Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian merupakan kegiatan yang dilakukan berdasarkan kaidah

dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data,

dan keterangan dari subjek terkait, dengan pemahaman teori dan

pembuktian asumsi dan atau hipotesis. Hasil yang didapat merupakan

kesimpulan yang dapat diaplikasikan atau menjadi tambahan pengetahuan

bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Walaupun demikian,kegiatan penelitian

harus tetap menghormati hak dan martabat subjek penelitian.

Penelitian kesehatan dapat dilakukan secara in vitro, memakai

model lingkungan yang telah disimulasi. Sedangkan penelitian lanjutan

dengan menggunakan bahan hidup (in vivo) seperti galur sel dan biakan

jaringan. Walaupun demikian, untuk mengamati, mempelajari, dan

menyimpulkan seluruh kejadian pada makhluk hidup secara utuh

diperlukan hewan percobaan karena hewan percobaan mempunyai nilai

pada setiap bagian tubuh dan terdapat interaksi antara bagian tubuh

tersebut.

Dapat kita saksikan hingga hari ini peneliti kesehatan masih

melakukan penelitian dengan memanfaatkan hewan percobaan, namun

masih ada kekeurangan dalam penanganan dan perawatan hewan

percobaan tersebut sebagaimana layaknya diatur dalam etika pemanfaatan

1
hewan percobaan. Tulisan ini menguraikan kaidah umum yang dianut

dalam pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian yang berkaitan

dengan kesehatan. Tujuan penelitian adalah memicu terciptanya

penemuan yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah maupun

etis, termasuk aplikasinya. Oleh karena itu dibutuhkan pemahaman yang

benar mengenai segala faktor yang mempengaruhi proses penelitian

termasuk bagian penanganan dan perawatan hewan percobaan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penanganan hewan percobaan

2. Bagaimana perawatan hewan percobaan ?

3. Bagaimana cara pemusnahan hewan coba ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui penanganan perawatan hewan coba.

2. Untuk mengetahui perawatan hewan percobaan.

3. Untuk mengetahui cara pemusnahan hewan coba.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penanganan Hewan Percobaan

Cara Memegang Hewan Percobaan Sehingga Siap untuk Diberi

Sediaan Uji:

1. Mencit

Ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan, diletakkan pada

suatu tempat yang permukaannya tidak licin (misal ram kawat pada

penutup kandang), sehingga ketika ditarik, mencit akan mencengkram.

Kulit tengkuk dijepit dengan telunjuk dan ibu jari tangan kiri, ekornya

tetap dipegang dengan tangan kanan. Posisi tubuh mencit dibalikkan,

sehingga permukaan perut menghadap kita dan ekor dijepitkan antara

jari manis dan kelingking tangan kiri.

2. Tikus

Tikus dapat diperlakukan sama seperti mencit, tetapi bagian ekor yang

dipegang pada bagian pangkal ekor dan pegangannya pada bagian

tengkuk bukan dengan memegang kulitnya. Cara memegang tikus

sebagai berikut :

 Tikus diangkat dengan memegang ekornya dari belakang

kemudian diletakkan di atas permukaan kasar.

 Tangan kiri perlahan-lahan diluncurkan dari belakang tubuhnya

menuju kepala.

3
 Ibu jari dan telunjuk diselipkan ke depan dan kakikanan depan

dijepit di antara kedua jari.

3. Kelinci

Kelinci harus diperlakukan dengan halus, tetapi sigap, karena kadang-

kadang memberontak. Kelinci diperlakukan dengan cara memegang

kulit lehernya dengan tangan kiri, kemudian pantatnya diangkat dengan

tangan kanan dan didekapkan ke dekat tubuh.

4. Marmot

Cara memegang marmut, adalah dengan memegang disekitar dada

dari atas dengan ibu jari dan jari telunjuk kanan dibelakang kaki depan.

Sisi lain tangan harus ditempatkan dibawah bagian belakang untuk

mendukung badan marmut. Kesalahan dalam cara memegang marmut

dan kealpaan dalam menahan tubuh bagian bawah dapat

mengakibatkan cedera pada marmut serta luka-luka pada operator

karena garukan kuku marmut.

