Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang
Farmasi adalah suatu profesi yang berkaitan dengan ilmu kesehatan dan
kimia khusunya tentang obat. Dalam farmasi kita belajar tentang farmakologi.
Farmakologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara obat dan
makhluk hidup. (Katzug, 1989)
Dari pengertiannya kita dapat simpulkan bahwa, farmokologi mempunyai
keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu cara membuat, memformulasi,
menyimpan, dan menyediakan obat. Dalam membuat obat seharusnya kita
juga belajar tentang toksikologi.
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang efek merugikan atau
efek keracunan obat. (Bagad, 2007)
Macam keracunan telah diketahui terjadi berdasarkan kelainan genetic,
gejala keracunan dan tindakan untuk mengatasinya berbeda-beda. Oleh karena
itu, diperlukannya suatu alat atau obyek tertentu untuk dapat membantu dan
dapat pula dipergunakan sebagai subyek untuk penelitian, diantaranya adalah
dengan mempergunakan hewan-hewan percobaan.
Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan
sejak puluhan tahun lalu. Agar mengetahui bagaimana cara kita sebagai
mahasiswa maupun sebagai seorang peneliti dalam hal ini mengetahui tentang
kemampuan obat pada seluruh aspeknya yang  berhubungan dengan efek
toksiknya maupun efek sampingnya tentunya kita membutuhkan hewan uji
atau hewan percobaan.
Hewan coba adalah hewan yang khusus diternakan untuk keperluan
penelitian biologis. Hewan laboratorium tersebut di gunakan sebagai uji
praktik untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Dalam
praktikum kali ini menggunakan mencit dan tikus sebagai hewan percobaan.
Percobaan ini kami lakukan dengan tujuan untuk mengetahui cara
penanganan dan memegang hewan coba.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan pada praktikum ini yaitu :
1. Mahasiswa dapat mengatahui cara penanganan dan memegang hewan
coba seperti mencit, kelinci dan tikus putih.
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara-cara pemberian obat yang baik pada
hewan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Hewan percobaan yang digunakan di laboratorium tidak ternalai jasanya
dalam penilaian efek, toksisitas, dan efek samping seta keamaan dan senyawa
bioaktif. Hewan percobaan merupakan kunci di dalam pengembangan
senyawa bioaktif dan usaha-usaha kesehatan. (Malole, 1989)
Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa
kasih sayang dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis
suatu senyawa bioaktif dengan  hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, antara lain (Malole,1989)
1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri: umur, jenis kelamin, bobot
badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
2. Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana
kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan,
pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang
pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.
3. Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon
hewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan
yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil
percobaan, memberikan penyimpangan hasil

2.2 Uraian Hewan Coba

2.2.1 Klasifikasi hewan coba

Menurut Malole dan Promono (1989), mencit hidup di berbagai daerah mulai
dari iklim dingin, sedang maupun panas dan dapat hidup dalam kandang atau
hidup bebas sebagai hewan liar. Mencit liar lebih suka suhu lingkungan yang
tinggi namun dapat beradaptasi dengan baik pada suhu yang rendah. Bulu
mencit liar berwarna abu-abu dan warna perut sedikit lebih pucat, mata
berwarna hitam dan kulit berpigmen. Smith dan Mangkoewidjojo (1988)
menyatakan bahwa setelah dibudidayakan dan diseleksi selama puluhan tahun,
sekarang mencit memiliki warna bulu dan galur dengan bobot badan yang
bervariasi. Tikus putih (Rattus novergicus) sangat baik sebagai hewan
percobaan, lebih cepat menjadi dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan
musiman, dan umumnya lebih mudah berkembang biak. Menurut Arrington
(1972) dan Priambodo (1995), mencit dan tikus masih merupakan satu famili,
yaitu termasuk ke dalam famili Muridae. Klasifikasi mencit dan tikus di
sajikan dalam tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Mencit (Mus musculus) dan Tikus Putih (Rattus


novergicus)

Klasifikasi Mencit Tikus


Kingdom Animalia Animalia
Filum Chordata Chordata
Sub filum Vertebrata Vertebrata
Kelas Mamalia Mamalia
Ordo Rodentia Rodentia
Genus Mus Rattus
Spesies Mus musculus Rattus novergicus

Berdasarkan sifat genetiknya terdapat tiga macam mencit (Malole dan


Promono, 1989) :
1) Random Breed Mice yaitu mencit yang dikawinkan secara acak dengan
mencit yang tidak ada hubungan keturunan,
2) Inbreed mice yaitu mencit hasil perkawinan antar saudara sebanyak lebih
dari 20 turunan, dan
3) F1-Hybrid yaitu mencit hasil perkawinan antara dua galur yang inbreed.
Berdasarkan lingkungan hidupnya mencit dibagi dalam empat kategori :

1) mencit bebas hama yaitu mencit yang bebas dari mikroorganisme yang
dapat dideteksi,
2) mencit yang hanya mengandung mikroorganisme tertentu,
3) mencit yang bebas mikroorganisme patogen tertentu, dan
4) mencit biasa yaitu mencit yang dipelihara tanpa perlakuan khusus.
Tabel 2. Karakteristik Biologi Mencit (Mus musculus) dan Tikus Putih
(Rattus novergicus)

