tidak
dilakukan pada manusia karena bahaya injeksi dan adhesi terlalu besar.
Kedua, pemberian obat dilakukan dengan cara intravena yaitu dengan
menyuntikkan obat pada daerah ekor (terdapat vena lateralis yang mudah dilihat dan
dapat membuat obat langsung masuk kepembuluh darah). Keuntungannya obat cepat
masuk dan bioavailabilitas 100%, sedangkan kerugiannya perlu prosedur steril, sakit,
dapat terjadi iritasi ditempat injeksi, resiko terjadi kadar obat yang tinggi kalau
diberikan terlalu cepat.
Ketiga, yaitu dengan cara subkutan (cara injeksi obat melalui tengkuk hewan
uji tepatnya injeksi dilakukan dibawah kulit). Keuntungannya obat dapat diberikan
dalam kondisi sadar atau tidak sadar, sedangkan kerugiannya dalam pemberian obat
perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi lokal ditempat injeksi.
Keempat dengan cara intraperitoneal (injeksi yang dilakukan pada rongga
perut). Cara ini jarang digunakan karena rentan menyebabkan infeksi. Keuntungan
adalah obat yang disuntikkan dalam rongga peritonium akan diabsorpsi cepat, sehingga
reaksi obat akan cepat terlihat.
kelima atau yang terakhir adalah dengan cara intramuscular yaitu dengan
menyuntikkan obat pada daerah yang berotot seperti paha atau lengan atas. Keuntungan
pemberian obat dengan cara ini, absorpsi berlangsung dengan cepat, dapat diberikan
pada pasien sadar atau tidak sadar, sedangkan kerugiannya dalam pemberiannya perlu
prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi ditempat injeksi.
Pada percobaan ini, kelompok kami menggunakan empat ekor mencit. Masing-
masing mencit diberikan rute pemberian yang berbeda-beda. Dan dalam percobaan kali
menggunakan Nacl saja.

G. Kesimpulan
• Semakin tinggi dosis yang diberikan akan memberikan efek yang lebih cepat.
• Kesalahan penyuntikan dapat menyebabkan ketidaktepatan dosis yang diberikan
kepada hewan uji, sehingga hasil yang diperoleh pun tidak akurat.

H. Dafar Pustaka
Modul praktikum farmakologi 1
I. Foto dokumentasi
PERCOBAAN III
DOSIS RESPON OBAT DAN INDEKS TERAPI

A. Tujuan percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini di harapkan mahasiswa:
1. Memperoleh gambaran bagaimana merancang eksperimen untuk memperoleh DE50
dan DL50
2. Memahami konsep indeks terapi dan implikasi implikasinya

B. Prinsip
Setiap obat memeliki aturan dosis tersendiri, yang mana dosis tersebut
merupakan dosis terapi atau dosis yang bisa memberikan efek penyembuhan. Dosis
sendiri sebenarnya bersifat individual, katakanlah orang yang mengalami gangguan
ginjal atau orang yang sudah lansia sehingga fungsi ginjalnya mulai berkurang, dosis
yang di butuhkan lebih kecil dari pada orang dewasa normal. Sedangkan jika penyakit
seseorang cukup berat, mungkin ia memerlukan dosis lebih tinggi dari orang lainnya
Selain dosis terapi, dikenal juga dosis toksik dan dosis letal, dosis toksik/racun,
sedangkan dosis letal adalah dosis yang bisa menyebabkan kematian. Jarak antara dois
terapi dengan dois toksik pada setiap obat berbeda beda, ada yang rentangnya sempit,
ada yang rentang nya lebar. Rentang tadi sering di istilahkan sebagai indeks terapi.
Semakin indek lebar indeks terapi berarti berjarak antara dosis terapi dengan dosis
toksik semakin lebar. Implikasinyta, obat lebih aman, karena peningkatan dosis tidak
segera menyebabkan gejala keracunan.
Intensitas efek pada mahluk hidap lazimnya meningkat jika dosis obat yang di
berikan kepadanya juga di tingkatkan. Prinsip ini memungkinkan untuk
menggambarkan kurva efek obat sebagai fungsi dari dosis yang di berikan, atau
menggambarkan kurva dosis respon. Dari kurva demikian daoat di turunkan DE50
artinya yang memberikan efek yang di teliti pada 50% dari hewan percobaan yang di
gunakan. Prinsip yang sama dapat di gukan untuk menurunkan DL50 atau dosis yang
menimbulkan kematian pada 50% dari hewan percobaan yang di gunakan.
Untuk dapat menentukan secara teliti DE50 ataupun DL50 lazimnya di lakukan
berbagai trasformasi dengan menggunakan trasformasi dengan log-probit. Dalam hal
ini dosis yang di gunakan di trasformasi menjadi logaritmanya, dan presentasi hewan
yang memberikan respon di trasformasikan menjadi nilai probit.
C. Bahan dan alat
Hewan percobaan:
mencit Jantan, bobot badan rata rata 20-25g
Bahan obat: propofol
Alat: alat suntik 1ml, timbangan hewan
D. Prosedur
1. Mencit di bagi 6 kelompok dan masing masing terdiri dari 5ekor
2. Setiap mencit pada setiap kelompok di beri tanda supaya mudah di kenal
3. Obat (thiopental natrium) diberikan secara intraperitonial kepda setiap mencit dan
setiap kelompok di berikan dosis yang meningkat. Dosis yang di berikan adalah
sebagai berikut.

