Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FARMAKOLOGI

PENANGANAN HEWAN UJI MENCIT

DISUSUN OLEH:

NURUL ISNAIN
NIM.O1A121283

KELAS F

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hanya dengan rahmat dan karunia-Nya makalah
ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.Tujuan pembuatan makalah ini adalah tak lain
untuk memenuhi tugas mata kuliah farmakologi.Makalah ini membahas tentang “Penanganan
Hewan Uji Mencit”. Dalam makalah ini dijelaskan berbagai informasi mengenai bagaimana
perlakuan terhadap hewan percobaan untuk kegiatan laboratorium yaitu hewan mencit.
Dengan adanya makalah ini tentunya diharapkan dapat mempermudah kami dalam
mengetahui, memahami lebih jauh mengenai etika pemanfaatan hewan percobaan dalam
penelitian kesehatan.
Demikian makalah ini dibuat, semoga dapat memberikan manfaat yang seluas-luasnya
untuk media pembelajaran. Makalah ini juga tentunya masih sangat jauh dari kata sempurna.
Mohon maaf atas segala kekurangan. Segala saran tentunya akan sangat saya harapkan demi
sempurnanya makalah ini.

Kendari, 13 Oktober 2022

NURUL ISNAIN

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................1

1.1. Latar Belakang...............................................................................1

1.2. Rumusan Masalah .........................................................................4

1.3. Tujuan Penulisan........................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................5

2.1Karakteristik Hewan Mencit............................................................5

2.2Penanganan dan Perawatan Hewan Mencit.....................................15

BAB III PENUTUP ........................................................................................21

1.3. Kesimpulan.................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu pengetahuan dan ilmu kesehatan di dunia semakin maju seiring berkembangan
zaman sehingga mendorong meningkatnya penggunaan hewan coba sebagai objek penelitian
biomedis (Franco, 2013; Sikes dan Paul, 2013; Rogozea et al., 2015). Perlakuan khusus
terhadap hewan coba tergantung dari tujuan masing-masing penelitiannya. Selama masa
penelitian biomedis tersebut, sudah pasti peneliti memberikan perlakuan khusus, dalam
pemeliharaan hewan coba, standarisasi dan penghilangan faktorfaktor pengganggu seperti
patogen adalah prinsip utama. Faktor eksternal tersebut merupakan aspek yang dapat
memengaruhi kesejahteraan hewan coba.(Andersen dan Winter, 2019).
Kesejahteraan hewan coba mencakup dua masalah utama, yaitu pemeliharaan umum
dan penanganan selama prosedur eksperimental (Garber et al., 2010). Masalah utama tersebut
berkaitan dengan perlakuan yang diberikan oleh peneliti sejak awal hewan coba diterima
hingga penelitian berakhir. Penerapan prinsip kesejahteraan hewan harus konsisten selama
penelitian berlangsung agar kebutuhan hewan coba terpenuhi. Hewan laboratorium yang
menderita stres atau sakit dapat memengaruhi hasil penelitian, dengan kata lain perlakuan
peneliti terhadap hewan coba sangat memengaruhi kualitas hewan coba yang dapat
menentukan validitas pada hasil akhir penelitian (Prescott dan Lidster, 2017).menyatakan
bahwa hewan pengerat (rodensia) dapat merasakan nyeri dan mengekspresikannya seperti
manusia namun, sangat disayangkan, karena tidak semua peneliti sadar pentingnya penerapan
prinsip kesejahteraan hewan.( Mogil,2010)
Peneliti dituntut untuk bekerja berdasarkan protokol yang sesuai dengan standar etik
yang berlaku (Kostomitsopoulos dan Đurašević, 2010) dan memiliki pengetahuan tidak
hanya dalam pemilihan hewan coba, namun juga mengenai manajemen, pre treatment dan
post treatment, penanganan, pemeliharaan serta kesehatan hewan coba.Studi ini dilakukan
dengan tujuan untuk memaparkan gambaran penggunaan hewan coba mencit di laboratorium
mengacu pada kesejahteraan hewan di Indonesia berdasarkan uraian tersebut. (Garber et al.,
2010).

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana karakteristik hewan percobaan mencit?