B. Perawatan Hewan Percobaan

Pemeliharaan kesehatan hewan coba merupakan kombinasi antara

usaha pencegahan penyakit dan pengobatan hewan yang sakit. Tindakan

pencegahan merupakan suatu rangkaian tindakan yang saling

mempengaruhi, terdiri dari : cara pemeliharaan, faktor-faktor yang penting

dalam pemeliharaan, yaitu :

4
1. Kandang

Bangunan kandang harus baik sehingga memberikan

kenyamanan bagi hewan coba. Tidak mempunyai permukaan yang

kasar dan tajam sehingga dapat melukai hewan, mudah dibersihkan,

mudah diperbaiki, tidak mudah dirusak oleh hewan yang dikandang

atau oleh hewan pemangsa dari luar, cukup luas agar hewan dapat

bergerak leluasa untuk mencari makanan dan berbiak. Bangunan

kandang harus cukup terang, mendapat air bersih, mudah dibersihkan,

kering, dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah dan cukup

ventilasi.

Hewan dalam kandang akan merasa nyaman bila kandang

kering, bersih, tidak ribut, temperatur antara 18-19oC (rata-rata 20-22o

C), kelembaban relatif antara 30-70%, sinar antara 800-1300

lumen/m2, pertukaran udara minimum 10 kali/jam. Alas kandang harus

diganti 1-3 kali dalam seminggu untuk menjamin kandang selalu kering

dan bebas dari gas amonia yang merangsang selaput lendir sehingga

hewan tidak mudah terserang penyakit saluran pernafasan.

Peningkatan kadar amonia dalam kandang dapat dicegah dengan

ventilasi yang baik, selalu bersih dan hindari penimbungan feses serta

urin dalam kandang.

Hewan laboratorium harus dikandangkan dengan kondisi secara

biologis optimal dan keperluan hidupnya memadai (nyaman fisik,

5
fisiologis dan biologis). Ada 2 sistem hygiene untuk perkandangan

hewan laboratorium (tikus,mencit) yaitu:

a. Sistem terbuka

Tidak memerlukan persyararatan dan hygiene yang ketat untuk

mencegah masuknya agen infeksius.

b. Sistem tertutup

Dalam system Barier/SPF (Spesific Pathogen Free) hewan

diisolasi secara “Kedap udara luar” untuk mencegah agen infeksius

(Mangkoewidjojo, 2006).

Ukuran panjang dan lebar kandang sebaiknya lebih panjang

dari panjang tubuh hewan termasuk ekornya. Agar tidak

berdesakan, pengisian kandang hendaknya tidak lebih dari 20 ekor

hewan coba berukuran kecil(Kusumawati,2004).

Dalam system Barier/SPF (Spesific Pathogen Free) hewan

diisolasi secara “Kedap udara luar” untuk mencegah agen infeksius

(Mangkoewidjojo, 2006).

Ukuran panjang dan lebar kandang sebaiknya lebih panjang

dari panjang tubuh hewan termasuk ekornya. Agar tidak

berdesakan, pengisian kandang hendaknya tidak lebih dari 20 ekor

hewan coba berukuran kecil(Kusumawati,2004)

2. Makanan

Hewan percobaan membutuhkan makanan yang bergizi dalam

jumlah yang cukup, segar, bersih. Minuman harus selalu bersih dan

6
disediakan dalam jumlah yang tidak terbatas. Makanan harus disimpan

dalam wadah yang bersih dan kering untuk mencegah pencemaran

oleh cendawan dan kutu makanan. Hewan percobaan harus diberi

makanan yang berkualitas baik untuk menjamin tingkat pertumbuhan

dan pembiakan yang normal.

Ketidakseimbangan gizi dalam makanan dapat menimbulkan

macam-macam gangguan misalnya, rambut rontok, kematian anank

prenatal, peka terhadap penyakit, pertumbuhan lambat, berkurangnya

produksi air susu, infertil, anemia, kelainan bentuk tulang, kelainan

jaringan saraf, kesulitan bergerak dan lainnya.

