Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

MODUL DT 2

Disusun oleh :
Yulinda Zakiyah (030.18.114)
Dian Maharani (030.18.117)
Nadira Lathifah Noviandri (030.18.118)
Nawang Wulan Kartika (030.18.119)
Syahwal Ichwantoro (030.18.120)
Talitha Imanina Putri Gunawan (030.18.121)
Adam Mubarak (030.18.122)
Aisya Medina Tasya (030.18.123)
Elsie Levina Aisha (030.18.124)
Husna Azizah (030.18.125)

KELOMPOK 5
KELAS B

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


JAKARTA
Susunan Saraf Otonom (SSO )

I. Dasar Teori
Sistem saraf pusat merupakan sistem saraf eferen (motorik) yang mempersarafi otot-
otot polos, otot jantung, dan berbagai kelenjar. Banyak obat dapat mempengaruhi
organ otonom, tetapi obat otonom mempengaruhinya secara spesifik. Berdasarkan
macam-macam saraf otonom tersebut, maka obat otonom digolongkan menjadi :

a. Obat yang mempengaruhi saraf simpatik : ·


- Simpatomimetik atau adrenergik, yaitu obat yang menimbulkan efek serupa
rangsangan neurotransmitter NE atau perangsangan adrenergik. Contoh :
fenilefrin, klonidin, dobutamin.
- Simpatolitik atau adrenolitik, yaitu obat yang menimbulkan efek berkebalikan
dengan adrenergik karena bersifat antagonis. Contoh : doxazosin, propranolol,
fenoksibenzamin.
- Reseptor adrenergik dibagi 4, yaitu :
 α 1 : vasokonstriksi, kontraksi otot polos, midriasis
 α 2 : menurunkan pelepasan NE
 β 1 : merangsang kontraksi jantung, meningkatkan sekresi renin
 β 2 : vasodilatasi, bronkodilatasi, meningkatkan sekresi insulin,
meningkatkan glikogenolisis di hepar
b. Obat yang berkhasiat terhadap saraf parasimpatik, diantaranya sebagai berikut :
- Parasimpatomimetik atau kolinergik, yaitu obat yang menimbulkan efek
serupa rangsangan saraf parasimpatis. Contoh : pilokarpin dan phisostigmin.
- Parasimpatolitik atau antikolinergik, yaitu obat obat yang menimbulkan efek
berkebalikan dengan kolinergik karena bersifat antagonis. Contoh : atropine,
butenakol.
- Efek yang ditimbulkan obat kolinergik sama dengan stimulasi saraf
parasimpatis, karena melepaskan neurotransmitter ACh diujung neuronnya.
Efek tersebut adalah meningkatkan peristaltik dan getah lambung (HCl),
meningkatkan sekresi kelenjar ludah dan air mata, menurunkan kontraksi
jantung, penurunan tekanan darah, bronkodilatasi, kontraksi otot mata dengan
efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunkan tekanan intraokuler,
kontraksi vesica urinaria dan ureter memperlancar pengeluaran urin, dilatasi
pembuluh dan kotraksi otot kerangka,
- Reseptor kolinergika dibagi 2 yaitu :
a. Reseptor Muskarinik
Reseptor ini berikatan dengan asetilkolin dan muskarin, yaitu suatu
alkaloid yang dikandung oleh jamur beracun tertentu. Namun
menunjukkan afinitas lemah terhadap nikotin. Subtipe reseptor muskarinik
adalah M1, M2, M3, M4, M5.
b. Reseptor Nikotinik
Reseptor ini berikatan dengan asetilkolin dan nikotin, tetapi afinitas lemah
terhadap muskarin. Reseptor nikotinik terdapat di dalam sistem saraf
pusat, medula adrenalis, ganglia otonom, dan neuromuscular junction.
Terbagi menjadi 2 bagian yaitu Nn (ganglionic) dan Nm (neuromuscular
junction.