4
b. Bagaimana cara penanganan dan perawatan hewan percobaan ?

c. Bagaimana sifat fisiologis dan anatomi hewan percobaan?

d. Bagaimana teknik pemberian obat pada hewan percobaan?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui kharakteristik hewan percobaan mencit

b. Untuk mengetahui cara penanganan dan perawatan hewan percobaan

c. Untuk mengetahui sifat fisiologis dan anatomi hewan percobaan

d. Untuk mengetahui teknik pemberian obat pada hewan percobaan

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi Hewan Mencit
Kingdom : Animalia
Fillium : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Upafamili : Murinae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
Masa pubertas : 4 – 5 hari (poliestrus)
Masa beranak : 7 – 18 bulan
Masa hamil : 19 – 21 hari
Jumlah sekali lahir : 10 – 12 ekor
Masa hidup : 1,5 – 3,0 tahun
Masa tumbuh : 50 hari
Masa menyusui : 21 hari
Frekuensi kelahiran : 6 – 10 kali kelahiran
Luas permukaan tubuh : 20 g : 36 cm

2.2 Penanganan dan Perawatan Hewan Percobaan


A. Cara Memegang Mencit Sehingga Siap untuk Diberi Sediaan Uji Mencit
Ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan, diletakkan pada suatu
tempat yang permukaannya tidak licin (misal ram kawat pada penutup kandang),
sehingga ketika ditarik, mencit akan mencengkram. Kulit tengkuk dijepit dengan
telunjuk dan ibu jari tangan kiri, ekornya tetap dipegang dengan tangan kanan. Posisi
tubuh mencit dibalikkan, sehingga permukaan perut menghadap kita dan ekor
dijepitkan antara jari manis dan kelingking tangan kiri.

B. Perawatan hewan percobaan


Pemeliharaan kesehatan hewan coba merupakan kombinasi antara usaha
pencegahan penyakit dan pengobatan hewan yang sakit. Tindakan pencegahan

6
merupakan suatu rangkaian tindakan yang saling mempengaruhi, terdiri dari : (1)
cara pemeliharaan,faktor-faktor yang penting dalam pemeliharaan, yaitu :
1) Kandang
Bangunan kandang harus baik sehingga memberikan kenyamanan bagi
hewan coba. Tidak mempunyai permukaan yang kasar dan tajam sehingga dapat
melukai hewan, mudah dibersihkan, mudah diperbaiki, tidak mudah dirusak oleh
hewan yang dikandang atau oleh hewan pemangsa dari luar, cukup luas agar hewan
dapat bergerak leluasa untuk mencari makanan dan berbiak. Bangunan kandang
harus cukup terang, mendapat air bersih, mudah dibersihkan, kering, dilengkapi
dengan sistem pembuangan air limbah dan cukup ventilasi.
Hewan dalam kandang akan merasa nyaman bila kandang kering, bersih,
tidak ribut, temperatur antara 18-19o C (rata-rata 20-22 oC), kelembaban relatif
antara 30-70%,sinar antara 800-1300 lumen/m2, pertukaran udara minimum 10
kali/ jam. Alas kandang harus diganti 1-3 kali dalam seminggu untuk menjamin
kandang selalu kering dan bebas dari gas amonia yang merangsang selaput lendir
sehingga hewan tidak mudah terserang penyakit saluran pernafasan. Peningkatan
kadar amonia dalam kandang dapat dicegah dengan ventilasi yang baik, selalu
bersih dan hindari penimbungan faeces serta urin dalam kandang.
2) Makanan
Hewan percobaan membutuhkan makanan yang bergizi dalam jumlah yang
cukup, segar, bersih. Minuman harus selalu bersih dan disediakan dalam jumlah
yang tidak terbatas. Makanan harus disimpan dalam wadah yang bersih dan kering
untuk mencegah pencemaran oleh cendawan dan kutu makanan. Hewan percobaan
harus diberi makanan yang berkualitas baik untuk menjamin tingkat pertumbuhan
dan pembiakan yang normal.
Ketidakseimbangan gizi dalam makanan dapat menimbulkan macam-
macam gangguan misalnya, rfambut rontok, kematian anank prenatal, peka
terhadap penyakit, prtumbuhan lambat, berkurangnya produksi air susu, infertil,
anemia, mkelainan bentuk tulang, kelainan jaringan saraf, kesulitan bergerak dan
lainnya
.
3) Pemberian tanda
Hewan coba harus diberi tanda secara baik dan jelas. Terdapat berbagai cara
identifikasi, misalnya pemberian kartu pada kotak kandang, identifikasi berdasarkan

