Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu kesehatan, pemanfaatan hewan sebagai objek percobaan juga terus berkembang. Hewan laboratorium meruapakan hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pangamatan laboratorik. Hewan percobaan adalah setiap hewan yang dipergunakan pada sebuah penelitian biologis dan biomedis yang dipilih berdasarkan syarat atau standar dasar yang diperlukan dalam penelitian tersebut. Dalam menggunakan hewan percobaan untuk penelitian diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai berbagai aspek tentang sarana biologis, dalam hal penggunaan hewan percobaan laboratorium (Ridwan, 2013: 113). Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian ilmiah adalah tikus. Tikus (Rattus norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya secara sempurna, mudah dipelihara, dan merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai penelitian (Depkes, 2011). Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya (Smith and Mangkoewidjojo, 1988). Tikus merupakan hewan laboratorium yang banyak digunakan dalam penelitian dan percobaan antara lain untuk mempelajari pengaruh obat-obatan, toksisitas, metabolisme, embriologi maupun dalam mempelajari tingkah laku (Malole dan Pramono, 1989).

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana data biologik hewan coba tikus? 2. Apa saja jenis atau galur hewan coba tikus? 3. Bagaimana pemilihan kandang untuk hewan coba tikus? 4. Apa saja kebutuhan pakan hewan coba tikus?

5. Bagaimana cara memegang dan teknik perlakuan hewan coba tikus? 6. Bagaimana siklus estrus dari hewan coba tikus?

C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui data biologik hewan coba tikus. 2. Mengetahui jenis atau galur hewan coba tikus. 3. Mengetahui kandang yang cocok untuk hewan coba tikus. 4. Mengetahui kebutuhan pakan hewan coba tikus. 5. Mengetahui cara memegang dan teknik perlakuan pada hewan coba tikus. 6. Mengetahui siklus estrus dari hewan coba tikus.

BAB II PEMBAHASAN A. Pengenalan Tikus Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pangamatan laboratorik. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya (Smith and Mangkoewidjojo, 1988). Tikus merupakan hewan laboratorium yang banyak digunakan dalam penelitian dan percobaan antara lain untuk mempelajari pengaruh obatobatan, toksisitas, metabolisme, embriologi maupun dalam mempelajari tingkah laku (Malole dan Pramono, 1989). Tikus (Rattus norvegicus) berasal dari Asia Tengah dan penggunaannya telah menyebar luas di seluruh dunia (Malole dan Pramono, 1989). Menurut Besselsen (2004) dan Depkes (2011) taksonomi tikus adalah: Kingdom : Animalia Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia

Subkelas : Theria Ordo Subordo Famili : Rodensia : Sciurognathi : Muridae

Subfamili : Murinae Genus Spesies : Rattus : Rattus norvegicus

B. Data Biologik Tikus Tikus laboratorium adalah dari jenis Rattus norvegicus, hewan mamalia dari ordo Rodentia. Seperti mencit, tikus juga memiliki pendengaran yang

sangat tajam sehingga sangat peka terhadap suara ultrasonik. Penglihatan tikus sangat lemah dan tidak mampu mendeteksi warna. Tikus liar, tikus Norwegia dan tikus coklat, adalah hewan semarga dengan tikus laboratorium. Akan tetapi, nama ilmiah tikus liar lain itu yaitu tikus hitam adalah Rattus rattus. Tikus ini sampai mirip dengan tikus Norwegia dan sering terdapat di kota-kota di seluruh dunia tetapi jarang dipakai sebagai hewan laboratorium. Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus dapat tinggal sendirian dalam kandang, asal dapat melihat dan mendengar tikus lain. Jika dipegang dengan cara yang benar, tikus-tikus ini tenang dan mudah ditangani di laboratorium. Pemeliharaan dan makanan tikus lebih mahal daripada mencit tetapi tikus dapat berbiak sebaik mencit. Karena hewan ini lebih besar daripada mencit, maka untuk beberapa macam percobaan, tikus lebih menguntungkan (Malole dan Pramono, 1989: 37) Peternakan tikus sebagai hewan kesenangan sudah berkembang kira-kira seratus tahun yang lalu. Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika Serikat antara tahun 1877 dan tahun 1893 (Robinson, 1979). Hewan ini telah mengalami perubahan karena domestikasi (Richter, 1954). Dibandingkan dengan tikus liar, tikus laboratorium lebih cepat menjadi dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih mudah berkembang biak. Jika tikus liar dapat hidup selama 4-5 tahun, tikus laboratorium jarang hidup lebih dari 3 tahun. Bulu tikus liar berwarna keabuabuan menciri dengan abdomen keputi-putihan. Mata berwarna hitam dan kulit berpigmen. Berat badan pada umur empat minggu dapat mencapai 40-50 g dan setelah dewasa sampai 300 g atau lebih. Tikus liar makan semua jenis makanan seperti yang dimakan oleh mencit liar (Malole dan Pramono, 1989: 37).