Karakteristik Mencit Tikus


Lama hidup 1-3 bulan 2-3 tahun
Lama bunting 19-21 hari 20-22 hari
Kawin sesudah beranak 19-24 jam 1-24 jam
Umur disapih 21 hari 21 hari
Umur dewasa 35 hari 40-60 hari
Umur dikawinkan 8 minggu 10 minggu
Siklus estrus 4-5 hari 4-5 hari
Ovulasi 12-14 jam 8-11 jam
Jumlah anak 6-15 ekor Rata-rata 9-20
Putting susu 5 pasang 12 putting, 3 pasang

2.2.2 Bobot Badan Hewan Coba


Di dalam penggunaan, hewan percobaan yang digunakan dapat
berdasarkan kriteria bobot badannya di samping usianya.Farmakope Indonesia
edisi III-1979 mengemukakan kriteria bobot beberapa hewan percobaan yang
digunakan dalam uji hayati.

Mencit :17-25 gram

Kelinci :15-20 kg

Tikus :150-200 gram

Kucing :tidak <5kg

Marmot :300-500 gram

Merpati :100-200 gram

2.3 Cara Penanganan Hewan Coba

Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan


kanan, biarkan menjangkau/ mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang).
Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit
tengkuknya seerat/setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan kanan,
dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri. Dengan demikian,
mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan
(Malole, 1989).

2.4 Cara Pemberian Obat


Berbagai cara pemberian perlakuan terhadap hewan coba dapat dilakukan
dengan cara (Thomson, E.B, 1985)
1. Cara pemberian oral

Pemberian secara oral pada mencit dilakukan dengan alat suntik yang
dilengkapi jarum/kanula oral (berujung tumpul). Kanula ini dimasukkan ke
dalam mulut, kemudian perlahan-lahan diluncurkan melalui langit-langit ke
arah belakang sampai esophagus kemudian masuk ke dalam lambung. Perlu
diperhatikan bahwa cara peluncuran/pemasukan kanus yang mulus disertai
pengeluaran cairan sediaannya yang mudah adalah cara pemberian yang benar.
Cara pemberian yang keliru, masuk ke dalam saluran pernafasan atau paru-
paru dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan kematian.
2. Cara pemberian intra peritoneal

Mencit dipegang pada kulit punggungnya sehingga kulit abdomennya


tegang. Pada saat penyuntikkan, posisi kepala lebih rendah dari abdomen yaitu
dengan menunggingkan mencit atau tikus Jarum disuntikkan sehingga
membentuk sudut 46 derajat dengan abdomen, posisi jarum agak menepi dari
garis tengah  (linea alba) untuk menghindari agar tidak mengenai organ di
dalam peritoneum.
3. Cara pemberian subkutan
Penyuntikkan dilakukan di bawah kulit pada daerah kulit tengkuk dicubit
di antara jempol kemudian jarum di masukan di bawah kulit di antara kedua
jari tersebut.
4. Cara pemberian intramuskular
Penyuntikan dilakukan ke dalam otot pada
daerah otot paha.

5. Cara pemberian intravena


Penyuntikan dilakukan pada vena ekor. Hewan dimasukkan ke dalam
kandang individual yang sempit dengan ekor dapat menjulang ke luar. Dilatasi
vena untuk memudahkan penyuntikan, dapat dilakukan dengan pemanasan di
bawah lampu atau dengan air hangat cara lain Masukkan hewan ke dalam
“holder” sehingga ekor terjulur ke luar. Obat disuntikkan pada vena ekor (vena
lateral) dengan terlebih dahulu vena ekor di dilatasi menggunakan alkohol atau
xylol.

2.5 Uraian Hewan Coba


1. Klasifikasi Mencit (Mus Musculus ) 
Sistem taksonomi mencit adalah (Malole, 1989)
Kingdom : Animalia
filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
kelas : Mamalia
Sub kelas : Rodentia
Ordo : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus Musculus
2. Klasifikasi Tikus putih (Rattus Novergicus)
Sistem taksonomi mencit adalah (Natawidjaya,1983)
Kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Sub ordo : Odontoceti
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus Novergicus
2.5.1 Morfologi dan Anatomi Hewan Coba
1. Mencit (Mus Musculus ) 
Mencit memiliki warna kulit rambut tubuh putih dengan perut
sedikit pucat, mata berwarnah merah. Mencit memiliki panjang tubuh 153
mm, panjang ekor 79 mm, ukuran kaki belakang 16 mm, ukuran telingga 12
mm, dan berat tubuh dewasa 20-30 gr ( Natawidjaya, 1983).
2. Tikus putih (Rattus Novergicus)
Tikus memiliki kaki 4, berjari 4, bulu berwarna putih, mata
berwarna merah, memiliki panjang mencapai 70-100 mm bahkan lebih.
Berat tikus dewasa berkisaran 200-300 (Sugiyanto,1995).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
1) Kandang mencit
2) Penutup kasar (kawat)
3) Kotak/kandang tikus
4) Kain kasar
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu :

1) Mencit (Mus musculus)


2) Tikus Putih (Rattus novergicus)
3.2 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja dalam percobaan ini, yaitu :

1) ujung mencit atau tikus diangkat dengan tangan kanan


2) selanjutnya mencit atau tikus dibiarkan mencengkram alat penutup
kandang yang kasar (kawat) sehingga tertahan ditempat,
3) lalu ibu jari dan jari elunjuk kiri menjepit kulit tengkuk seerat mungkin,
4) kemudian ekor dari mencit atau tikus dipindahkan diantara jari manis dan
jari kelingking tangan kiri dan mencit atau tikuspun siap diberi perlakuan
dengan tangan kanan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

gambar 4.1
ggambar 4.1 Mencit
Mencit (Mus
(Mus musculus)
musculus)
4.2 Pembahasan
Pada paktikum kali ini langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan
hewan coba mencit dan tikus.
a. Mencit (Mus musculus) adalah salah satu anggota kelompok hewan
animalia.
hewan ini ditandai dengan ciri berikut : jinak, takut cahaya, aktif pada malam
hari, mudah berkembang biak, siklus hidup yang pendek, dan tergolong
poliestrus (Fransius, 2008). Mencit atau mus musculus adalah hewan yang
paling umum digunakan pada penelitian laboratorium sebagai hewan percobaan,
yaitu sekitar 40-80%. (Aditya, 2006). Langkah pertama yang kami lakukan pada
saat penanganan hewan coba mencit yaitu melakukan penanganan terhadap
hewan coba sesuai prosedur yaitu, pertama ekor mencit diankat dari kandangnya
menggunakan tangan kanan, letakkan pada suatu tempat yang permukaanya
tidak licin, sehinnga saat ditarik mencit tidak akan mencengkram. Telunjuk dan
ibu jari tangan kiri menjepit kulit tengkuk sedangkan ekornya dengan tangan
kanan. Kemudian posis tubuh mencit di balikkan sehingga perut menghadap ke
kita dan ekor dijepitkan antara jari manis dan kelingking tangan kiri. Hewan siap
diberi perlakuan.
b. Tikus ( Ratus Novergicus) adalah hewan percobaan yang sering digunakan
di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan.
Hewan ini mudah ditangani. Sifat tikus sangat cerdas, tidak begitu fotofobik,
aktivitasnya cenderung bekumpul. Cara perlakuan tikus sama seperti hewan
mencit yaitu ekor tikus diangkat dari kandangnya menggunakan tangan
kanan, letakkan pada suatu tempat yang permukaanya tidak licin, sehinnga
saat ditarik tikus tidak akan mencengkram. Telunjuk dan ibu jari tangan kiri
menjepit kulit tengkuk sedangkan ekornya dengan tangan kanan. Kemudian
posis tubuh mencit di balikkan sehingga perut menghadap ke kita dan ekor
dijepitkan antara jari manis dan kelingking tangan kiri. Hewan siap diberi
perlakuan.
Adapun keuntungan dari penggunaan hewan coba yaitu muidah ditangani,
mudah dikembangbiakan, mudah dipelihara, reaksi obat yang diberikan lebih
cepat menimbulkan efek. Sedangkan kerugiannya yaitu aktivitas terganggu bila
ada manusia dan lebih resisten terhadap infeksi, galak, bila makanan kurang dia
bisa memakan sejenisnya.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum tadi dapat disimpulkan bahwa penanganan hewan
percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan
berprikemanusiaan. Setiap hewan percobaan memiliki sifat – sifat biologis
yang berbeda, tentunya dengan penanganan yang berbeda pula.

5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya sebaiknya praktikan membawa mencit atau
hewan percobaan yang terstandar, yang kondisinya terbukti baik secara
keseluruhan dan fisiologisnya. Agar dalam percobaan memberikan hasil yang
baik.

DAFTAR PUSTAKA

Bagod Sudjadi dan Siti Laila. 2007. Biologi Sains dalam Kehidupan. Surabaya:
Yudhistira.

Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik. Indonesia,


Katzung. 1989. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3. Jakarta: EGC

Malole, M.B.M, Pramono C.S.U, 1989, Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan


diLaboratorium. Bogor : PAU Pangan dan Gizi, IPB.
Natawidjaya, P. 1983. Mengenal Beberapa Binatang Di Alam
Sekitarnya. Pustaka. Dian. Jakarta.
Priyanto, dan Batubara I, 2018, Farmakologi Dasar, 77-78, Leskonfi, Jakarta.
Sugiyanto. 1995. Petunjuk Farmakologi. Adisi IV. Laboratorium Farmakologi
dan. Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Sulaksono, M.E 2002, Perananan Pengelolaan dan Pengembangan Hewan
Percobaan, Tersedia : http://www.kalbe.co.id/files. Peranan Pengelolaan
Pengembangan Hewan percobaan, Diakses : 5 Oktober 2012..
Thompson E.B., 1985, Drug Bioscreening, Graceway Publishing Company, Inc.
America, 40, 118.
 Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik. Indonesia,

Anda mungkin juga menyukai