7
warna bulu, pembuatan lubang dan guntingan pada daun telinga (pada tikus, hamster).
Cincin pada jari kaki, lempengan logam bernomor yang dikaitkan pada telinga
(hamster, marmoot, kelinci), pemberian zat warna pada bagian kulit yang putih,
pemberian tatoo dan lainnya.
4) Pencegahan penyakit
Sejumlah faktor organik dan lingkungan dapat meningkatkan resiko kontak
dengan agen penyakit dan menurunkan daya tahan tubuh hewan coba. Faktor-faktor
tersebut perlu diperhitungkan dalam usaha pencegahan penyakit. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kepekaan hewan coba terhadap penyakit antara lain : faktor
lingkungan, faktor genetik,faktor metabolisme, faktor perlakuan dalam percobaan,
faktor makanan.
5) Sanitasi lingkungan
Sanitasi merupakan kunci keberhasilan dalam pemeliharaan hewan coba.
Sanitasi berhubungan dengan pembuangan kotoran dari kandang, perawatan
kebersihan kandang. Hewan coba yang biasa digunakan pada skala laboratoium
adalah kelinci, mencit, hamster, marmut dan tikus.
6) Menggunakan kembali hewan yang telah dipergunakan
Menghemat biaya, bila mungkin diperbolehkan menggunakan hewan
percobaan lebih dari sekali. Walaupun demikian, jika hewan tersebut telah digunakan
dalam satu periode dan obat yang digunakan pada percobaan sebelumnya masih
berada dalam tubuh hewan kemungkinan hasil percobaan berikutnya akan
memberikan data yang tidak benar. Contohnya pemberian barbiturate yang
menyebabkan induksi enzim. Maka dari itu hewan percobaan yang akan digunakan
pada percobaan berikutnya sebaiknya berselang waktu minimal 14 hari.

C. Sifat Fisiologis dan Anatomi Mencit


Anatomi dan Fisiologi :
Dewasa berat badan: 25 - 40 g (betina); 20-40 g (pria)
Life span: 1.5 - 3 tahun
Pernapasan rate: 94-163 napas / menit
Denyut jantung: 325-780 denyut / menit
Dubur rata-rata suhu normal: 99,5 ° F
Rumus gigi adalah 2 (I 1 / 1, M 3 / 3) = 16. Terbuka di gigi seri-berakar dan tumbuh
terus menerus. Tikus akan menggigit dengan gigi seri tajam jika mishandled.

8
Mencit/mouse merupakan hewan pengerat yang cepat berkembang biak,
mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetikanya cukup besar serta sifat
anatomis dan fisiologinya terkarakteristik dengan baik. Asal dan habitat mencit, mencit
adalah binatang asli Asia, India, dan Eropa Barat. Jenis ini sekarang ditemukan di
seluruh dunia karena pengenalan oleh manusia.

Nutrisi, mencit harus diberi makan pelleted komersial tikus atau hewan
pengerat diet dan air lib iklan. Ini diet yang bergizi lengkap dan tidak memerlukan
suplemen. Makanan asupan sekitar 15g/100g BB / hari; asupan air sekitar 15 ml/100g
BB / hari.

Perut dibagi menjadi bagian nonglandular proksimal dan bagian distal


kelenjar. Kedua bagian yang terlalu berbeda. Ini mirip dengan perut kuda. paru-paru kiri
terdiri dari satu lobus, sedangkan paru kanan terdiri dari empat lobus. Tikus memiliki
lima pasang kelenjar susu. Distribusi jaringan mammae menyebar, membentang dari
garis tengah ventral atas panggul, dada, dan bagian leher. Sangat berkonsentrasi urin
diproduksi; jumlah besar protein diekskresikan dalam urin.

Reproduksi, breeding awal adalah sekitar 50 hari usia di kedua betina


dan jantan, meskipun mungkin betina estrus tama mereka pada 25-40 hari. Mencit
polyestrous dan berkembang biak sepanjang tahun; ovulasi spontan. Lamanya siklus
estrus 4-5 hari dan estrus itu sendiri berlangsung sekitar 12 jam, terjadi di malam hari.
Vagina smear berguna dalam perkawinan waktunya untuk menentukan tahap siklus
estrus.

D. Teknik pemberian obat pada hewan COBA Mencit

 Volume maksimum larutan obat yang diberikan


Cara pemberian dan volume maksimum dalam mililiter
BB i.v i.m i.p s.c p.o
(20-30 g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0

Keterangan : didistribusikan kedaerah yang lebih luas


BB       =          bobot badab
i.v        =          Intra Vena
i.m       =          Intra Muscular

9
i.p        =          Intra Peritoneal
s.c        =          Sub Kutan
p.o       =          Per Oral          

 Ukuran dan alat yang digunakan untuk pemberian obat pada hewan percobaan.
Hewan IV IP SC IM Oral
Jarum Jarum Jarum Jarum Ujung tumpul
27,5 g 25 g 25 g 25 g 15 g/16 g
Mencit 1/2inci ¼ inci ¼ inci ¾ inci 2 inci