II. Binatang Percobaan


Kelinci 1 ekor

III. Alat dan Bahan


1. Penlight
2. Penggaris ukur
3. Stopwatch
4. Kertas untuk mencatat
5. Handscoon

IV. Obat-obatan
1. Pilocarpin eye drops 1%
2. Atropin Sulfat eye drops 1%

V. Cara Kerja
1. Ambil kelinci yang telah disediakan dan bawa ke meja kelompok.
2. Sebelum di tetesi obat, ukur terlebih dahulu lebar pupil mata kelinci kanan
dan kiri dengan menggunakan penggaris dan penlight.
3. Penlight diarahkan dari samping, ukur lebar pupil dengan menggunakan
penggaris dan catat hasilnya.
4. 4 orang anggota kelompok membawa kelinci, stopwatch, penlight dan
penggaris ke meja pembimbing untuk di teteskan larutan pilokarpin 1%
pada mata kanan kelinci.
a. Orang pertama bertugas untuk memegangi tubuh kelinci.
b. Orang kedua bertugas untuk melebarkan mata kelinci agar larutan
pilokarpin 1% lebih mudah untuk masuk.
c. Orang ketiga bertugas meneteskan larutan pilokarpin 1% ke mata
kanan kelinci.
d. Orang ke empat bertugas memegang stopwatch.
5. Catat waktu penetesan dan ukur lebar pupil mata kanan, lalu bawa kelinci
kembali ke meja kelompok.
6. Tunggu selama 3 menit, bila setelah 3 menit belum terjadi miosis lakukan
penetesan obat ulang. Lakukan pengukuran diameter pupil tiap 3 menit –
15 menit. Catat hasilnya dan masukkan ke dalam tabel.
7. Setelah pengukuran terakhir (pada menit ke 15) bawa kembali kelinci ke
meja pembimbing dengan 4 orang anggota kelompok untuk di tetesi
larutan atropin sulfat 1% pada mata yang sama (kanan). Lakukan
penetesan dengan cara yang sama pada poin ke 4.
8. Catat waktu penetesan dan ukur lebar pupil mata kanan tersebut.
9. Tunggu selama 3 menit, bila setelah 3 menit belum terjadi midriasi
lakukan penetesan obat ulang. Lakukan pengukuran diameter pupil tiap 3
menit – 15 menit. Catat hasilnya dan masukkan ke dalam tabel.
10. Setelah selesai percobaan, jangan lupa untuk meneteskan 3 tetes atropin
sulfat pada mata kanan kelinci.

VI. Hasil dan Pembahasan


a. Hasil
-Pilokarpin 1 % , waktu penetesan : 14.04 WIB
-Atropin Sulfat 1 %, waktu penetesan : 14.25 WIB

Pilokarpin 1% Atropin Sulfat 1%


Waktu Diameter pupil Waktu Diameter pupil
Sebelum 5 mm Sebelum 1 mm
penetesan penetesan
(normal)
3 menit 5 mm 3 menit 2 mm
Penetesan ulang : Ya Penetesan ulang : Tidak
6 menit 3 mm 6 menit 3 mm
9 menit 3 mm 9 menit 3 mm
12 menit 2 mm 12 menit 4 mm
15 menit 1 mm 15 menit 5 mm

b. Pembahasan
Pada praktikum pengaruh obat otonom terhadap mata, ini menggunakan
hewan uji berupa kelinci. Pada praktikum ini, menggunakan obat tetes mata
berupa atropin dan pilokarpin. kelinci diukur terlebih dahulu diameter
matanya, digunakan sebagai pembanding ketika telah ditetesi obat. Kemudian
mata kelinci ditetesi obat pilokarpin, yang diketahui dapat menyebabkan
miosis pupil atau pengecilan pada diameter pupil mata. Dari hasil pengamatan
dapat dilihat bahwa mata kelinci sebelum ditetesi pilokarpin berukuran 5 mm,
setelah 3 menit pemberian pilokarpin tidak terdapat perubahan ukuran. Maka
dari itu dapat dilakukan penetesan ulang dengan menggunakan pilokarpin
sebanyak 1 tetes. Dilakukannya penetesan ulang bisa karena ada kesalahan
saat meneteskan pilokarpin. Setelah pemberian 6 menit terlihat perubahan
pada pupil mata menjadi 3 mm, pada menit ke 9, diameter pupil masih sama
yaitu 3 mm. Kemudian pada menit ke 12, diameter pupil menjadi 2 mm dan
pada menit ke 15 diameter pupil menjadi 1 mm. Efek dari pilokarpin masih
bekerja sehingga menyebabkan pengecilan pada diameter pupil
mata.Kemudian, mata kanan kelinci ditetesi atropin sebanyak 1 tetes. Lalu
dihitung tiap 3 menit sesuai data pengamatan. Atropin merupakan obat
golongan antimuskarinik. Yang dapat menyebabkan midriasis pupil. Dari hasil
pengamatan dapat dilihat bahwa mata kanan kelinci pada saat normal
berukuran 1 mm, sedangkan setelah 3 menit pemberian atropin terdapat
perubahan pada ukuran pupil 2 mm. Setelah pemberian 6 menit terlihat
perubahan pada pupil mata menjadi 3 mm. Atropin menyebabkan midriasis
pupil. Setelah pemberian 9 menit, didapatkan hasil yang sama yaitu 3 mm.
Dilanjutkan pada menit ke 12, diameter pupil menjadi 4 mm. Efek dari atropin
masih bekerja sehingga menyebabkan pembesaran pada pupil mata. Pada
menit ke 15, diameter pupil menjadi 5 mm.

VII. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang kelompok kami dapat bahwa hewan percobaan
(kelinci) saat diteteskan pilocarpin 1% untuk 3 menit pertama sampai 15
menit setelahnya pupilnya mengalami miosis, dan kemudian diberikan larutan
atropine sulfat 1% dan diteteskan tidak berulang dan untuk 3 menit pertama
sampai 15 menit setelahnya pupil kelinci mengalami midriasis, yang mana itu
adalah normal. Dari percobaan diatas kami menarik kesimpulan bahwa tes
yang dilakukan berhasil

Anda mungkin juga menyukai