Tabel 1. Data biologik tikus - Konsumsi pakan per hari - Konsumsi air minum per hari - Diet protein - Ekskresi urine per hari - lama hidup - Bobot badan dewasa - Jantan - Betina - Bobot lahir - Dewasa kelamin (jantan=betina) - Siklus estrus (menstruasi) - Umur sapih - Mulai makan pakan kering - Rasio kawin - Jumlah kromosom - Suhu rektal - Laju respirasi - Denyut jantung - Pengambilan darah maksimum - Jumlah sel darah merah (Erytrocyt) - Kadar haemoglobin(Hb) - Pack Cell Volume (PCV) - Jumlah sel darah putih (Leucocyte) 5 g/100 g bb 8-11 ml/100 g bb 12% 5,5 ml/100 g bb 2,5- 3 tahun 300-400 g 250-300 g 5-6 g 50+10 hari 5 hari (polyestrus) 21 hari, 40-50 g 12 hari 1 jantan 3 atau 4 betina 42 37,5oC 85 x/mn 300 500 x/mn 5,5 ml/Kg 7,2-9,6 X 106 / l 15,6 g/dl 46% 14 103 /l

Umumnya berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 g, dan berat dewasa rata-rata 200-250 g, tetapi bervariasi tergantung pada galur. Tikus jantan tua dapat mencapai 500 g tetapi tikus betina jarang lebih dari 350 g. Galur Sprague-Dawley paling besar, hampir sebesar tikus liar. Ada

beberapa galur tidak berhenti tumbuh sesama hidupnya. Walaupun sudah dewasa tikus tersebut akan tumbuh terus tetapi sangat lambat(Malole dan Pramono, 1989: 38). Ada dua sifat utama yang membedakan tikus dengan hewan percobaan lainnya, yaitu tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim pada tempat bermuara esofagus ke dalam lambung sehingga mempermudah proses pencekokan perlakuan menggunakan sonde lambung, dan tidak mempunyai kandung empedu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Selain itu, tikus hanya mempunyai kelenjar keringat di telapak kaki. Ekor tikus menjadi bagian badan yang paling penting untuk mengurangi panas tubuh. Mekanisme perlindungan lain adalah tikus akan mengeluarkan banyak ludah dan menutupi bulunya dengan ludah tersebut (Sirois, 2005).

C. Jenis Atau Galur Tikus Tikus yang selama ini sering digunakan sebagai tikus percobaan memiliki beberapa jenis atau galur. Tidak semua jenis tikus yang kita kenal digunakan untuk melaksanakan penelitian. Tikus got yang bertubuh besar (kadang bisa membuat kucing ketakutan) bukanlah hewan yang digunakan sebagai tikus penelitian. Tikus laboratorium adalah spesies tikus Rattus norvegicus yang dibesarkan dan disimpan untuk penelitian ilmiah. Tikus laboratorium telah digunakan sebagai model hewan yang penting untuk penelitian di bidang psikologi, kedokteran, dan bidang lainnya. Sebuah galur atau strain, mengacu pada tikus, adalah sebuah kelompok di mana semua anggota secara genetik identik. Pada tikus, ini dicapai melalui perkawinan sedarah. Dengan memiliki populasi jenis ini, adalah mungkin untuk melakukan percobaan pada peran gen, atau melakukan percobaan yang mengecualikan variasi dalam genetika sebagai faktor. Sebaliknya, outbred strain, digunakan ketika identik genotipe tidak diperlukan atau populasi acak diperlukan, dan lebih didefinisikan sebagai leluhur pembanding strain.
Terdapat tiga galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan yaitu galur Sprague dawley

berwarna albino putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang dari badannya, galur Wistar ditandai dengan kepala besar dan ekor yang lebih pendek, dan galur Long evans yang lebih kecil daripada tikus putih dan memiliki warna hitam pada kepala dan tubuh bagian depan (Malole dan Pramono, 1989).