Kelompok Dodis (mg/kgBB)


I 50
II 75
III 100
IV 125
V 150
VI Disuntik NaCIfisiologok

4. Amati dan catat jumalah mencit yang kehilangan “rightingreflex” pada setiap
kelompok dan nyatakan angka ini dalam prosentase serta catat jumalah mencit
yang mati pada setiap kelompok tersebut.
5. Pada kertas grafik log pada ordinat persentase hewan yang memberikan
efek(hilsng”rightingreflex”atau kematian) pada dosis yang digunakan.

E. Data pengamatan

“Righting reflex”
• Kelompok 1
No Dosis Dosis yang Rigting reflex waktu
Mencit (mg/kgBB) diberikan sebelum sesudah
I 100mg 0.22ml ✓ ✓ -
(propofol)
II 100mg 0,21ml ✓  03:21
(propofol)
III 100mg 0,21ml ✓  01:37
(propofol)
IV 100mg 0,5ml ✓ ✓ -
(Nacl)
• Kelompok 2
No mencit Dosis (mg/kgBB) Rigting reflex
sebelum sesudah
I (propofol) 125ml ✓ ✓
II (propofol) 125ml ✓ ✓
III (propofol) 125ml ✓ 
IV (Nacl) 125ml ✓ 

• Kelompok 3
No mencit Dosis (mg/BB) Dosis yang di Rigting reflex
berikan Sebelum Sesudah
I 150ml 0,42ml ✓ 
(propofol)
II 150ml 0,42ml ✓ 
(propofol)
III 150ml 0,39ml ✓ ✓
(propofol)
IV 150ml 0,42ml ✓ ✓
(Nacl)

• Kelompok 4
No mencit Dosis (mg/kgBB) Rigting reflex
sebelum sesudah
I (propofol) 175ml ✓ 
II (propofol) 175ml ✓ 
III (Nacl) 175ml ✓ ✓

F. Hasil perhitunngan
1. Obat yang di berikan propofol
• Mencit 1: 28,34gr : 1000 = 0,028kg x 150mg = 4,2mg
• Mencit 2: 28,92gr : 1000 = 0,028kg x 150mg = 4,2mg
• Mencir 3: 26,42gr : 1000 = 0,026kg x 150mg = 3,9mg
• Mencit 4: 28,13gr : 1000 = 0,028kg x 150mg = 4,2mg(Nacl)
2. Vial propofol mengandung 10mg/ml
• 4,2mg : 10ml = 0,42ml
• 4,2mg : 10ml = 0,42ml
• 3,9mg : 10ml = 0,39ml
• 4,2mg : 10ml = 0,42ml (Nacl)