Nutrisi, mencit harus diberi makan pelleted komersial tikus atau

hewan pengerat diet dan air lib iklan. Ini diet yang bergizi lengkap dan

tidak memerlukan suplemen. Makanan asupan sekitar 15g/100g

BB/hari , asupan air sekitar 15 ml/100g BB/hari.

Nutrisi, makanan kelinci harus mengandung 16-20% serat kasar,

14-18% protein kasar dan tidak lebih dari 2500 kcal/hari. Total makanan

kelinci kurang lebih seberat 100g/hari bagi kelinci yang beratnya sekitar

2 kg. kadar serat kasar yang terlalu tinggi akan mengakibatkan

rendahnya defisiensi makannya dan mengakibatkan kepekaan

terhadap radang usus. Bila serat kasar lebih rendah dari 6% akan

mengakibatkan diare dan makan bulunya sendiri. Serat kasar

bermanfaat sebagai pengisis (bulk) perut. Kelinci memerlukan air

minum sekitar 10 ml dan makanan sekitar 5 g untuk setiap 100g berat

7
badan perhari. Kelinci yang sedang menyusui anak memerlukan lebih

banyak air maupun makanan, yaitu mencapai 90 ml air dan 450 g

makanan perhari per 100g berat badan.

3. Pemberian tanda

Hewan coba harus diberi tanda secara baik dan jelas. Terdapat

berbagai cara identifikasi, misalnya pemberian kartu pada kotak

kandang, identifikasi berdasarkan warna bulu, pembuatan lubang dan

guntingan pada daun telinga (pada tikus, hamster). Cincin pada jari

kaki, lempengan logam bernomor yang dikaitkan pada telinga (hamster,

marmoot, kelinci), pemberian zat warna pada bagian kulit yang putih,

pemberian tato dan lainnya.

4. Pencegahan Penyakit

Sejumlah faktor organik dan lingkungan dapat meningkatkan

resiko kontak dengan agen penyakit dan menurunkan daya tahan tubuh

hewan coba. Faktor-faktor tersebut perlu diperhitungkan dalam usaha

pencegahan penyakit. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepekaan

hewan coba terhadap penyakit antara lain : faktor lingkungan, faktor

genetik, faktor metabolisme, faktor perlakuan dalam percobaan, faktor

makanan.

5. Sanitasi lingkungan

Sanitasi merupakan kunci keberhasilan dalam pemeliharaan

hewan coba. Sanitasi berhubungan dengan pembuangan kotoran dari

kandang, perawatan kebersihan kandang. Hewan coba yang biasa

8
digunakan pada skala laboratoium adalah kelinci, mencit, hamster,

marmut dan tikus.

6. Menggunakan kembali hewan yang telah dipergunakan

Menghemat biaya, bila mungkin diperbolehkan menggunakan

hewan percobaan lebih dari sekali. Walaupun demikian, jika hewan

tersebut telah digunakan dalam satu periode dan obat yang digunakan

pada percobaan sebelumnya masih berada dalam tubuh hewan

kemungkinan hasil percobaan berikutnya akan memberikan data yang

tidak benar. Contohnya pemberian barbiturate yang menyebabkan

induksi enzim. Maka dari itu hewan percobaan yang akan digunakan

pada percobaan berikutnya sebaiknya berselang waktu minimal 14 hari.

C. Cara Memusnahkan Hewan Coba

Pengorbanan hewan sering diperlukan apabila keadaan rasa sakit

yang hebat atau lama akibat suatu percobaan atau apabila mengalami

kecelakaan, menderita sakit atau jumlahnya terlalu banyak dibanding

dengan kebutuhan.

Cara pengorbanan hewan salah satunya adalah dengan

menggunakan gas karbondioksida dalam wadah khusus atau dengan

pemberian pentobarbital natrium pada dosis letalnya.