1. Tikus Wistar Tikus galur wistar merupakan bagian dari spesies Rattus norvegicus. Jenis galur ini dikembangkan di Institut Wistar pada tahun 1906 untuk digunakan dalam biologi dan penelitian medis. Jenis Tikus ini galur tikus pertama yang dikembangkan sebagai model organisme. Tikus Wistar adalah hewan yang sering dipergunakan dalam berbagai penelitian, termasuk penelitian hormon dan pengamatan tingkah laku kopulasi yang berkaitan dengan libido. Ciri tikus ini adalah mempunyai kepala lebar, telinga panjang, dan memiliki berat badan antara 200-400 gram dengan lama waktu hidup 2,5 sampai dengan 3 tahun. Masa pubertas tikus 50 10 hari. Standar perawatan tikus wistar sebagai hewan percobaan meliputi makanan, minuman, dan lingkungan pada kandang diantaranya

temperatur, kelembaban dan intensitas cahaya. Tikus wistar memerlukan asupan makanan sebanyak 5 gram/100 gram berat badan dan konsumsi cairan 8 11 ml/gram berat badan dalam 24 jam. Temperatur kandang yang diperlukan untuk perawatan tikus wistar adalah 21 24oC dengan rata-rata kelembaban 40-60%. Intensitas cahaya yang diperlukan adalah 75125 fc, dengan siklus siangmalam sebanyak 1212 jam atau 1410 jam.

2.

Tikus Sprague Dawley Tikus Sprague Dawley memiliki ciri-ciri berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya (Malole dan Pramono). Jenis ini secara ekstensif digunakan dalam riset medis. Keuntungan

utamanya adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya. Tikus jenis ini pertama kali diproduksi oleh peternakan Sprague Dawley (kemudian menjadi Perusahaan Animal Sprague Dawley) di Madison, Wisconsin. Fasilitas penangkaran dibeli pertama kali oleh Gibco dan kemudian oleh Harlan (sekarang Harlan Sprague Dawley) pada bulan Januari 1980. Rata-rata ukuran berat tubuh tikus Sprague Dawley adalah 10.5. Berat badan dewasa adalah 250-300g bagi betina, dan 450-520g untuk jantan. Hidup yang khas adalah 2,5-3,5 tahun. Tikus ini biasanya memiliki ekor untuk meningkatkan rasio panjang tubuh dibandingkan dengan tikus Wistar.

3. Tikus Long-Evans Long-Evans tikus adalah tikus strain outbred termasuk dalam spesies Rattus norvegicus. Jenis galur ini

dikembangkan oleh Drs. Long dan Evans pada tahun 1915 dengan

menyilangkan beberapa Wistar betina dengan Tikus jantan grey wild . Long Evans tikus putih dengan tudung hitam, atau kadang-kadang putih dengan kerudung cokelat. Mereka dimanfaatkan sebagai model serbaguna organisme, sering dalam perilaku dan penelitian obesitas.

Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah galur Sprague Dawley berjenis kelamin jantan berumur kurang lebih 2 bulan. Tikus Sprague Dawley dengan jenis kelamin betina tidak digunakan karena kondisi hormonal yang sangat berfluktuasi pada saat mulai beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan memberikan respon yang berbeda dan dapat mempengaruhi hasil penelitian (Kesenja 2005). Tikus putih galur ini mempunyai daya tahan terhadap penyakit dan cukup agresif dibandingkan dengan galur lainnya (Harkness dan Wagner. 1983).