 Oral:
Cairan obat diberikan dengan mengginakan sonde oral. Sonde oral
ditempelkan pada langit-langit mulut atas mencit, kemudian perlahan-lahan
dimasukkan sampai ke esofagus dan cairan obat dimasukkan.
 Sub kutan:
Kulit di daerah tengkuk diangkat dan ke bagian bawah kulit dimasukkan obat
dengan menggunakan alat suntik 1 ml.
 Intra vena:
Mencit dimasukkan ke dalam kandang restriksi mencit, dengan ekornya
menjulur keluar. Ekornya dicelupkan ke dalam air hangat agar pembuluh vena ekor
mengalami dilatasi, sehingga memudahkan pemberian obat ke dalam pembuluh vena.
Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik no. 24.
 Intramuskular: Obat disuntikkan pada paha posterior dengan jarum suntik no. 24.
 Intra peritonial:
Pada saat penyuntikan, posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Jarum
disuntikkan dengan sudut sekitar 100 dari abdomen pada daerah yang sedikit menepi
dari garis tengah, agar jarum suntik tidak mengenai kandung kemih. Penyuntikan
tidak di daerah yang terlalu tingga untuk menghindari terjadinya penyuntikan pada
hati.
 Anestesi Mencit:
Senyawa-senyawa yang dapat digunakan untuk anestesi adalah:
a. Eter
Eter digunakan untuk anestesi singkat. Caranya adalah obat diletakkan
dalam suatu wadah, kemudian hewan dimasukkan dan wadah ditutup. Hewan
sudah kehilangan kesadaran, hewan dikeluarkan dan siap dibedah. Penambahan
selanjutnya diberikan dengan bantuan kapas yang dibasahi dengan obat tersebut.

10
b. Halotan Obat ini digunakan untuk anestesi yang lebih lama.
c. Pentobarbital natrium dan heksobarbital natrium
Dosis pentobarbital natrium adalah 45-60 mg/kg untuk pemberian
intraperitonial dan 35 mg/kg untuk cara pemberian intravena. Dosis heksobarbital
natrium adalah 75 mg/kg untuk intraperitonial dan 47 mg/kg untuk pemberian
intravena.
d. Uretan (etil karabamat)
Ureten diberikan pada dosis 1000-1250 mg/kg secara intraperitoneal dalam
bentuk larutan 25% dalam air.
 Cara Mengorbankan Mencit
Cara kimia antara lain dengan menggunakan eter atau pentobarbital-Na
pada dosis yang mematikan. Cara fisik dilakukan dengan dislokasi leher. Proses
dislokasi dilakukan dengan cara:
- Ekor mencit dipegang dan kemudian ditempatkan pada permukaan yang bisa
dijangkaunya.
- Mencit akan meregangkan badannya.
- Saat mencit meregangkan badannya, pada tengkuk ditempatkan suatu penahan,
misalnya pensil atau batang logam yang dipegang dengan tangan kiri.
- Ekornya ditarik dengan tangan kanan dengan keras, sehingga lehernya akan
terdislokasi dan mencit akan terbunuh.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penelitian dengan hewan coba harus memperhatikan aspek perlakuan yang
manusiawi terhadap hewan-hewan tersebut, sesuai dengan prinsip 5F (Freedom) yaitu: bebas
dari rasa lapar dan haus, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari rasa nyeri, trauma, dan
penyakit, bebas dari ketakutan dan stress jangka panjang, bebas mengekspresikan tingkah
laku alami, diberikan ruang dan fasilitas yang sesuai (pengayaan lingkungan yang sesuai).
Seluruh perlakuan terhadap hewan percobaan dituangkan secara rinci di dalam protokol
penelitian.

12
DAFTAR PUSTAKA

Andersen ML, Winter LMF. 2019. Animal models in biological and biomedical
researchexperimental and ethical concerns. An Acad Bras
Franco NH. 2013. Animal experiments in biomedical research: a historical perspective.
Animals 3(1): 238-273.
Mogil J. 2010. 'Mouse grimace scale' to help identify pain in humans and animals. Science
Daily 10(3): 283-294
Prescott MJ, Lidster K. 2017. Improving quality of science through better animal welfare: the
NC3Rs strategy. Lab Anim 46(4): 152-156.
Rogozea LM, Diaconescu DE, Dinu EA, Badea O, Popa D, Andreescu O, Leaşu FG. 2015.
Bioethical dilemmas in using animal in medical research: challenges and
opportunities. Rom J Morphol Embryol 56(3): 1227-1231.
Sulaksono, M.E., 1987. Peranan, Pengelolaan dan Pengembangan Hewan Percobaan.Jakarta.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16_PerkembangbiakanHewanPercobaan.pd
f/16_PerkembangbiakanHewanPercobaan.html Tanggal diakses 29 April 2016

Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan Karakteristik Hewan
Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15_FaktorKeturunandanLingkungan.pdf/
15_FaktorKeturunandanLingkungan.html Tanggal diakses 28 April 2016

13

Anda mungkin juga menyukai