ANIMAL HANDLING
Disusun Oleh :
KELOMPOK B5
SEMARANG
2020
ANIMAL HANDLING
I. TUJUAN
Mahasiswa diharapkan mampu terampil bekerja dengan beberapa hewan
percobaan dan mengetahui karakteristik hewan coba.
2.3.1 Mencit
Mencit laboratorium merupakan turunan dari mencit liar yang telah mengalami
pembiakan secara selektif. Mencit dikelompokkan ke dalam kingdom animalia, phylum
chordate. Hewan ini termasuk hewan yang bertulang belakang dan menyusui sehingga
dimasukkan ke dalam subphylum vertebrata dan kelas mamalia. Selain itu hewan ini juga
memilikikebiasaan mengerat (ordo rodentia), dan merupakan family muridae, dengan nama
genus Mus serta memiliki nama spesies Mus musculus L (Priyambodo, 2003)
Mencit secara biologis memiliki karakteristik umum, yaitu beruoa rambut berwarna
putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Mencit merupakan hewan
nocturnal yang sering melakukan aktivitasnya pada malam hari. Perilaku mencit dipengaruhi
oleh beberapa factor, diantaranya factor internal seperti seks, perbedaan umur, hormone,
kehamilan, dan penyakit ; factor eksternal seperti makanan, minuman, dan lingkungan
disekitarnya (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998).
Mencit memiliki berat badan bervariasi. Berat badan ketika lahir berkisar antara 2-4
gram, berat badan mencit dewasa berkisar antara 20-4- gram untuk mencit jantan dan 25-40
gram untuk mencit betina dewasa. Sebagai hewan pengerat mencit memiliki gigi seri yang
kuat dan terbuka. Susunan gigi mencit adalah indicisivus ½, caninus 0/0, premolar 0/0, dan
molar 3/3 (Setijono, 1985).
2.3.2 Tikus
Ordo Rodentia mempunyai 2000 spesies, ada sekitar 15 spesies genus Mus dan lebih
dari 500 spesies genus Rattus tersebar di seluruh dunia, kurang lebih 150 spesies tikus yang
ada di Indonesia dan hanya beberapa spesies yang paling berperan sebagai hama tanaman,
permukiman dan penyebar penyakit pada manusia, yaitu Bandicota indica, Bandicota
bengalensis, Rattus argentiventer, Rattus exulans, Mus musculus, Mus caroli (Ristiyanto,
2005). Dari semua jenis tikus tersebut hanya empat yang menjadi hama penting di bidang
permukiman yaitu Bandicota indica, Rattus norvegicus, Rattus diardii, Mus Musculus
(Singgih dkk, 2005). Rodensia komensal (Rodentia yang aktivitas hidupnya di lingkungan
permukiman manusia) yang umum dan luas penyebarannya di dunia adalah Rattus
norvegicus, Rattus rattus diardii, Mus musculus (Ristiyanto, 2002).
2.3.3. Kelinci
Oryctolagus cuniculus adalah spesies kelinci yang jinak, yang dapat dipelihara dengan
cara yang sangat sederhana dan memberi kemungkinan yang cukup baik sebagai kelengkapan
perumah tanggan masyarakat. Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai
penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivore non ruminansia yang
mempunyai system lambung sederhana (tunggal) dengan perkembangan sekum seperti alat
pencernaan ruminansia, sehingga hewan ini disebut ruminansia semu (pseudoruminant).
Kelinci memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, kulit,
atau bulu, hewan percobaan dan untuk pelihara. Kelinci dapat menggunakan protein hijauan
secara efisien, reproduksi tinggi, efisiensi pakan tinggi, hanya membutuhkan makanan dalam
jumlah sedikit dan kualitas daging cukup tinggi (El-Raffa, 2004).
Semua bangsa kelinci domestikasi bernenek moyang kelinci liar dari Eropa yang
berordo Logomorpha, famili Leporidae, genus Oryctolagus, spesies Oryctologus Cuniculuc.
Genus Oryctolagus ini mempunyai 22 pasang kromosom. Awalnya kelinci diklasifikasikan ke
dalam ordo Rodensia (binatang pengerat) yang bergigi seri empat, namun sekarang
digolongkan ke dalam ordo tersendiri yaitu ordo Logomorpha karena bergigi seri enam
(Cheeke et al, 1987).