D. Kandang Prinsip kandang mencit laboratorium sama dengan kandang tikus laboratorium, tetapi kandang tikus perlu sedikit lebih besar. Semua jenis kandang digunakan dengan maksud sama, yaitu dipakai untuk

mengandangkan hewan untuk percobaan, untuk menternakkan atau untuk hewan persediaan (hewan stok). Kandang harus cukup kuat tidak mudah rusak, dan tahan disteril ulang dengan suhu sampai 120oC dan tahan disterilkan dengan bahan kimia. Kandang ini harus dibuat dari bahan yang baik dan mudah dibongkar, mudah dibersihkan dan mudah dipasang lagi. Kandang harus tahan gigitan, hewan tidak mudah lepas, tetapi hewan harus tampak jelas dari luar (Malole dan Pramono, 1989: 40) Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan tikus biasanya berupa kotak yang terbuat dari metal atau plastik. Tutup untuk kandang berupa kawat dengan ukuran lubang 1,6 cm2. Alas kandang terbuat dari guntingan kertas, serutan kayu, serbuk gergaji atau tongkol jagung yang harus bersih, tidak beracun, tidak menyebabkab alergi dan kering (Malole dan Pramono, 1989). Ukuran kandang yang dianjurkan adalah 900 cm2 untuk sepasang tikus bibit, dan 1.080 cm2 cukup untuk seekor induk dengan 14 anak. Pada waktu disapih, kurang lebih 10 ekor tikus dapat ditempatkan di kandang yang lebih besar. Sesudah itu, tingkat populasi harus makin dikurangi untuk menghindari

gangguan pertumbuhan. Kalau sudah dewasa, 4-5 ekor tikus merupakan jumlah maksimum untuk kandang dengan ukuran tersebut. Satu alasan lagi mengapa tidak dianjurkan terlalu banyak tikus di satu kandang adalah bahwa terlalu berdesak-desakan menyebabkan suhu badan meningkat di atas normal. Tikus hanya mempunyai kelenjar keringat di telapak kakinya. Seperti pada mencit, ekor tikus menjadi bagian badan paling penting untuk mengurangi panas tubuh. Kalau kandang diisi sampai berdesakan, tikus tidak dapat mengurangi panas badannya dengan cara ini, dan tinggal satu mekanisme perlindungan, tikus akan mengeluarkan banyak ludah dan menutupi bulunya dengan ludah. Kalau cara ini gagal, tikus akan mati sesudah beberapa menit karena hipertermi. Akan tetapi kalau ruang tikus dapat dipertahankan pada suhu 20-25oC, masalah tersebut jarang terjadi. Kalau suhu lebih dari 30oC masalah lain juga timbul yaitu tikus tidak dapat berbiak. Walaupun sebanarnya temperatur ideal kandang yaitu 18-27oC atau rata-rata 22oC dan kelembaban realtif 40-70% (Malole dan Pramono, 1989). Seperti mencit, tikus mengerat makannya melalui keranjang kawat, tetapi tikus menarik pelet yang sudah separuh dimakan melalui kawat, makanan itu lalu dipegang dengan kaki depannya dan dimakan. Hal ini berbeda dengan mencit yang membuang pelet seperti itu dan kembali ke tempat makanan untuk makan pelet baru (Malole dan Pramono, 1989: 40). E. Alat-alat Makan dan Minum Prinsip yang dipakai untuk memberi makan dan minum tikus, sama dengan yang dipakai untuk mencit. Tikus minum air lebih banyak daripada mencit, oleh karena itu air minum harus tersedia terus-menerus. Mungkin harus dipakai botol air lebih besar dari botol yang dipakai untuk air minum mencit. Air minum dapat ditambah dengan asam klorida dan ini tidak merugikan tikus. Tiap hari seekor tikus dewasa minum 20-45 ml air (Malole dan Pramono, 1989: 43). F. Makanan Tikus Seperti untuk mencit laboratorium, kualitas makanan tikus merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemampuan tikus mencapai potensi