Etanasi atau cara kematian tanpa rasa sakit perlu dilakukan

sedemikian sehingga sehingga hewan akan mati dengan seminimal

mungkin rasa sakit. Pada dasarnya cara fisik yaitu dengan dilakukan

dislokasi leher adalah cara yang paling cepat, mudah, dan

9
berperikemanusiaan. Tetapi cara perlakuan kematian juga perlu ditinjau bila

ada tujuan dari pengorbanan hewan percobaan dalam rangkaian

percobaan.

1. Mencit

Cara kimia antara lain dengan menggunakan eter atau pentobarbital-

Na pada dosis yang mematikan. Cara fisik dilakukan dengan dislokasi

leher. Proses dislokasi dilakukan dengan cara: - Ekor mencit dipegang

dan kemudian ditempatkan pada permukaan yang bisa dijangkaunya.

a. Mencit akan meregangkan badannya.

b. Saat mencit meregangkan badannya, pada tengkuk ditempatkan

suatu penahan, misalnya pensil atau batang logam yang dipegang

dengan tangan kiri.

c. Ekornya ditarik dengan tangan kanan dengan keras, sehingga

lehernya akan terdislokasi dan mencit akan terbunuh.

2. Tikus

Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital-Na pada

dosis yang mematikan. Cara fisik dilakukan dengan proses sebagai

berikut:

a. Tikus diletakkan di atas sehelai kain, kemudian badan tikus

dibungkus termasuk kedua kaki depannya dengan kain tersebut.

Tikus selanjutnya dibunuh dengan cara memukul bagian belakang

telinganya dengan tongkat.

10
b. Tokus dipegang dengan perutnya menghadap ke atas, kemudian

bagian belakang kepalanya dipukulkan dengan keras pada

permukaan yang keras seperti meja.

c. Ekor tikus dipegang, kemudian diayunkan sampai tengkuknya

tepat mengenai permukaan benda keras seperti bagian pinggir

meja.

3. Kelinci

Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital-Na pada

dosis yang mematikan. Cara fisik dilakukan dengan proses:

a. Kaki belakang kelinci dipegang dengan tangan kiri sehingga badan

dan kepalanya tergantung ke bawah menghadap ke kiri.

b. Sisi telapak tangan kanan dipukulkan dengan keras pada tengkuk

kelinci.

c. Pemukulan pada tengkuk kelinci dapat dilakukan dengan

menggunakan alat, mislanya tongkat.

4. Marmot

Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital-Na pada

dosis yang mematikan. Cara fisik dilakukan dengan:

a. Tengkuk marmot dipukul dengan keras dengan menggunakan alat

atau dengan memukulkan bagian belakang kepalanya pada

permukaan keras.

b. Dilakukan dislokasi leher dengan tangan.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penanganan dengan hewan coba harus memperhatikan aspek

perlakuan yang manusiawi terhadap hewan-hewan tersebut, sesuai dengan

prinsip 5F (freedom) yaitu : bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari rasa

tidak nyaman, bebas dari rasa nyeri, trauma, dan penyakit, bebas dari

ketakutan dan stress jangka panjang, bebas mengekspresikan tingkah laku

alami, diberikan ruang dan fasilitas yang sesuai (pengayaan lingkungan

yang sesuai).

B. Saran

Demikian makalah yang kami buat, demoga dapat bermanfaat dan

memperjelas pemahaman tentang pertukaran gas bagi pembaca. Untuk

menyempurnakan makalah ini diharapkan saran dan kritik dari pembaca

karena kesempurnaan hanya milik Allah dan kami masih dalam proses

belajar.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati, Diah.2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta.


UGM Press.

Mangkoewidjojo, Soesanto. 1988. Bioetik dan Kesejahteraan Hewan Dalam


Penelitian Biomedik. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Hewan UGM.

Malole, M.B.M. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di


Laboratorium. Bogor: IPB Ditjen Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Bioteknologi.

Sulaksono, M.E. 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan


Karakteristik Hewan Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis.
Jakarta: Djambatan

13

Anda mungkin juga menyukai