Salah satu bangsa kelinci yang banyak dipelihara adalah Flemish Giant. Menurut
Sarwono (2001), Flemish Giant di Indonesia dikenal sebagai Vlaamse Reus, kelinci raksasa
dari Vlaam. Termasuk kelinci besar di Inggris dengan ukurannya yang besar dan bagus.
Bobot jantan rata-rata 6,3 kg dan betina 6,8 kg. namun ada yang mencapai 10 sampai 12 kg.
Variasi warna rambutnya banyak dan paling sering dijumpai adalah steel grey (abu-abu besi),
dan standy (seperti pasir). Warna lain seperti hitam, putih, light grey (abu-abu muda), biru
dan fawn (coklat kuning 6 muda) dapat ditemukan pula).
Di Indonesia terdapat kelinci local yang menjadi ciri khas kelinci asli Indonesia, yaitu
kelinci Jawa (Lepus negricollis) diperkirakan masih berhabitat di hutan-hutan sekitar wilayah
Jawa Barat. Warna bulunya cokelat perunggu kehitaman dengan ekor berwarna jingga dam
ujung ekor hitam. Berat Kelinci jawa dewasa bisa mencapai 4 kilogram. Sedangkan Kelinci
Sumatera, merupakan satu-satunya ras kelinci yang asli Indonesia. Habitatnya adalah hutan di
pegunungan Pulau Sumatera yang memiliki ciri panjang badan mencapai 40 cm dengan
warna bulu kelabu cokelat kekuningan. Dilihat dari jenis bulunya, kelinci ini terdiri dari jenis
berbulu pendek dan panjang dengan warna yang agak kekuningan. Ketika musim dingin,
warna kekuningan berubah menjadi kelabu.
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian tetap harus dijaga hak-haknya yang
dikenal sebagai animal Welfare seperti yang tercantum dalam five of freedom yang terdiri
dari 5 kebebasan yaitu:
3.2.1 Mencit
3.2.2 Tikus
3.2.3 Kelinci
IV. PEMBAHASAN
Percobaan berjudul “Animal Handling” yang telah dilakukan pada hari Rabu, 11
Maret 2020 yang bertempat di Laboratorium Basah, Lantai 5, Gedung E, Fakultas
Kedokteran, Universitas Diponegoro bertujuan agar mahasiswa mampu terampil bekerja
dengan beberapa hewan percobaan dan mengetahui karakteristik hewan coba. Pada
percobaan ini digunakan 3 hewan coba yaitu mencit, tikus dan kelinci.
Menurut Malole (1989) ,Mencit (Mus musculus) adalah hewan percobaan yang sering
dan banyak digunakan di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan.
Hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut, fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya
dan bersembunyi. Aktivitasnya di malam hari lebih aktif. Sehadiran manusia akan
mengurangi aktivitasnya.
Menurut Stevani (2016), Hewan pengerat yang yang digolongkan sebagai tikus, telah
digunakan sebagai hewan laboratorium selama lebih dari 100 tahun. Beberapa, jenis tikus
telah mengalami perubahan genetik untuk meminimalkan dan mengendalikan variabel asing
yang dapat mengubah hasil penelitian dan untuk keperluan penelitian. tikus juga merupakan
hewan yang reprodusible sehingga tersedia dalam jumlah yang cukup untuk penelitian yang
memerlukan banyak hewan coba. Kelinci juga merupakan hewan uji yang sering digunakan
selain tikus. Contohnya kelinci albino Hewan ini biasanya digunakan untuk uji iritasi mata
karena kelinci memiliki air mata lebih sedikit daripada hewan lain dan sedikitnya pigmen
dimata karena warna albinonya menjadikan efek yang dihasilkan mudah untuk diamati.
Selain itu, kelinci juga banyak digunakan untuk menghasilkan antibodi poliklonal.
Adapun beberapa cara animal handling yang perlu diperhatikan. Pertama yang
dilakukan dalam percobaan ini yaitu cara memegang mencit dengan cara diangkat ekor
mencit ke arah atas menggunakan tangan kanan. Dibiarkan menjangkau kawat kendang
dengan kaki depannya. Dengan tangan kiri, jepit kulit tengkuk mencit menggunakan ibu jari
dan jari telunjuk. Kemudian ekornya dipindahkan dari tangan kanan ke jari manis dan
kelingking tangan kiri sehingga mencit cukup erat dipegang.