genetik untuk tumbuh, berbiak, hidup lama atau reaksi setelah pengobatan dan lain-lain. Selanjutnya, percobaan-percobaan tentang makanan, dan defisiensi zat makanan pada semua jenis hewan termasuk manusia, kebanyakan menggunakan tikus daripada hewan percobaan lain (Malole dan Pramono, 1989: 43). Pada dasarnya, makanan tikus tidak banyak berbeda dengan makanan mencit. Cara menyediakan makanan tikus juga sama dengan mencit. Bahan dasar makanan tikus dapat juga sedikit bervariasi misalnya: protein, 20-25% (tetapi hanya 12% atau protein itu lengkap berisis semua 20 asam amino esensial dengan konsentrasi benar); lemak, 5%; pati, 45-50%, serat kasar, dan abu, 4-5%. Makanan tikus harus mengandung vitamin A (4000 IU/Kg); vitamin D (1000 IU/Kg); alfa-tokoferol (30 mg/Kg); asam linoleat (3 g/Kg); tiamin (4 mg/Kg); riboflavin (3 mg/Kg); pantotenat (8 mg/Kg), vitamin B12 (50 ug/Kg); biotin (10 ug/Kg); piridoksin (40-300 ug/Kg); dan kolin (1000 mg/Kg). Tiap hari seekor tikus dewasa makan antara 12 g sampai 20 g makanan. Seperti mencit, kalau tikus bunting atau menyusui, nafsu makannya bertambah (Malole dan Pramono, 1989: 43-44). Kebutuhan pakan bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih sebanyak 10% dari bobot tubuhnya jika pakan tersebut berupa pakan kering dan dapat ditingkatkan sampai 15% dari bobot tubuhnya jika pakan yang dikonsumsi berupa pakan basah. Kebutuhan minum seekor tikus setiap hari kira-kira 1530 ml air. Jumlah ini dapat berkurang jika pakan yang dikonsumsi sudah banyak mengandung air (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Rata-rata pemberian pakan harian untuk tikus Sprague-Dawley selama periode pertumbuhan dan reproduksi mendekati 15-20 g untuk jantan dan 10-15 g untuk betina (National Research Council, 1978). Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa pada kondisi dimana pakan diberikan dalam jumlah yang sangat terbatas maka tikus dapat mengurangi konsumsi energinya, tetapi jika nafsu makan berlebih, tikus dapat meningkatkan penggantian energi. Adapun kriteria yang umum digunakan dalam memperkirakan kecukupan nutrisi makanan antara lain pertumbuhan,

reproduksi, pola tingkah laku, kesediaan nutrisi, aktivitas enzim, histologi jaringan dan kandungan asam amino serta protein dalam jaringan (National Research Council, 1978). Pakan yang diberikan pada tikus umumnya tersusun dari komposisi alami dan mudah diperoleh dari sumber daya komersial. Namun demikian, pakan yang diberikan pada tikus sebaiknya mengandung nutrien dalam komposisi yang tepat. Pakan ideal untuk tikus yang sedang tumbuh harus memenuhi kebutuhan zat makanan antara lain protein 12%, lemak 5%, dan serat kasar kira-kira 5%, harus cukup mengandung vitamin A, vitamin D, asam linoleat, tiamin, riboflavin, pantotenat, vitamin B12, biotin, piridoksin dan kolin serta mineral-mineral tertentu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Menurut McDonald (1980), protein pakan yang diberikan pada tikus harus mengandung asam amino essensial yaitu : Arginin, Histidin, Isoleusin, Leusin, Methionin, Fenilalanin, Treonin, Tryptofan, dan Valine. Selain nutrisi, hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tikus putih sebagai hewan percobaan adalah perkandangan yang baik.

Tabel 2. Mineral dalam Makanan Tikus Kalsium Fosfor Magnesium Kalium Natrium Tembaga Yodium Besi Mangan Seng 0,5% 0,4% 400 mg/Kg 0,36% 0,05% 5,0 mg/Kg 0,15 mg/Kg 35,0 mg/Kg 50,0 mg/Kg 12,0 mg/Kg

G. Memegang dan Identifikasi Tikus muda dapat dipungut dengan ekornya seperti mencit. Tikus yang sedikit lebih besar dapat dipungut dengan cara sama, tetapi harus dipegang di daerah setengah bagian proksimal ekor. Tikus dewasa lebih-lebih betina bunting tidak boleh dipungut dengan ekornya tetapi dengan memegang badannya. Berat badan harus ditopang dengan tangan, baik dengan tapak tangan atau dengan memegang tikus pada dada dan bahu. Tikus tidak agresif kalau dipegang dari atas, tapi tikus menjadi gugup kalau diburu ke sudut kandang dan mau menggigit. Kalau tikus laboratorium harus dipegang dengan hati-hati, cepat mejadi tenang seperti hewan kesenangan (Malole dan Pramono, 1989: 44). Cara Penanganan Pertama, ekor dipegang sampai pangkal ekor. Kemudian telapak tangan menggenggam melalui bagian belakang tubuh dengan jari telujuk dan jempol secara perlahan diletakkan disamping kiri dan kanan leher. Tangan yang lainnya membantu dengan menyangga dibawahnya, atau tangan lainnya dapat digunakan untuk menyuntik (Syamsuddin, 2011: 9). Gambar 1. Cara memegang tikus untuk injeksi IP Gambar 2. Cara memegang tikus