G. Pembahasan
Percobaan dosis respon obat dan indeks terapi ini bertujuan untuk memperoleh
(LD50) dan (ED50). Penyuntikan dilakukan secara intraperitonial.Pemberian secara
intraperitonial dimaksudkan agar absorbsi pada lambung, usus dan proses bio inaktivasi
dapat dihindarkan, sehingga didapatkan kadar obat yang utuh dalam darah karena
sifatnya yang sistemik. Berat badan mencit digunakan untuk mendapatkan hasil
konversi dosis. Setelah pemberian obat ’righting reflex’ masing-masing mencit dicatat
pada waktu yang telah ditentukan.
Righting reflex atau disebut juga static reflex adalah bermacam gerakan
refleksuntuk mengembalikan posisi normal badan dari keadaan yang dipaksakan
ataumelawan tenaga yang membuat badan bergerak ke arah yang tidak normal.
Pada praktikum kali ini, kami melakukan penyuntikan obat propofol yang
berbentuk sediaan emulsi dan Nacl terhadap 4 mencit dengan rute pemberian obat yang
berbeda. Diantaranya dengan cara intra peritonial. Dalam hal ini konsentrasi propofol
yang diinjeksikan adalah 10 mg/ml dengan mengujikan efek sedativa pada mencit.
Propofol merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia
intravena. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat
induksi. Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum,
pada pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun. Propofol
mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman
dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat
tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak
berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg).
Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui, tapi diperkirakan
efek primernya berlangsung di reseptor GABA-A (Gamma Amino Butired Acid). Efek
secara farmakologi, Propofol segera di metabolisme di hati (lebih cepat daripada
eliminasi tiopental) tetapi totalnya ternyata lebih besar dari aliran darah hati yang
menunjukkan bahwa ada eliminasi ekstrahepatik. Dilaporkan bahwa adanya kejang
selama induksi.
Efek obat berdasarkan rute pemberiannya. Dimana, obat yang diinjeksikan
melalui intra vena akan lebih cepat diabsorpsi daripada obat yang diinjeksikan dengan
intra peritonial, obat dengan intra peritonial akan lebih cepat diabsorpsi daripada
dengan sub cutan, dan obat melalui sub cutan akan lebih cepat di absorpsi daripada
dengan per oral. Makin cepat obat diabsopsi maka akan makin cepat menimbulkan efek.
efek yang diberikan melalui intra peritonial juga tidak berlangsung dengan baik,
hal ini dikarenakan pada saat diinjeksikan obat tidak masuk ke dalam rongga perut
melainkan masuk ke lapisan kulit. Sehingga proses absorpsi tidak berjalan dengan baik.
a. Ptosis (mata)
Untuk obat yang diinjeksikan melalui intra peritonial (di rongga perut), dapat
dilihat bahwa mata mencit terbuka 100% hingga menit ke 15 lalu pada menit ke 20
hingga menit ke 35, mata mencit terbuka sebanyak 75%, pada menit ke 40 hingga
menit ke 50 mata mencit terbuka sebanyak 50% dan pada menit ke 55 mata mencit
terbuka sebanyak 25% nya namun setelah menit ke 60, obat tidak berefek lagi
sehingga mata mencit kembali terbuka sebanyak 100%.
b. Ganguan
- Ringan (1)
- Sedang (2)
- Berat (3)
Pada obat yang diinjeksikan melalui intra peritonial, mencit masih memberikan
refleks/respon terhadap segala gangguan yang diberikan hingga menit ke 55 dan
pada menit ke 60, mencit tidak dapat merespon gangguan ringan yang diberikan
namun masih tetap dapat merespon terhadap gangguan sedang dan gangguan berat
yang diberikan.
c. Righting reflex
Obat yang diinjeksikan melalui intra peritonial mencit masih bisa melakukan
righting refleks.

Faktor yang dapat mempengaruhi dalam praktikum kali ini mungkin karena
dosis yang diberika terlalu kecil sehingga efek obat yang diberikan hanya sebentar.
Dalam pemberian obat propofol yang bekerja sebagai sedatif-hipnotik ini
diharapkan mencit daat tertidur dengan waktu yang sesuai dengan rute pemberian
obat. Namun, pda praktikum ini suasana keadaan sekitar sangat bising sehingga
menjadi salah satu faktor penghambat dalam praktikum saat itu.

H. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan dalam praktikum kali ini,
dapat disimpulkan semua mencit diinjeksikan melalui intra peritonial mencit masih
bisa melakukan righting refleks, Namun, durasi waktu lamanya kerja obat (Duration
of Action) sangat lambat sekali hal tersebut dikarenakan ada beberapa faktor, yaitu
pemberian obat yang belum benar.

I. Foto praktikum

J. Daftar Pustaka
1. Modul farmakologi 1
Daftar Pustaka
Arini Setiawati., Zunilda SB., F.D. Suyatna. 1995. Pengantar Farmakologi. Dalam Sulistia G.
Ganiswara : Farmakologi dan Terapi. Jakarta. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Hal : I- 14.
DepKes RI. 1974. Ekstrak Farmakope Indonesia. Jakarta : 3 1 1.
DepKes RI. 1979. Materia Medika Indonesia. Jilid III. Jakarta : 20-25.
E.J. Ariens., E.Mutschler., A.M.Simonis. 1986. Toksikologi Umum. Yogyakarta. Gadjah Mada
University Press : 1-5.
Frank C.L. 1995. Toksikologi Dasar. Edisi kedua. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia : 85-
104.
Goodman and Gilman’s. 1992. The Pharmacological Basis of Therapeutics. Eight edition.
Vol.1. New York. McGraw-Hill : 3.
Hembing., Setiawan D., Agustinus S. 1992. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jilid I.
Jakarta. Pustaka Kartini : 1 17-1 19. H.
Sardjono o. Santoso, Dr. 1989. Penggunaan Obat Tradisional secara Rasional. Dalam: Cermin
Dunia Kedokteran No. 59. Jakarta. Hal : 3.

Anda mungkin juga menyukai