Menurut Stevani (2016), Cara memegang mencit yaitu pertama diangkat dengan cara
memegang ujung ekor ke arah atas dengan tangan kanan lalu letakkan di permukaan kasar
biarkan mencit menjangkau kawat keranjang. Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan
telunjuk menjepit kulit tengkuk mencit seat mungkin. Setelah itu ekor dipindahkan dari
tangan kanan ke tangan kiri dengan dijepit antara jari kelingking dan jari manis. Dengan
demikian mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap diberi perlakuan.
Percobaan ke dua, yaitu cara memegang tikus dengan mengangkat ujung ekor tikus
menggunakan tangan kanan lalu diletakkan di atas permukaan kasar (atas kawat kendang).
Tikus di elus-elus dulu agar tidak stress. Setelah tikus tenang, tangan kiri memegang bagian
tengkuk tikus dengan cara diluncurkan dari belakang tubuh tikus menuju kepala sehingga
kepala tikus berada diantara jari telunjuk dan jari tengah. Tangan kiri yang memegang tikus
letak ibu jari diselipkan ke depan untuk menjepit kaki kanan tikus diantara jari telunjuk dan
ibu jari, bila diperlukan dapat memegang perut tikus. Pegang tikus dengan erat dan tanpa
ragu-ragu agar tikus tidak berontak atau menggigit.
Menurut Stevani (2016), Cara memegang tikus yaitu pertama angkat hewan lembut
dengan menempatkan tangan di sekitar dada bagian atas, tanpa meremas. Tewmpatkan ibu
jari di bawah rahang hewan jika takut digigit, tetapi tidak memberi tekanan pada
tenggorokan. Tikus akan tetap santai bila perut dipijat lembut.
Percobaan ke tiga, yaitu cara memegang kelinci dengan mengelus-elus bagian punggung
kelinci terlebih dahulu agar tenang. Kelinci harus diperlakukan dengan halus dan sigap.
Kemudian kelinci dipegang dan ditangkap dengan tangan kiri pada leher dan diangkat
pantatnya dengan tangan kanan.
Menurut Malole (1989), pertama pastikan kita memiliki kendali penuh atas hewan
setiap saat sehingga kelinci tidak membahayakan dirinya sendiri dengan melompat di atas
meja laboratorium. Kemudian pegang leher kelinci dengan tangan kiri dan diangkat pantatnya
menggunakan tangan kanan dan didekap di badan.
Berdasarkan literatur (Malole,1989) percobaan yang dilakukan telah sesuai.
V. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang
dan berprikemanusiaan. Setiap hewan percobaan memiliki sifat / sifat biologis yang
berbeda, tentunya dengan penanganan yang berbeda pula. Mencit cendrung
berkumpul bersama, penakut, aktivitas terhambat dengan kehadiran manusia, tidak
mengigit. Tikus aktivitasnya tidak terhambat dengan kehadiran manusia, bila
diperlakukan kasar cendrung menjadi galak dan sering menyerang atau menggigit,
dapat hidup sendiri di kandangnya. Kelinci jarang bersuara, cendrung berontak bila
kenyamannya terganggu, untuk perlakuan yang hanya memerlukan kepala, masukkan
ke dalam “holder”.
6.2 Saran
Praktikan seharusnya dapat lebih tenang dan halus namun sigap dalam
memegang hewan coba sehingga tidak terjadi keributan yang membuat hewan
percobaan menjadi panik.
DAFTAR PUSTAKA
Harrison, J.L. The House And Field Rats Of Malaya, Bulletin number 12 Institute for
Medical Research Federation of Malaya. Yau Seng Press.
Priyambodo, S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu Seri Agrikat. Penebar Swadaya.
Jakarta. Vol : 6.
Ristiyanto, Farida DH. 2005. Diktat Mata Kuliah Rodentologi Kesehatan Bagian I. BRVRP
Salatiga.
Singgih Harsoyo Sigit, Upik Kesuma Hadi. 2006. Hama Permukiman Indonesia :
Pengenalan, Biologi dan Pengendalian. Bogor: Unit Kajian Pengendalian Hama
Permukiman Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Syafri, A., Estuningtya, A., Arif d.k.k. 2010. Farmakologi dan Terapi. Vol. 5. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia.
LAMPIRAN
LEMBAR PENGESAHAN
Semarang, 11 Maret 2020
Praktikan
Eka Saputri
Nila Syafaatul Laily
NIM. 22010318130039
NIM. 22010318130041
Edwadda Sholeh
NIM. 22010318140063
Mengetahui,
Asisten Praktikum
Raihan Ramadhani
NIM. 22010317140043