H. Teknik Percobaan Penandaan (Identifikasi) Hewan Laboratorium Beberapa cara peandaan hewan laboratorium dilakukan untuk mengetahui kelompok hewan yang diperlakukan berbeda dengan kelompok lain. Penandaan ini dapat dilakukan secara permanen untuk penelitian jangka panjang (kronis), sehingga tanda tersebut tidak mudah hilang, yaitu dengan ear tag (anting bernomor), tato pada ekor, melubangi daun telinga dan elektronik transponder (Syamsuddin, 2011: 10). Pengambilan Darah Pada umumnya pengambilan darah yang terlalu banyak pada hewan kecil dapat menyebabkan syok hipovolemik, stres dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Tetapi bila dilakukan pengambilan sedikit darah tetapi sering, juga dapat menyebabkan anemia. Pada umumnya pengambilan darah dilakukan sekitar 10 % dari total volume darah dalam tubuh dan selama selang waktu 24 minggu. Atau sekitar 1 % dengan interval 24 jam. Total darah yang diambil sekitar 7,5 % dari bobot badan. Diperkirakan pemberian darah tambahan (exsanguination) sekitar setengah dari total volume darah. Contohnya : bobot 300 g, total volume darah 22,5 ml, maksimum pengambilan darah2,25 ml, maka pemberian exsanguination 11,25 ml. Pengambilan darah harus menggunakan alat speaseptik mungkin. Untuk meningkatkan vasodilatasi, perlu diberi kehangatan pada hewan tersebut, misalnya taruh dalam ruangan dengan suhu 40 C selama 10-15 menit, dengan memasang lampu pemanas dalam ruangan tersebut. Pengambilan darah dapat dilakukan pada lokasi tertentu dari tubuh, yaitu : Vena lateral dari ekor Bagian ventral arteri ekor Sinus orbitalis mata Vena saphena (kaki) Anterior vena cava Langsung dari jantung.

(Syamsuddin, 2011: 10-11).

Adapun teknik pengambilan darah pada tikus sebagai berikut: 1. Dengan memotong ujung ekor. 2. Darah dapat diperoleh juga dari vena lateralis ekor. Cara ini sedikit lebih mudah dilaksanakan pada tikus daripada mencit. Dapat dipakai jarum ukuran 26 ( 26 gauge). Tikus harus dimasukkan dalam alat semacam perangkap, dan ekor dikeluarkan. Ekor diputar 90o C. untuk tikus tua, ekor dimasukkan dalam larutan Na sulfat pekat selama dua menit untuk menghilangkan keropeng kulit. Akan tetapi harus segera dicuci. Untuk melebarkan vena, ekor dapat dimasukkan dalam air hangat selama beberapa menit, kemudian ekor dikeringkan sebelum vena ditusuk dengan jarum. 3. Cara memperoleh darah dari sinus orbitalis jarang dipakai dan perlu anastesi. 4. Cara memperoleh darah dari jantung tikus lebih sering dipakai daripada mencit. Diperlukan anastesi dan cara ini sama pada mencit . 5. Cara dekapitasi sering dipakai pada tikus. 6. Seperti pada mencit, cara ,memperoleh darah tikus dari vena saphena atau vena jugularis tidak lazim dipakai. (Malole dan Pramono, 1989: 54) Pengambilan cairan tubuh Cairan limfe sering diperoleh untuk percobaan imunologis. Karena tikus lebih besar daripada mencit, ductus thoracicus tikus mudah ditemukan dan dapat diperoleh banyak cairan limfe. Pada dasarnya cara yang dipakai sama dengan yang diuraikan dalam bab 2. Cara asites jarang dipakai pada percobaan dengan tikus. Anastesi Tikus yang ebnar-benar sehat dan bebas dari penyakit CRD adalah hewan hewan percobaan yang baik untuk dianastesi. Jarag terjadi reaksi samping terhadap anastetika yang lazim dipakai. Sebaliknya tikus yang terinfeksi

penyakit CDR mempunyai resiko besar dan dapat menimbulkan bnayak kematian baik selama anastesi maupun dalam periode pascaoperasi. Eter Eter tidak begitu bermanfaat pada tikus karena jarang diperoleh hewan bebas dari penyakit CDR. Karena eter menyebabakan iritasi sistem pernafasan tikus, kalau system peradangan meradang , hasilnya kurang baik. Kalau dipakai eter, tidak boleh lupa bahwa diperlukan ventilasi laboratorium yang baik sekali. Barbiturat Depresi sistem pernapasan dan hipotermi adalah bahaya yang sering timbul kalau dipakai anastetika barbiturat. Oleh karena itu, penting bahwa saluran pernapasan dijaga baik-baik dan dipertahankan homoestatis cairan badan dan suhu. Ini penting baik selama operasi maupun sesudah operasi. a. Pentobarbital dapat dipakai dengan dosis 25 mg/kg I.V. atau 50 mg/kg I.P. paling baik kalau larutan baru dengan konsentrasi 3 % dibuat dari serbuk barbiturate segera sebelum anstetika digunakan. Anastesi terjadi sesudah 10 menit dan berlangsung 25-40 menit. b. Triopental dapat dipakai dengan dosis 20 mg/kg I.V. atau 4 mg/kg I.P. akan tetapi anastetika ini jarang dipakai untuk tikus. Ketamin hidroklorida Anastetika ini dapat dicoba dengan dosis 44-60 mg/kg I.M. akan tetapi pengalaman penggunaan anastetika ini sangat bervariasi . masalah penting adalah bahwa relaksasi otot sangat buruk. Namun, kalau fentanil-fluanison (Hypnorn) atau fentanil-droperidol (InnovarVet) disuntikkan I.M atau I.P dengan dosis 0,3-0,4 ml kg beberapa menit sebelum campuran ketamin (80 mg/kg) dan xilazin (12 mg/kg) disuntikkan I.P, status anstesi yang baik akan tercapai.

Alfaxolon-alfadolon (saffan) Kalau anastetika ini disuntikkan I.M atau I.P. hasilnya bervariasi akar. Tetapi kalau dberikan I.V. dengan dosis 10-12 mg/kg status anastesi yang baik terjadi sesudah 20 detik dan berlangsung 15-12 menit. Metoksifluran Metoksifluran dengan O2 merupakan anastesi aman kalau dipakai dengan konsentrasi 0,5-1,0 % dan cocok untuk periode anastesi lama dan stabil. Gas dialirkan kira-kira 500 ml menit. Metoksifluran dapat diuapkan dalam alat yang memadai, atau dapat diberikan pada tikus melalui sebuah kerucut mulut. Satu-satunya kekurangan dalam penggunaan anastetika ini adalah bahwa hewan lama pulih kembali, sampai 24 jam. Halotan Anastretika ini bagus sekali kalau dipakai dengan alat penguapan dengan kalibrasi yang tepat. Halotan dapat digunakan bercampur O2 atau N2O : O2 dengan konsentrasi 1-2 % dan gas dialirkan kira-kira 500 ml/menit. Kepulihan pelan-pelan dan berlangsung hanya 3-4 menit. Eutanasi Kalau banyak tikus akan dibunuh, paling mudah memakai karbon dioksida . biasanya tikus terlalu besar kalau dipakai cara dislokasi leher seperti mencit. Akan teapi kalau tikus masih muda, berat badan kurang dari 100 g cara ini dapat dipakai. Untuk tikus lebih tua atau dewasa lebih baik dipakai alat-alat dekapitasi ( guillotine ) atau suntikan pentobarbiton dengan dosis 100 mg/kg I.P. kadang-kadang kloroform bermanfaat juga, tetapi eter terlalu berbahaya karena dapat meledak. (Malole dan Pramono, 1989: 54-57) I. Siklus Estrus Tikus Pemantauan siklus estrus berperan penting pada keberhasilan fertilisasi dan reproduksi untuk meningkatkan jumlah populasi hewan (Nalley et al., 2011), khususnya hewan-hewan dengan status konservasi terancam punah

(Maxim et al., 2003). Dengan diketahui saat masa subur yang umum terjadi di pertengahan siklus, hewan betina dapat dikawinkan secara alami di penangkaran. Masa subur ditandai dengan dilepaskannya sel telur betina matang melalui peristiwa ovulasi (Sophia, 2003). Pada masa tersebut, hormon estrogen mencapai kadar maksimal dan kemudian menurun drastis. Setelah ovulasi terjadi, rendahnya kadar estrogen akan digantikan dengan mulai meningkatnya kadar progesteron. Peningkatan kadar progesteron menandakan ovulasi telah terjadi dan kadar progesteron akan mencapai puncaknya pada fase midluteal siklus. Fluktuasi kadar hormon-hormon tersebut merupakan respons terhadap bekerjanya hormon-hormon hipofisis pada organ ovari (Champbell et al., 2004; Dewi, 2010). Siklus berahi adalah selang waktu atau jarak antara berahi yang satu sampai berikutnya. Sedangkan berahi atau estrus itu sendiri adalah saat di mana hewan betina bersedia menerima pejantan untuk kopulasi (Portodiharjo, 1987). Lama siklus estrus berbagai jenis hewan bervariasi. Pada hewan laboratorium seperti tikus panjang siklus estrus adalah 4 5 hari. Seperti pada hewan lain siklus estrus pada tikus secara kasar dapat dibagi menjadi empat stadium (Turner dan Bargnara, 1976) yang proesrus, estrus, metestrus dan diestrus. Beberapa penulis menyatakan bahwa fase proestrus dan estrus dikelompokkan sebagai fase folikuler dan fase luteal terdiri atas metestrus dan diestrus.

1. Estrus Pada stadium ini kopulasi dimungkinkan terjadi. Fase ini berlangsung 12 jam (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988 ; Ballanger, 2000). Ciri yang khas adalah dengan adanya aktivitas berlari-lari yang sangat tinggi di bawah pengaruh estrogen. Estrus merupakan periode sekresi estrogen yang tinggi. Estrogen dari folikel de Graff yang matang menyebabkan berbagai perubahan pada saluran reproduksi, uterus tegang, mukossa vagina tumbuh cepat serta adanya sekresi lendir. Banyak mitosis terjadi di dalam mukosa vagina dan sel-sel baru yang menumpuk, sementara lapisan permukaan

menjadi skuamosa dan bertanduk. Sel-sel bertanduk ini terkelupas ke dalam lumen vagina. Terdapatnya sel-sel ini bsa dilihat dalan preparat ulas vagina yang digunakan sebagai indikator dari fase estrus. 2. Metestrus Mestestrus adalah fase segera setelah estrus di mana korpus luteum mulai tumbuh. Korpus luteum merupakan perubahan bentuk dari folikel de Graff pada tahap akhir yang berubah fungsi setelah mengalami ovulasi (Wijono, 1998). Mestestrus sebagian besar berada di bawah pengaruh progesteron yang dihasilkan korpus luteum (Guyton, 1994). Stadium ini terjadi kirakira 10 14 jam setelah ovulasi berlangsung. Pada preparat ulas vagina telihat banyak leukosit muncul di dalam lumen vagina bersama sedikit selsel bertanduk. 3. Diestrus Merupakan periode terakhir dan terlama yaitu 60 70 jam. Pada peeriode korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesterone semakin nyata. Endometrium lebih menebal dan kelenjar membesar (Toelihere, 1981). Pada preparat ulas vagina terlihat leukosit dalam jumlah tinggi dan sel-sel epitel berinti (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998 ; Nalbandov, 1990). 4. Proestrus Stadium ini menandakan datangnya berahi. Fase ini berlangsung sekitar 12 jam. Fase ini merupakan awal perkembangan folikel de Graff. Folikel tumbuh di bawah pengaruh FSH (McDonald, 1989). Proestrus merupkan periode terjadinya involusi fungsional korpus luteum serta pembengkakan praovulasi folikel. Selain itu Toelihere (1981) menyatakan pada tahap ini terjadi pada beberapa spesies. Peningkatan vaskularisasi ini disebabkan oleh estrogen yang semakin tinggi. Pada preparat ulasvagina terlihat adanya dominasi sel-sel berinti.

Tabel 3. Gambaran sel yang ditemukan lewat ulasan vagina tikus putih selama siklus estrus.

Gambar 3. Irisan melintang dinding vagina tikus putih selama berbagai fase siklus estrus (Turner dan Bagnara,1976)

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Hewan coba tikus B. SARAN

Anda mungkin juga menyukai